Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN OUTCOME PASIEN CEDERA

KEPALA DI IGD RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARDJO


PURWOKERTO

Putra Agina Widyaswara Suwaryo1, Titin Andri Wihastuti2, Mukhamad Fathoni3

1Program Studi Magister Keperawatan Gawat Darurat Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
2,3 Staf Pengajar Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Abstrak

Kasus trauma merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Ribuan orang meninggal
karena trauma tiap tahunnya. Kasus trauma banyak terjadi di negara berkembang dan atau negara
dengan pendapatan rendah. Survei yang dilakukan menunjukkan sebesar 90% trauma terjadi di negara
berkembang. Outcome pasien cedera kepala ditentukan dari kondisi awal pasien ketika masuk di IGD.
Analisa kondisi pasien yang tepat akan menentukan tindakan keperawatan yang berpengaruh terhadap
outcome pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan
dengan outcome pasien cedera kepala di IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan desain analitik observasional. Sampel penelitian
ini berjumlah 56 orang. Hasil korelasi spearman dan koefisien kontingensi menunjukkan bahwa ada
hubungan antara skor awal GCS (p=0,000), tekanan darah sistolik (p=0,000) dan suhu (p=0,004)
dengan outcome pasien cedera kepala. Tidak ada hubungan antara usia (p=0,478), penyebab cedera
(p=0,265), gambaran CT scan kepala (p=0,321), frekuensi pernafasan (p=0,956) dan nadi (0,318)
dengan outcome pasien cedera kepala. Hasil uji regresi logistik didapatkan bahwa tekanan darah
sistolik (RR=6,768) merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan outcome pasien cedera
kepala. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan manajemen penatalaksanaan hemodinamik pasien,
terutama tekanan darah untuk mencegah terjadinya outcome yang buruk.

Kata Kunci: outcome, cedera kepala, IGD

Abstract

Trauma is one of the biggest causes of death in the world. Thousands of people died from trauma
each years. Many trauma occur in developing countries or countries with low incomes. The survey
carried out showed 90% of trauma occur in developing countries. Outcome head injury patients
determined from the initial condition when the patient entered in the ER (Emergency Room). Analysis
of the patient's condition will determine the appropriate nursing actions that affect patient outcome. The
purpose of this study was to analyze factors associated with outcome head injury patients in ER Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Hospital. This study is a prospective with observational analytic
design. The sample in this study amounted to 56 people. The results of Spearman and coefficient
contingency indicates that there is a relationship between initial GCS score (p = 0.000), systolic blood
pressure (p = 0.000) and temperature (p = 0.004) with a outcomes of head injury patient. There is no
correlation between age (p = 0.478), the cause of the injury (p = 0.265), head CT scan (p = 0.321),
respiratory rate (p = 0.956) and pulse (.318) with a outcomes of head injury patient. Analysis of logistic
regression shows that systolic blood pressure (RR = 6.768) is the dominant factor associated with
outcomes of head injury patient. Therefore, the need to improve the management hemodynamic of the
patient's, especially blood pressure to prevent bad outcomes.

Keywords: outcome, head injury, ER


PENDAHULUAN cedera. Disabilitas yang terjadi di Amerika
Serikat merupakan masalah kesehatan
Kasus trauma merupakan salah satu masyarakat yang signifikan. Insiden ini
penyebab kematian terbesar di dunia. menunjukkan kebutuhan untuk perawatan
Ribuan orang meninggal karena trauma tiap dan pelayanan rehabilitatif yang
tahunnya. Kasus trauma banyak terjadi di komprehensif untuk memaksimalkan pasien
negara berkembang dan atau negara cedera kepala terhindar dari disabilitas
dengan pendapatan rendah. Survei yang (Anbesaw et al, 2008).
dilakukan menunjukkan sebesar 90% Perkiraan outcome setelah terjadinya
trauma terjadi di negara berkembang. cedera kepala merupakan suatu masalah
Kematian akibat kecelakaan lalu lintas yang sangat penting untuk menentukan efek
diperkirakan meningkat 83% di negara jangka panjang paska cedera 3 bulan
berkembang pada tahun 2000-2020, dan sampai dengan 6 bulan. Evaluasi outcome
kasus yang paling banyak adalah cedera fungsional setelah keluar dari rumah sakit
kepala (Salim, 2015). Tingginya tingkat pada pasien cedera kepala menjadi bagian
mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk penting dalam suatu program rehabilitasi.
menjaga keselamatan menjadi penyebab Evaluasi juga menjadi langkah terbaik untuk
banyaknya cedera tersebut terjadi. Setiap mengukur keefektifan pengobatan dan
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami harus sebanding dengan biaya yang telah
cedera kepala, 75.000 diantaranya dikeluarkan (Thais et al, 2014).
meninggal dan lebih dari 100.000 orang Pelayanan keperawatan di Instalasi
selamat dengan disabilitas atau kecacatan Gawat Darurat (IGD) merupakan tahap awal
(Saadat & Soori, 2010). proses keperawatan yang diberikan oleh
Cedera kepala menimbulkan kelainan perawat kepada pasien yang masuk dengan
struktural dan atau fungsional pada jaringan kondisi yang dialami, yang mengancam
otak, bahkan dapat mengganggu kesadaran kehidupan dan terjadi secara mendadak
serta menimbulkan kerusakan kemampuan serta tidak dapat dikendalikan. Seorang
kognitif dan fisik. Pusat Pengendalian perawat memiliki tanggungjawab untuk
Penyakit atau The Centers for Disease menetapkan diagnosis keperawatan dan
Control and Prevention (CDC), manajemen respon pasien dan keluarga
memperkirakan 1,7 juta orang dengan terhadap kondisi kesehatan yang sedang
cedera kepala, sebanyak 52.000 meninggal, dialami. Perawat harus memiliki
275.000 dirawat di rumah sakit dan kemampuan, ketrampilan, teknik dan ilmu
1.365.000 (hampir 80%) dalam keadaan pengetahuan yang tinggi dalam
darurat serta dirawat di Instalasi Gawat memberikan pertolongan kegawatdaruratan
Darurat atau IGD (Marx, Hockbergem & kepada pasien. Hasil akhir dari semua
Walls, 2014). tindakan yang dilakukan oleh perawat
Kasus cedera kepala menjadi kasus tersebut adalah agar pasien selamat dan
cedera yang paling beresiko menyebabkan mampu beraktifitas kembali seperti biasa.
kematian dan kecacatan permanen pada Proses evaluasi dilakukan secara
pasien. Data World Health Organization bertahap, mulai dari pasien keluar dari IGD,
(WHO) tentang cedera kepala menunjukkan pasien masuk ruang perawatan, dan pasien
40-50% mengalami kecacatan permanen dinyatakan boleh pulang yang dilanjutkan
atau disabilitas. Oleh karena itu, seseorang perawatan di rumah, kurang lebih 3-6 bulan
yang datang ke rumah sakit dengan cedera atau 1 tahun. Identifikasi pasien keluar dari
kepala membutuhkan penanganan yang IGD bisa digunakan sebagai indikator awal
cepat dan tepat agar pasien terhindar dari dalam menentukan outcome pasien untuk
kecacatan dan kematian (Qureshi et al, jangka panjang, terutama pada kasus
2013). neurologi seperti cedera kepala. Data
Angka kejadian kecacatan atau outcome pasien cedera kepala bisa menjadi
disabilitas sebagai outcome pada pasien dasar atau acuan oleh perawat untuk
cedera kepala di Amerika mencapai 5,3 juta menilai kondisi kesehatan pasien cedera
orang. Outcome merupakan keadaan kepala pada saat itu, kemudian menentukan
pasien paska cedera setelah mendapatkan jenis tindakan yang tepat dan cepat,
penanganan medis di rumah sakit. sehingga pasien bisa kembali dalam kondisi
Disabilitas yang terjadi yaitu 1 tahun setelah sehat dan meningkatkan kualitas hidupnya.

