TINJAUAN PUSTAKA
BAB
II
b. Sampah sejenis rumah tangga, berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya
c. Sampah spesifik, sampah yang karena sifatnya, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
4. Secara garis besar komposisi sampah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Sejati, 2009) :
a. Sampah organik/basah
Sampah basah merupakan sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti
daun-daunan, sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, dan sisa buah.
Sampah jenis ini dapat terdegradasi secara alami
b. Sampah anorganik/kering
Sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terdegradasi secara alami.
Contohnya logam, besi, kaleng, plastik, karet, dan botol.
c. Sampah berbahaya
Sampah jenis ini berbahaya bagi manusia, seperti baterai, jarum suntik bekas,
limbah racun kimia,dsb. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus.
b. Sampah yang tidak mudah membusuk dan tidak mudah terbakar, seperti logam,
kaca, keramik dan sebagainya.
3. Sampah lembut
Sampah lembut yaitu sampah yang berasal dari berbagai jenis abu, merupakan
partikel-partikel kecil yang mudah beterbangan dan dapat mengganggu pernafasan
dan mata.
4. Sampah berbahaya
Sampah bila ditinjau dari tingkat bahayanya, dapat dibagi menjadi empat golongan,
yaitu:
a. Sampah patogen, yaitu sampah yang berasal dari rumah sakit atau klinik.
b. Sampah beracun, yaitu sampah sisa-sisa pestisida, kertas bekas pembungkus
bahan-bahan beracun dan sebagainya.
c. Sampah radioaktif, yaitu sampah dari bahan nuklir.
d. Sampah yang dapat meledak.
5. Sampah balokan(bulky waste)
Sampah balokan atau lebih dikenal dengan nama bulky waste sesuai dengan namanya
merupakan sampah yang berbentuk balokan. Contoh dari sampah ini adalah mobil
rusak, kulkas rusak, pahon tumbang, balok kayu dan sebagainya.
6. Sampah jalan
Sampah jalan yaitu sampah atau kotoran yang berserakan di sepanjang jalan, seperti
sisa-sisa pembungkus dan sisa makanan, kertas, daun dll.
7. Sampah binatang mati
Sampah binatang mati adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sampah yang
berasal dari bangkai binatang yang telah mati. Berbagai macam bangkai seperti
bangkai kucing, ayam, anjing, tikus dan sebagainya merupakan contohnya.
8. Sampah bangunan
Bagian dari bangunan yang telah tidak terpakai lagi akan menjadi sampah. Sampah ini
bisa terbentuk pada waktu pembangunana maupun pembongkaran bangunan.
Contohnya adalah potongan kayu, pecahan atap genteng, bata, buangan adukan dan
lain-lain.
9. Sampah industri
Sampah industri yaitu sampah yang berasal dari kegiatan industri, sampah jenis ini
biasanya lebih seragam bila dibandingkan dengan sampah jenis lainnya. Sampah
industri ada yang beracun bila mengandung logam-logam berat, sisa pestisida dan
sebagainya. Yang tidak berbahaya umpamanya sisa makanan karyawan, kertas dll.
10. Sampah khusus
Sampah dari benda-benda berharga atau sampah dokumentasi, misal rahasia patent
dari pabrik, surat rahasia negara dan sebagainya.
11. Sampah kandang / pemotongan hewan
Kotoran hewan, sisa-sisa makannya, kulit, sisa-sisa daging, tulang isi perut dan lain
sebagainya.
12. Sampah lumpur
Merupakan sampah setengah padat, yaitu lumpur selokan, riol, lumpur dari
bangunan pengolah air buangan, septik tank dan sebagainya.
Tabel 2.1.
Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Utama
Besaran
No Sumber Sampah
Volume (liter) Berat (kg)
1 Rumah permanen (org/hr) 2,25 – 2,50 0,35 – 0,40
2 Rumah semi permanen (org/hr) 2,00 – 2,25 0,30 – 0,35
3 Rumah non permanen (org/hr) 1,75 – 2,00 0,25 – 0,30
4 Kantor (pegawai/hari) 0,50 – 0,75 0,025 – 0,10
5 Sekolah (murid/hari) 0,10 – 0,15 0,01 – 0,02
6 Jalan protokol (m/hari) 0,10 – 0,20 0,02 – 0,10
7 Jalan kolektor (m/hari) 0,10 – 0,15 0,01 – 0,05
8 Jalan penghubung (m/hari) 0,05 – 0,10 0,005 – 0,025
9 Pasar (m2/hari) 0,20 – 0,60 1,00 – 3,00
10 Toko (petugas/hari) 2,50 – 3,00 0,15 – 0,35
Sumber : SNI 3242-2008
Tabel 2.2.
