Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana atas segala
nikmat yang diberikan kami selaku kelompok penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dukungan dari berbagai pihak sangat membantu tim penulis dalam menyelesaikan
makalah ini. Ucapan terimakasih tim penulis ucapkan kepada:
1. Dra. Nelly Yardes, S.Kp., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
di Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
2. Dan kepada Orang Tua yang telah memberikan do’a, arah, dukungan, dan dorongan dari
segi material maupun moral.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan-kekurangan dari segi kualitas atau kuantitas maupun dari ilmu
pengetahuan yang kami kuasai. Oleh karena itu kami selaku tim penulis mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan pembuatan laporan atau karya tulis
dimasa mendatang. Atas perhatian dan waktunya kami ucapkan terima kasih.
Tim Penyusun
Kelompok VIII
ii
DAFTAR ISI
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS ............................................................................................. 49
BAB V
TREND ISSUE ............................................................................................................. 65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 82
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Luka bakar merupakan cedera yang menimbulkan derita besar pada penderitanya.
Selain mengancam jiwa, luka bakar juga menyebabkan berbagai morbiditas berupa
gangguan fisik yang berat serta dampak psikologis yang serius yang dapat mengganggu
fungsi sosial penderitanya. Luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas
masih merupakan penyeba utama kematian dan ketidakmampuan jangka panjang.
Penderita anak-anak dan usia lanjut merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan
mortalitas kasus luka bakar.
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistik dari
berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%)
merupakan korban dari perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak
yang baru belajar berjalan, bermain-main dengan korek api pada usia anak sekolah,
cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki, penggunaan obat bius, alkohol serta roko
pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik
tersebut. Menurut WHO, pada tahun 2004 hampir 310.000 orang diseluruh dunia
meninggal karena luka bakar dan 30% diantaranya berusia dibawah 20 tahun.
Setelah lolosdari maut di tempat kejadian dan dirawat di suatu instansi kesehatan,
masih dapat terjadi komplikasi atau penanganan yang kurang tepat. Pertolongan pada
waktu, dengan cara dan oleh orang yang tepat sangatlah krusial dalam tatalaksanan luka
bakar. Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh luka bakar, angka insiden, dan
angka mortalitas akibat luka bakar penting bagi perawat untuk mengetahui tentang luka
bakar dan penatalaksanaan luka bakar khususnya di unit pelayanan gawat darurat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar kita sebagai mahasiswa mengerti bagaimana asuhan keperawatan pasien
dengan gawat darurat luka bakar
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui definisi triage
b) Untuk mengetahui sistem triage
c) Untuk mengetahui klasifikasi triage
d) Untuk mengetahui definisi dari gawat darurat luka bakar
4
e) Untuk mengetahui etiologi gawat darurat luka bakar
f) Untuk mengetahui patofisiologi gawat darurat luka bakar
g) Untuk mengetahui manifestasi klinis gawat darurat luka bakar
h) Untuk mengetahui komplikasi gawat darurat luka bakar
i) Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada gawat darurat luka
bakar
j) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan gawat darurat luka
bakar
k) Untuk mengetahui cara penanganan luka bakar
l) Untuk mengetahui perawatan luka bakar
m) Untuk mengetahu cara pemberian cairan pada luka bakar
n) Untuk memgtahui pedoman dan rumus untuk penggantian cairan
o) Untuk mengetahui menghitung luas dan derajat luka bakar
p) Untuk mengetahui bagaimana tinjauan asuhan keperawatan gawat darurat luka
bakar
q) Untuk mengetahui trend dan issue luka bakar dalam keperawatan gawat darurat
C. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
BAB II PEMBAHASAN
Bab ini berisikan konsep dasar dari triage dan gawat darurat luka bakar.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan yang telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya.
5
BAB II
ISI
A. Triage
1. Definisi
Triage yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan
pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama.
Triage dalam keperawatan gawat darurat di gunakan untuk mengklasifikasian
keparahan penyakit atau cedera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan
petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit
untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih
dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan
memiliki kualisifikasi:
a. Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
b. Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
c. Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
d. Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
e. Keterampilan pengkajian yang tepat, dll
2. Sistem Triage
a. Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan mengklasifikasikan
pasien dalam waktu 2-3 menit. Sistem ini memungkinkan identifikasi segera.
b. Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh ENA
(Emergenci Nurse Association) meliputi:
1) A (Airway)
2) B (Breathing)
3) C (Circulation)
4) D (Dissability of Neurity)
5) E ( Ekspose)
6) F (Full-set of Vital sign)
6
c. Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier mencakup
protokol penanganan:
1) Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2) Pemeriksaan diagnostic
3) Pemberian obat
4) Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
d. Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di tangani
oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.
7
5) Gangguan kesadaran/trauma kepala
6) Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan perawatan
sesegera mungkin.
c. Hijau (Non urgent)
Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat di tunda, penyakit atau cidera minor
Contoh:
1) Fektur minor
2) Luka minor
3) Luka bakar minor
d. Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal dunia atau yang berpotensi untuk meninggal dunia.
Kurang dari 6%, memakai sistem empat kelas yaitu:
1) Kelas I : kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau tindakan
segera).
2) Kelas II: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera
mungkin).
3) Kelas III: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4) Kelas IV: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di
tangani)
Kurang dari 10%, digunakan sistem 5 tingkat yaitu:
1) Kritis Segera Henti jantung
2) Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3) Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4) Stabil 1-2 jam Sinusitis
5) Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
8
B. Luka Bakar(Combutsio)
1. Definisi
Luka bakar adalah cedera yang terjadidari kontak langsung ataupun paparan
terhadap sumber panas,kimia, listrik atau radiasi ( Joyce M.Black 2009)
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis
yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup
mahal untuk penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api ( secara
langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari
api ( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat, 2005 )
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api ditubuh (flame), jilatan api
ketubuh(flash) terkena air panas (scald), tersentuh benda panas(kontak panas)
akibat sengatan listrik akibat bahan-bahan kimia serta sengatan matahari
(sunburn).
9
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,baik kontak dengan sumber arus
maupun grown (Moenadjat, 2005).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industry. Akibat terpapar sinar
matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi
(Moenadjat, 2005).
10
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36
jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum
luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar
natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi
segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus
luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi
oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan
respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
11
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
12
4. Manifestasi Klinis Luka Bakar
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio) maka perlu
mempelajari :
a. Derajat Luka Bakar
Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
2) Grade II
a) Grade II a
1) Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan kelenjar
keringat utuh,
2) Rasa nyeri warna merah pada lesi.
3) Adanya cairan pada bula.
4) Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
b) Grade II b
1) Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang
utuh.
2) Eritema, kadang ada sikatrik.
3) Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
13
b. Klasifikasi
14
(6) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
15
hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami
kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena
ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001).
16
berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
g. Gangguan Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari
pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan
dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi,
pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
h. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan
(penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
17
d) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
e) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
f) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
g) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
h) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
b. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia
c. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.(Moenadjat, 2003)
18
g) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut
19
m) Pengaturan posisi
3) Rehabilitasi
a) Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka
perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien
mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan
peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga
diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat
kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka
bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri
dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya
sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.
b) Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun
secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga
pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama
ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai
komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan
defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran
fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim
kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan
latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian
latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan
keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah
atau diminimalkan.
c) Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi
yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak,
dan lain-lain tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan
cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi
nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu
20
yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses
penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien
dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan
motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan
kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.
b. Medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain
terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
1) Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
a) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
b) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan
tirode
c) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan
secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung.
21
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan
balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
c) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen ; gunakan dengan
hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan
luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
d) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida
albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah
digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan
untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu
pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolic
Dengan pemberian obat–obatan topical secara tepat dan efektif,
diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah
sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.
22
dilakukan pada saat pendinginan luka, perawatan luka, penggantian balutan,
atau pada saat tindakan pembedahan.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi luka dan
mempercepat proses penyembuhan luka
c. Tindakan Pembedahan
Luka bakar mengakibatkan terjadirnya jaringan parut Jaringan parut
merupakan jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein yang
terkoagulasi yang dapat bersifat progresif (sidik, 1982).
Pada luka bakar cireumferential jaringan luka bakar yang terbentuk akan
mengeras dan menekan pembuluh darah sehingga memerlukan tindakan
ekskarotomi.
Ekskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi
jaringan yang tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskular.
Apabila tindakan ini tidak dilakukan maka akan mengakibatkan tidak adanya
aliran darah ke pembuluh darah dan terjadi hipoksia serta iskemia jaringan.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-5. Tanda-tanda
klinis yang harus diperhatikan untuk menentukan dilakukannya tindakan
eskarotomi antara lain : danya sianosis jaringan distal, kapitarisasi yang uruk,
anesthesia. Daerah yang telah dieskarotomi diberi obat topikal antibakteri dan
dirawat setiap hari.
Pada luka bakar karena sengatan listrik dapat menyebabkan edema
yang hebat pada fasia yang selanjutnya dapat mengakibatkan kesemutan
(penekanan saraf) penekanan vena, nekrose (penekanan arteri). Pada kondisi
seperti ini pasien memerlukan tindakan fasiotom (Sidik, 1982).
d. Terapi Isolasi dan Manipulasi Lingkungan
Luka bakar mengakibatkan imunosupresi (penekanan system imun)
tubuh selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar
memerlukan ruangan khusus dengan suhu ruangan yang dapat diatur, udara
bersih, serta terpisah dari pasien lain yang dapat mengakibatkan infeksi silang.
Alat tenun yang digunakan harus steril dan perawat sebaiknya menggunakan
lebih banyak alat disposibel dan menjaga kebersihan seluruh perangkat yang
ada diruangan.
