Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit

infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di

daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun

terakhir terjadi peningkatan terhadap penyebaran kasus Demam Berdarah

Dengue di daerah urban dan semi urban, sehingga hal tersebut menjadi

perhatian utama kesehatan masyarakat internasional (WHO, 2012).

Angka terjadinya kasus Demam Berdarah Dengue mengalami

peningkatan secara drastis di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir.

Lebih dari 2,5 milyar penduduk di dunia, lebih dari 40% berisiko

mengalami Demam Berdarah Dengue. Saat ini, diperkirakan 50-100 juta

orang di seluruh dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap tahunnya

(WHO, 2012).

Berdasarkan laporan dari World Health Organization (2013)

bahwa demam berdarah dengue terus menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang utama di wilayah Asia Tenggara. Telah dilaporkan

bahwa hanya 3 negara yang jumlah kasusnya menurun dari 2011 sampai

2012 yaitu Maladewa, Nepal dan Thailand. Sedangkan Indonesia,

Myanmar, Sri Lanka dan Timor Leste pada sebaliknya, telah dilaporkan

terjadi peningkatan kasus pada tahun 2012.

1
Indonesia merupakan daerah endemis Demam Berdarah Dengue

yang setiap tahunnya terjadi kejadian luar biasa dan memiliki jumlah kasus

demam berdarah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya

angka demam berdarah diberbagai kota di Indonesia disebabkan oleh

sulitnya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti. Kejadian demam berdarah meningkat dengan melihat jumlah

kasus di Indonesia tahun 2013, yaitu jumlah penderita Demam Berdarah

Dengue yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan jumlah kematian

871 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan= 45,85 per 100.000 penduduk

dan CFR/angka kematian= 0,77%). Terjadi peningkatan jumlah kasus pada

tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 90.245 kasus dengan IR

(Incident Rate) 37,27. Terdapat 10 kota di Indonesia yang memiliki jumlah

kasus Demam Berdarah Dengue terbanyak yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah,

DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi

Tengah, Riau, Aceh serta Nusa Tenggara Barat (Depkes, 2013).

Aedes aegypti sebagai vektor utama Demam Berdarah Dengue

yang berkembang biak di air bersih. Tempat penampungan air, sampah

yang menampung air hujan dan bentuk bangunan yang mampu

menampung air hujan seperti pagar bambu merupakan tempat yang

digunakan Aedes aegypti untuk berkembang biak. Normalnya, nyamuk

Aedes aegypti tidak terbang terlalu jauh. Jangkauannya hanya 100 m dari

tempat tinggalnya. Maka, sarang nyamuk Aedes aegypti tidak akan jauh

dari rumah masyarakat dan nyamuk Aedes aegypti aktif saat pagi dan siang

hari.
Pencegahan terhadap Demam Berdarah Dengue dapat dilakukan

dengan mengontrol vektornya yaitu Aedes aegypti. Manajemen lingkungan

yang berupa (3M, kondisi Breeding place), Menggunakan kelambu,

menggantung pakaian didalam rumah dan kontrol kimia (penggunaan

abate) serta penggunaan obat anti nyamuk merupakan cara yang efektif

dalam memberantas perkembangbiakan dari Aedes aegypti.

Pencegahan dan penanggulangan penyakit Demam Berdarah

Dengue biasanya mengandalkan pemutusan rantai penularannya yaitu

mengendalikan aedes aegypti, selain aedes aegypti, aedes albopictus juga

telah di ketahui dapat menularkan penyakit Demam Berdarah Dengue.

Kedua spesies tersebut mempunyai habitat yang hampir sama yaitu pada

tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, drum air, tempayan,

ember, kaleng bekas, vas bunga, botol bekas, lubang-lubang batu yang

berisi air jernih dan sebagainya.

Berdasarkan data yang didapat di Dinas Kesehatan Kepulauan Riau

kejadian Demam Berdarah Dengue tahun 2013 menunjukan Demam

Berdarah Dengue terjadi dihampir seluruh Kabupaten/Kota kecuali di

Kabupaten Natuna. Kejadian terbesar terjadi di Kota Batam dengan jumlah

kasus 1007 kasus,

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Batam angka kejadian

Demam Berdarah Dengue mengalami peningkatan di tahun 2016

dibanding 2015. Angka kejadian Demam Berdarah Dengue pada tahun

2016 sebanyak 516 penderita, meninggal sebanyak 9 orang di bulan

Januari-Mei. Sedangkan pada tahun 2015 bulan Januari-Desember terdapat


644 penderita, meninggal sebanyak 9 orang. Berdasarkan data dari bulan

Januari – Mei tahun 2015 sebanyak 156 penderita Demam Berdarah

Dengue, dan yang meninggal 0. Kasus Demam Berdarah Dengue

mengalami peningkatan pada bulan Januari – Mei tahun 2016 di Kota

Batam.

Kecamatan Sei. Beduk terdiri dari empat kelurahan diantaranya

kelurahan Mangsang, Kelurahan Duriangkang, Kelurahan Tanjung piayu,

Kelurahan Muka kuning. Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan

Tanjung piayu sebanyak 22 penderita, Kelurahan Duriangkang sebanyak

42 penderita, Kelurahan Mangsang 43 penderita dan meninggal 2 orang,

Kelurahan Muka kuning 8 penderita. Berdasarkan data dari Puskesmas Sei.