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
Volume Berat
No Klasifikasi Kota
(L/orang/hari) (kg/orang/hari)
1 Kota besar 2.75 – 3.25 0.70 – 0.80
2 Kota sedang 2.75 – 3.25 0.70 – 0.80
3 Kota kecil 2.5 – 2.75 0.625 – 0.70
Sumber : SNI 3242-2008
d. Sosial-ekonomi
Apabila keadaan ekonomi baik, maka akan besar pula timbulan sampahnya.
Sebaliknya pada keadaan ekonomi kurang baik, produksi sampah akan menurun
pula.
Data tentang jumlah produksi sampah adalah hal yang penting dalam pengelolaan
sampah. Menurut Tchobanoglous (1993), jumlah timbulan dari sampah dapat diprediksi
berdasarkan data yang telah terkumpul dengan menggunakan studi analisa tentang
karakterisrik sampah, penggunaan data-data sebelumnya, atau kombinasi dari kedua
pendekatan tersebut. Metode yang sering digunakan untuk menentukan jumlah produksi
sampah adalah (1) analisis beban, (2) analisis berat-volume, (3) analisis kesetimbangan
material.
1. Analisis beban
Dalam metode ini, jumlah dari masing-masing sumber dan data tentang karakteristik
limbah yang berhubungan dicatat dalam suatu rentang waktu tertentu. Jika
memungkinkan perlu dicatat juga data tentang berat dari sampah tesebut.
2. Analisis berat-volume
Metode ini dilakukan dengan pengukuran berat dan volume dari sampah yang
dihasilkan dengan alat ukur pada tiap sumber timbulan sampah. Dengan metode ini
akan didapatkan data spesifik dari berat dan volume sampah.
3. Analisis kesetimbangan material
Analisis kesetimbangan material untuk tiap sumber timbulan sampah adalah cara
untuk menentukan produksi dan pergerakan sampah dengan tingkat faliditas yang
tinggi. Berikut ini adalah diagram analisa kesetimbangan materi menurut
Tchobanoglous (1993).
Out flow
Timbulan sampah kota didapatkan dari hasil penjumlahan sampah yang berasal dari
seluruh sumber sampah baik dari kawasan perumahan, komersial, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan sumber lainnya yang telah dikonversikan dalam satuan yang sama (m3/hari atau
ton/hari). Berbagai faktor yang mempengaruhi timbulan sampah kota menurut
Darmasetiawan (2004) adalah jenis bangunan, tingkat aktifitas, jumlah dan kepadatan
penduduk serta kondisi sosial ekonomi suatu kota atau negara. Secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jenis bangunan yang ada
Jenis dan luas bangunan berpengaruh pada jumlah sampahnya. Makin luas suatu
bangunan makin banyak timbulan sampahnya.
2. Tingkat aktifitas
Jumlah sampah yang timbul pada setiap bangunan berhubungan langsung dengan
tingkat aktifitas oleh penghuninya, misalnya:
a. Bangunan pasar, makin beraneka ragam barang yang diperdagangkan maka makin
besar pula besar timbulan sampahnya
b. Perkantoran, makin banyak aktifitas yang dilakukan makin banyak timbulan
sampahnya.
c. Industri, makin besar kapasitas produksinya (aktifitas tinggi), makin banyak
timbulan sampahnya.
3. Jumlah dan kepadatan penduduk
Setiap pertambahan penduduk akan diikuti oleh kenaikan jumlah sampah. Demikian
juga dengan tingkat kepadatan penduduknya, makin padat penduduk yang tinggal di
suatu daerah makin banyak timbulan sampahnya. Karena tidak ada ruang lagi yang
dapat digunakan untuk mengelola sampah secara on site.
4. Sosial ekonomi dan budaya
Makin tinggi tingkat ekonomi suatu daerah, maka tingkat konsumsi masyarakatnya
pun akan semakin tinggi, sehingga laju timbulan sampahnya pun akan meningkat.