23
9. Menghitung Luas Dan Derajat Luka Bakar
a. Wallace
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang disebut Metode
Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total (Body surface
Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :
24
b. Lund dan Browder
Area 0-1 thn 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn 15 thn Dewasa
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Anterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Posterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Bokong kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan atas kanan 4 4 4 4 4 4
Lengan atas kiri 4 4 4 4 4 4
Lengan bawah
3 3 3 3 3 3
kanan
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3 3
Telapak tangan
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
kanan
Telapak tangan kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak kaki
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
kanan
Telapak kaki kiri 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Total 100 100 100 100 100 100
25
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3) Luka bakar berat (major burn)
a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas
usia 50 tahun
b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
e) Luka bakar listrik tegangan tinggi
f) Disertai trauma lainnya
g) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
26
krim itu dicuci. Debridemen dari semua jaringan yang lepas dilakukan
selama memandikan ini.
d. Fisioterapi
Pasien luka bakar mengalami nyeri yang hebat sehingga ia tidak berani
untuk menggerakan anggota tubuhnya terutama bagian yang terkena luka
bakar. Hal ini mengakibatkan timbulnya komplikasi seperti kontraktur
deformitas dan kemunduran fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi, perawat melakukan kolaborasi
dengan tim lain, yaitu fisioterapist untuk mendapatkan latihan yang sesuai
dengan kebutuhan kondisi fisiknya. Dengan pemberian latihan sedin
mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai diharapkan dapat mencegah,
meminimalisasi terjadinya kecacatan.
Cara II
Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan dalamnya luka bakar;
kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase luka bakar, yaitu: fase
darurat/resusitasi, fase akut atau intermediet, dan fase rehabilitasi.
a. Fase Resusitatif
Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara cedera awal
sampai 36 hingga 48 jam setelah cedera. Fase ini berakhir ketika resusitasi
cairan selesai. Selama fase ini, masalah saluran napas dan pernapasan yang
mengancam nyawa adalah perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan
terjadinya hypovolemia, yang menyebabkan kebocoran cairan kapiler dari
ruang intravaskuler ke ruang interstisial, menyebabkan edema. Walaupun
cairan tetap berada dalam tubuh, cairan tersebut tidak mungkin berperan
dalam menjaga sirkulasi yang memadai, karena tidak berada di ruang
vaskuler lagi.
b. Fase Akut
Fase pemulihan akut setelah luka bakar mayor dimulai ketika hemodinamik
klien sudah stabil, integritas kapiler sudah kembali, dan diuresis sudah mulai
muncul. Waktu tersebut dimulai kira-kira pada 48 hingga 72 jam setelah
waktu cedera. Untuk klien baik dengan luka bakar moderat atau minor, fase
akut pada dasarnya dimulai pada waktu cedera. Fase akut berlanjut hingga
penutupan luka tercapai.
27
c. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi dalam pemulihan mewakili fase terakhir dalam pemulihan
luka bakar dan mencakup waktu sejak penutupan luka sampai pemulangan
dan setelahnya. Dalam rangka mencapai hasil terbaik, pemberi perawatan
harus mengerti konsekuensi cedera luka bakar, dan penanganan rehabilitasi
harus dimulai sejak hari saat cedera terjadi. Pada akhirnya, program
rehabilitasi luka bakar dirancang untuk pemulihan fungsional dan emosional
maksimal. Cara-cara untuk meningkatkan penyembuhan luka, mencegah dan
meminimalkan deformitas dan parut hipertrofik, meningkatkan fungsi dan
kekuatan fisik, meningkatkan dukungan emosional, serta memberikan
pengajaran adalah bagian dari fase rehabilitasi yang berlangsung.
28
keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan metabolisme protein-
karbohidrat-lemak gangguan keseimbangan asam basa dan gangguan sistem
tubuh lainnya.
Untuk mencegah terjadinya efek lanjut (gagal napas akut dehidrasi,
syok hipovolemik, gagal ginjal, dll), maka diperlukan penanganan yang cepat
dan tepat dari tim kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi dan ahli fisioterapi,
dll) Gangguan keseimbangan cairan dapat diatasi dengan terapi penggantian
cairan melalui intravena yang didahului dengan pengukuran berat badan,
pemeriksaan laboratorium (AGD, komponen darah, urinalysis), dan EKG.
29
Jenis cairan yang diberikan pada klien luka bakar perlu mendapat
pertimbangan, karena sangat dipengaruhi kompleksitas permasalahan.
Sebagai bahan pertimbangan dasar dalam memberikan cairan adalah
kondisi klinis tertentu dari klien saat itu. Kondisi volume cairan pada
kedua kompartemen (cairan intravaskuler, intersisiel, dan intraseluler)
dengan berbagai kondisi klinik dapat ditentukan jenis cairan yang
diperluka, yaitu:
a) Cairan Koloid
Merupakan larutan dengan berat molekul tinggi, efeknya
mempengaruhi tekanan osmotik. Karena sifat semiper- meabilitas
kapiler, maka koloid cenderung tetap berada di dalam kompatemen
intravaskuler. Pada prinsipnya cairan koloid ditujukan untuk
penggantian cairan pada kompartemen intravaskuler
b) Cairan Kristaloid
Merupakan cairan isotonik yang akan efektif karena cairan ini
memiliki osmolaritas sesuai dengan cairan tubuh dan tidak
mempengaruhi efek osmotik cairan, serat cenderung meninggalkan
kompartemen intravaskuler (mengisi kompartemen intersisiel). Pada
prinsipnya cairan kristaloid ditujukan untuk penggantian cairan pada
kompartemen ekstravaskuler
30
2) Cara Baxter dan Parkland.
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah
cairan hari pertama dihitung dengan rumus = %luka bakar x BB (kg) x 4cc.
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam selanjutnya. Hari pertama diberikan larutan ringer
laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari
jumlah hari pertama
Prinsip penatalaksanaan luka bakar adalah :
a) Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat I adalah sebagai
berikut :
(1) Memberikan salam kepada klien dengan nada lembut dan senyum
serta menanyakan luka bakar di bagian tubuh sebelah mana.
(2) Menjelaskan tujuan perawatan luka bakar untuk mencegah infeksi,
mempercepat penyembuhan luka serta mencegah kecacatan.
(3) Menanyakan kepada klien apakah ada yang belum di mengerti
mengenai perawatan luka bakar dan menanyakan kesiapan klien
untuk dilakukan tindakan luka bakar ,jika klien siap maka dilanjutkan
penandatanganan informed consent.
(4) Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat terlihat jelas
dan mudah dilakukan perawatan luka oleh pemeriksa, misalnya
apabila luka ada di tubuh sebelah kiri maka tubuh klien miring ke
kanan dan begitu juga sebaliknya dan posisi luka menghadap ke atas.
(5) Membuka peralatan medis dan meletakkan di samping kiri klien.
(6) Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk membuka
pakaian supaya luka terlihat jelas dan membuka pakaian dengan hati-
hati, bila sulit basahi dengan NaCl 0,9%.
(7) Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu dengan cara
mengaliri bagian luka menggunakan NaCl 0,9% dengan meletakan
bengkok di bawah luka terlebih dahulu.
(8) Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik dengan cara
memotong bagian nekrotik dengan mengangkat jaringan nekrotik
menggunakan pinset chirurgis dan digunting dengan gunting
chirurgis mulai dari bagian yang tipis menuju ke bagian tebal ,
dan bila ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum spuit
31
steril sejajar dengan permukaan kulit dibagian pinggir bula kemudian
dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari pinggir dengan
menggunakan gunting dan pinset chirugis.
(9) Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril dengan pinset
anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-pelan sehingga luka benar-
benar dalam kondisi kering.
(10) Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka dengan
menggunakan dua jari yang telah diolesi obat tersebut.
(11) Menutup luka dengan kasa steril.
(12) Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan ditempelkan
di atas kasa steril.
(13) Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.
(14) Membersihkan alat medis
(15) Membersihkan sampah medis
(16) Membersihkan ruangan.
b) Langkah – langkah perawatan luka bakar Derajat II – III adalah
memberikan tindakan resusitasi cairan :
(1) Pada orang dewasa, dengan luka bakar tingkat II-III 20 % atau lebih
sudah ada indikasi untuk pemberian infus karena kemungkinan
timbulnya syok. Sedangkan pada orang tua dan anak-anak batasnya
15%.
(2) Formula yang dipakai untuk pemberian cairan adalah formula
menurut Baxter. Formula Baxter terhitung dari saat kejadian (orang
dewasa) :
(b). 8 jam pertama ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer Laktat.
(c). 16 jam berikutnya ½ (4cc x KgBB x % luas luka bakar) Ringer
Laktat ditambah 500-1000cc koloid.
Modifikasi Formula Baxter untuk anak-anak adalah:
(a). Replacement : 2cc/ KgBB/ % luas luka bakar
(b). Kebutuhan faali : Umur sampai 1 tahun 100cc/ KgBB
Umur 1-5 tahun 75cc/ KgBB
Umur 5-15 tahun 50cc/ Kg BB
Sesuai dengan anjuran Moncrief maka 17/20 bagian dari total cairan
diberikan dalam bentuk larutan Ringer Laktat dan 3/20 bagian diberikan
32
dalam bentuk koloid. Ringer laktat dan koloid diberikan bersama dalam
botol yang sama. Dalam 8 jam pertama diberikan ½ jumlah total cairan
dan dalam 16 jam berikutrnya diberikan ½ jumlah total cairan.
Bila luka bakar Derajat II dalam, III atau lebih dari 25 % pasien
dirujuk ke Rumah Sakit.
33
Dextrose untuk penggantian insensible water loss (IWL)Cairan
diberikan dalam tetes merata. Cara menghitung tetes, dipakai rumus :
𝑃
𝑥𝑔
𝑄𝑥 3
Keterangan :
g : Jumlah tetes per menit
P : Jumlah cairan dalam cc
Q : Jam yang diperkirakan
24 jam I
- Separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I diberikan dalam 8 jam I
(dihitung mulai saat kejadian luka bakar).
- Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
24 jam II
- Diberikan cairan sebanyak separuh kebutuhan jumlah cairan 24 jam I.
- Pada hari ke III diberikan separuh jumlah cairan hari kedua.
34
e) Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III
- Serum ATS : 1500 iu dewasa – 750 iu anak-anak
- Toxoid : 1 cc dewasa – 0,5 cc anak-anak
- Diberikan sebagai “Booster” atau imunisasi dasar
- Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-
masing dengan interval 1 bulan.
35
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
A. Pengkajian
Data yang harus Dikumpulkan antara lain:
1. Bagaimana luka bakar terjadi
2. Kapan terjadinya luka bakar
3. Berapa lama kontak dengan bahan yang membakar
4. Lokasi yang menyebabkan terjadinya luka bakar (misalnya: ruang tertutup)
5. Tingkat kegawatan atau derajat luka bakar
6. Luas dan kedalaman luka bakar (% luas yang terbakar)
7. Umur pasien
8. BB pasien
9. Bagian tubuh mana yang terkena luka bakar
10. Bahan yang menyebabkan luka bakar (missal: api listrik, atau bahan kimia)
11. Riwayat kesehatan yang lalu (misalnya: diabetes, gagal ginjal, dan penyakit jantung)
Pengkajian Primer
36
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
1) Adanya snoring atau gurgling
2) Stridor atau suara napas tidak normal
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
5) Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi:
1) Muntahan
2) Perdarahan
3) Gigi lepas atau hilang
4) Gigi palsu
5) Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi:
1) Chin lift/jaw thrust
2) Lakukan suction (jika tersedia)
3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
4) Lakukan intubasi
2. Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan
ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds,
dan penggunaan otot bantu pernafasan yanbg disebabkan karna trauma inhalasi.
37
g. Bag-Valve Masker
h. Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar),
jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
i. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
1) Menentukan ada atau tidaknya
2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
4) Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
a. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
b. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
c. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
d. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal
5. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki luka bakar yang mempunyai derajat luka yang tinggi, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien
adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
38
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis.
Pengkajian Sekunder
1. Identitas pasien
Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun
mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan terkena
infeksi (Doengoes, 2000).
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak napas. Nyeri
dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri
harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p, q, r, s, t). sesak napas yang timbul
beberapa jam/hari setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena
pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran napas bagian atas,
bila sampai terjadi edema paru dapat berakibat pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sumber kecelakaan
b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
d. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
e. Keadaan fisik disekitar luka bakar
f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk rumah sakit
g. Beberapa keadaan lain yang memeperberat luka bakar
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien ,mempunyai penyakit yang merubah
kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap
infeksi, seperti diabetes melitus, gagal jantung, sirosis hepatis, atau gangguan
pernafasan, (Doengoes, 2000).
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.
b. Sistem integument
Kulit: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terjadi selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area
kulit yang tidak terbakar mungkin lembab/dingin, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung, sehubungan dengan
kehilangan cairan.
Cedera api:
Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan pariase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong, mukosa hidung
39
dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior, dan edema lingkar mulut
dan lingkar nasal.
Cedera kimia:
Tampak luka bervariasi sesuai dengan penyebab. Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekrosis,
atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya,
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah
cedera.
Cedera listrik:
Cedera kutaneus eksternal diasanya lebih sedikit dari dibawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif),
luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup, dan luka termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
Kaji luka bakar akan keluasannya dengan menggunakan grafik Lund dan
Browder atau Rule of nine.
Kaji kedalaman luka, yang dapat:
a) Ketebalan partial superfisial-melibatkan epidermis; dikarakteristikan oleh
nyeri tekan, sedikit bengkak, dan eritema yang memucat dengan tekanan.
b) Ketebalan partial-meliputi epidermis dan dermis; dikarakteristikan oleh
eritema, kering, atau luka lembab nyeri, edema, dan pembentukan lepuh.
c) Ketebalan penuh-meliputi semua lapisan kulit, sering meluas sampai
jaringan subkutan dan otot; dikarakteristikan oleh luka kering, keras, tidak
nyeri, berkulit yang berwarna putih atau hitam.
5. Integritas ego
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri dan marah.
6. Aktivitas / istirahat
Keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit, gangguan masa otot dan perubahan
tonus.
7. Sistem pernafasan
Kaji akan adanya serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Pembengkakan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada. Jalan
nafas atas straidor atau mengi (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, edema
laringeal). Bunyi nafas: gemerecik (edema paru), stridor (edema laringeal), sekret
jalan nafas (ronkhi).
8. Sistem pencernaan
Penurunan bising usus atau tidak ada, khususnya pada luka bakar dengan kutaneus
lebih besar dari 20 % sebagai stres penurunan motilitas / peristaltik gastrik. Kaji akan
anorexia, mual, dan muntah.
9. Sistem kardiovaskuler
Pada luka bakar lebih dari 20 % APTT, ditemukan hipotensi (syok), penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan
40
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik). Takikardi (syok, ansietas,
nyeri), disritmia (syok listrik).
10. Neurosensori
Aktivitas kejang (syok listrik), laserasi kornea, kerusakan retinal, penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik). Ruptur membran timpani (syok listrik), dan
paralisis (cedera listrik pada aliran syaraf).
11. EliminasiHaluan urin menurun / tidak ada selama fase darurat. Warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam. Diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairn kedalam sirkulasi).
41
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi setiap jam suara napas, 1. Mengidentifikasi adanya ketidaknormalan
penggunaan otot tambahan, adanya fungsi sistem napas pada pasien luka bakar.
batuk, suara serak, sianosis
Intervensi Rasional
Mandiri
7. Identifikasi lokasi, karakteristik, 7. Sebagai data dasar untuk mengevaluasi
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas kefektifan tindakan mengurangi nyeri
nyeri, skala nyeri
42
analgesik yang dapat membahayakan pasien
3. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif dan evaporasi d.d frekuensi nadi meningkat,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, hematokrit meningkat, suhu tubuh
meningkat, berat badan menurun turun tiba-tiba, lemah, dan merasa haus berlebih.
(D.0023)
a. Tujuan: dalam waktu 3 x 24jam, kebutuhan cairan terpenuhi dan tidak terjadi syok
selama perawatan.
b. Kriteria hasil:
1) Tidak terdapat tanda dan gejala dehidrasi
2) Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
3) Frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu tubuh dalam batas normal
4) Turgor kulit elastis
5) Membrane mukosa lembab
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Periksa tanda dan gejala 1. Kekurangan atau perpindahan cairan
hipovolemia meningkatkan frekuensi nadi, turgor kulit,
a. Frekuensi nadi membran mukosa, kadar hematokrit, dan
b. Turgor kulit mengurangi volume cairan tubuh
c. Membran mukosa
d. Kadar hematokrit
e. Rasa haus
2. Monitor intake dan output cairan 2. Memberikan informasi tentang status cairan
43
3. Monitor status oksigenasi 3. Menilai keadekuatan oksigen
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Identifikasi status nutrisi 1. Langkah awal untuk menentukan intervensi
sesuai kebutuhan pasien
44
dengan proses metabolisme tubuh
4. Berikan makanan tinggi kalori dan 4. Untuk menunjang bahan metabolisme yang
tinggi protein menstimulasi berat badan serta menunjang
perkembangan dan pertumbuhan tubuh, juga
dapat mempercepat proses penyembuhan
luka
5. Anjurkan posisi fowler, jika mampu 5. Mencegah terjadinya muntah pada pasien
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian medikasi 6. Mencegah terjadinya nyeri yang
sebelum makan, jika perlu menghilangkan nafsu makan, mual dan
mulut terasa pahit akibat produksi asam
lambung berlebih
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 7. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis dengan menunjang bahan metabolisme yang
nutrien yang dibutuhkan menstimulasi berat badan serta menunjang
perkembangan dan pertumbuhan tubuh, juga
dapat mempercepat proses penyembuhan
luka
Evaluasi: pasien masih mempunyai risiko dalam hal nutrisi sampai terjadi
penyembuhan luka secara sempurna.
5. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh: luka bakar d.d
fungsi/struktur tubuh berubah/hilang. (D.0083)
a. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam masalah gangguan citra tubuh teratasi
b. Kriteria Hasil :
1) Body image positif
2) Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
3) Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
4) Mempertahankan interaksi sosial
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Idetifikasi harapan citra tubuh 1. Sebagai langkah awal menentukan citra
berdasarkan tahap perkembangan tubuh pasien
45
b. Agama
6. Monitor frekuensi kritik terhadap diri 6. Untuk mengetahui seberapa besar klien
sendiri mampu menerima keadaan dirinya
7. Monitor apakah pasien melihat bagian 7. Agar pasien dapat menerima perubahan
tubuh yang berubah pada tubuhnya Untuk meningkatkan
percaya diri klien
8. Diskusikan perubahan tubuh dan 8. Meningkatkan percaya diri dan motivasi
fungsinya pada pasien
10. Jelaskan pada keluarga tentang 10. Memberikan dukungan motivasi terhadap
perawatan perubahan citra tubuh pasien
11. Anjurkan mengungkapkan gambaran 11. Agar klien tahu seberapa kekuatan
diri terhadap citra tubuh pribadinya
12. Latih pengungkapan kemampuan diri 12. Mencegah harga diri rendah dan pasien
kepada orang lain maupun kelompok dapat melakukan aktivitas secara normal
6. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis d.d kerusakan jaringan kulit. (D.0129)
a. Tujuan : dalam waktu 1x24 jam masalah gangguan integritas kulit teratasi
b. Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi cedera berulang
2) Terjadi penyembuhan luka
3) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi pada luka
46
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Identifikasi penyebab luka bakar 1. Membantu mengevaluasi tempat obstruksi
2. Identifikasi durasi terkena luka bakar 2. Nafas dalam dapat meningkatkan asupan
dan riwayat penanganan sebelumnnya O2 sehingga
10. Jelaskan tanda gejala dan infeksi 10. Untuk mengetahui dan segera melaporkan
adanya tanda dan gejala dari infeksi
11. Anjurkan mengonsumi makanan 11. Untuk menunjang bahan metabolisme
tinggi kalori dan protein yang menstimulasi berat badan serta
menunjang perkembangan dan
pertumbuhan tubuh, juga dapat
mempercepat proses penyembuhan luka
Kolaborasi
12. Kolaborasi prosedur debridement, jika 12. Untuk melepaskan jaringan nekrotik,
perlu meminimalkan koloni bakteri, dan sel-sel
debris lainnya
Evaluasi: Pasien mengalami regenerasi sel kulit secara bertahap sesuai dengan derajat
luka bakar yang didapatnya.
