Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL TOKSIKOLOGI

TOKSIKOLOGI SABU-SABU
(methamphetamine hydrochloride)

DISUSUN OLEH:
RIZKY GUSTINANDA
173333110

LABORATORIUM KIMIA FARMASI DASAR


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS INDUSTRI HALAL
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
YOGYAKARTA
2018
PENDAHULUAN

Shabu shabu merupakan kelompok narkotika yang merupakan stimulans system saraf
dengan nama kimia methamphetamine hidrochloride, yaitu turunan dari stimulan saraf amfetamin.
Shabu shabu dikenal juga dengan julukan lain seperti glass, quartz, hirropon atau ice cream, Shabu
shabu umumnya berbentuk Kristal berwarna putih seperti gula pasir atau vetsin (bumbu penyedap
makanan). Metamfetamin murni bentuknya seperti pecahan kristal kaca tidak berwarna. Rumus
kimianya adalah (S)-N-methyl-l-phenylpropan-2-amine (C10H15N) Dahulu metamfetamin
digunakan tentara ketika berperang untuk menghilangkan rasa takut dan untuk membuat lebih
agresif, seperti pada Perang Dunia yang digunakan oleh tentara Jerman, Rusia dan Jepang.
Metamfetamin dibuat dari Amfetamin yang awalnya digunakan sebagai inhaler pernapasan (nasal
decongestant dan bronchial inhaler) dan senyawa ini aktif bekerja dalam waktu 6-8 jam. Bahan ini
dapat meningkatkan aktifitas dan juga dipakai untuk menurunkan nafsu makan dalam rangka
menguruskan badan. Pada tahun 1950-an shabu shabu banyak digunakan untuk keperluan medis.
Tetapi setelah diketahui berbahaya dan dapat digunakan untuk kejahatan, maka sekarang
penggunaan legalpun sangat ketat sekali.

MEKANISME KERJA

Amfetamine adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung dengan aktivitas
sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin endogen seperti epinefrin,
norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik disebabkan oleh keluarnya
neurotransmiter dari daerah presinap. Amfetamine juga mempunyai efek menghalangi re-uptake
dari katekolamin oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas monoamine aksidase, sehingga
konsentrasi dari neurotransmitter cenderung meningkat dalam sinaps. Mekanisme kerja am pada
susunan saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin dan
serotonis atau ketiganya dari tempat penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran saraf.
Efek yang dihasilkan dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim monoamine oxidase (MAO)
pada ujung presinaps saraf..

Dari beberapa penelitian pada binatang diketahui pengaruh amfetamine terhadap ketiga biogenik
amin tersebut yaitu:

1. Dopamin

Amfetamine menghambat re uptake dan secara langsung melepaskan dopamin yang baru
disintesa. Pada penelitian didapatkan bahwa isomer dekstro dan levo amfetamine mempunyai
potensi yang sama dalam menghambat up take dopaminergik dari sinaptosom di hipothalamus
dan korpus striatum tikus.

2. Norepinefrin

Amfetamine memblok re uptake norepinefrin dan juga menyebabkan pelepasan


morepinefrin baru, penambahan atau pengurangan karbon diantara cincin fenil dan nitrogen
melemahkan efek amfetamine pada pelepasan re uptake norepinefrin

