Anda di halaman 1dari 9

Keperawatan bencana

A. Pengertian

Menurut ICN, keperawatan bencana adalah perawat-perawat dengan kemampuan


dan pengetahuannya akan epidemiologi, fisiologi, farmakologi, struktur budaya keluarga,
dan psikologis dapat membantu pada saat program persaiapan bencana dan saat bencana
itu sendiri (ICN, 2006). Setiap perawat harus memiliki pengetahuan dasar dan beberapa
kemampuan agar dapat merencanakan dan merespon sebuah bencan pada suatau waktu
dan memberian tindakan yang tepat (Veenema, 2007).

Tujuan dari keperawatan bencana adalah memperoleh pencapaian perawatan


optimal saat bencana yang meliputi identifikasi, advokasi, dan caring untuk semua korban
bencana, termasuk aktif terlibat dalam perencanaan dan kesiapsiagaan bencana.

1. Sikap peduli terhadap komunitas pada saat bencan

Gangguan pada sebuah komunitas merupakan dampak langasung dari kejadian


berbahaya. Dampak ini dapat terjadi dalam jangka yang panjan maupun pendek, tergantung
dari besar kerusakan untuk komunitas dan kemampuan warga setempat dalam menyiapkan
diri untuk menghadapi bencana. Penyedia layanan kesehatan harus dapat memenuhi
kebutuhan diri komunitas yang mendapatakan bencana dengan keterbatasan sumberdaya.
Pada saat bencana berlangsung , perawat harus berhati-hati terhadap potensi rintangan
yang ada dalam memberikan pelayanan dan memodifikasi layanan sesuai kebutuhan.
Menyediakan layanan kesehatan selama bencana juga memerlukan layanan yang
terkoordinasi dengnn agensi dan disiplin ilmu yang lain dalam pelayanan kesehatan. Serta
mempertahanakan fungsi layanan kesehatan

2. Dampak pribadi

Pada sebuah bencana. Perawat akan menyaksikan dan terpanguruh terhadapa apa
yang ada disekitarnya. Tanpa memperhatikan emosi yang terlibat dikarenakan bencana,
ketekunan perawata dalam menyediakan layanan pada saat bencana sangat penting untuk
hasil yang maksımal. Perawat yang bekerja pada saat bencana juga merasakan kehilangan.
Dikarenakan oleh kurangnya komunikasi atau beban kerja, serta tidak mengetahui status
dan keaadaan dari keluarga dan sahabatnya. Keluaraga perawat, tidak adapat mengetahui
keadaan perawat hingga bencan mereda. Saat bencana , juga terjadi peningkatan
permintaan fisikmseperti pekerja dalam shift yang lama secara abnormal, kondisi yang
sulit.

Hal ini merupakan suatau petugas kesehatan dalam bencana untuk memberikan
layanan kepada orang lain ketika mereka harus memperhatikan kebutuhan pribadi. Perawat
herus mengerti bagaimana sebuah bencana dapat mempengaruhi mereka, dengan segera
maupun jangka panjang, dan mengembangakan strategi koping dan mendukung jaringan
kerjanya untuk perawatan diri dan sesamanya dalam komunitas keperawatn

3. Kodisi yang merugikan

Bencana alam dapat menyebabkan kondisi ligkumgan yang merugikan, seperti


banjir atauangin kencang. Kerusakan struktural darai kejadian seperti gampa bumi dapat
mengubah fasilitas kesehatan menjadi lingkungan dengan potensi bahaya. Kondisi cuaca
seperti banjir, dapat menyebabkan penutupan komunitas medis pusat dan rumah sakit, dan
mempersulit dalam evakuasi pasien. Perawat yang bekerja pada saat bencana harus sudah
mengetahui bahaya dan resiko ini pada saat awal perencanaan maupun respon.