Pancur tahun 2015 terdapat 81 penderita di bulan Januari- Desember dan

terjadi peningkatan pada tahun 2016 sebanyak 115 penderita di bulan

Januari-Mei.

Angka Kejadian Demam Berdarah Dengue tertinggi di bulan

Januari-Mei tahun 2016 yaitu di kelurahan Mangsang kecamatan Sei.

Beduk Kota Batam.

Berdasarkan uraian tersebut diperlukan suatu penelitian yang

menelaah bagaimana hubungan upaya pencegahan dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue oleh masyarakat di Kelurahan Mangsang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah ini akan

dirumuskan sebagai berikut “Apakah ada hubungan pengendalian Demam

Berdarah Dengue dengan 3M plus terhadap kejadian Demam Berdarah


Dengue di Kelurahan Mangsang tahun 2016”.

C. Tujuan Penelitian

1) Tujuan umum

Mengetahui hubungan pengendalian Demam Berdarah Dengue

dengan 3M Plus terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan

Mangsang Tahun 2016.

2) Tujuan khusus

a) Untuk mengetahui hubungan pengendalian Demam Berdarah

Dengue dengan 3M plus terhadap kejadian Demam Berdarah

Dengue di Kelurahan Mangsang.

b) Untuk mengetahui hubungan penggunaan abate dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang.

c) Untuk mengetahui hubungan menggunakan kelambu dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang .

d) Untuk mengetahui hubungan penggunaan obat anti nyamuk

dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan

Mangsang.

e) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menggantung pakaian

di dalam rumah dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di

di Kelurahan Mangsang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan

ilmu pengetahuan serta dapat menjadi salah satu acuan untuk


melakukan penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Merupakan salah satu sumber data yang penting bagi Puskesmas

Sei. Pancur dalam rangka penentuan kebijakan untuk menanggulangi

masalah yang berhubungan dengan penyakit demam berdarah.

3. Manfaat Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengendalian

Demam Berdarah Dengue dan menjadi suatu syarat untuk kelulusan

stase Public Health di Puskesmas Sei. Pancur.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Diharapkan masyarakat dengan adanya penelitian ini dapat

membuka pandangan masyarakat mengenai penyakit demam berdarah

dan pencegahan demam berdarah agar tidak terjadi tingginya kasus

demam berdarah, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan

masyarakat untuk menuju yang lebih baik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Demam Berdarah

1. Pengertian Demam berdarah

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue yang mengakibatkan demam akut. Demam berdarah

dengue adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus

dengue. Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda

perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis,

perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni,

dan kesadaran menurun atau renjatan (Arsunan, 2013).

2. Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus

(Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili

Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi

terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang

terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat

memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain

tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat


terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya (Arsunan, 2013).

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah

di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan

sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit, di mana hasil pengamatan

menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan

dan diasumsikan banyak menunjukkan manifestasi klinis yang berat

(Arsunan, 2013).

3. Penularan Virus Dengue

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan

infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus

dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa

spesies lainnya dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan

vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat

mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang

mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur

berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)

sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan.

Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah

akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya

virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh

nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah

menghisap darah penderita (extrinsic incubation period), nyamuk


tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap

berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu

nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi

penular (infektif) sepanjang hidupnya (Arsunan, 2013).

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya

(transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus

tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam

tubuh nyamuk, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus

selama hidupnya (infektif). Seseorang yang di dalam darahnya

memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD.

Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari, mulai 1-2 hari

sebelum demam (intrinsic incubation period). Di dalam tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas selama 4-6 hari sebelum

menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya

dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami

viremia, yaitu 2 hari sebelum masa panas sampai 5 hari setelah

timbul

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia

dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah

hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini

termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue

berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang
dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang

memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus,

dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk

pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,

kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infektif (Arsunan,

2013).

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit

(menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur

melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap

tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue ditularkan dari

nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat

menularkan virus dengue (Arsunan, 2013).

Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic)

dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada

pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk

betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berkali-kali dari satu

individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena

manusia pada siang hari dalam keadaan aktif sering bergerak, sehingga

nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang

pada satu individu. Keadaan inilah yang berpotensi mengakibatkan

mudahnya terjadi penularan penyakit demam berdarah dengue

(Arsunan,2013).
4. Epidemiologi Demam Berdarah

a. Persebaran Kasus

DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi

peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang

endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan

382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari

tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD.

Selain itu, terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun

1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan

disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan

wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan

distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih

memerlukan penelitian lebih lanjut (Arsunan, 2013). Pada tahun

2009 terdapat 8 Provinsi dengan kategori risiko tinggi dengan

angka kejadian (IR) >55 per 100.000 penduduk yaitu, Provinsi

Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kaliman Barat,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Bali dan Sulawesi Utara.

Sedangkan Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera

Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur,

Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,

Sulawesi Tengah, Maluku Utara dan Papua Barat, termasuk

wilayah dengan risiko sedang dengan IR 20-55 per 100.000


penduduk. Wilayah yang berisiko rendah dengan IR <20 per

100.000 penduduk adalah, provinsi Bengkulu, Jambi, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Gorontalo

dan Papua (Arsunan, 2013).