3. Serotonin

Secara umum, amfetamine tidak mempunyai efek yang kuat pada system serotoninergik. Menurut
Fletscher p-chloro-N-metilamfetamin mengosongkan kadar 5 hidroksi triptopfan (5-HT) dan 4
hidroksi indolasetik acid (5-HIAA), sementara kadar norepinefrin dan dopamine tidak berubah.
Hasil yang sama dilaporkan juga oleh Fuller dan Molloy, Moller Nielsen dan Dubnick bahwa
devirat amfetamine dengan electron kuat yang menarik penggantian pada cincin fenil akan
mempengaruhi sistim serotoninergik. Aktivitas susunan saraf pusat terjadi melalui kedua jaras
adrenergic dan dopaminergik dalam otak dan masing-masing menimbulkan aktivitas lokomortor
serta kepribadian stereotopik. Stimulasi pada pusat motorik di daerah media otak depan (medial
forebrain) menyebabkan peningkatan dari kadar norepinefrin dalam sinaps dan menimbulkan
euforia serta meningkatkan libido. Stimulasi pada ascending reticular activating system (ARAS)
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik dan menurunkan rasa lelah. Stimulasi pada sistim
dopaminergik pada otak menimbulkan gejala yang mirip dengan skizifrenia dari psikosa
amphetamine
TATA LAKSANA DAN MEKANISME KERJA ANTIDOTUM

Penatalaksanaan terhadap akibat toksisitas dari amfetamine bertujuan untuk menstabilisasi fungsi
vital, mencegah absorbsi obat yang lebih lanjut, mengeliminasi obat yang telah diabsorbsi,
mengatasi gejala toksik spesifik yang ditimbulkan dan disposisi. Toksisitas amfetamine kurang
berhubungan dengan kadar dalam serum, penatalaksanaan hanya berupa perawatan tidak spesifik
berdasarkan gejala klinik yang ditimbulkan

1. Tindakan emergensi dan suportif

• Mempertahankan fungsi pernafasan

- Terapi agitasi: Midazolam 0,05-0,1 mg/Kg IV perlahan-lahan atau0,1-0,2 mg/kg IM;


Diazepam 0,1-0,2 mg/kg IV perlahan-lahan;

Haloperidol 0,1-0,2/kg IM atau IV perlahan-lahan

- Terapi kejang: Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB IV; Phenitoin 15-20 mg/kg BB infus dengan
dosis 25-50 mg/menit; pancuronium dapat digunakan bila kejang tidak teratasi terutama
dengan komplikasi asidosis dan atau rabdomiolisis

- Terapi coma

- Awasi suhu, tanda vital dan EKG minimal selama 6 jam

• Terapi spesifik dan antidotum, pada amfetamine tidakada antidotum

khusus 2002 digitized by USU digital library 10

! Terapi hipertensi: phentolamine atau nitroprusside

!Terapi tachiaritmia: propanolol atau esmolol

! Terapi hiperthermia: bila gejala ringan terapi dengan kompres dingin atau sponging bila
suhu lebih dari 40oC atau peningkatan suhu berlangsung sangat cepat terapi lebih agresif dengan

menggunakan selimut dingin atau ice baths. Bila hal ini gagal dapat digunakan Dantrolene.
Trimethorfan 0,3-7 mg/menit IV melalui infus
! Terapi hipertensi dengan bradikardi atau talhikardi bila ringan iasanya tidak memerlukan
obat-obatan. Hipertensi berat (distolik > 120 mmHg) dapat diberikan terapi infus
nitroprusid atau obat-obat lain seperti propanolol, diazoksid, khlorpromazine, nifedipin dan
fentolamin

! Gejala psikosa akut sebaiknya diatasi dengan supportive environment dan evaluasi cepat
secara psikiatri. Gejala yang lebih berat dapat diberikan sedatif dengan khlorpromazin atau
haloperidol.

2. Dekontaminasi

Dekontaminasi dari saluran cerna setelah penggunaan amphetamine tergantung pada jenis obat
yang digunakan, jarak waktu sejak digunakan, jumlah obat dan tingkat agitasi dari pasien. Pada
pasien yang mempunyai gejala toksik tetapi keadaan sadar berikan activated charcoal 30-100 gr
pada dewasa dan pada anak-anak 1-2 gr/kg BB diikuti atau ditambah dengan pemberian katartik
seperti sorbitol. Bila pasien koma lakukan gastric lavage dengan menggunakan naso atau
orogastric tube diikuti dengan pemberian activated charcoal.