1
Berdasarkan data pasien di IGD RSUD koefisien kontingensi untuk mengetahui
Prof. Dr. Margono Soekardjo Puwokerto hubungan antara penyebab cedera,
pada tahun 2015, terdapat 972 kasus tekanan darah sistolik dan suhu terhadap
cedera kepala, dimana rata-rata per bulan outcome pasien cedera kepala. Uji
terdapat 81 kasus. Pada bulan Januari 2016 multivariat menggunakan regresi logistik.
tercatat jumlah pasien 89 orang, yang
mengalami kematian sebesar 20,2% (18 HASIL PENELITIAN
orang), memiliki outcome buruk, yaitu
memerlukan bantuan dalam setiap aktifitas Tabel 1. Karakteristik Responden di IGD
sebesar 37,1% (33 orang) dan sisanya RSUD Prof. Dr. Margono
41,5% (38 orang) mampu beraktifitas Soekardjo Purwokerto
seperti biasa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Kategori N (%)
menganalisis faktor-faktor yang Jenis Laki-laki 37 66,1
Kelamin Perempuan 19 33,9
berhubungan dengan outcome pasien Tidak Sekolah 11 19,6
cedera kepala di IGD RSUD Prof. Dr. SD 14 25
Margono Soekardjo Purwokerto. SMP 15 26,9
Pendidikan
Melihat fenomena tersebut, peneliti SMA 12 21,4
tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perguruan 4 7,1
Tinggi
faktor-faktor yang berhubungan dengan Tidak Bekerja 41 73,3
outcome pasien cedera kepala di IGD Petani, 6 10,7
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Pekerjaan
Dagang,
Purwokerto. Buruh
Pensiunan 4 7,1
PNS 5 8,9
METODE Waktu Pre- 1-3 jam 33 58,9
Hospital 3-6 jam 23 41,1
Penelitian ini merupakan penelitian Injury 1-4 36 64,3
kuantitatif rancangan prospektif dengan Severity 5-9 10 17,9
Score 10-15 10 17,9
desain analitik observasional. Pada
penelitian ini mengidentifikasi terlebih
dahulu kausa atau faktor resiko yaitu faktor Berdasarkan tabel di atas, didapatkan
usia, skor awal GCS, penyebab cedera, bahwa sebagian besar responden berjenis
gambaran CT scan kepala, tekanan darah kelamin laki-laki yaitu 37 responden
sistolik, suhu, frekuensi pernafasan dan (66,1%), mempunyai tingkat pendidikan SD
nadi yang berhubungan dengan outcome sebanyak 14 responden (25%), belum atau
pasien cedera kepala di Instalasi Gawat tidak bekerja sebanyak 41 responden
Darurat (IGD). (73,3%), waktu pre-hospital 1-3 jam setelah
Penelitian ini dilakukan di ruang IGD kejadian sebanyak 33 responden (58,9%)
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo dan memiliki skor ISS dalam rentang 1-4
Purwokerto mulai tanggal 15 Mei sampai yaitu sebanyak 36 pasien (64,3%).
dengan 15 Juni tahun 2016. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah lembar Tabel 2. Distribusi Frekuensi Usia,
observasi karakteristik responden, usia, Penyebab Cedera, Gambaran CT
penyebab cedera, skor awal GCS, Scan Kepala, Tekanan Darah
gambaran CT-Scan kepala, tekanan darah Sistolik, Suhu dan outcome
sistolik, suhu, frekuensi pernafasan dan Pasien Cedera Kepala di IGD
nadi pasien cedera kepala di IGD. RSUD Prof. Dr. Margono
Sedangkan, outcome pasien cedera kepala Soekardjo Purwokerto
diukur menggunakan lembar observasi
Variabel Kategori N (%)
Glasgow Outcome Scale atau GOS. 18-40 tahun 33 58,9
Analisa data yang digunakan adalah 41-55 tahun 9 16,1
Usia
analisis uji bivariat menggunakan spearman 56-65 tahun 3 5,4
untuk mengetahui hubungan antara usia, > 65 tahun 11 19,6
skor awal GCS, gambaran CT scan kepala, Kecelakaan 42 75,1
Penyebab Jatuh 8 14,2
frekuensi pernafasan dan nadi dengan Cedera Luka Tumpul 5 8,9
outcome pasien cedera kepala dan uji Luka Peluru 1 1,8