Berdasarkan Angka Insiden (AI) suatu daerah dapat

dikategorikan termasuk dalam risiko tinggi, sedang dan rendah

yaitu risiko tinggi bila AI >55 per 100.000 penduduk, risiko sedang

bila AI 20-55 per 100.000 penduduk dan risiko rendah bila AI <20

per 100.000 penduduk. Dari tahun 2005 hingga 2009, jumlah

provinsi yang berisiko tinggi (high risk) meningkat dan terjadi

perubahan. Misalnya pada tahun 2007 seluruh provinsi di Pulau

Jawa dan Bali masuk sebagai daerah risiko tinggi di mana pada

tahun ini terjadi epidemik. Tetapi pada tahun 2009 terjadi

perubahan di mana provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur

dan Kalimantan Tengah masuk dalam risiko tinggi (Arsunan,

2013).

b. Faktor yang mempengaruhi kejadian demam berdarah

Dalam epidemiologi, kejadian atau penularan penyakit menular

ditentukan oleh faktor-faktor yang disebut host, agent, dan

environment. Demikian pula epidemiologi Demam Berdarah, ada

hubungan yang saling berkaitan antara host (manusia), agent

(virus), dan environment (lingkungan fisik, kimiawi, biologik,

sosial), lingkungan yang memberi kontribusi terhadap perkembang-


biakan vektor. Dengan demikian, ketiga faktor tersebut di atas

mempengaruhi persebaran kasus DBD dalam suatu wilayah

tertentu (Arsunan, 2013).

Agent, host dan environment saling berinteraksi dan

memungkinkan terjadinya infeksi DBD. Namun, sebagian dari

agent (hanya virus dengue) yang menjadi penyebab utama

kejadian penyakit DBD. Begitu pula host, tidak semuanya bisa

terinfeksi dengan virus dengue karena masing-masing punya

imunitas yang berbeda. Selanjutnya, environment yang merupakan

wadah vektor Aedes berkembang biak. Namun, tidak semua

wadah disenangi vektor tersebut seperti wadah yang berisi air

keruh dan kotor (Arsunan, 2013)

1. Agent penyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus

Dengue yang termasuk B arthropoda Borne Virus

(arbopirosis). Anggota dari genus Falvivirus, famili

Flaviviridae yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan

juga nyamuk Aedes albopictus yang merupakan vektor

infeksi demam berdarah dengue.

2. Host (penjamu) yang dimaksud adalah manusia yang

kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD. Faktor Host

(penjamu) antara lain umur, ras, sosial ekonomi, cara hidup,

status perkawinan, hereditas, nutrisi dan imunitas. Dalam

penularan DBD faktor manusia erat kaitannya dengan perilaku

seperti peran serta dalam kegiatan pemberantasan vektor di


masyarakat dan mobilitas penduduk.

3. Lingkungan adalah kondisi atau faktor berpengaruh yang

bukan bagian dari agen maupun penjamu, tetapi mampu

mengintraksikan agent penjamu. Dalam penelitian ini yang

berperan sebagai faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik

(jarak rumah, tata rumah, kelembapan rumah, sanitasi

lingkungan, dan musim). Lingkungan biologis (tanaman hias/

tumbuhan, indeks jentik (host indeks, container indeks, breatu

indeks (Arsunan, 2013).

c. Siklus Nyamuk Aedes

Nyamuk termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami

metamorphosis sempurna dengan bentuk siklus hidup berupa telur,

larva (beberapa instar), pupa, dan dewasa. Selama masa bertelur,

seekor nyamuk betina mampu meletakkan 100-400 butir telur.

Umumnya, telur-telur tersebut diletakan dibagian yang berdekatan

dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak

berhubungan langsung dengan tanah (Arsunan, 2013).

Telur nyamuk Aedes aegypti di dalam air dengan suhu 20-400C

akan menetas menjadi larva dalam kurun waktu 1-2 hari.

Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu temperatur, tempat (wadah), keadaan

(kondisi) air, dan kandungan zat makanan yang ada di dalam tempat

perkembang-biakan. Pada kondisi optimum, larva berkembang


menjadi pupa dalam kurun waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi

nyamuk dewasa dalam kurun waktu 2-3 hari. Jadi pertumbuhan dan

perkembangan telur, larva, pupa, sampai menjadi nyamuk dewasa

memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Arsunan, 2013).

a) Morfologi

Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:

1) Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran sekitar 0,80 mm.

Telur berbentuk oval yang mengapung satu persatu di atas

permukaan air jernih, atau menempel pada dinding

penampungan air. Di atas permukaan pada dinding vertikal

bagian dalam, juga pada tempat (wadah) yang airnya

sedikit jernih, terlindung dari cahaya matahari, dan biasanya

berada di dalam dan atau di halaman rumah. Telur tersebut

diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding tempat

(wadah) air, di atas permukaan air, dan pada waktu istirahat

membentuk sudut dengan permukaan air (Arsunan, 2013).

2) Larva (jentik)

Larva (larvae) adalah bentuk muda (juvenile)

hewan yang perkembangannya melalui metamorfosis.

Tebagi atas 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan

pertumbuhannya:

a) Instar I: Larva dengan ukuran paling kecil, yaitu 1-mm.


b) II: Larva dengan ukuran 2,1-3,8 mm.

c) Instar III: Larva dengan ukuran 3,9-4,9 mm.

d) Instar IV: Larva dengan ukuran 5-6 mm.