BAGEMANA OBAT TERSEBUT MERACUNI

Penggunaan amfetamine kronis dan dosis tinggi menimbulkan perubahan toksik secara
patofisiologi. Efek toksik penggunaan amfetamine kronis dengan dosis tinggi terhadap:

a. Otak

Penggunaan amfetamine secara kronis dengan dosis tinggi akan menginduksi perubahan toksik
pada sistim monoaminergik pusat. Seiden dan kawankawan melakukan penelitian pada kera
dengan menyuntikkan sebanyak 8kali/hari (dosis 3-6,5 mg/kg) selama 3-6 bulan. Setelah 24 jam
pemberian dosis terakhir memperlihatkan kekosongan norepinefrin pada semua bagian otak (pons,
medula, otak tengah, hipothalamus dan korteks frontal). Setelah 3-6 bulan suntikan terakhir,
norepinefrin masih tetap rendah di otak tengah dan korteks frontal. Sedangkan pada hipothalamus
dan pons kadar norepinefrin sudah meningkat. Kadar dopamin terdepresi hanya pada darah, bagian
otak lain tidak terpengaruh. Kondisi toksik amfetamine ini juga mempengaruhi sistim
serotoninergik, hal ini diperlihatkan dengan perubahan aktivitas tryptophan hidroksilase terutama
pada penggunaan fenfluramin. Rumbaugh melaporkan pada pemakaian amfetamine kronis dengan
dosis tinggi mempengaruhi vaskularisasi otak. Penelitian pada kera yang diberi injeksi
metamfetamin selama 1 tahun menunjukkan perubahan yang luas dari arteriola kecill dan
pembuluh kapiler. Selanjutnya dapat terjadi hilangnya sel neuron dan berkembangnya sel-sel glia,
satelit dan nekrohemorrhage pada serebelum dan hipothalamus

b. Perifer

Efek yang menonjol adalah terhadap kerja jantung. Katekolamin mempengaruhi sensitivitas
miokardium pada stimulus ektopik, karena itu akan menambah resiko dari aritmia jantung yang
fatal. Efek perifer yang lain adalah terhadap pengaruh suhu (thermo-regulation). Amfetamine
mempengaruhi pengaturan suhu secara sentral di otak oleh peningkatan aktivitas hipothalamus
anterior. Penyebab kematian yang besar pada toksisitas amfetamine disebabkan oleh hiperpireksia.
Mekanisme toksisitas dari amfetamine terutama melalui aktivitas sistim saraf simpatis melalui
situmulasi susunan saraf pusat, pengeluaran ketekholamin perifer, inhibisi re uptake
katekholamine atau inhibisi dari monoamine aksidase. Dosis toksik biasanya hanya sedikit diatas
dosis biasa. Amfetamine juga merupakan obat/zat yang sering disalahgunakan.

Efek amfetamine yang berhubungan dengan penyalahguaan dapat dibedakan dalam 2 fase:

- Fase awal

Selama fase ini efek akut dari amfetamine ditentukan oleh efek farmakologinya (pelepasan
dopamin) dan akan menimbulkan:

o Euforia

o Energi yang meningkat

o Menambah kemampuan bekerja dan interaksi sosial

Efek ini timbul sesaat setelah mengkonsumsi

- Fase konsilidasi

Konsumsi yang lama dan intermiten, membuat individu akan meningkatkan dosis untuk
mendapatkan efek yang lebih besar. Pada pemakaian yang terus-menerus individu akan
meningkatkan frekuensi dan dosis zat untuk merasakan flash atau rush dari penggunaan
amfetamine. Selama masa transisi penggunaan dosis tinggi, individu menggunakan amfetamine
yang bereaksi cepat, yaitu secara intravena atau dihisap. Pada fase ini individu mulai binge, yaitu
pemakaian zat secara berulangulang sesuai frekuensi perubahan mood. Binge ini dapat
berlangsung dalam 12-18 jam tetapi dapat lebih panjang lagi mencapai 2 sampai 3 atau bahkan 7
hari.

Anda mungkin juga menyukai