47
7. Resiko infeksi d.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: kerusakan integritas kulit
dan sekunder: penurunan hemoglobin dan supresi respon inflamasi. (D.0142)
a. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam pasien terhindar dari risiko infeksi
b. Kriteria Hasil :
1) Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi
2) Mampu melakukan cuci tangan dengan baik dan benar
Intervensi Rasional
Mandiri
48
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Kasus Fiktif
Seorang laki- laki Tn. Y berusia 49 tahun datang ke unit gawat darurat RS diantar
keluarganya dengan keluhan luka bakar terkena air panas 2 jam yang lalu. Hasil
pemeriksaan Tn.Y sadar dan masih berbicara dengan jelas, mengatakan sakit pada daerah
yang mengalami luka bakar, tampak meringis kesakitan. Pemeriksaan luka bakar pada Tn.Y
terdapat eritema dan bula ( beberapa bula sudah pecah dan berair ), luka bakar pada seluruh
tangan kanan, pada tangan kiri 4 kali luas telapak tangan, di dada dan perut 10 kali luas
telapak tangan, di kaki kiri 6 kali luas telapak tangan, di kaki kanan 8 kali luas telapak
tangan. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital. Tekanan Darah 100/60 mmHg, Frekuensi
Denyut Nadi 98 x/menit, Pernapasan 28 x/menit, suhu 37,5 0C
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Nama : Tn. Y
Usia : 49 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Keluhan Utama : Klien merintih kesakitan dan sesak napas karena luka
bakar 3 jam sebelum MRS.
49
Riwayat Penyakit Sekarang: 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn.Y menderita luka
bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji.
Kesadaran composmentis, TD: 100/60 mmHg, Nadi:
98x/mnt, S: 37,5o C, RR: 28x/menit, TB: 165 cm, BB:
60 kg pasien mengeluh sesak dan nyeri di daerah yang
terbakar.
Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada penyakit turunan ataau riwayat DM,
hipertensi, asma, TBC
Pola aktivitas dan latihan: Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas sehari –
hari seperti makan ,minum, toileting, berpakaian dan
bekerja secara mandiri. Sedangkan selama sakit aktivitas
seperti makan atau minum, toileting dan mobilisasi
dibantu oleh keluarga atau perawat.
Pola istirahat tidur: Sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur selama 6-7
jam, dan jarang tidur siang karena bekerja. Sedangkan selama
sakit, pasien mengatakan tidur 5-6 jam dimalam hari dan 1-2
jam disiang hari.
50
di dada dan peru, di kaki kiri, di kaki kanan sehingga sulit beratifitas. Karakteristik
nyeri yang dirasakan sebagai berikut:
1) P: nyeri akibat luka bakar
2) Q: nyeri terasa panas
3) R: rasa nyeri terasa di seluruh tangan kanan, pada tangan kiri telapak tangan, di
dada dan peru, di kaki kiri, di kaki.
4) S: Skala nyeri 7 dari 10
5) T: Selalu timbul perih saat terkena
2. Pemeriksaan Fisik:
a. Primary survey
1) Airway
Look
1) Klien tidak mengalami adanya sumbatan/obstruksi jalan napas.
2) Klien sadar dan masih berbicara dengan jelas.
3) Nampak pergerakan dada dan perut cepat
4) Nampak kebiruan pada area perifer dan pada kuku (sianosis)
Listen
1) Tidak ada bunyi suara napas tambahan
2) Tidak ada bunyi suara napas tambahan obstruksi parsial
Feel
Patensi hidung simetris kiri dan kanan dimana Aliran udara yang keluar
pada hidung sama
2) Breathing
Look
1) Nampak klien bernapas dengan baik
2) Pengembangan dada tidak terlalu kuat dan sedikit cepat
Listen
Tidak ada vesikuler dan bunyi suara napas tambahan
Feel
Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
3) Circulation
Look
1) Tidak ada sianosis pada pada ekstremitas
2) Tidak nampak keringat dingin pada tubuh klien
51
Feel
Gerakan nadi pada saat pengkajian 98X/Menit
Listen
Bunyi aliran darah pada saat pengukuran tekanan darah normal
4) Disability
Look
Nampak klien sadar baik dengan GCS 15
5) Exposure
Nampak terdapat eritama dan bula pada (sebagian bula sudah pecah dan berair)
yang terdapat pada seluruh telapak tangan, pada tangan kiri 4 kali luas telapak
tangan, dada dan perut 10 kali telapak tangan, dan pada kaki kiri 6 kali telapak
tangan serta pada kaki 8 kali telapak tangan.
b. Secondary survey
1) Kepala
Inspeksi: simetris, distribusi rambut merata, beruban
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
2) Mata
Inspeksi: simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan penglihatan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
3) Hidung
Inspeksi: simetris, tidak ada epistaksis, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
4) Telinga
Inspeksi: simetris, tidak ada pengeluaran serumen ataupun darah.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
5) Mulut
Inspeksi: simetris kiri dan kanan,mukosa bibir pucat dan kering.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
6) Leher
Inspeksi: simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada vena jugularis maupun kelenjar tiroid.
7) Dada
Inspeksi: simetris kiri dan kanan, ekspansi dada normal tapi lemah, Nampak
terdapat luka bakar dan terlihat eritema dan bula pada sekitaran luka dan berair
52
Palpasi: ada nyeri tekan.
8) Abdomen
Inspeksi: simetris, nampak adanya luka bakar pada daerah abdomen serta
terdapat eritema dan bula sekitaran luka dan berair
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada daerah abdomen terutama pada bagian yang
mengalami luka bakar
Auskultasi: bunyi peristaltik usus menurun
9) Ekstremitas
Atas :
Inspeksi: Nampak luka bakar pada tangan kanan sebesar 9 %, pada tangan kiri
sebesar 4 %, dan Nampak klien susah untuk menggerakkan tangannya
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada daerah yang mengalami luka bakar
Bawah :
Inspeksi: nampak terdapat luka bakar pada kaki kiri sebesar 6 %, dan kaki
kanan sebesar 8 %, Nampak klien susah untuk menggerakkan kakinya
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada yang mengalami luka bakar
10) Genetalia
Inspeksi: Tidak Ada Kelainan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
53
8 jam kedua: 1890cc
3. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan
54
1) TTV: TD100/60mmHg,
Nadi: 98x/mnt,
S: 37,5ᵒC,
RR: 28x/menit
2) Klien nampak meringis
kesakitan sambil
memegang dada yang
sakit.
3) Klien tampak gelisah
4) P: luka bakar
5) Q: terasa panas
6) R: sisi trauma/cidera
yang sakit
7) S: Skala nyeri 7
8) T: Hilang timbul dan
meningkat jika adanya
aktivitas
9) Mendapatkan anti nyeri:
- Inj. Keterolac
1gr/8jam: anti nyeri.
- Tab. tramadol
50mg/8jam : anti
nyeri
55
kedalaman 2-3. kulit
3) Kulit tidak utuh
4) Akral dingin, lembab
5) Suhu 37,5ºC
6) Peningkatan leukosit
(26.900mm3 )
4. Diagnosa Keperawatan:
a. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
b. Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
c. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena luka bakar
5. Intervensi
56
ventilator bila alat bantu
diperlukan. 5. Untuk
5. Kolaborasi dengan memudahkan
tim medis untuik klien bernafas
pemberian terapi dan
oksigen bila mengurangi
diperlukan komplikasi
terjadinya
henti nafas
6. 2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji rasa nyeri yang 1. Untuk
kerusakan kulit keperawatan dalam selama 6 dirasakan klien mengetahui
dan jaringan jam masa perawatan nyeri 2. Atur posisi tidur kondisi klien
berkurang dengan nyaman dengan
Kriteria hasil: 3. Anjurkan klien memantau
untuk teknik nyeri yang
1. Skala nyeri 1-2
relaksasi dirasakan
2. Expresi wajah tenang
4. Anjurkan klien 2. Memudahkan
3. Nadi 60-100x/mnt
untuk jalan nafas
4. Klien tidak gelisah
mengekspresikan bekerja dengan
rasa nyeri yang baik dan posisi
dirasakan nyaman
5. Kolaborasi dengan 3. Untuk
tinm medis untuik mengurangi
pemberian rasa nyeri
analgesik 4. Untuk melihat
reaksi klien
terhadap
nyerinya
5. Untuk
mengurangi
rasa nyeri yang
dirasakan
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kondisi 1. Untuk melihat
integritas kulit keperawatan selama 6 jam luka (misal kondisi luka
b.d kerusakan masa penyembuhan luka persentasi ukuran yang dialami
kulit dan bakar sembuh dengan baik luka, derajat luka, klien dan
57
jaringan yang dan integritas kulit derajat luka, pemeriksaan
terkena luka Kriteria hasil: perdarahan, warna dini terjadinya
bakar dasar luka, infeksi, risiko infeksi
1. Luka sembuh sesuai
eksudat, bau luka 2. Mencegah
dengan fase
kondisi tepi luka) terjadinya
2. Penyembuhan luka
2. Gunakan teknik infeksi atau
aseptik selama terkontaminasi
merawat luka terhadap luka
3. Kolaborasi 3. Untuk
prosedur membersihkan
debridement (misal luka dari ssel-
enzimatik, biologis, sel mati
mekanis, autolitik) 4. Sebagai tameng
4. Kolaborasi untuk melawan
pemberian pertumbuhan
antibiotik bakteri pada
luka bakar
5. Implementasi
Dx Tangal dan Waktu Tindakan Respon Paraf
1. 31 Maret 2016 1. Mengkaji tanda- Rs:
Pukul 08.00 WIB tanda distress nafas, 1. Klien mengatakan sesak
bunyi, frekuensi, dan susah nafas
irama, dan Ro:
kedalaman nafas. 1. Tampak kesulitan
bernafas/sesak
2. Gerakan dada simetris
3. Pola napas cepat dan
dangkal, irregular
4. TTV: RR: 28x/menit
58
Ro:
1. Klien tampak sianosis
2. Kuku tampak kebiruan
3. Bibir kering
4. Takikardi RR=
28x/menit
59
aktivitas
60
4. Nadi: 77x/menit
3. 31 Maret 2016 1. Memonitor Rs: -
Pukul 15.00 WIB kondisi luka Ro:
(misal persentasi 1. Tampak luka bakar di
ukuran luka, perut bagian bawah
derajat luka, memanjang ukuran
derajat luka, 15x3 cm ( derajat 3 ) =
perdarahan, 9% derajat 2
warna dasar luka, 2. Terdapat luka bakar
infeksi, eksudat, menyeluruh pada
bau luka kondisi bagian punggung.