2
Variabel Kategori N (%) Tabel 5. Hasil Uji Bivariat Faktor-faktor
Normal 23 41,1 yang berhubungan dengan
Kontusio 10 17,9
Epidural Hematoma 9 16,1
Outcome Pasien Cedera Kepala di
Gambaran IGD RSUD Prof. Dr. Margono
Subdural Hematoma 7 12,4
CT-Scan
Kepala
Subarakhnoid 4 7,1 Soekardjo Purwokerto
Hematoma 3 5,4
Intraserebral Outcome pasien cedera
Hematoma Variabel
kepala
Tekanan ≥ 90 mmHg 36 64,3 Independen
r p value
Darah < 90 mmHg 20 35,7 Umur 0,097 0,478
Sistolik Skor Awal GCS 0,625 0,000
>37,5oC 31 55,4 Penyebab Cedera 0,257 0,265
Suhu
≤ 37,5oC 25 44,6 Gambaran CT-Scan
Outcome Baik 9 16,1 0,135 0,321
kepala
pasien Buruk 47 83,9 Tekanan Darah
cedera 0,759 0,000
Sistolik
kepala Suhu -0,363 0,004
Nadi 0,136 0,318
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan
bahwa usia 18-40 tahun sebesar 33 Berdasarkan tabel di atas, faktor yang
responden (58,9%), penyebab cedera memiliki hubungan dengan outcome adalah
karena kecelakaan sebesar 42 responden skor awal GCS (p=0,000), korelasi kuat
(75,1%), gambaran CT-Scan Kepala normal (r=0,625) dengan arah positif yaitu semakin
sebesar 23 responden (41,1%), terdapat tinggi nilai GCS maka semakin baik
tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg sebesar outcome pasien, tekanan darah sistolik
36 responden (64,3%), suhu > 37,5oC (p=0,000), korelasi kuat (r=0,759) dengan
sebesar 31 responden (55,4%) dan arah positif yaitu semakin tinggi nilai
outcome baik sebanyak 9 orang (16,1%). tekanan darah sistolik, semakin baik
outcome pasien cedera kepala dan suhu
Tabel 3. Distribusi Skor Awal GCS dan (p=0,004), korelasi lemah dengan arah
Frekuensi Pernafasan Pasien negatif, yaitu semakin rendah suhu pasien
Cedera Kepala di IGD RSUD Prof. atau kurang dari 37,5oC maka semakin baik
Dr. Margono Soekardjo outcome pasien.
Purwokerto
Tabel 6. Hasil Uji Regresi Logistik
Median
Variabel
(Minimum-Maksimum) IK 95%
Skor Awal GCS 10 (6-15) koefisien p RR
Min Maks
Frekuensi Pernafasan 26 (14-35) TDS 1,912 0,048 6,768 1,014 45,18
Konst
-0,677 0,324 0,508
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan anta
nilai median skor awal GCS adalah 10,
dengan nilai minimum 6 dan maksimum 15, Berdasarkan tabel diatas, tekanan darah
dan median frekuensi pernafasan 26, sistolik merupakan faktor dominan yang
dengan nilai minimum 14 dan maksimum memiliki hubungan dengan outcome pasien
35. cedera kepala (RR=6,768).