4. Kurangnya pengakuan

Di beberapa bagian dunia, perawat tidak dibenarkan menyampaikan pendapatnya


bahkan mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan administrative. Hal ini,
dapat merusak kinerja daripada perawat terhadap komunitas pada saat bencana. Perawat
representative harus dilibatkan dalam diskusi mengenai komunitas dan regional
perencanaan bencana petugas kesehatan, dan masukan perawat harus didengarkan dan
diintergrasikan oleh perencan gawat darurat dan ketua petugas kesehatan. Mengadakan
keperawatandan berpikiran inovatif dalam perencanan bencana dan persipan akan
memastikan ketersediaan layanan keperawatan, untuk komunitas yang lebih baik

5. Critical thinking

Pemikiran kritis dan problem-solving adalah kemampuan penting dalam


manajemen efek dari bencana. Perawat mulai belajar berpikr kritis diawal karirnya sering
mengkaji dan menentukan kebutuhan pasien, kemudian mengaplikasikan dan
mengadaptasikan pelayanan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan
pengetahuan yang kuat mengenai suatau komunitas dan sumberdaya potensialnya,
perawata berada dalam posisi kunci untuk membantu dengan problem-solving yang
dibutuhkan ketika bencana .

6. Adaptabilitas

Dikarenakan perubahan yang cepatketika bencana, adaptasi sangat diperlukan.


Flesebilitas dan adaptabilitas meningkatkan kapasitas perawat untuk berfungsi secara
efisien dan efektif selama bencana. Perawat akan menyediakan perawatan di area gawat
darurat yang padat atau dilapangan kejadian , atau secara cepat mengubah café menjadi
rumah sakit, atau membuat tenda. Ketika bencana , lokasi petugas kesehatan tidak menetap
dan perawat akan melakukan perpindahan lokasi beberapa kali sebagai perubahan kondisi.

7. Kepemimpinan (Leadership )
Perawat haraus dapat menggunakan kemampuan memimpinnya dengan sempurna
untuk mengkoordinasi dan mengorganisasi segala kegiataan ketika seluruh fase bencana.
Perawat dalam posisi leader membutuhkan tidak hanya mengatur perawat lain ketika
bencana, tetapi juga untuk mengarahkan keseluruhan respon petugas kesehatan.

Dalam respon bncana, ketua perawat melihat efektifitas dari respon yang ada,
mereka adalah cordinator yang menggunakan peagalaman dan pegetahua untuk
membentuk usaha koordinasi personel dan juga sumber daya dan pasokan berlari

B. Peran perawat dalam hencana

Perawat memegang peran penting di tiap tahap- tahap bencananya, peran perawat
dibagi menjadi tiga tahap yakni:

1. Masa pre-impact

a. Membarikan pendidikan pada komunitas.

b. Bekeraja mengurangi resiko berbahaya di tempat kejadian, rumah, dan


komunitasnya.

c. Berkontribusi dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi dari kesiapa


masyarakat.

d. Berpartisipasi dalam evaluasi disaster drills

e. Koordinasi dan bekerja dengan organisasi masyarakat

2. Masa impact

a. Menyediakan perawatn trauma , tiage, gawat darurat, perawatan akut, pertolongan


pertama, control infeksi, dukungan dan paliatif care, dan kesehatan mayarakat

b. Membantu nrumah sakit, tenda pertolongan pertama, penampungan, rumah, tempat


imunisasi masa, ruang mayat,dan pergantian sihift

c. Mengatur dampak fisik dan psikologis masyarakat

d. Menentukan jumlah sukarelawan

e. Mengatur jumlah petugas kesehatan yang ada

f. Untuk bencan jangka panjang, perawat berfungsi memonitor individual,keluarga,


dan masyarakat yang termasuk dalam kelompok rentan.
3. Masa post-inpact

a. Identifikasi kasus bencana dan implementasi dari kejadian yang berhubungan

b. Mencatat sumber daya yang ada dan terpakai

c. Menjamin perawatan yang adekuat secara keseluruhan, screening wilayah, dan


pendidikan masyarakat.

C. Kompetensi Perawat Dalam Keperawatan Bencana Menurut International Council


of Nursing (ICN)

Menurut International Council Nursing (ICN), kompetensi bermakna pengetahuan,


ketramplian sikap, dan pertimbangan yang terintegrasi yang harus dimilikiatau
dipersyaratkanuntuk melakukan tindakan seacara aman dalam lingkungan praktik
keperawatan individu. Kompetensin seorang perawat adalah sesuataubyang ditampilkan
secara menyeluruh oleh seorang perawata dalam memberikan pelayanan professional
kepada klien, mencakup. Pengetahuan, ketrampilan, dan pertimbangan yang
dipersyaratkan dalam situasi praktik (Nursalam & Efendy, 2008)