Larva nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya memanjang

tanpa kaki dengan bulu-bulu sederhana yang tersusun

bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit

(ecdysis), dan larva yang terbentuk berturut-turut disebut

larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I, tubuhnya sangat

kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri (spinae)

pada dada (thorax) belum jelas, dan corong pernapasan

(simphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah

besar. ukuran 2,1-3,8 mm, duri dada belum jelas, dan

corong pernapasan sudah berwarna hitam. Larva instar III

dengan ukuran 3,9-4,9 mm, duri-duri dada mulai jelas dan

corong pernapasan berwarna coklat kehitaman. Larva instar

IV berukuran 5-6 mm, telah lengkap struktur anatominya

dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal),

dada (thorax), dan perut (abdomen) (Arsunan, 2013).

3) Pupa (Kepompong)

Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”.

Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan

larva (jentik). Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih


kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain

(Arsunan, 2013).

4) Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika

dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lain.

Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

pada bagian badan dan kaki.

Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga

bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala

terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu.

Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-

Sucking dan termasuk lebih menyukai manusia.

(anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan bagian mulut

lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia,

karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan

(phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antena tipe

pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose (Arsunan,

2013).

a) Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga

siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina

karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu

dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang

diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak


membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga

ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan

benda-benda berwarna hitam atau merah (Arsunan, 2013).

Tempat perkembang-biakan utama nyamuk Aedes aegypti

ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan

air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau

sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak

melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya

tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung

berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembang-biakai

nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat

untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti:

tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.

2. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-

tempat yang biasa menampung air tetapi bukan untuk

keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum hewan

peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas

(kaleng, botol, ban, pecahan gelas, dan lain-lain), vas

bunga, perangkap semut, penampung air dispenser, dan lain-

lain.

3. Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon,

lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang,


pangkal (Arsunan, 2013).

d. Gejala Demam Berdarah

Masa tunas atau inkubasi selama 3-15 hari sejak seseorang

terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan

berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :

a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38-400 C).

b. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik

(puspura) perdarahan.

c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam

(konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan

kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-

lainnya.

d. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).

e. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

f. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3-7 terjadi

penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3

(Trombositopenia), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas

20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).

g. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,

muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare,

menggigil, kejang dan sakit kepala.

h. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

i. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal

atau sakit pada persendian.


j. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya

pembuluh darah

Masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan

timbul gejala prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala,

nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah. Tanda khas dari DD

ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya antara

39-400C, bersifat bifasik, menetap antara 5-7 hari), kadang

disertai menggigil, nyeri kepala, muka kemerahan. Dalam 24

jam terasa nyeri retroorbita terutama pada pergerakan mata atau

bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi.

Pada awal fase demam terdapat ruam yang tampak di muka,

leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3 atau ke-4) ruam

berbentuk makulopapular atau skarlatina. Pada fase

konvalesens suhu turun dan timbul petechie yang menyeluruh

pada kaki dan tangan. Perdarahan kulit terbanyak adalah uji

Turniket positif dengan atau tanpa petechie (Arsunan, 2013).

e. Diagnosis Demam Berdarah

DBD ditegakkan berdasarkan Diagnosis kriteria:

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya

bifasik.

b. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji

bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan


mukosa; hematemesis dan melena.

c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml).

d. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai

umur dan jenis kelamin.

2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

3) Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,

hipoproteinemia, hiponatremia (Arsunan, 2013).

f. Pencegahan Demam Berdarah.

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:

a. Lingkungan Pencegahan demam berdarah dapat dilakukan

dengan mengendalikan vektor nyamuk, antara lain dengan

menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya

sekali seminggu, mengganti/menguras vas bunga dan tempat

minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat

penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas

dan ban bekas di sekitar rumah, dan perbaikan desain rumah

(Arsunan, 2013).

b. Biologis

Secara biologis, vektor nyamuk pembawa virus dengue

dapat dikontrol dengan menggunakan ikan pemakan jentik dan


bakteri (Arsunan, 2013).

c. Kimiawi

Pengasapan (fogging) dapat membunuh nyamuk dewasa,

sedangkan pemberian bubuk abate pada tempat-tempat

penampungan air dapat membunuh jentik-jentik nyamuk

(Arsunan, 2013).

Selain Pencegahan ini dilakukan dengan kita menghindari

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Yang perlu kita ketahui adalah

bahwasannya nyamuk jenis ini akan aktif pada waktu pagi

hingga sore hari. Sehingga yang efektif adalah dengan

menghindari gigitan pada waktu tersebut. Berbeda dengan jenis

nyamuk lainnya yang aktif pada malam hari. Bila kita

mengetahui bahwa ada daerah yang telah terjangkit penyakit

demam berdarah ini maka kita menghindari daerah tersebut. Ada

juga mencegah demam berdarah yang dengan metoda

pengontrolan atau pengendalian vektornya dengan cara :

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang digalakkan

pemerintah. Hal lainnya adalah dengan pengelolaan sampah

padat dengan baik, dan perbaikan desain rumah.

2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk misalnya ikan

adu/ikan cupang pada tempat air kolam.

3. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

hidup dan berkembang biaknya jentik nyamuk misalnya

pada penampungan air seperti, gentong air, vas bunga,


kolam, dan sebagainya.

4. Melakukan pengasapan / fogging. Dan biasanya

dilaksanakan dengan petugas kesehatan dari dinas

kesehatan atau puskesmas terdekat.

5. Melakukan 3 M yaitu menguras, mengubur, menutup

(Arsunan, 2013).

A. Tinjauan Umum Upaya Pencegahan terhadap Kejadian Demam

Berdarah Dengue

1. Tinjauan Umum 3M (Menguras, menutup, mengubur)

kegiatan 3 M (menguras, menutup, mengubur) yakni menguras bak

mandi, bak wc, menutup TPA rumah tangga serta mengubur atau

memusnahkan barang-barang. Pencegahan DBD melalui metode

lingkungan atau fisik untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara

lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan

sampah padat, modifikasi tempat perkembangan nyamuk hasil

samping kegiatan manusia (Wirayoga, 2013).

a. Menguras Tempat Penampungan Air

Dengan Menguras bak mandi atau tempat penampungan air

sekurang-kurangnya seminggu sekali.

b. Menutup Tempat Penampungan Air

Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan

dengan peluang nyamuk Aedes aegytpi untuk hinggap dan

menempatkan telur-telurnya. Pada TPA yang selalu ditutup rapat,


peluang nyamuk untuk bertelur menjadi sangat kecil sehingga

mempengaruhi keberadaannya di TPA tersebut.

c. Mengubur Barang Bekas

Tempat perkembangbiakan nyamuk selain di tempat

penampungan air juga barang bekas yang memungkinkan air hujan

tergenang yang tidak beralaskan tanah, seperti kaleng bekas, ban

bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain yang dibuang

sembarangan tempat (Wirayoga, 2013).

5. Tinjauan Umum Penggunaan abate

Abatisasi adalah penggunaan larvasida temefos (Abate)

untuk memberantas larva Ae.aegypti. Temefos yang digunakan

berbentuk butir pasir (sand granules/SG) dengan dosis 1 ppm

artinya 1 bagian Abate dalam satu juta bagian air atau 1 gram

temefos SG 1% per 10 liter air. Abatisasi pada tempat

penampungan air mempunyai efek residu selama 2 – 3 bulan. Jadi

bila dalam 1 tahun suatu daerah dilakukan 4 kali abatisasi maka

selama setahun populasi Aedes akan terkontrol dan dapat ditekan

serendah-rendahnya (Mahardika, 2009).

Setelah Abate SG 1% dimasukkan ke dalam air maka

butiran akan jatuh sampai ke dasar dan racun aktifnya akan keluar

dari butiran tersebut lalu menempel pada pori-pori dinding

container setinggi permukaan air. Sebagian racun tersebut masih

tetap berada dalam air. Aplikasi Abate dilakukan sebagai berikut :

1. Aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan


yang tinggi di suatu daerah atau pada daerah yang belum

pernah terjangkit DBD.

2. Aplikasi II dilakukan 2 - 2½ bulan berikutnya (pada masa

penularan/populasi Aedes yang tertinggi).

3. Aplikasi III dapat dilakukan 2 - 2½ bulan setelah aplikasi II

(Mahardika, 2009).

Satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter air.

Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate

ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah.

Setelah ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada

dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan

sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Mahardika,

2009).

Abatisasi / pemakaian larvasida merupakan praktik

penggunaan/menabur bubuk abate di TPA yang ada dalam

rumah, seperti: bak mandi/wc, gentong, ember/baskom,

dan tempayan.dan Menabur bubuk abate minimal 3 bulan

(Sari, 2013)

4. Tinjauan Umum Pemeliharaan ikan pemakan jentik

Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian

biologis dilakukan dengan memggunakan kelompok hidup, baik

dari golongan mikroorganisme, hewan invertebrate atau hewan

vetebrata. Sebagai pengendalian hayati, dapat berperan sebagai

pathogen, parasit atau pemasangan. Beberapa jenis ikan, seperti


ikan kepala timah, ikan gabus adalah pemangsa yang cocok untuk

larva nyamuk (Soegijanto, 2006).

Dari cara pengendalian vector demam berdarah dengue

tersebut ternyata tidak satu pun cara yang 100% memuaskan.

Karena itu konsep pengendalian terpadu dengan melibatkan semua

cara dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi biologis,

bionomis, ekologis vektornya, serta mempertimbangkan

keuntungan dan kerugiannya baik dari segi biaya dan pengaruhnya

terhadap kualitas lingkungan hidup (Soegijanto, 2006).

Secara khusus, rumah yang memiliki kolam dan terdapat

genangan air yang tetap, disarankan memelihara ikan kepala timah

(panchx). Hal ini dimaksudkan agar ikan tersebut dapat memakan

jentik nyamuk aedes yang terdapat dalam genangan air (Arsunan,

2013).

2. Tinjauan Umum penggunaan obat anti nyamuk

Penggunaan obat anti nyamuk yang efektif dilakukan pada

waktu pagi hingga sore hari. Ini dikarenakan jenis nyamuk Aedes

aegypti aktif mengigit pada waktu tersebut.