tepi luka) Warnanya merah,
keabu-abuan, sedikit
tampak cairan. = 18%
derajat 3
3. Tampak luka bakar
pada leher sebelah kiri
dengan ukuran 10x2
cm warna kulit merah
pucat. = 4,5% derajat
2
4. Luas luka bakar =
31,5% dengan derajat
kedalaman 2-3
61
1gr/12 jam : anti
infeksi
b. Mebo salep.
c. Supratul
2. Luka sembuh sesuai
dengan fase
6. Evaluasi
No. Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
1. 3 April 2016 Gangguan pertukaran S:
gas/oksigen b.d 1. Klien mengatakan
kerusakan jalan nafas sudah tidak sesak
lagi
O:
1. Tidak ada tanda-
tanda sianosis
2. Frekuensinafas 22
x/mnt
3. SP O2 97%
4. Pola napas teratur
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:
1. Mengkaji tanda-
tanda distress nafas,
bunyi, frekuensi,
irama, dan
kedalaman nafas.
2. Memonitor tanda-
tanda hipoksia.
3. Kolaborasi dengan
tim medis untuk
pemberian terapi
oksigen.
62
2. 3 April 2016 Nyeri akut b.d S:
kerusakan kulit dan 1. Klien mengatakan
jaringan luka tidak panas
O:
1. Skala nyeri 3-4
2. Expresi wajah tidak
meringis
3. Nadi 60-100x/mnt
4. Klien tidak gelisah
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:
1. Mengkaji rasa
nyeri yang
dirasakan klien
2. Mengatur posisi
tidur dengan
nyaman
3. Menganjurkan
klien untuk teknik
relaksasi
4. Berkolaborasi
dengan tim medis
untuk pemberian
analgesik
3. 3 April 2016 Gangguan integritas S:
kulit b.d kerusakan 1. Klien tidak
kulit dan jaringan mengeluh perih
yang terkena luka O:
bakar 2. Luka sembuh
sesuai dengan fase
3. Penyembuhan luka
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dilanjutkan:
63
1. Memonitor kondisi
luka (misal
persentasi ukuran
luka, derajat luka,
derajat luka,
perdarahan, warna
dasar luka, infeksi,
eksudat, bau luka
kondisi tepi luka)
2. Menggunakan
teknik aseptik
selama merawat
luka
3. Berkolaborasi
pemberian
antibiotik
64
BAB V
TREND ISSUE
Issue I
ABSTRAK
Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma dengan masalah yang kompleks.
Permasalahan pada luka bakar menimbulkan kebingungan dan kesulitan pada
perawat dalam memberikan perawatan. Perawat juga menjadi kewalahan dalam
melakukan tindakan keperawatan dalam merawat pasien luka bakar. Kompleknya
masalah luka bakar juga menimbulkan perubahan emosi perawat dalam
memberikan perawatan sehingga berdampak pada distres emosional dan
perawatan yang kurang optimal pada pasien. Adapun tujuan penelitian ini adalah
mengeksplorasi makna pengalaman perawat melakukan perawatan luka bakar fase
emergency di IGD. Desain penelitian menggunakan kualitatif fenomenologi
interpretatif. Data dikumpulkan dengan melakukan interview mendalam (in depth
interview) pada 7 partisipan dengan panduan wawancara semi terstruktur.
Kemudian dianalisis menggunakan analisishermeneutics menurut Streubert &
Carpertner.Penelitian ini menghasilkan beberapa tema dalam merawat pasien luka
bakar fase emergency. Tema-tema tersebut yaitu; 1)memiliki kesigapan dalam
memberikan perawatan 2) berkolaborasi menentukan keselamatan pasien, 3)
melayani dalam situasi kacau balau, 4) mengalami tekanan batin dalam
bekerja.Merawat sebagai sebuah perjuangan merupakan maka pengalaman
perawat dalam memberikan perawatan luka bakar fase emergency. Makna ini
terbentuk karena penuh perjuangan dalam memberikan perawatan dengan situasi
yang banyak tekanan, pelayanan yang terbatas, tetapi dapat memberikan
perawatan optimal dan mampu menstabilkan kondisi pasien.
65
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kata kesigapan berarti tangkas atau cepat. Memiliki kesigapanyang dimaksud adalah
tangkas atau cepat dalam memberikan pelayanan kepada pasien luka bakar fase emergency.
Tema memiliki kesigapan dalam memberikan perawatandibangun oleh beberapa sub tema,
yaitu;
Sub tema pertama adalah menghampiri secara langsung. Kontak langsung merupakan
respon cepat perawat dalam mengutamakan pasien ketika menghadapi kondisi pasien dengan
kegawatandarutan. Hal ini didukung oleh pernyataan partisipan sebagai berikut:
“Terus kita ikut apa namanya, kita yang terlibat langsung dalam penanganan disitu
serunya....”(P1).
“Kalau perlu resus, yang perlu resusitasi begitu dating kita langsung tangani dengan
pemeberian cairan, pertama sekali pemeberian cairan dua line biasanya kita pakai itu
pertimbangan untuk mengganti ya menggantikan cairan yang hilang karena luka
bakar....”(P2)
Makna Kutipan diatas merujuk bahwa ketika ada pasien kegawatan pada luka bakar
langsung direspon oleh perawat dan dilakukan tindakan penyelamatan untuk mengatasi
permasalahan pasien. Sub tema kedua yaitu mengutamakan pelayanan. Mengutamakan
pasien dilakukan dengan memperioritaskan pasien. Perawat mengutamakan pasien
emergency untuk mendapatkan respon time penyelamatan pasien.Hal ini diungkapkan dalam
pernyataan:
“Kita survey dari airwaynya kalau sampai mengancam jalan nafasnya sampai mengalami
oedem laring itu yg menjadi prioritas”.(P6)
66
Makna kutipan diatas adalah perawat tetap mengutamakan pasien luka bakar dengan
kegawatan seperti misalnya pasien dengan obstruksi pada saluran nafas. Sub tema ketiga adal
menyadari tanggung jawab perawat. Partisipan menggambarkan tanggung jawab perawat
berupa menerima situasi, kesadaran akan tugas dan niat dari dalam diri untuk memberikan
perawatan pada pasien luka bakar. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan:
“....ada sih, ada ada pasti ada muncul perasaan terpacu,kayak ada tuntutan gitu dari dalam
diridari empat pasien itu, sedangkan kita jaga ga ga seperti sekarang.” (P2) (Pernyataan
“kayak ada tuntutan gitu dari dalam diri” berarti sebagai adanya kesadaran akan tugas dan
kewajiban sebagai seorang perawat.)
Makna kutipan diatas adalah perawat merasa bertanggung jawab atas pasien. Perawat
sadar akan tugasnya sebagai perawat merawat pasien dengan kegawatan
yang dimaksud berkolaborasi menyelamatkan adalah membebaskan pasien luka bakar dari
kegawatdaruratan seperti hambatan jalan nafas, sesak, kekurangan cairan yang berisiko
terjadi syok dan penurunan kesadaran.Tema berkolaborasi menentukan keselamatan nyawa
pasiendibangun dari emapat sub tema meliputi;
Sub tema menilai kondisi pasien oleh partisipan diungkapkan melalaui menilai adanya
gangguan pada saluran nafas, breathing dan sirkulasi. Hal ini sesuai dengan ungkapan
partisipan:
“Saat itu ada pasien masuk luka bakar, ada pasen luka bakar dengan trauma inhalasi,
baru masuk kita tetap lakukan pengkajian ABCD, primary surveynya” (P4)
“...memang dari awal kita apa namanya, keluhan si pasien, kalau masih kelihatan bagus,
kalau misalnya memungkinkan kita lakukan pengkajian awal, jadi satu keluhan pasien
apa”.(P5)
67
Makna kutipan diatas adalah setiap pasien khusunya pasien luka bakar ketikamasuk
IGD pasti dilakukan penilaian terhadap ABCnya. Sub tema kedua adalah menentukan
masalah pasien. Permasalah pada pasien menjadi dasar dalam menentukan prioritas
perawatan pasien luka bakar. Pernyataan yang mendukung diungkapkan oleh partisipan:
“Penegakan diagnose keperawatan kita awal yangbiasanya kita tegakkan adalah diagnosa
awal nyeri, pasti pasien nyeri(P5)
Makna kutipan diatas adalah perawat juga perlu menentukan masalah keperawatan
pada pasien sebagai pertimbangan dalam memberikan tindakan.