Tabel 4. Distribusi Nadi Pasien Cedera PEMBAHASAN


Kepala di IGD RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto 1. Hubungan Usia terhadap Outcome
Pasien Cedera Kepala
Variabel n Mean ± Std. Dev Hasil penelitian didapatkan bahwa usia
Nadi 56 88,23 ± 13,690 tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan outcome pasien cedera kepala.
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan Rata-rata usia pasien cedera kepala adalah
bahwa nilai mean atau rerata untuk nadi mereka yang masih dalam usia produktif
adalah 88,23 dengan nilai standar deviasi yaitu 18-40 tahun. Hal ini sesuai dengan
13,690. penelitian yang dilakukan oleh Coronado et
al (2011), bahwa pasien cedera kepala lebih
3
banyak terjadi pada mereka dengan usia 0- berarti bahwa skor awal GCS berhubungan
44 tahun atau usia produktif dan lebih dengan outcome pasien cedera kepala
banyak pada usia 18-40 tahun, dimana dengan kekuatan hubungan kuat.
pada usia tersebut seseorang memiliki Skor GCS merupakan tolak ukur
kemampuan yang maksimal untuk kondisi klinis pasien cedera kepala yang
beraktifitas sehingga menyebabkan tingkat diperiksa pada pasien diawal cedera.
mobilitas yang tinggi pula, baik dalam Tingkat kesadaran atau skor GCS ini
pekerjaan maupun aktifitas lain. Selain itu, memiliki pengaruh yang kuat terhadap
jumlah sampel juga menjadi faktor yang kesempatan hidup dan penyembuhan pada
menyebabkan perbedaan pada hasil pasien cedera kepala. Skor GCS awal yang
penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh rendah pada awal cedera akan memiliki
Coronado et al (2011), menggunakan outcome yang buruk (Okasha et al, 2014).
53.014 kasus cedera kepala selama 10 Berdasarkan hasil penelitian yang
tahun, dengan tingkat kematian menurun dilakukan, didapatkan sebagian besar
secara signifikan pada rentang usia 0-44 pasien cedera kepala memiliki skor GCS
tahun dan meningkat pada usia > 75 tahun. awal kurang dari 10, yaitu sebanyak 32
Sebagian besar cedera kepala karena pasien (57,1%). Hal ini sesuai dengan
kecelakaan. penelitian yang dilakukan oleh Lingsma et al
Menurut Ryan (2009), juga (2014), bahwa nilai GCS kurang dari 11
menjelaskan bahwa rerata kejadian cedera dalam waktu 24 jam memiliki outcome yang
kepala terbanyak pada rentang usia 15-24 buruk. Selain itu, dijelaskan juga bahwa
tahun dibanding dengan rentang usia umur outcome secara progresif akan menurun
yang lain, kejadian cedera kepala dialami jika skor GCS awal sudah rendah. Penilaian
paling tinggi adalah usia 65 tahun. Hasil skor GCS awal pada pasien dalam kurun
penelitian ini paling banyak dialami oleh usia waktu 3-6 bulan juga menunjukkan outcome
18-45 tahun dengan usia, dengan usia palin yang buruk.
tinggi 70 tahun dan paling rendah 18 tahun. Menurut Maas, Engel, dan Lingsma
Penelitian lain juga menjelaskan bahwa (2011), menyebutkan beberapa penelitian
usia berbanding terbalik dengan outcome yang ada menunjukkan hubungan antara
pasien cedera kepala, dimana semakin skor lebih rendah pada GCS dan outcome
besar usia pasien atau lebih dari 65 tahun, yang lebih buruk. Pasien dengan luka yang
maka outcome pasien cedera kepala parah pada bagian kepala, komponen
semakin rendah atau buruk. usia pasien motorik pada GCS memiliki nilai prediktif
lebih dari 65 tahun masuk dalam kategori terbesar karena respon mata dan verbal
lansia, dimana pada usia tersebut terjadi umumnya tidak ada pada pasien. Skor GCS
penurunan fungsi neurologis dan lebih pada penelitian ini menggunakan skala
besar mengalami disabilitas daripada interval, dengan nilai tengah 10, kemudian
mereka yang berusia di bawah 65 tahun nilai minimum skor GCS adalah 6 dan nilai
(Marquez et al, 2008; Lingsma et al, 2014). maksimum GCS adalah 15.
Banyak faktor yang mempengaruhi Penelitian lain yang mendukung hasil
outcome pasien cedera kepala. Pada subjek penelitian yaitu penelitian yang dilakukan
penelitian, sebagian besar pasien cedera oleh Joseph et al (2015), tentang kondisi
kepala terjadi pada mereka yang memiliki pasien cedera kepala dengan patah tulang
usia 18-40 tahun, yaitu mencapai 58,9% tengkorak. Kondisi tersebut dijelaskan
atau sebesar 33 responden dari total 56 memiliki potensi sepuluh kali untuk
responden. Hasil tersebut tentu sangat mengalami defisit neurologi dan akan
berpengaruh terhadap nilai statistik semakin buruk, yang bisa dinilai dengan
terhadap outcome pasien cedera kepala. menggunakan GCS. Oleh karena itu, GCS
merupakan skala yang penting untuk
2. Hubungan Skor Awal GCS terhadap menilai tingkat kesadaran, status klinis dan
Outcome Pasien Cedera Kepala prognosis pasien cedera kepala
Hasil penelitian didapatkan bahwa skor Pada penelitian ini hanya melakukan
awal GCS memiliki hubungan yang satu kali pengukuran GCS yaitu ketika
signifikan dengan outcome pasien cedera pasien cedera kepala datang dan masuk ke
kepala. Hal ini dapat dilihat dari nilai p value ruang IGD. Penelitian ini berbeda dengan
= 0,000 dan koefisien korelasi = 0,625 yang penelitian yang dilakukan oleh Setterval,