Terdapat beberapa jenis obat nyamuk yang dapat digunakan

untuk menghindari gigitan nyamuk, antara lain lotion anti nyamuk,

obat anti nyamuk bakar, obat anti nyamuk semprot, dan obat anti
nyamuk elektrik (Indri, 2011).

a. Lotion Anti nyamuk/mosquito Repellent

Cara menghindari nyamuk yang paling baik adalah dengan

Pemakaian anti nyamuk berbentuk lotion , cream ataupun

pakaian yang dapat melindungi tubuh dari gigitan nyamuk.

Hampir semua lotion anti nyamuk yang beredar di Indonesia

berbahan aktif DEET (Diethil toluamide) yang merupakan

bahan kimia sintesis beracun dalam konsentrasi 10-15 %. Lotion

nyamuk bersifat mencegah dan mengusir nyamuk. Daya

tahannya tergantung dari masing-masing produk (mulai dari 4

hingga 8 jam). Biasanya batas waktu tersebut dicantumkan

dalam kemasan. Di Indonesia, lotion anti nyamuk yang

mengandung DEET 10-15% dan diklaim pada produsernya

(pada Kemasan) dapat bertahan 6-8 jam. lotion ini digunakan

saat mau tidur dengan cara mengoleskan lotion pada seluruh

daerah kulit yang tidak tertutupi pakaian (Indri, 2011).

b. Obat nyamuk Bakar

Obat anti nyamuk bakar berfungsi membunuh nyamuk melalui

asap yang dikeluarkan pembakaran. Bahan aktif dalam yang

terurai dalam bentuk asap punya risiko membahayakan

kesehatan yang lebih tinggi, karena masuk ke paru. Obat

nyamuk ini sama sekali tidak dianjurkan sepanjang malam. Pada

anak yang kecenderungan asma, obat nyamuk ini bias


memperparah penyakitnya. Selain asapnya dapat menyebabkan

pedih di mata, juga bias menyebabkan batuk-batuk dan sesak

nafas, bila menggunakan obat nyamuk ini , sebaiknya dibakar

kira-kira 6-8 jam sebelumnya agar asapnya tidak langsung

terhirup (Indri, 2011).

c. Obat anti nyamuk semprot

Obat nyamuk ini berbentuk cair dengan sifat membunuh

nyamuk. Cairan yang dikeluarkan melalui penyemprotan akan

membunuh nyamuk. Aneka zat yang terdapat dalam cairan obat

nyamuk ini butuh waktu untuk turun ke lantai atau menyatu

dengan udara ruangan. Oleh karena itu, penyemprotan dilakukan

sekitar 2-3 jam sebelum masuk ruangan atau kamar tidur. Bila

aroma obat nyamuk tidak tercium lagi, aman untuk masuk

ruangan. Obat anti nyamuk cair semprot disemprotkan ke dalam

ruangan secara merata secukupnya, lalu tutup pintu dan jendela

ruangan agar efek kerjanya lebih baik (Indri, 2011).

d. Obat anti nyamuk elektrik

Efektif yang diambil dari obat nyamuk jenis ini adalah

aromanya. Bau dari yang ditimbulkan dari obat ini pertanda

zat aktifnya sedang bekrja. Kendati dalam dosis kecil, obat

nyamuk jenis ini pun mengamdung bahan aktif. Alat ini

mengelurakan aroma tertentu yang tidak disukai nyamuk baik

dengan cara memanaskan atau menyemprotkan aroma ke

lingkungan sekitar. Alat ini membutuhkan tenaga listrik untuk


dapat bekerja (Indri, 2011).

Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih

menjadi masalah kesehatan di masyarakat luas pada umumnya. Hal

ini dikarenakan wabah dari penyakit ini masih saja menyebar di

lingkungan masyarakat. Dalam pelaksanaan Program

pemberantasan Demam Berdarah Dengue diterapkan strategi utama

dengan melakukan pemberantasan nyamuk penularan DBD yang

terkenal sebagai upaya pemberantasan vektor. Pengendalian vektor

intensif mencakup kegiatan 3M (menguras,mengubur dan

menutup), penggunaan abate, pemeliharaan ikan pemakan jentik,

penggunaan obat nyamuk. Upaya pencegahan dan pemberantasan

penyakit DBD yang tepat guna dilakukan pada stadium jentik

nyamuk Aedes aegypti.

Secara rinci variabel - variabel yang akan diteliti pada

penelitian ini sebagai berikut :

1. Tindakan 3 M

Tindakan 3M merupakan pencegahan yang efektif dan efisien

terhadap nyamuk aedes. Tindakan ini sudah biasa dilakukan oleh

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Namun untuk

masyarakat sendiri kurang menyadari bahwa tindakan 3M

merupakan kegiatan yang apat memberantas nyamuk Aedes

aegypti. Berikut merupakan Tindakan 3M yaitu

1) Menguras tempat-tempat penampungan air dengan

menyikat dinding bagian dalam dan dibilas paling sedikit


seminggu sekali,

2) Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa

sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa,

3) mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas atau

sampah yang dapat menampung air hujan. Yang paling penting

dari cara tersebut adalah menggugah dan meningkatkan kesadaran

masyarakat agar mau memperhatikan kebersihan lingkungannya

seperti melakukan 3M.

2. Penggunaan Abate

Cara memberantas jentik Aedes aegypti secara kimiawi dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik, salah satunya berupa butiran

pasir temefos 1% yang sering dikenal dengan nama bubuk abate.