Sub tema ketiga adalah Melaksanakan tindakan kolaborasi untuk pasien.Pemenuhan
kebutuhan cairan merupakan bentuk kolaboratif pada pasien luka bakar fase emergency
untuk menstabilkan kondisi pasien dan status hemodinamik pasien.Pernyataan ini didukung
ungkapan partisipan:
“....jadi kita disni memenuhi kebutuhan cairan pasien, bisa juga masalah pada airway atau
breathing misal pada luka bakar inhalasi”. (P3)
“....sambil kita mengawasi sambal kita mendokumentasikan, tapi kalau pasien datang, awal
pasti kita yang pasang infus, pasien luka bakar apa, luas nya berapa kita pasti pasang
infus,”(P1)
“Jadi walaupun di situ basah, kotor, tapi saya butuh sedikit ruang untuk menulis, mendoku-
mentasikan hal-hal penting tapi setelah itu saya kembali ke pasien” (P7)
68
Makna kutipan diatas adalah perawat juga penting melakukan pencatatan terhadap
segala tindakan yang dilakukan dalam merawat pasien. Dokumentasi merupakan aspek
legal perawat dalam merawat pasien luka bakar.
Melayani dalam situasi kacau balau akibat adanya keterbatasan sumberdaya dan
waktu memberikan perawatan pasien luka bakar fase emergency. Tema melayani dalam
situasi kacau balau dijabarkan kedalam dua sub tema yaitu;
Sub tema pertama fokus pada tugas bukan pasien. Kondisi bahwa partisipan lebih
banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan laporan dokumentasi daripada mengurus
atau merawat pasien. Hal ini didukung oleh ungkapan partisipan:
“....perhatian kan terpecah jadinya, ndak ndak fokus satu dua untuk pasiennya jadinya itu
aja sih”. (P2)
“Jadi waktu banyak digunakan untuk pendokumentasian, iya gimana soalanya banyak yang
harus disi, apalagi sekarang sudah JCI”. (P1)
Makna kutipan diatas adalah fokus perawat menjadi terpecah karena dalam
dokumentasi terlalu banyak menghabiskan waktu. Sehingga waktu kadang lebih banyak
tersita dalam mengerjakan dokumen. Sub tema kedua adalah keterbatasan sumber daya.
Keterbatasan sumber daya juga menjadi keterbatasan perawat dalam melakukan perawatan
pasien luka bakar fase emergency. Pernyataan ini didukung dengan ungkapan partisipan:
“Mungkin dari segi tenaga perawat ya, iya tenaga perawat, sebenarnya kan secara
sistem,sistem ini kan kita adopsi jadi kan tidak layak memegang 1 perawat memegang pasien
sekian”.(P3)
“Satu perawat sepuluh atau lebih pasien ya, minimal itu, iya itu yang sayabilang tidak
maksimalnya, rasio kita sudah tidak cocok”. (P5)
Makna kutipan tersebut adalah jumlah tenaga perawat tidak berimbang sehingga
meningkatkan beban kerja dan tidak dapat optimal merawat pasien karena semua pasien
harus tertangani.
69
Tema 6. Mengalami tekanan batin dalam bekerja
Tekanan memiliki arti desakan yang kuat atau keadaan tidak menyenangkan.
Melakukan perkerjaan dalam tekanan yang dimaksud merawat pasien luka bakar dengan
desakan kuat atau keadaan yang tidak menyenangkan. Tema melakukan pekerjaan dalam
tekanan dibangun dari limasub tema meliputi;
Sub tema pertama adalah merasa susah menghadapi keluarga pasien. Kesulitan
memberitahukan keluarga terkait tata tertib di IGD. Hal ini didukung oleh pernyataan
partisipan sebagai berikut:
“Di IGD di rumah sakit sanglah, khususnya di GD sanglah selain penanganan pasien,
penanganan penunggu pasien yang masih sulit, mereka semua, keluarganya kan ikut masuk,
tidak bisa diatasi yaa...”(P1)
“Keluarganya yang datang semuanya kita tidak bisa larang satu persatu buka lis di situ,
coment, kadang2 ada yg nulis anak2, terus ada buka rontegn, terus ada salah masukin
mislnya” (P7)
Makna kutipan tersebut adalah keluarga tidak dapat mengikuti instruksi petugas
dan menyebabkan situasi IGD lebih ramai. Ruangan tidak kondusif menyulitkan perawat
dalam memberikan perawatan ke pasien. Sub tema kedua adalah merasa tidak berdaya.
Perasaan tidak berdaya yang dialami perawat diungkapan oleh partisipan untuk
menggambarkan situasi kerja yang dihadapi dalam merawat pasien luka bakar fase
emergency. Hal ini diungkapkan dalam pernyataan:
“Kalau pasien combus itu paling tidak ada dua perawat, 1 yang ambil alat satu lagi di
pasien cepat jadinya ambil tindakan, kadang disaat saat apes itu teman sedang kirim pasien
ke itensif atau kemana gitu datang pasien combustio disitu yang membutuhkan ekstra..”(P2)
70
“Iya pasti stress kalau situasi krodit.iya kalau saya sendiri sih biasanya ga ambil
pusing”(P5)
“Itu capeknya minta ampun merawat bolak balik nyari obat, belum juga pasiennya, kadang
kan juga ada yang mau berontak, kadang ada yang mau mukul gitu”(P4)
Makna kutipan diatas adalah merasakan kelelahan ketika merawat pasien kegawatan
dan sedang krodit. Situasi krodit dapat meningkatkan stresor dan beban kerja meningkat
karena jumlah pasien yang banyak.
Sub tema keempat adalah bekerja tidak efektif. Bekerja tidak efektif yang
diungkapkan partisipan akibat situasi IGD yang ramai dan adanya penumpukan pasien di
IGD. Hal ini diungkapkan partisipan dengan pernyataan:
“....saat ramai kita tidak maksimal sekali memberikan pelayanan ke pasien” (P2)
“Kita kan harus sesuai jam, karena pasiennya membludak, perbedaan jamnya satu jam satu
jam, kan tidak mungkin kita satu jam....”.(P5)
Makna kutipan tersebut adalah perawat tidak dapat efektif memberikan perawatan
pasien dengan jumlah yang banyak karena keterbatasan waktu. Belum lagi situasi IGD yang
ramai yang membuat situasi kerja tidak kondusif.
Sub tema kelima adalah kurang mampu menganalisa kondisi pasien. Partisipan
mengungkapakan bahwa kurang mampu menganalisa keadaan pasien akibat banyaknya
tekanan dan ruangan tidak kondusif. Berikut pernyataan yang mendukung ungkapan
partisipan tersebut.
“....kayak ada pasien masuk yang sudah grade 2 sudah beberpa prosen gitu luas luka
bakarnya, gitu ada perasaan berhasil tidak, dalam hati sih berhasil tidak orang ini....”(P2)
“pasiennya mengalami penurunan sudah masuk resusitasi cairan 3000 umpamanya, trus
outputnya baru 1500, nanti kan disana lagi, berani ga kita masukin cairan takutnya oedem
juga”.(P4)
71
Makna kutipan tersebut adalah perawat ada kekhawitran atau keragaun ketika
memberikan tindakan ke pasien karena tidak mampu menganalisa kondisi pasien akibat
situasi kerja yang tidak kondusif.
72
kolaborasi juga memberikan kesempatan perawat untuk mengadvokasi pasien,
berkontribusi dalam menentukan keputusan masalah dan solusi perawatan pasien.
Proses diskusi, kerja tim dan koordinasi antara tim akan menghasilkan keputusan
perawatan pasien khusunya pasien luka bakar fase emergency yang terbaik.
73
menyatakan situasi IGD yang sibuk dan banyak aktivitas perawatannya akan
menyebabkan stress tinggi perawat dan berpengaruh terhadap pelaksanaan proses
keperawatannya. Perawat IGD sering terlibat pada kondisi pasien yang banyak dan
melakukan tindakan segera apabila kebutuahan pasien telah diketahui (Owen at
al.,2009). sekali shif ketika terjadi penumpukan jumlah pasien. Penumpukan
jumlah pasien terjadi karena alur pemindahan pasien tidak berjalan sesuai dengan
prosedur. Menurut Domres, Koch, Manager, dan Bebecker (2001) menyatakan
jumlah tenaga kesehatan sebagai sumber daya manusia di IGD yang terbatas
menjadi masalah umum yang ditemukan sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan pasien yang gawat atau kritis dan berlebihan. Jumlah pasien yang
banyak dan berlebihan disebut overcrowding merupakan masalah paling umum di
IGD yang memeberikan beban kerja tinggi untuk perawat dan mempengaruhi
kulitas pelayanan (Hoot dan Aronsky, 2008)
74
KESIMPULAN DAN SARAN
Teman-teman terbentuk kemudaian dirangkai untuk mendapatkan makna umum
sehingga mendapatkan tema besar merawat pasien merupakan sebuah keupasan
batin. Situasi IGD yang kurang kondusif membuat perawat tidak menyerah
memberikan perawatan yang terungkap dalam memberikan perawatan optimal.
Saran, menginisiasi Rumah Sakit untuk lebih mengoptimalkan ketersedian sumber
daya sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan kesahatan khususnya
keperawatan. Menginisiasi Rumah Sakit untuk mencarikan solusi terhadap
penumpukan pasien (bad block) di IGD guna mengurangi beban kerja petugas IGD
dan mengoptimalkan layanan. Mengenisiasi perawat untuk dapat secara aplikatif
menerapkan Caring pada pasien mengau pada Model Caring Swanson.
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik perawatan luka di
emergency melanjutkan penelitian sejenis secara kualitatif dengan lebih
menekankan model Caring Swanson dalam memberikan proses keperawatan.