4
Souza dan Silva (2011), yang menilai skor mengalami kecelakaan kendaraan memiliki
GCS sebanyak tiga kali selama 72 jam outcome yang buruk.
paska cedera. Hasil temuan penelitian
sama, dengan signifikansi (p<0,05) yaitu 4. Hubungan Gambaran CT Scan Kepala
GCS memiliki hubungan dengan outcome terhadap Outcome Pasien Cedera
pasien cedera kepala. Kepala
Hasil penelitian didapatkan bahwa
3. Hubungan Penyebab Cedera terhadap gambaran CT-Scan kepala tidak memiliki
Outcome Pasien Cedera Kepala hubungan yang signifikan dengan outcome
Hasil penelitian didapatkan bahwa pasien cedera kepala. Hal ini dapat dilihat
penyebab cedera tidak memiliki hubungan dari nilai p value = 0,321 dan koefisien
yang signifikan dengan outcome pasien korelasi = 0,135 yang berarti bahwa
cedera kepala. Hal ini dapat dilihat dari nilai gambaran CT-Scan kepala tidak
p value = 0,265 dan koefisien korelasi = berhubungan dengan outcome pasien
0,257 yang berarti bahwa penyebab cedera cedera kepala dengan kekuatan hubungan
tidak berhubungan dengan outcome pasien sangat lemah.
cedera kepala dengan kekuatan hubungan Peran CT scan kepala pada pasien
lemah. cedera kepala merupakan salah satu
Penyebab cedera merupakan jenis informasi tambahan yang bisa digunakan
cedera yang menyebabkan pasien untuk menentukan kondisi pasien
mengalami cedera kepala. Penyebab menggunakan teknologi imaging. Pasien
cedera kepala memiliki beberapa pengaruh cedera kepala dilakukan CT scan untuk
terhadap outcome pasien. Pasien cedera mengetahui relevansi klinis jika ada temuan
kepala yang meninggal, sebagian besar perdarahan intrakranial. Beberapa
disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor. kemungkinan yang didapatkan dari hasil
Alasan mengapa cedera kepala lebih pemeriksaan tersebut adalah pasien
banyak terjadi karena kecelakaan mengalami epidural hematoma (EDH),
kendaraan bermotor, karena para subdural hematoma (SDH), subarachnoid
pengendara tidak menggunakan helm hematoma (SAH), intracerebral hematoma
standar dan bahkan tidak menggunakan (ICH) dan kontusio (Bendinelli, Bivard,
helm (Coronado et al, 2011; Bonne & Nebauer & Parsons, 2013).
Schuerer, 2013). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
Pada penelitian ini, penyebab cedera hasil gambaran CT scan kepala tidak
tidak terdapat hubungan terhadap outcome memiliki hubungan dengan outcome pasien
pasien cedera kepala. Hal ini dikarenakan cedera kepala. Hal ini juga didukung oleh
cedera kepala yang disebabkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Wintermark
kecelakaan kendaraan motor tidak et al (2015), pemeriksaan CT scan kepala
mengalami luka yang parah seperti fraktur pada pasien cedera kepala yang dilakukan
terbuka dan perdarahan aktif. Beberapa pada awal cedera belum menunjukkan
pasien hanya mengalami luka abrasi dan kondisi akhir pasien. Proses perubahan
fraktur di bagian tubuh selain kepala, seperti kondisi pasien sebaiknya diamati dalam
tangan dan kaki dimana hal tersebut tidak waktu 18 sampai 24 jam. Beberapa pasien
terlalu mengganggu kondisi pasien dari segi dengan gambaran CT scan normal ketika di
tingkat kesadaran dan sistem neurologi. IGD, setelah 18 jam menunjukkan
Berbeda dengan pasien yang mengalami perburukan kondisi yang dibuktikan dengan
luka pada bagian kepala, mereka memiliki menurunnya tingkat kesadaran yaitu GCS
resiko gangguan neurologi lebih tinggi. kurang dari 13.
Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Tsao dan Moore (2010), 5. Hubungan Tekanan Darah Sistolik
outcome pasien cedera kepala tidak terhadap Outcome Pasien Cedera
ditentukan dari penyebab cedera yang Kepala
dialami pasien, tetapi karena kondisi luka Hasil penelitian didapatkan bahwa
yang disebabkan oleh penyebab cedera itu tekanan darah sistolik memiliki hubungan
sendiri, baik karena kecelakaan kendaraan, yang signifikan dengan outcome pasien
jatuh, terkena pukulan benda tumpul dan cedera kepala. Hal ini dapat dilihat dari nilai
senjata api. Tidak semua pasien yang p value = 0,000 dan koefisien korelasi =

5
0,759 yang berarti bahwa tekanan darah dilihat dari nilai p value = 0,004 dan
sistolik berhubungan dengan outcome koefisien korelasi = 0,363 yang berarti
pasien cedera kepala dengan kekuatan bahwa suhu berhubungan dengan outcome
hubungan kuat. pasien cedera kepala dengan kekuatan
Cedera kepala menyebabkan hubungan sedang. Pasien cedera kepala
perubahan sistemik pada pasien. mengalami peningkatan suhu lebih dari
Perubahan sistemik yang sering terjadi 37,5oC sebanyak 31 orang atau 55,4%
adalah hipotensi, yaitu tekanan darah (lebih dari sebagian besar mengalami
sistolik pasien < 90 mmHg. Pasien yang hipertermi). Hasil penelitian ini sesuai
mengalami hipotensi biasanya disebabkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lunn
karena kehilangan darah, sebagian dan Childs (2010), bahwa suhu tubuh yang
mungkin karena cedera sistemik, sebagian meningkat berkaitan dengan kerusakan
lagi karena cedera langsung pada pusat neurologi dan dapat memperburuk outcome
refleks kardiovaskuler di medula oblongata. pasien
Pasien dengan hipotensi yang dirawat Hal ini sesuai dengan penelitian yang
selama 24 jam memiliki tingkat mortalitas dilakukan oleh Titus et al (2015), yang
45% daripada mereka yang tidak menjelaskan keterkaitan antara outcome
mengalami hipotensi. Hipotensi yang buruk dengan hipertermi, dimana
ditemukan pada awal cedera sampai peningkatan suhu secara signifikan dapat
selama perawatan merupakan faktor utama memperburuk konsekuensi hispatologi pada
yang menentukan outcome pasien pada cedera kepala. Namun, apakah peningkatan
cedera kepala (Berry et al, 2012; Fuller et al, tersebut merupakan patologi otak yang bisa
2014). dihubungkan dengan defisit perilaku belum
Selain itu, penelitian yang dilakukan di bisa diketahui.
Karl Bremer Hospital, Universitas Cape Peningkatan suhu tubuh juga terjadi
Town, menggunakan desain kohort pada pasien cedera kepala tertutup. Hal ini
retrospektif terhadap 29.935 kasus cedera dijelaskan oleh Kilpatrick et al (2010),
kepala pada tahun 1996-2006, menyatakan bahwa lebih dari 50% pasien cedera kepala
bahwa tekanan darah merupakan prediktor tertutup mengalami peningkatan suhu lebih
yang baik untuk berhubungan dengan dari 38oC. Hal yang sama juga disampaikan
outcome pasien cedera kepala (Bruijns et al, oleh Stocchetti et al (2012), bahwa 70%
2014). pasien cedera kepala mengalami
Berdasarkan hasil penelitian peningkatan suhu tubuh dalam minggu
didapatkan tekanan darah sistolik pada pertama paska cedera dan lama demam
pasien kurang dari 90 mmHg sebanyak 36 berhubungan dengan tingkat keparahan
pasien (64,3%). Hal ini sesuai dengan cedera kepala.
penelitian yang dilakukan oleh Fuller et al Berdasarkan hasil penelitian dan
(2014), dimana ketidakstabilan beberapa hasil penelitian sebelumnya,
hemodinamik merupakan hal yang umum maka perlu dilakukan tindakan pencegahan
terjadi pada pasien cedera kepala, terutama terhadap kejadian peningkatan suhu tubuh
mereka dengan kondisi yang parah. lebih dari 37,5oC pada pasien cedera
Tekanan darah sistolik < 90 mmHg kepala. Apabila sudah terjadi, maka harus
merupakan efek sekunder dari cedera otak, segera diberikan terapi secara agresif untuk
dan dilaporkan sebanyak 73% dari total 67 mencegah perburukan kondisi pasien.
kasus memiliki outcome buruk. Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa tekanan 7. Hubungan Frekuensi Pernafasan
darah sistolik adalah variabel kontinyu dan terhadap Outcome Pasien Cedera
bisa digunakan sebagai prediktor dalam Kepala
melakukan tatalaksana pasien cedera Hasil penelitian didapatkan bahwa
kepala. frekuensi pernafasan tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan outcome
6. Hubungan Suhu terhadap Outcome pasien cedera kepala. Hal ini dapat dilihat
Pasien Cedera Kepala dari nilai p value = 0,956 dan koefisien
Hasil penelitian didapatkan bahwa suhu korelasi = 0,008 yang berarti bahwa
memiliki hubungan yang signifikan dengan frekuensi pernafasan tidak berhubungan
outcome pasien cedera kepala. Hal ini dapat