Abatisasi / pemakaian larvasida merupakan praktik penggunaan/menabur

bubuk abate di TPA yang ada dalam rumah, seperti: bak mandi/wc,

gentong, ember/baskom, dan tempayan. Bubuk abate ditabur minimal tiga

bulan sekali.

Bubuk abate ini dapat ditemukan di puskesmas. Dan biasanya

dibagikan secara gratis oleh petugas puskesmas, yang merupakan salah

satu program pemberantasan penyakit demam berdarah.

3. Penggunaan Obat Anti Nyamuk

Obat nyamuk merupakan zat kimia yang berfungsi mencegah

gigitan nyamuk dan juga membunuh nyamuk dewasa yang digunakan

pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Obat nyamuk ini dapat dengan

mudah ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat.


Sehingga kegiatan ini sangat efisien untuk digunakan.

B. Kerangka Teori

Tindakan 3M

 Menutup
 Menguras
 Mengubur

Kejadian demam
Dengue

Penggunaan abate

Pemeliharaan ikan pemakan


jentik

Penggunaan obat anti nyamuk

(Sumber : Arsunan, 2013)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

1. Menutup tempat penampungan Kejadian Demam Berdarah


air Dengue
2. Menguras tempat penampungan
air
3. Mengubur barang-barang bekas
4. Memakai obat anti nyamuk
5. Menabur bubuk abate
6. Menggunakan Kelambu
7. Menggantung Pakaian

B. Hipotesis

Hipotesis Null (H0)

a. Tidak ada hubungan antara Mengubur barang bekas dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

b. Tidak ada hubungan antara Menutup tempat penampungan air dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

c. Tidak ada hubungan antara Menguras penampungan air dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.


d. Tidak ada hubungan antara penggunaan abate dengan Kejadian Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

e. Tidak ada hubungan antara pemeliharaan ikan pemakan jentik dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

f. Tidak ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan

Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

g. Tidak ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan Kejadia Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam

h. Tidak ada hubungan antara menggantung pakaian dengan kejadian Demam

Berdarah dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam

Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara tindakan Mengubur barang bekas dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

b. Ada hubungan antara tindakan Menutup penampungan air dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

c. Ada hubungan antara tindakan Menguras penampungan air dengan

kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam.

d. Ada hubungan antara penggunaan abate dengan kejadian Demam Berdarah

Dengue di Kelurahan Mangsang kota Batam.

e. Ada hubungan antara pemeliharaan ikan pemakan jentik dengan kejadian

Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang kota Batam

f. Ada hubungan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang kota Batam.


g. Ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang kota Batam

h. Ada hubungan antara menggantung pakaian dengan kejadian Demam

Berdarah Dengue di Kelurahan Mangsang Kota Batam

C. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode survei analitik

dengan desain pendekatan case control yaitu suatu penelitian dengan cara

membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status paparannya (retrospektif). Rancangan tersebut bergerak dari akibat

(penyakit) ke sebab (paparan). Untuk mengetahui upaya pengendalian DBD

dengan 3M plus terhadap kejadian Demam berdarah dengue di Kelurahan

Mangsang tahun 2016.

 Kasus

Kasus adalah suatu responden yang menjadi penderita Demam

Berdarah Dengue.

 Kontrol

Kontrol adalah suatu variabel yang tidak dipengaruhi oleh faktor luar

yang tidak diteliti.

 Besar Sample

Menentukan besar sampel menurut arikunto bisa menggunakan rumus

1:1, berdasarkan jumlah sample terdapat 43 penderita Demam Berdarah

Dengue dan 43 kontrol. Sesuai dengan teori Arikunto 2010.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Mangsang Kecamatan Sei.Beduk tanggal

13 Juni – 07 Agustus kota Batam Tahun 2016


E. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita Demam Berdarah

Dengue yang terdaftar berdasarkan data di wilayah kerja Puskesmas Sei. Pancur

Kelurahan Mnagsang Kecamatan Sei.Beduk tahun 2016 yaitu sejumlah 43 orang.

a. Populasi Kasus

Populasi kasus adalah orang penderita Demam Berdarah Dengue pada bulan

Januari–Mei tahun 2016 yang terdaftar dan bertempat tinggal di Kelurahan

Mangsang Kecamatan Sei beduk sejumlah 43 orang.

b. Populasi kontrol

Populasi kontrol adalah orang yang tidak menderita Demam Berdarah

Dengue pada bulan Januari–Mei tahun 2016 yang terdaftar berdasarkan data dan

bertempat tinggal di Kelurahan Mangsang Kecamatan Sei.Beduk.

F. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Dari pengambilan sampel yang akan dilakukan kepada masyarakat

Kelurahan Mangsang Kota Batam kasus sebanyak 43 orang yang menderita

Demam Berdarah Dengue dan kontrol 86 orang yang tidak menderita Demam

Berdarah Dengue maka peneliti melakukan perhitungan populasi dengan

menggunakan rumus sampel.

G. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah seluruh masyarakat kelurahan Mangsang kecamatan


Sei.Beduk kota Batam. Adapun kriteria retrikasi terbagi menjadi dua yaitu

sebagai berikut :

1. Kriteria Kasus

a. Inklusi

Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subyek pennelitian pada pupulasi target

pada populasi terjangkau ( Sastroasmoro, 2011). Kriteria inklusi pada penelitian

ini adalah :

- Menderita penyakit Demam berdarah dengue

- Bersedia menjadi responden

- Masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangsang.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Ekslusi yaitu kriteria dimana subjek yang memenuhi kriteria inklusi

harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab (Sastroasmoro, 2008).