75
Issue II
Abstrak
Luka bakar mengakibatkan berbagai masalah yaitu masalah kematian, kecacatan, hilangnya
kepercayaan diri dan mengeluarkan biaya yang relatif banyak untuk penyembuhan. Penderita
luka bakar memerlukan pengobatan langsung untuk mengembalikan fungsi kulit normal.
Oleh karena itu, aloe vera digunakan sebagai terapi alternatif yang efektif serta biaya yang di
keluarkan lebih terjangkau. Penelusuran literatur ini bertujuan untuk menganalisa hasil
penelitian yang berfokus pada efek penggunaan aloe vera terhadap penyembuhan luka bakar
Metode : Penelaahan ini dilakukan dengan metode review literatur dari 9 jurnal yang
didapatkan melalui media elektronik, dengan kata kunci aloe vera, burn injury, management
burn injury, dan therapy. Hasil: aloe vera berbentuk segitiga, daun berdaging dengan tepi
bergerigi, memiliki bunga tubular kuning, mempunyai banyak biji dan memiliki panjang 30 -
50 cm dan luas dasarnya 10 cm. aloe vera diberikan untuk mengobati pasien luka bakar
derajat pertama dan derajat ke dua. Luka bakar yang diberikan aloe vera lebih cepat
mengalami proses penyembuhan dan epitalisasi jaringan kulit karena didalam aloe vera
terdapat kandungan antiseptik, antiinflamasi dan meningkatkan granulasi jairngan.
Kesimpulan: aloe vera berpengaruh terhadap penyembuhan luka bakar derajat pertama dan
kedua karena aloe vera dapat meningkatkan granulasi jaringan, antiseptik dan antiinflamasi.
Lidah buaya atau dikenal juga sebagai Aloe barbadensis Mill., Aloe indica Royle, Aloe
perfoliata L. var. vera dan A. vulgaris Lam merupakan tanaman milik keluarga Liliaceae,
yang ada lebih dari 360 spesies yang diketahui (Dat AD, Poon F, Pham KBT, Doust J, 2011).
Nama tanaman Aloe Vera (lidah buaya) berasal dari berbagai bahasa diantaranya yaitu kata
Arab "Alloeh" yang berarti "zat pahit yang bersinar," sementara "vera" dalam bahasa Latin
berarti "benar". Sedangkan, menurut bahasa mesir Aloe yang berarti "tanaman keabadian"
Surjushe, A., Vasani, R., & Saple, 2008).
Aloe vera digunakan sebagai obat dilakukan sejak dahulu. Pada 2000 tahun yang lalu,
para ilmuwan Yunani menganggap lidah buaya sebagai obat mujarab universal dan Lidah
buaya (Aloe vera) telah digunakan sebagai pengobatan di beberapa kebudayaan selama
ribuan tahun tertama pada negara Mesir, India, Meksiko, Jepang dan China. (Pankaj, Sahu,
76
2013). Aloe vera sudah digunakan sejak zaman dahulu yaitu di Mesir, Ratu Nefertiti dan
Cleopatra menggunakan lidah buaya sebagai kecantikan, sedangkan Alexander Agung, dan
Christopher Columbus menggunakannya untuk mengobati luka prajurit (Marshall, 1990;
Surjushe, A., Vasani, R., & Saple, 2008). Referensi pertama tentang Aloe vera yang di
terjemahkan dalam bahasa Inggris adalah sebuah terjemahan oleh John Goodyew pada tahun
1655 dari Dioscorides De Materia Medic (risalah medis). Aloe vera Pada awal 1800-an telah
digunakan sebagai pencahar di Amerika Serikat, tetapi di pertengahan 1930 terjadi perubahan
penggunaan lidah buaya digunakan untuk mengobati dermatitis kronis dan berat (Surjushe,
A., Vasani, R., & Saple, 2008)
Aloe vera (Lidah buaya) memiliki bentuk yang khas dibandingkan dengan tanaman yang
lainnya yaitu aloe vera berbentuk segitiga, daun berdaging dengan tepi bergerigi, memiliki
bunga tubular kuning, mempunyai banyak biji dan memiliki panjang 30 - 50 cm dan 10 cm
luas dasarnya (G. Y. Yeh, D. M. Eisenberg,T. J. Kaptchuk and R. S. Phillips, 2003; Pankaj,
Sahu, 2013). Daun lidah buaya setiap daunnya terdiri dari tiga lapisan yaitu : sebuah gel yang
dibagian dalam mengandung 99% air dan sisanya terbuat dari vitamin, glukomannans, asam
amino, lipid, dan sterol. (Brown, 1980; T. Reynolds & A. C. Dweck, 1999; Surjushe, A.,
Vasani, R., & Saple2008; Pankaj, Sahu, 2013). Bagian dalam lidah buaya mengandung
banyak monosakarida dan polisakarida, vitamin B1, B2, B6, dan C, niacinamide dan kolin,
beberapa bahan anorganik, enzim (asam dan alkali fosfatase, amilase, laktat dehidrogenase,
lipase) dan Senyawa organik (aloin, barbaloin, dan emodin) (Hayes. 1999; Surjushe, A.,
Vasani, R., & Saple, 2008; Pankaj, Sahu, 2013).
Lapisan tengah aloe vera yang terdiri dari lateks yang merupakan getah kuning terasa
pahit dan mengandung antrakuinon dan glikosida (Brown, 1980; Surjushe, A., Vasani, R., &
Saple, 2008; Pankaj, Sahu, 2013), dan lapisan luar yang tebal teridiri dari 15-20 sel yang
disebut dengan kulit, memiliki fungsi pelindung dan mensintesis karbohidrat dan protein.
Dalam kulit lidah buaya terdapat ikatan pembuluh yang bertanggung jawab untuk
transportasi zat seperti air (xilem) dan pati (floem) (Tyler V. 1993; Surjushe, A., Vasani, R.,
& Saple, 2008). Lapisan luar ini mengandung turunan dari hidroksiantrasena, antrakuinon
dan glikosida aloin A dan B hydroxyanthrone, emodin-antron 10-C-glukosida dan khrones.
(Saccu, P. 2001; Bradley, 1992; Bruneton, 1995; Surjushe, A., Vasani, R., & Saple, 2008;
Pankaj, Sahu, 2013).
77
Dibawah ini merupakan komponen kandungan zat dan fungsinya yang terdapat pada
lidah buaya menurut Rodríguez, Castillo, García dan Sanchez, 2005 yaitu
Aloe vera memiliki fungsi yang sangat bermanfaat bagi tubuh yaitu mempercepat
penyembuhan luka, antiinflamasi, efek laksatif, melembabkan kulit, antidiabetes, antiseptic
dan antimikrobial. Penyembuhan luka disebabkan oleh glukomanan dan giberelin
berinteraksi dengan reseptor faktor pertumbuhan dari fibrobroblast yang merangsang
aktivitas dan proliferasi sehingga meningkatkan sintesis kolagen, meningkatkan sintesis dari
asam hyaluronic dan dermatan sulfate sehingga mempercepat granulasi untuk penyembuhan
luka (Chithra, G. B. Sajithal and G. Chandrakasan, 1998; Hayes. 1999; Pankaj, Sahu, 2013).
78
Lidah buaya juga dapat berfungsi untuk menghambat jalur siklooksigenase,
mengurangi produksi prostaglandin E2 dari asam arakidonat dan mengandung peptidase
bradikinase yang dapat mengurangi pengeluaran bradikinin sehingga mengurangi proses
antiinflamasi. (Ito et al,1993; Haller. 1990; Pankaj, Sahu, 2013).
Kemudian, dalam lidah buaya terdapat Lupeol, merupakan kimia yang paling aktif
mengurangi peradangan dalam dosis tertentu dan sterol juga dapat berkontribusi terhadap
anti-inflamasi. Lidah buaya mengandung sterol termasuk campesterol, β-sitosterol, dan
kolesterol yang dapat mengurangi inflamasi, membantu dalam mengurangi peradangan rasa
sakit dan bertindak sebagai analgesik alami (Madan, Sharma, Inamdar, Rao & Singh, 2008).
Lidah buaya juga mengandung Antrakuinon yang terdapat dalam lateks berfungsi
sebagai pencahar yang kuat, merangsang sekresi lendir, meningkatkan penyerapan dan
peristaltik usus (Ishii, Tanizawa & Takino, 1994; Pankaj, Sahu, 2013). Selain itu,
mengandung glikosida 8-dihydroxyanthracene, aloin A dan B memiliki efek yang sama.
Efek pencahar dari Aloe Vera umumnya terjadi sebelum 6 jam setelah diminum dan kadang-
kadang tidak sampai 24 jam atau lebih. (Reynolds. 1993; Che, et al, 1991; Pankaj, Sahu,
2013).
Muco-polisakarida juga terdapat pada lidah buaya yang memiliki fungsi membantu
dalam mengikat kelembaban kulit dan mengandung asam amino yang menyebabkan sel kulit
yang mengeras menjadi lembab dan bertindak sebagai zat untuk mengencangkan pori-pori,
mengurangi munculnya kerut jerawat atau penuaan dan penurunan eritema (West and Y. F.
Zhu. 2003; Pankaj, Sahu, 2013).
Lidah buaya digunakan sebagai antiseptik karena adanya enam agen antiseptik yaitu
lupeol, asam salisilat, urea nitrogen, asam sinamat, fenol dan belerang. Senyawa ini memiliki
efek menghambat pertumbuhan jamur, bakteri dan virus (Madan, Sharma, Inamdar, Rao &
Singh, 2008).
Selain itu, Terdapat lima pitosterol dari Aloe vera, lophenol, 24-metil-lophenol, 24-etil-
fenol, cycloartenol dan 24-metil siklopentanol menunjukkan efek anti-diabetes tipe-2 tikus
diabetes (Tanaka, et al, 2006). Aloe vera mengandung polisakarida yang dapat meningkatkan
insulin dalam tubuh dan menunjukkan penurunan kadar gula dalam darah (Yagi, et al, 2006).