6
dengan outcome pasien cedera kepala pengaturan cardiac output terganggu. Hasil
dengan kekuatan hubungan sangat lemah. ini akan berbeda pada pasien yang berusia
Frekuensi pernafasan merupakan salah lebih dari 65 tahun, dimana semua sistem
satu indikator yang bisa digunakan untuk didalam tubuh mengalami penurunan.
outcome pasien cedera kepala. Pada Pasien yang berusia lebih dari 65 tahun
penelitian yang dilakukan oleh Bruijns et al memiliki outcome yang buruk ketika nadi
(2014), menjelaskan bahwa frekuensi lebih dari 90 kali per menit (Bonne &
pernafasan merupakan prediktor yang baik Schuerer, 2013; Steyeberg et al, 2008).
untuk mengetahui outcome pasien cedera Jika ditinjau dari hasil penelitian dan
kepala. Penelitian ini dilakukan terhadap teori hasil penelitian sebelumnya, nadi
29.935 kasus cedera kepala pada tahun memang terbukti berhubungan dengan
1996-2006. outcome pasien cedera kepala. Namun, hal
Pada penelitian ini, frekuensi ini tentu perlu dilihat dari faktor lain baik
pernafasan tidak memiliki hubungan yang internal maupun eksternal pasien. Faktor
bermakna terhadap outcome pasien cedera usia misalnya, dimana usia memiliki
kepala, dibuktikan dengan hasil statistik nilai kontribusi terhadap outcome pasien.
p>0,05. Beberapa studi klinis dan Berdasarkan hasil penelitian yang
eksperimental menunjukkan bahwa proses dilakukan, sebagian besar responden atau
terjadinya penurunan saturasi oksigen dan pasien cedera kepala berada pada usia
perfusi jaringan otak membutuhkan waktu produktif yaitu 18-40 tahun (58,9%), dimana
12-24 jam. Waktu tersebut merupakan kondisi sistemik tubuh pada fungsinya
kompensasi tubuh terhadap komplikasi masih optimal.
yang ditimbulkan seperti cedera paru yang Selain itu, penelitian ini hanya
mempunyai efek juga terhadap saturasi melakukan observasi kurang lebih selama 6
oksigen dan frekuensi pernafasan pada jam yaitu ketika pasien berada di ruang IGD.
pasien. Kemampuan sel pada manusia pada usia
Selain itu, klasifikasi dalam produktif lebih mudah mengalami pemulihan
menentukan outcome cedera kepala juga atau perbaikan dan pembentukan sel baru.
didasarkan pada skor GOS. Skor GOS 1-3 Sistem hormonal yang stabil pada usia
dikatakan memiliki outcome buruk, dan skor produktif juga turut berperan dalam hal ini
GOS 4-5 memiliki outcome baik. Pada hasil (Yu et al, 2010). Oleh karena itu, lebih dari
penelitian yang dilakukan oleh Bruijns et al separuh pasien dapat bertahan hidup dan
(2014), yang menjelaskan bahwa frekuensi memiliki outcome baik saat keluar dari IGD.
pernafasan merupakan prediktor yang baik
untuk outcome pasien adalah outcome yang 9. Faktor Paling Dominan terhadap
buruk, dimana kondisi pasien meninggal Outcome Pasien Cedera Kepala
atau setara dengan skor GOS 1. Hasil penelitian didapatkan bahwa
variabel independen yang berhubungan
8. Hubungan Nadi terhadap Outcome dengan outcome pasien cedera kepala
Pasien Cedera Kepala adalah skor GCS awal, tekanan darah
Hasil penelitian didapatkan bahwa nadi sistolik dan suhu. Sedangkan faktor paling
tidak memiliki hubungan yang signifikan dominan dari ketiga variabel tersebut
dengan outcome pasien cedera kepala. Hal setelah melalui uji analisis regresi logistik
ini dapat dilihat dari nilai p value = 0,318 dan adalah tekanan darah sistolik.
koefisien korelasi = 0,136 yang berarti Beberapa penelitian menjelaskan
bahwa nadi tidak berhubungan dengan komponen tekanan darah sistolik bisa
outcome pasien cedera kepala dengan digunakan untuk memprediksi kondisi
kekuatan hubungan sangat lemah. pasien cedera kepala. Menurut Girianto,
Nadi pada pasien cedera kepala diklaim Hidajat dan Fathoni (2015), bahwa
bisa digunakan sebagai prediktor dalam pengukuran tekanan darah menjadi salah
menentukan kondisi pasien. Nadi lebih dari satu intervensi yang dilakukan oleh perawat
130 kali per menit memiliki potenso outcome di ruang IGD. penelitian lebih lanjut sedang
yang buruk. Hal ini terjadi karena cedera dilakukan untuk menjadi evidence based
kepala mengganggu pusat autoregulasi practice dalam keperawatan. Pada cedera
pada otak dan pusat sistem kardiovaskuler kepala yang parah, nilai tekanan darah
di batang otak, sehingga mekanisme sistolik cenderung menurun karena