Kompetensi mencerminkan hal-hal sebagai berikut:

a) Pengetahuan pemahaman dan pengkajian


b) Serangkaian ketrampilan kognitif, teknik psikonotor dan interpersonal
c) Kepribadian dan sikap serta prilaku. Sikap yang perlu ditonjolkan sebagai
sosok perawat yang siap bekerja di luar negeri dengan karakteristik budaya
Indonesia adalah 3S (Salam, Senyum, dan Semangat).
Mengacu pada ICN, pengertian kompetensi yang digunakan dalam kerangka kerja
untuk perawat generalis adalah tingkat kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat untuk
melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang ditunjukkan melalui penerapan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan (ICN)
(1997) didalam Nursalam & Efendy (2008).
Dengan menguasai kompentensi tersebut, maka perawat akan mampu melakukan
hal-hal berikut ini :
a. Mengerjakan suatu tugas / pekerjaan
b. Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilakasankan.
c. Memutuskan apa yang harus dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda dengan
rencana semula.
d. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau
melakasanakan tugas dengan kondisi yang berbeda (transfer / adaptation skill)
Mengelolah lingkungan dengan sumber-sumber untuk melaksnakan tugas
(job/role/environment skill) Dalam kerangka kerja ICN, kompetensi untuk perawat
generalis dikelompokan menjadi tiga kompetensi utama, yaitu :
a) Praktik profesional, etik dan legal serta peka budaya.
b) Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan
c) Pengembangan professional

Menurut Nursalam & Efendy (2008), Ada empat hal yang merupakan karakteristik
kompetensi,yaitu:

a) Motif
Sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang yang
menyebabkan ,umculnya suatu tindakan . motif akan mengarahkan atau menyeleksi
sikap menjadi tindakan atau tujuan sehingga lain dari yang lain.
b) Bawaan
bawaan dapat berupa karakteristik fisik atau kebiasaan seseorang dalam merespon
suatu situasi atau informasi tertentu. Contoh kompetensi bawaan adalah bertindak
cepat dan tepat yang diperlukan oleh perawat gawat darurat. Pengendalian emosi diri
dan inisiatif yang tinggi merupakan kebiasaan merespon yang baik untuk perawat jiwa.
c) Pengetahuan Akademik
Suatu kompetensi seseorang dalam bekerja atau mengukur kebutuhan pengetahuan
dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan .
d) Keahlian (skill)
Kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik dan metal, kompetensi keahlian
mental atau kognitif meliputi pemikiran analisis (memproses pengetahuan atau
bdata, menentukan sebab dan pengaruh dan rencana)

Kompetensi Keperawatan Bencana, yaitu:

Kompentensi pencegahan / mitigasi


a. Memang hampir tidak mungkin untuk mencegah terjadinya suatu bencana yang
sifatnya alami, tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkannya memang dapat kita
kecilkan atau minimalkan. Pada sebagian besar kasus, aktifitas mitigasi ditunjukan untuk
mengurangi kerentanan sistem.
b. Motif
Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan oleh seseorang
yang menyebabkan munculnya suatu tindakan. Motif akan mengarahkan atau
menyeleksi sikap menjadi tindakan atau tujuan sehingga lain dari yang lain.
c. Bawaan dapat berupa karakteristik fisik atau kebiasaan seseorang dalam merespon
suatu situasi atau informasi tertentu. Contoh kompetensi bawaan adalah bertindak
cepat dan tepat yang diperlukan oleh perawat gawat darurat. Pengendalian emosi diri
dan inisiatif yang tinggi merupakan kebiasaan merespon yang baik untuk perawat jiwa.

d. Pengetahuan akademik

Perawat harus memiliki informasi pada area yang spesifik. Pengetahuan merupakan
kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan seringkali kurang bermanfaat
untuk memprediksi kinerja seseorang ditempatnya bekerja karena sulitnya mengukur
kebutuhan pengetahuan dan keahlian yang secara nyata digunakan dalam pekerjaan.
Pengetahuan akan dapat memprediksi apa yang dapat dilakukan seseorang. Bukan apa
yang akan dilakukan.

e. Keahlian
Keahlian (skil) kemampuan untuk melakukan aktifitas fisik dan mental. Kompetensi
keahlian mental atau kognitif meliputi pemikiran analitis (memproses pengetahuan atau
data, menentukan sebab dan pengaruh, serta mengorganisasi data dan rencana) juga
pemikiran konseptual (pengenalan pola data yang kompleks).