Demikian pula dengan budaya masyarakat setempat akan sangat berpengaruh pada
timbulan sampahnya. Mengingat kesulitan dalam pengkuantitatifan faktor yang lain,
maka faktor yang ditinjau dalam analisis prediksi timbulan sampah hanya faktor
penduduk dan pola hidup/tingkat sosial ekonomi. Lebih khusus lagi, adalah faktor
pertumbuhan penduduk dan peningkatan konsumsi akibat peningkatan pendapatan
masyarakat.
Gambar 2.2.
Piramida Hirarki Pengelolaan Sampah
Jumlah unit pengelola persampahan harus cukup memadai baik kualitas maupun
kuantitasnya sesuai dengan tugasnya. Dalam pengelolaan persampahan masalah kemampuan
manajemen dan teknik sangat diperlukan, oleh karena itu untuk tingkat pimpinan, sebaiknya
klasifikasinya harus mempertimbangkan faktor kemampuan (Dirjen Cipta Karya).
Jumlah kebutuhan staf tenaga pengelola persampahan harus memperhatikan:
1. Struktur Organisasi
2. Beban Tugas
Sedangkan jumlah tenaga operasional pengelolaan persampahan harus
memperhatikan:
1. Pengendalian
2. Jumlah peralatan
3. Rancangan operasional
4. Keperluan tenaga penunjang
5. Beban pengawasan
Untuk memudahkan perhitungan kebutuhan personil dapat dilakukan dengan
pendekatan setiap 1000 jiwa penduduk dibutuhkan 2 orang petugas (termasuk dari swadaya
masyarakat).
Kerjasama dan Kemitraan
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
disebutkan bahwa pemerintah daerah dapat melakukan kerjasama antar pemerintah daerah
dalam melakukan pengelolaan sampah. Kerjasama yang dimaksud dapat diwujudkan dalam
bentuk kerjasama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah dengan
pedoman pelaksanaannya diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri. Salah satu bentuk kerjasama antar pemerintah daerah dalam
melakukan pengelolaan sampah adalah dengan menerapkan sistem pengelolaan sampah
regional.
Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan
sampah. Kemitraan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian atau draft
kesepakatan bersama antara pemerintahanan daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang
bersangkutan, dengan tata cara pelaksanaannya mengacu pada peraturan perundang-
undangan.
5. Pendapatan dari penarikan tarif atau retribusi harus terkoordinasi dan tercatat secara
baik dan transparan serta diinvestasikan kembali untuk kepentingan pengelolaan
sampah.
Struktur biaya operasional pengelolaan sampah di suatu kota atau daerah
berdasarkan SNI 19-2454-2002 adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan 20 – 40 %
2. Pengangkutan 40 – 60 %
3. Pembuangan akhir 10 – 30 %
Daerah dengan daya dukung lahan yang tinggi dan jauh dari rute pengangkutan mendapat
prioritas pengelolaan terakhir disamping itu prioritas pelayanan juga harus memperhatikan
kendala pembiayaan yang ada. Prioritas untuk daerah pelayanan adalah :
a. Daerah komersial, institusi, saluran/sungai, tempat umum, daerah yang berkembang
menjadi daerah pemukiman.
b. Daerah urban dengan kepadatan > 50 jiwa/ha.
c. Sistem Operasional Pengelolaan Sampah
Prinsip penanganan sampah adalah menjauhkan sampah dari sumber ke suatu
tempat pembuangan akhir. Secara umum sistem operasional pengelolaan sampah tersebut
dapat dilihatpada gambar berikut ini:
Timbulan Sampah
Pewadahan/
Pemilihan
Pengumpulan
Pemindahan Dan
Pengolahan
Pengangkutan
Gambar 2.4.
Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Berdasarkan SNI 3242-2008, jumlah wadah sampah per rumah minimal 2 buah,
dengan tujuan untuk memilah jenis sampah mulai di sumber:
a. Wadah sampah organik untuk mewadahi sampah sisa sayuran, sisa makanan, kulit
buah – buahan, dan daun – daunan menggunakan wadah dengan warna gelap.
b. Wadah sampah anorganik untuk mewadahi sampah jenis kertas, kardus, botol, kaca,
plastik, dan lain – lain menggunakan wadah warna terang.
Tabel 2.5.