7
mekanisme kompensasi tubuh manusia psikologis baik kepada pasien maupun
ketika terjadi peningkatan tekanan intra keluarga.
kranial. Kondisi pasien yang diketahui lebih
Penelitian lain yang dilakukan oleh awal, bisa menjadi dasar dalam
Haddad dan Arabi (2012), menjelaskan memberikan penjelasan yang akurat
bahwa cedera kepala merupakan masalah terhadap keluarga pasien, untuk
kesehatan dan sosial ekonomi utama, dan menentukan apakah suatu tindakan agresif
merupakan penyebab kematian. dan suportif akan diteruskan atau
Manajemen perawatan kritis mengacu dihentikan.
kepada Brain Trauma Foundation, dimana
kondisi pasien cedera kepala dapat dilihat KETERBATASAN PENELITIAN
dari manifestasi klinis yang ditunjukkan.
Salah satu yang menjadi tolak ukur dalam 1. Peneliti hanya melakukan survei analitik
menentukan tindakan perawatan adalah pada pasien cedera kepala di IGD saja.
keadaan hipotensi atau tekanan darah Kemungkinan perubahan klinis bisa
sistolik yang kurang dari 90 mmHg pada terjadi selama fase pre-hospital maupun
pasien cedera kepala. Manajemen diruang perawatan. Penilaian outcome
penatalaksanaan cedera kepala mencakup pasien yang diukur ketika keluar dari IGD
multimodel yang melibatkan hemodinamik, belum menggambarkan secara umum
pernafasan, manajemen cairan dan terapi kondisi pasien setelah perawatan.
lain yang dilakukan untuk mencegah 2. Hasil pengamatan yang dikumpulkan
terjadinya efek sekunder dari cedera kepala. tentang GCS, tekanan darah sistolik,
Outcome pasien cedera kepala tentu suhu, frekuensi pernafasan dan suhu
saja dipengaruhi oleh banyak hal. Namun, hanya dilihat satu kali yaitu selama
hasil penelitian ini bisa digunakan untuk pasien di IGD.
memperkirakan kemungkinan pasien 3. Peneliti tidak mengidentifikasi faktor lain
terhadap kondisi pasien setelah terjadi seperti durasi waktu yang dibutuhkan
cedera sejak pemeriksaan awal di IGD. untuk penanganan yang dilakukan oleh
Harapan peneliti, ada sebuah instrumen perawat dan dokter.
sederhana untuk memprediksi outcome 4. Peneliti tidak membedakan secara
pasien cedera kepala dapat membantu spesifik untuk variabel tekanan darah
meningkatkan mutu asuhan keperawatan sistolik dan suhu sebagai parameter
pada pasien dan keluarga, karena hampir untuk menentukan kondisi pasien.
seluruh pasien cedera kepala memiliki
resiko outcome yang buruk dan KESIMPULAN
membutuhkan penanganan dengan cepat
dan tepat. Nilai tekanan darah sistolik pada Ada hubungan antara skor awal GCS,
pasien cedera kepala diawal pemeriksaan tekanan darah sistolik dan suhu tubuh
bisa menjadi tolak ukur untuk menentuk pasien terhadap outcome pasien cedera
kondisi pasien beberapa jam berikutnya. kepala. Sedangkan usia, penyebab cedera,
gambaran CT scan kepala, frekuensi
IMPLIKASI KEPERAWATAN pernafasan dan nadi tidak memiliki
hubungan terhadap outcome pasien cedera
Proses keperawatan dimulai ketika kepala. Tekanan darah sistolik merupakan
pasien masuk ke Rumah Sakit, terutama faktor dominan yang memiliki hubungan
diawal penanganan ketika berada di IGD. terhadap outcome pasien cedera kepala.
Identifikasi pasien melalui pengkajian dan
pemeriksaan fisik yang tepat SARAN
menggambarkan kondisi pasien cedera
kepala pada saat itu dan menentukan jenis Berdasarkan hasil penelitian yang
tindakan yang cepat dan tepat. Selain itu, didapatkan, maka perlu adanya
hal tersebut bisa menjadi acuan perawat peningkatan manajemen penatalaksanaan
dalam pengambilan keputusan terhadap hemodinamik pasien, terutama tekanan
kondisi pasien cedera kepala, terutama darah sistolik untuk mencegah terjadinya
dalam memberikan support atau dukungan outcome yang buruk, dengan tidak
mengesampingkan faktor yang lain. Selain