Kompetensi keperawatan bencana,yaitu :

A. Kompetensi pencegahan/mitigasi
Memang hampir tidak mungkin untuk mencegah terjadinya suatu bencana
yang sifatnya alami tetapi dampak kerusakan yang ditimbulkannya memang dapat
kita kecilkan atau minimalkan. Pada sebagian besar kasus, aktifitas mitigasi ditujukan
untuk mengurangi kerentanan sistem(misal : dengan memperbaiki atau menegakkan
aturan bangunan) Namun, dalam beberapa kasus aktifitas mitigasi ditunjukkkan
untuk mengurangi besarnya bahaya (misal : dengan mengalihkan aliran sungai).
Istilah pencegahan bencana menyiratkan bahwa eliminasi kerusakan akibat suatu
memang dimungkinkan, tetapi hal ini tidak realistis untuk sebagian besar bahaya
( Pan American Health Organization, 2006)
Korban medis dapat diturunkan secara tajam melalui perbaikan mutu
bangunan rumah, sekolah , bangunan swasta atau umum lainnya. Walau upaya
mitigasi bencana disector ini memiliki dampak kesehatan yang jelas, tanggung jawab
langsung sector kesehatan terbatas hanya dalam memastikan keamanan fasilitas
kesehatan dan layanan kesehatan masyarakat, termasuk system penyediaan air
bersih dan system pembuangan air kotor (Pan American Health Organization, 2006).
B. Kompetensi kesiapsiagaan/preparedness.
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan
memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang ditimbulkan
akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar dapat melakukan
kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana
(Japanese Red Cross & PMI, 2009)
Kesiapsiagaan menghadapi bencana merupakan suatu aktifitas lintas sector
yang berkelanjutan. Kegiatan ini membentuk suatu bagian yang tak terpisahkan
dalam system nasional yang bertanggung jawab untuk mengembangkan
perencanaan dan program pengelolaan bencana (pencegahan,mitigasi,
kesiapsiagaan, respons, rehabilitasi atau rekontruksi) (Pan American Health
Organization, 2006)
Tujuan khusus kesiapsiagaan bencana adalah menjamin bahwa system,
prosedur dan sumber daya yang tepat siap ditempatnya masing-masing untuk
memberikan bantuan yang efektif dan segera bagi korban bencana sehingga dapat
mempermudah langkah-langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (Pan American
Health Organization, 2006)
C. Kompetensi respon
Menurut Japanese Red Cross & PMI (2009), Fase respon (tindakan) adalah fase
dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau
harta kekayaan. Aktifitas yang dilakukan secara kongkret yaitu :
1). Instruksi pengungsian
2). Pencarian dan penyelamatan korban
3). Menjamin keamanan dilokasi bencana
4). Pengkajian terhadap kerugian akibat bencana
5). Pengkajian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat.
6). Pengirimanan dan penyerahan bahan material.
7). Menyediakan tempat pengungsian.

D. Kompetensi recovery/rehabilitasi.

Fase pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan, tetapi
fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat
memulihkan fungsinya seperti sediakala (sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan
perbaikan darurat tempat tinggalnya pindah kerumah sementara, mulai masuk sekolah ataupun
bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan
rehabilitasi lifeline dan aktifitas untuk membuka kembali usahanya (Japanese Red Cross & PMI,
2009).
Institusi pemerintah juga mulai memberikan kembali pelayanan secara
normal serta mulai menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan
bantuan kepada para korban. Fase bagaimanapun juga merupakan fase pemulihan dan tidak
sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti sebelum bencana darurat ke kondisi
tenang (Japanese Red Cross & PMI,2009).

Anonymous. (2006). Bencana Alam : Perlindungan Kesehatan Masyarakat (alih bahasa Munaya
Fauziah). Jakarta : EGC.

Dasgupta. R, (2007). Disaster Management and Rehabilitation.New Delhi : Krishan Mittal.

Simonocovic. S.P. System Approach to Management Of Disaster : Methods and Aplication.New


Jersey : Wiley.

Japanese Red Cross Society & PMI. 2009. Keperawatan Bencana. Banda Aceh : Forum
Keperawatan Bencana.

Anda mungkin juga menyukai