Aloe vera juga mengandung emodin yang efektif terhadap infektivitas herpes simplex
virus tipe I dan tipe II dan juga mampu menonaktifkan semua virus, termasuk varisela virus
zoster, virus influenza, dan virus pseudorabies (Sydiskis, 1991). Selain itu juga, mengandung
saponin yang berfungsi sebagai anti-mikroba terhadap bakteri, virus, dan jamur (Peter, 2002).
79
Pembahasan
Aloe vera dapat digunakan untuk mengobati berbagai luka terutama pada luka bakar.
Hal ini didukung dengan penelitian Maenthaisong, et al, 2007 menyatakan bahwa aloe vera
diberikan untuk mengobati pada pasien luka bakar untuk derajat pertama dan derajat ke dua,
bila dibandingkan dengan perawatan luka konvensional maka aloe vera lebih efektif untuk
mempercepat proses penyembuhan dan epitalisasi jaringan kulit.
Efektivitas aloe vera lebih baik apabila dibandingkan dengan obat lain yang digunakan
untuk mengobati luka bakar dan biaya yang di keluarkan lebih terjangkau. Hal ini didukung
dalam sebuah penelitian membandingkan lidah buaya krim yang mengandung Aloe vera gel
bubuk 0,5% dengan sulfadiazin perak 1% cream. Hasil penelitian menunjukkan dari
kelompok yang diberikan Aloe vera 30/30 (100%) mencatat luka benar-benar sembuh pada
19 hari sedangkan dengan dari krim perak sulfadiazine 24/30 (80%) dan tingkat re-epitelisasi
dan penyembuhan parsial ketebalan luka bakar secara signifikan lebih cepat diobati dengan
lidah buaya daripada di diobati dengan SSD (Silver Sulfadiazine Cream) (15,9 ± 2 vs 18,73 ±
2,65 hari, masing-masing; P <0,0001) (Khorasani, et al, 2009). Sedangkan, menurut Shahzad
& Ahmed, (2013) perawatan luka bakar menggunakan aloe vera lebih murah biaya yang di
keluarkan dan lebih mengurangi nyeri pada pasien di bandingkan dengan perawatan luka
bakar dengan menggunakan SSD. Penelitian lain pada 12 ekor tikus putih diberikan luka
bakar kemudian diberikan alow vera gel dan diukur hispatologinya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tikus yang di berikan aloe vera gel akan meningkatkan pembentukan
pembuluh darah, meningkatkan kolagenasi dan proliferasi (Hidayat, Noer & Rizaliyana,
2013).
Aloe vera memiliki kekurangan yaitu tidak efektif digunakan untuk mengobati luka
bakar parsial, berdasarkan penelitian Cuttle, et al (2008) perawatan luka dengan
menggunakan aloe vera sebagai pertolongan pertama perawatan luka bakar pada binatang
babi menunjukan tidak efektif untuk mengurangi pertumbuhan bakteri, mencegah terjadinya
skar (bekas luka), mengurangi kedalaman skar dan kecantikan tampilan skar sehingga tidak
direkomendasikan aloe vera untuk pertolongan pertama luka bakar parsial. Aloe vera yang di
gunakan untuk mengobati luka bakar yaitu dengan aloe vera olahan atau murni yang
mengandung 10-70% gel terutama pada bagian dalam aloe vera, kemudian di pasteurisasi
pada suhu 75-80 0C selama kurang dari 3 menit dan setelah itu, dioleskan pada area luka
bakar sebanyak 3x dalam sehari (Ramachandra and Rao, 2008).
Aloe vera memiliki kontra indikasi dalam mengobati luka bakar yaitu tidak boleh
digunakan pada orang yang mengalami alergi terhadap aloe vera karena
menyebabkan iritasi pada kulit sehingga memperberat penyakit pasien dan disarankan tidak
boleh digunakan pada pasien yang sedang hamil atau ibu menyusi namun harus di
lakukan penelitian lebih lanjut (Grundmann, 2012). Efek aloe vera terhadap luka bakar yaitu
menstimulasi fibroblast dan makrofag, meningkatkan pembentukan kolagen dan sistesis
proteoglikan, meningkatkan fungsi hormon faktor pertumbuhan dan granulasi, antiseptik dan
80
antiinflamasi sehingga mempercepat penyembuhan luka bakar (Rodríguez, Castillo, García
dan Sanchez, 2005; Sahu, 2013).
Aloe vera (lidah buaya) terbukti sebagai pengobatan alternatif yang efektif untuk luka
bakar, tetapi tidak boleh digunakan pada orang yang alergi. Namun perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai dosis yang digunakan untuk mengobati luka bakar
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Triage yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien.
Triage dalam keperawatan gawat darurat di gunakan untuk mengklasifikasian keparahan
penyakit atau cedera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan
kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya. Standart waktu yang di perlukan untuk
melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-
anak. Triage memiliki katerogi yang 61% menggunakan 4 kategori pengambilan
keputusan yaitu dengan menggunakan warna hartu atau status sebagai tanda klasifikasi
yaitu Merah (Emergen), kuning (Urgen), hijau (non Urgen), hitam (Expectant).
Luka bakar adalah cedera yang terjadidari kontak langsung ataupun paparan terhadap
sumber panas,kimia, listrik atau radiasi ( Joyce M.Black 2009). Luka bakar adalah rusak
atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran
api ditubuh (flame), jilatan api ketubuh(flash) terkena air panas (scald), tersentuh benda
panas(kontak panas) akibat sengatan listrik akibat bahan-bahan kimia serta sengatan
matahari (sunburn). Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit
dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Kedalam luka bakar
bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen
tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C
mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar maka perl mempelajari derajat
luka. Derajat luka dibagi menjadi 4 yaitu: grade I, grade II ( II a dan II b), grade III,
grade IV. Klasifikasi luka bakar dapat berdasarkan kedalaman luka yang terdiri dari: luka
bakar derajat I, luka bakar derajar II ( derajat II dangkal, derajar II dalam), luka bakar
derajat III, luka bakar derajat IV. Komplikasi yang akan ditimbulkan diantaranya gagal
jantung kongestif, sindrom kompartemen, Adult Respiratory Distress Syndrome, Ileus
82
Paralitik dan Ulkus Curling, Infeksi, Curling’s ulcer (ulkus Curling), Gangguan Jalan
nafas, Konvulsi.
Pemeriksaan diagnostik yang diperkukan pada luka bakar yaitu: hitung darah lengkap
( Hb, Ht, Ureum dan kreatin, elektrolit darah, kultur dan sensitivitas luka bakar, produksi
urin dan berat jenis), EKG, Fotografi luka akar. Penatalaksanaan medik dari perawat
(penanganan awal ditempat kejadian, penanganan luka bakar di unut gawat darurat,
rehabilitasi yang diberikan untuk pasien), dari tenaga medis ( pemberian cairan
intravena, terapi obat-obatab topikal). Penanganan luka merupakan hal yang sangat
penting untuk mencegah infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom kompartemen.
Ada berbagai hal yang dapat dilakukan dalam menangani luka bakar: pendingin luka,
debridemen, tindakan pembedahan, terapi isolasi dan manipulasi lingkungan.
Perawatan luka bakar memiliki 2 cara: cara 1 (metode terbuka, pembalutan tertutup,
eksisi primer, fisiotrapi), cara 2 dilakukan dengan 3 fase luka bakar, yaitu : fase
darurat/resusitasi, fase akut atau intermediet, dan fase rehabilitasi. Prosedur pemberian
cairan terdiri dari tujuan umum terapi pengganti cairan, hal-hal yang harus diketahui
sebelum pemberian terapi cairan, jenis cairan yang diberikan. Pedoman dan rumus untuk
penggantian cairan terdiri dari cara yang lazim digunakan untuk menghitung cairan pada
penderita luka bakar, yaitu: cara evans dengan menghitung jumlah cairan pada hari
pertama, pada hari kedua diberikan cairan setengah dari hari pertama, pada hari ketiga
berikan cairan setengah dari hari kedua, sebagai monitoring pemberian cairan lakukan
penghitungan diuresis. Cara Baxter dan Parkland merupakan cara lain yang lebih
sederhana dan banyak dipakai. Jumlah cairan hari pertama dihitung dengan rumus =
%luka bakar x BB (kg) x 4cc, separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya, hari pertama diberikan larutan
ringer laktat karena terjadi hipotermi. Untuk hari kedua di berikan setengah dari jumlah
hari pertama. Menghitung luas dan derajar luka bakar dapat menggunakan cara pertama
yaitu: wallace dengan membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang disebut
Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total (Body surface
Area : BSA), cara yang kedua dengan Lund dan Browder dan cara yang ketiga
berdasarkan tingkat keseriusan luka.
83
B. Saran
Dalam menangani pasien luka bakar, kita sebagai calon tenaga keperawatan dimasa
depan diharapkan selalu memegang prinsip steril dan SOP, tidak boleh dilakukan tanpa
adanya ilmu yang mendasar mengenai luka bakar karena dapat menghambat proses
pemulihan luka bakar itu sendiri. Setiap individu baik tua, muda, maupun anak-anak,
diharapkan dapat selalu mengedepankan savety yang mana dalam hal ini perawat,
maupun mahasiswa keperwatan diharapkan dapat turut berkontribusi untuk menekan
angka kejadian pasien dengan luka bakar.
84
DAFTAR PUSTAKA
Fulde. (2009). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba
Medika.
Krisanty Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: TIM.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC.
Thygerson. 2011. Evaluation of the Fast Track Unit of a University Emergency Department.
Journal of Emergency Nursing: Texas. http://dx.doi.org/10.1016/j.jen.2006.08.003
diakses pada tanggal 18 Agustus 2019, pukul 08.20 WIB.
85
Tim Pokja. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Wilkinson & Skinner. 2000. Fundamentals of Nursing Sixth Edition Human Health and
Function. Lippincott: New York.
86