8
itu, diperlukan penelitian selanjutnya significant traumatic brain injury: A
dengan jumlah sampel yang lebih banyak multi-centre cohort study. Injury 45, 7
dan pengamatan yang lebih lama (3-6
bulan) agar hasil penelitian tentang outcome Haddad, S., & Arabi, Y. (2012). Critical care
management of severe traumatic brain
pasien cedera kepala lebih akurat, serta
injury in adults. TRauma , resuscitation,
mempertimbangkan faktor lain seperti alat and emergency medicine, 20(12), 1-15
yang digunakan dan durasi penanganan
pasien cedera kepala di IGD. Joseph, B., Pandit, V., Aziz, H., Kulvatunyou, N.,
Zangbar, B., Green, D., . . . Rhee, P.
(2015). Mild traumatic brain injury defined
DAFTAR PUSTAKA by Glasgow Coma Scale: Is it really mild?
Brain Injury, 29(1), 5
Anbesaw, S. , Eduard, Z., Jean, L., Ted, M.,
Paul, J., & Claudia, S. (2008). Incidence of Kilpatrick, M., Lowry, D., Firlik, A., Yonas, H.,
Long-term disability following traumatic Marlon, D.(2010). Hyperthermia in the
brain injury hospitalization, United States, neurosurgical intensive care unit.
2003. Journal of Head Trauma Neurosurgery, 47; 850
Rehabilitaion, 23(2).
Lingsma, H., Rozzenbeek, B., Steyerberg, E.,
Bendinelli, C., Bivard, A., Nebauer, S., & Murray, G., & Maas, A. (2014). Early
Parsons, M. (2013). Brain CT perfusion prognosis in traumatic brain injury: from
provides additional useful information in prophecies to predictions. Lancet Neurol,
severe traumatic brain injury. Injury, 44, 9, 543
1208-1212
Lunn, K., & Childs, C.(2010). A systematic
Berry, C., Ley, E., Bukur, M., Malinoski, D., review of differences between body
Margulies, D., Mirocha, J., & Salim, A. temperature and core body temperature in
(2012). Redefining hypotension in adult patient with severe trauma brain
traumatic brain injury. Injury 43, 1833- injury. Emergency Medicine, 14 (3), 154
1837.
Maas, A., Engel., B., & Lingsma, H.(2011).
Bonne, S., & Schuerer, D. (2013). Trauma in the Prognostic after trauma brain injury.
Older Adult: Epidemiology and Evolving Humans Neurological Surgery, sixth
Geriatric Trauma Principles. Clin Geriatric edition, chapter 340, 3497
Med, 29, 137-150
Marquez, C., Hart, T., Hammond, B., Frol, A.,
Bruijns, S., Guly, H., Bouamra, O., Lecky, F., & Hudak, A., Harper, C., . . . Diaz-Arrastia,
Wallis, L. (2014). The value of the R. (2008). Impact of age on Long-Term
difference between ED and prehospital recovery from traumatic brain injury.
vital signs in predicting outcome in Archives of Physical Medicine and
trauma. Emergency Medicine, 31, 579- Rehabilitation, 89(5), 896-903
582
Marx, J., Hockbergerm, R. , & Walls, R. (2014).
Coronado, V., Xu, L., Basavaraju, S., McGuire, Rosen’s Emergency Medicine;
L., Wald, M., Faul, M., . . . Hemphill, J. Concepts and Clinical Practie.
(2011). Surveillance for Traumatic Brain Philadelphia: Elsevier Saunders.
Injury--Related Deaths --- United States,
1997--2007. Centers for Disease Control Okasha, A., Fayed, A., & Saleh, A. (2014). The
and Prevention, 60, 1-32 FOUR Score Predicts Mortality,
Endotracheal Intubation and ICU Length
Girianto, P., Hidajat, M., & Fathoni, M. (2015). of Stay After Traumatic Brain Injury.
Tekanan rerata arteri, respon pupil, dan Neurocritical Care, 21(3), 8
frekuensi pernafasan sebagai prediktor
mortalitas pasien cedera otak berat di Qureshi, J., Ohm, R., Rajala, H., Mabedi, C.,
IGD RSUD Dr. Iskak Tulungagung. Sadr-Azodi, O., Andren-Sandberg, A., &
Malang; Universitas Brawijaya, p 89 Charles, A. (2013). Head injury triage in a
sub Saharan African urban population.
Fuller, G., Hasler, R., Mealing, N., Lawrence, T., International Journal of Surgery, 11(3),
Woodford, M., Juni, P., & Lecky, F. (2014). 265-269
The association between admission
systolic blood pressure and mortality in
9
Ryan.(2009).Caring for patient with traumatic Thais, M., Cavallazi, G., Formolo, D., Castro, L.,
brain injuries; are you up to the Schmoeller, R., Guarnieri, R., . . . Walz, R.
challenge?. American Nurse Today, 4 (2014). Limited predictive power of
(8) hospitalization variables for long-term
cognitive prognosis in adult patients with
Saadat, S., & Soori, H. (2010). Epidemiology of severe traumatic brain injury. Journal of
traffic injuries and motor vehicles Neuropsychology, 8, 14
utilisation in Tehran: a populatio-based
study. Academic Journal, 16, 23 Titus, D., Furones, C., Atkins, C., & Dietrich, D.
(2015). Emergence of cognitive deficits
Salim, C. (2015). Sistem Penilaian Trauma. after mild traumatic brain injury due to
Cermin Dunia Kedokteran, 42, 8 hyperthermia. Experimental Neurology,
263, 254
Setterval, A., Souza, S., & Silva, J.(2011). In-
hospital mortality and the Glasgow Tsao, J., & Moore, D.(2010).Traumatic brain
Coma Scale in the first 72 hours after injury a clinician’s guide to diagnosis,
trauma brain injury. Latino Arn, management, and rehabilitation.
Enfermagem, 11 (9), 1337 Anaesthesia and Intensive Care
Medicine, 15 (4); 164
Steyeberg, E., Mushkudiani, N., Perel, P.,
Buthcer, I., Lu, J., McHugh, G., . . . Maas, Wintermark, M., Sanelli, P., Anzai, Y., Tsiouris,
A. (2008). Predicting outcome after A., & Whitlow, C.(2015). Imaging
traumatic brain injury: development and evidence and recommendations for
international validation of prognostic traumatic brain injury; conventional
scores based on admission neuroimaging techniques. Journal of the
characteristics. PLOS Medicine, 5(8), American College of Radiology. 12 (2),
1251 1-14

Stocchetti, N., Rossi, S., Zainer, E., Colombo A., Yu, A., Cheng, H., Xu, L., Basavaraju, S., Tsao,
Beretta, L., Citero, G. (2012). Head L.(2010). Functional outcome after head
injury patients admitted to intensive injury comparison of 12-45 year old male
care. Intensive Care Medicine, 28; 1555 and female. International Journal Care
Injury. 43; 603-607

10

Anda mungkin juga menyukai