Anda di halaman 1dari 7

REFRESHING

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Pembimbing : Dr. Husna Amelz, Sp.OG

Disusun Oleh :

Dimas Adytia Purnama

2013730026

KEPANITRAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
2019
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANEMIA DALAM KEHAMILAN

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan


produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodiiusi. Ekspansi volume plasma merupakan
penyebab anemia fisiologik pada kehamilan. Voiume plasma yang terekspansi
menumnkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah (Hb), dan hitung eritrosit,
tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme
yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia fisiologik
dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga
meningkatkan perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke
janin. Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilanl, tetapi dapat terus meningkat sampai
minggu ke-372. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40 % lebih tinggi pada
ibu hamil dibandingkan perempuan yang tidak hamil. Penurunan hematokrit,
konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7
sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-l6 sampai ke-22 ketika
titik keseimbangan tercapais.

B. ANEMIA DEFISIENSI BESI


Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah
(eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodiiusi.
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik
di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan
janin yang cepat.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah yang
ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin
yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada
kehamilan, kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk
eritropoiesis, kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah
keseluruhannya dapat mencapai 900 mg atau setara dengan 2 lir.er darah. Oleh karena
sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah,
maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.

C. DEFISIENSI ASAM FOLAT

Pada kehamilan, kebutuhan folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat
karena transfer folat dari ibu ke janin yang menyebabkan dilepasnya cadangan folat
marernal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena kehamilan multipel, diet yang
buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik atau pengobatan antikonvLrlsi. Kadar estrogen
dan progesteron yang tinggi selama kehamilan tampaknya memiliki efek penghambatan
terhadap absorbsi folat. Defisiensi asam folat oleh karenanya sangat umum terjadi pada
kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan22.
Anemia tipe megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan penyebab kedua
terbanyak anemia defisiensi zat gizi. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang
disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel
megaloblastik yang khas untuk jenis anemia ini23. Selain karena defisiensi asam folat,
anemia megaloblastik juga dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12 (kobalamin).
Folat dan turunannya formil FH4 penting untuk sintesis DNA yang memadai dan
produksi asam amino. Kadar asam folat yang tidak cukup dapat menyebabkan
manifestasi anemia megaloblastik.

Gejala-gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah
kulit yang kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit
secara morfologis lebih besar (makrositik) dan perbandingan inti-sitoplasma yang
abnormal juga normokrom. MCH dan MCHC biasanya normal, sedangkan MCV yang
besar berguna untuk membedakan anemia ini dari perubahan fisiologik kehamilan atau
anemia defisiensi besi. Untuk MCV, adanya peningkatan saturasi besi dan transferin
serum juga bermanfaat. Neutropenia dan trombositopenia adalah akibat maturasi
granulosit dan trombosit yang abnormal. Tanda awal defisiensi asam folat adalah kadar
folat serum yang rendah (kurang dari 3 nglml). Namun, kadar tersebut merupakan
cerminan asupan folat yang rendah pada beberapa hari sebelumnya yang mungkin
meningkat cepat begitu asupan diperbaiki2a. Indikator status folat yang lebih baik
adalah foiat dalam sel darah merah2s, yang relatif tidak berubah di daiam eritrosit yang
sedang beredar di sirkulasi sehingga dapat mencerminkan Iap twrno'uer folat pada 2 - 3
bulan sebelumnya. Folat dalam sel darah merah biasanya rendah pada anemia
megaloblastik karena defisiensi folat. Namun, kadarnya juga rendah pada 50 7o
penderita anemia megaloblastik karena defisiensi kobalamin sehingga tidak dapat
digunakan untuk membedakan kedua jenis anemia ini.

Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali kongenital
janin, terutama defek pada penutupan tabung nevral (newral tube defects). Selain itu,
defisiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan pada jantung, saluran kemih, alat
gerak, dan organ 1ainnya26,27. Mutasi gen yang mempengaruhi enzim-enzim
metabolisme folat, tenrtama mutasi 677C --> T pada gen MTHFR, juga berpredisposisi
terhadap kelainan kongeniml28.

Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral


sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi
meskipun pasien mengalami pula malabsorbsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat
sedikitnya 400 pg folat per hari.

D. ANEMIA APLASTIK

Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan kehamilan,
tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa kasus, yang terjadi adalah
eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada sebelumnya oleh kehamilan dan hanya
membaik setelah terminasi kehamilan. Pada kasus-kasus lainnya, terjadi selama
kehamilan dan dapat kambuh pada kehamilan berikutnya. Terminasi kehamilan atau
persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi penyakit dapat memburuk
bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi terminasi kehamilan elektif,
terapi suportif, imunosupresi, atau transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.

E. PENCEGAHAN
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi
dan asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan
untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan. Namun, banyak literatur
mengan;'urkan dosis 100 mg besi setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada
kehamilan. Di wilayah-wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk
memberikan suplementasi sampai tiga bulan postpartum.

F. KOMPLIKASI
Hubungan antara konsentrasi Hb dan kehamilan masih merupakan lahan
kontroversi. Di negara-negara maju misalnya, tidak hanya anemia, tetapi juga
konsentrasi hemoglobin yang tinggi selama kehamilan telah dilaporkan meningkatkan
risiko komplikasi seperti kelahiran kecil untuk masa kehamilan (KMK) atau small-for-
gesational age (SGA), kelahiran prematur, dan mortalitas perinata.
Kadar Hb yang tinggi terkait dengan infark plasenta sehingga hemodilusi pada
kehamilan dapat meningkarkan penumbuhan janin dengan cara mencegah trombosis
dalam sirkulasi uteroplasental. Oleh karena itu, jika peningkatan kadar Hb
mencerminkan kelebihan besi, maka suplementasi besi secara rutin pada ibu hamil yang
tidak anemik perlu ditinjau kembali.

G. PENATALAKSANAAN
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28
kehanrilan pada ibu hamil yang belum mendapar besi dan nonanemik (Hb < 11 g/dl dan
feritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. Namun,
pada ibu hamil dengan kadar Hb yang normal (13,2 g/dl) mendapatkan peningkatan
risiko defisiensi tembaga dan zinc. Selain itu, pemberian suplementasi besi elemental
pada dosis 50 mg berkaitan dengan proporsi bayi KMK dan hipertensi maternal yang
lebih tinggi dibandingkan kontrol.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Klebanoff MA, Shiono PH, Selby JV, Trachtenberg AI, Graubard BI. Anemia and
sponraneous prererm birth. Am J Obstet Gynecol 1991; 164: 59-63
2. Scholl TO, Hediger ML, Fischer RL, Shearer JW, Anem.ia vs iron deficiency: increased
risk of prererm delivery in a prospective study. Am J Clin Nurr 1992;55:985-8
3. Knottnerus JA, Delgado LR, Ifuipschild PG, Essed GG, Smits F. Haematologic
parameters and pregnancy outcome: a prospective cohort study in the third trimester. J
Clin Epidemiol 1990; 43]. 461-6
4. Steer P, Alam MA, Vadsworth J, \flelch A. Relation between maternal haemoglobin
concenrrarion and birth weight in different ethnic groups. BMJ 1995;310:498-91
5. Cogswell ME, Parvanta I, Ickes L, Yip R, Brittenham GM. Iron supplementarion during
pregnancy, anemia, and birth weight: a randomized controlled rrial. Am J Clin Nutr 2OO3;78:
773-81
6. Janghorban R, Ziaei S, Faghihzadeh S. Evaluation of serum copper level in pregnant
women with high haemoglobin. IJMS 2006: 31: 170-2
7. Ziaet S, Norrozi M, Faghihzadeh S, Jafarbegloo E. A randomized placebo-controlled trial to
determine the effect of iron supplementation on pregnancy ourcome in pregnant women with
haemoglobin > 13.2 g/dL. Br J Obstet Gynaecol 2OO7; 114: 684-8

Anda mungkin juga menyukai