TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis tidak
berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik
tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen,
dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan
pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum
abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2
Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan
pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas
kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii dan
kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk
kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering
dijumpai.4
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka
kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat
meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di Amerika
Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang penting,
kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan kehamilan.
Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka
kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1
diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6
kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di
Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan
ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami
kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25%
dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk
melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik
adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan
ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar
diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti
pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia
muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat
penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti
abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu
zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan
progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas
mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan
insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas
otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang
berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus terlalu
diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah refluks
embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 % untuk
IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote Intrafallopian
Transfer pada tahun 1991. 4
Gambar.3 Kehamilan Ektopik
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi yang
kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti
tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10
minggu.1
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih
lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat
pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. 1 Akibat dari ruptur ini
akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak
sampai menimbulkan syok dan kematian. 4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil
konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-
sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung
terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah
mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.1
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut Fenomena
Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan
berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-
kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan
ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang
dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang
degeneratif.1
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb disebabkan karena
darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini
memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb
belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan
kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24
jam 4,5
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan
jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang
2
mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi . Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi
dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes
negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda
kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling
sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang berkisar
dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi
dengan persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60
persen pada wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai normal
yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan mengurangkan nilai
mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan nilai mula-mula tersebut
untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan suatu presentase. Kadar dkk
mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang
bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval
waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan
peningkatan produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan
bukti yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui
bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil
tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan
ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time,
serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 %
kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang
dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya ditemukan
kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal
di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid
yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi
merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan
USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah
yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di
sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam
kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin
pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat
kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya
menunjukkan adanya kehamilan ektopik.8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat
dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan
sebuah sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung
fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter
lebih besar dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas
kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal,
echogenik terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung
fetal pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat menunjukkan
bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya aktivitas vaskular
abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan
USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat
mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal mungkin.8
Gambar 6a.
6b. Gambaran USG
Garis merah menunjukkan
- bagian kehamilan
luar uterus, intrauterin
hijau - uterus, dan- kehamilan ektopik.
kuning tuba Cairan dalam uterus yang dilingkari warna biru disebut de
Gambar
Gambar
6c. 6d.
Gambaran
Kehamilan
detail
tuba
kehamilan
dilingkariektopik
oleh garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm (diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan tingkat
akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan klinik
berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan
terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis
kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini
jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera
akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat
ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus
dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat
kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen
yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan
yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik.
Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa
mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau
dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah
jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum
Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang
diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang
mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali
terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas
sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan
riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan sudah
mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak
meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti
yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan
ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan
lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari penderita
dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya
1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar progesterone serum lebih dari
25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada kehamilan
ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia pemeriksaan hCG
dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL mempunyai sensivitas yang
tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko terjadinya
kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500.
Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan
diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus,
kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG yang
tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat
digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami
keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya menunjukkan
adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan
sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 %
pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi
dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ
pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan telah
mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan sonde
transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ
dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan
peralatan yang sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan
anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat
dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.
Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan
dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya. 4,8 Laparoskopi merupakan
diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan
sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk
menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis daripada
pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan pembedahan
yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali,
adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung
dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah
bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan
kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera. 4,8
Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan
terapi definitif secepatnya 4.
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg
2.8
D
i
a
g
n
o
s
i
s
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi
yang dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan
abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat
saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat
dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Obs 24 jam T/N/R/Keluhan/Hb Akut (KET) Kronik (Hemato cele)
Douglas Punctie (KP)
GS (+)
Intra Uteri
Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa. MTX
secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang mengubah
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport
1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis
DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif
seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel mukosa
mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan jika
kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6 minggu,
diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG tidak lebih dari
15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995). Menurut American College
of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai
dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara
medis atau pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri
abdomen dan pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk
vitamin prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari
ke 4 dan 7
Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai
hari pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam,
atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping yang
paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1 %).
Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga menggambarkan
netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia
(Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari.
Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4 hari
pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari. Lipscomb dkk
(1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata, yaitu level beta
hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109 hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
1,4,5,6,8,10
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus . Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal
tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi
bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca
terapi.4,5,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko
jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih
besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000
ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan
ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan
ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu,
kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%.
Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis.4,5,8