- Tidak bersedia menjadi responden / menolak

- Pindah tempat pada saat dilakukan penelitian.

- Tidak hadir pada saat pengambilan data

- Bukan masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Mangsang.

2. Kriteria Kontrol

a. Inklusi

- Tidak menderita penyakit Demam berdarah dengue

- Bertempat tinggal di Kelurahan Mangsang.

b. Eksklusi

- Tidak bersedia menjadi responden


H. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Hasil Ukur Ukur Alat Ukur

Operasional

1. Kejadian Demam berdarah 2.Positif Demam Nominal Data diambil

Demam dengue adalah Berdarah Dengue berdasarkan

Berdarah penyakit infeksi (HI Test positif/ data

Dengue yang disebabkan Dengue Rapid dari

virus dengue. Test (ELISA IgM/ Puskesmas

IgG) positif) Sei. Pancur

1. Negatif Demam Kelurahan

Berdarah Dengue Mangsang

(Direktorat Jend PP Januari-Mei

& PL, 2005:8) 2016.

2. Kebiasaan Suatu upaya 1.Ya apabila Nominal Data yang

menutup pencegahan tempat menutup tempat diambil

tempat penampungan air. penampungan air berdasarkan

penampungan rapat-rapat kuesioner,

air 0.Tidak apabila wawancara

tidak memenuhi dan

syarat tersebut observasi


3. Kebiasaan Membersihkan, 1.Ya, apabila Nominal Data yang

menguras menguras tempat menguras tempat diambil

tempat penampungan air. penampungan air berdasarkan

penampungan minimal seminggu kuesioner,

air sekali, dengan wawancara

menggunakan sikat dan

dan sabun observasi

0.Tidak, apabila

tidak memenuhi

syarat tersebut

4. Kebiasaan Mengubur semua 1.Ya apabila Nominal Data yang

mengubur barang-barang mengubur diambil

barang-barang bekas yang tidak barang-barang berdasarkan

bekas digunakan. bekas kuesioner,

sebelum tertampung wawancara

air hujan. dan

2.Tidak apabila observasi

tidak memenuhi

syarat tersebut
5.Kebiasaan Masyarakat 1.Ya apabila Nominal Data yang

memakai obat memakai memakai diambil

anti nyamuk obat anti nyamuk obat anti nyamuk berdasarkan

saat beraktivitas. pada saat pergi kuesioner,

keluar wawancara

rumah dan tidur dan

pada observasi

pagi sampai sore

hari

0.Tidak apabila

tidak

memenuhi syarat

tersebut.

6. Menabur Menaburkan 1. Ya apabila Ordinal Data yang

bubuk Abate bubuk abate menabur Abate diambil

kedalam tempat sesuai takaran berdasarkan

penampungan dan aturan (1 kuesioner,

air. sdm peres (±10 wawancara

gram) untuk dan

100 liter air) observasi

pada tempat

penampungan

air
0.Tidak apabila

tidak memenuhi

syarat

Tersebut

7.Pemeliharaan Masyarakat yang 1.Ya apabila Nominal Data yang

ikan pemakan Memelihara ikan memelihara ikan diambil

jentik nyamuk pemakan jentik pemakan jentik berdasarkan

nyamuk sehingga (ikan kuesioner,

mengurangi resiko kepala timah, ikan wawancara

terjadinya DBD. gupi,ikan dan

cupang/tempalo observasi

dan lain-lain)pada

tempat

penampungan

air..

0.Tidak apabila

tidak memenuhi

syarat tersebut

I. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan melakukan

penelitian sendiri secara langsung (data primer) dan dengan data bantuan dari

berbagai pihak, dalam hal ini dari pihak puskesmas (data sekunder).

1) Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Jenis data yang
dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner oleh responden. Kuesioner

dibagikan kepada responden, kemudian peneliti mendampingi responden dalam

pengisian kuesioner untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengisian

kuesioner dan agar responden dapat memahami serta menjawab pertanyaan pada

kuesioner dengan jelas.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari pihak puskesmas yang

berhubungan dengan jumlah masyarakat yang berkunjung ke Kelurahan

Mangsang.

J. Teknik Analisis data

Dalam tahap ini data diolah dan dianalisa dengan teknik-teknik tertentu. Data

kualitatif diolah dengan teknik analisis kualitatif, sedangkan data kulitatif dengan

menggunakan teknik analisis kuantitatif.

Dalam melakukan analisis digunakan beberapa teknik yakni :

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dengan perhitungan statistik

sederhana berupa presentasi.

b. Analisis bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel-variabel bebas yang diduga

mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah

tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan tingkat

kemaknaanya adalah 95% (P>0,05) sehingga dapat diketahui ada atau tidak adanya

perbedaan yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program

komputer SPSS (Statiscal product and solusions) versi 16 for windows. Melalui

perhitungan uji Chi-Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan bila nilai P>α
(0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang merupakan tidak ada hubungan

bermakna antara variabel terikat denagn variabel bebas.

Anda mungkin juga menyukai