Contoh Wadah dan Penggunaannya
Umur wadah (life
No. Wadah Kapasitas Pelayanan Keterangan
time)
1 Kantong 10 - 40 L 1 KK 2 - 3 hari Individual
plastik
2 Bin 40 L 1 KK 2 - 3 tahun Maksimal
pengambilan
3 hari 1 kali
3 Bin 120 L 2 - 3 KK 2 - 3 tahun Toko
4 Bin 240 L 4 - 6 KK 2 - 3 tahun
5 Kontainer 1000 L 80 KK 2 - 3 tahun Komunal
6 Kontainer 500 L 40 KK 2 - 3 tahun Komunal
7 Bin 30 - 40 L Pejalan 2 - 3 tahun
kaki,
Taman
Sumber: Damanhuri, 2010
2. Sistem Pengumpulan
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara pengumpulan
dari masing - masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau
langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa melalui proses pemindahan (SNI 3242-
2008).Termasuk dalam sistem pengumpulan adalah penyapuan jalan atau pembersihan
selokan. Pola pengumpulan dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut:
3. Sistem Pemindahan
Pemindahan sampah merupakan tahap pemindahan sampah hasil pengumpulan ke
dalam alat pengangkut untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (SNI 3242-2008). Sarana
pemindahan radius pelayanan tiap lokasi maksimum 1 km. Lokasi pemindahan harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan seperti :
a. Letak harus memudahkan bagi sarana pengumpul dan pengangkut untuk masuk dan
keluar dari lokasi pemindahan.
No Uraian Transfer Depo Tipe I Transfer Depo Tipe II Transfer Depo Tipe III
3 Daerah Baik sekali untuk Daerah padat tapi masih Daerah yang sulit
Pemakai daerah yang mudah ada lahan mendapat lahan
mendapat lahan yang kosong dan
daerah protokol
Sumber: SNI 19-2454-2002
4. Sistem Pengangkutan
Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau
langsung dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir (SNI 3242-2008). Menurut SNI
19-2454-2002 pola pengangkutan dapat dilakukan dengan metode :
a. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to
door) dengan prinsip:
Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama untuk
mengambil sampah
Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya
sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya
Selanjutnya diangkut ke TPA sampah
Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah berikutnya,
sampai terpenuhi ritasi yang ditetapkan.
b. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan sampah dengan transfer depo,
dengan prinsip :
Dari pool alat angkut keluar langsung ke lokai pemindahan unuk mengangkut
sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) alat pengangkut kembali ke transfer depo,
mengambil sampah untuk ritasi selanjutnya.
c. Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer, dibagi menjadi :
Sistem kontainer yang diangkut.
Sistem Kontainer yang Diganti
Sistem Kontainer Tetap
Berdasarkan SNI 19-2454-2002 persyaratan peralatan dan perlengkapan yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, minimal ditutup dengan jaring
b. Tinggi bak maksimum 1,6 m
c. Sebaiknya ada alat ungkit
d. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui
e. Disesuaikan dengan kemampuan dana pengadaan dan teknik pemeliharaan
Sampah
Muka tanah
kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara,
sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter (UU No. 18 Tahun 2008).
Metode ini merupakan perbaikan dari open dumping, dimana sampah secara
bertahap ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi kemungkinan gangguan
pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Selain itu perlu dilakukan usaha
proteksi pencemaran leachate dan gas dengan cara yang sederhana seperti:
Pengumpulan leachate didasar TPA, Pengumpulan dan penyaluran gas methane,
Pengolahan leachate di dalam kolam-kolam, Pemagaran lokasi dan sistem drainase
merupakan fasilitas tambahan. Pada akhir pengoperasiannya TPA ini semua timbunan
sampah akan tertutup oleh lapisan tanah (Sudirman, 2005).
Fasilitas yang diperlukan antara lain :
a. Jalan masuk lokasi TPA.
b. Jalan operasi didalam TPA.
c. Tempat penimbangan.
d. Pos jaga.
e. Memenuhi standart sebagai lokasi TPA.
f. Saluran drainase.
g. Tanah penutup berkala.
h. Konstruksi kedap air (lempung).
i. Pipa pengumpul lindi.
j. Pipa ventilasi gas.
k. Instalasi pengolahan lindi.
l. Kendaraan pengangkut sampah.
m. Peralatan berat
Langkah yang dilaksanakan dalam pengelolaan akhir sampah sistem Controlled
Landfill adalah :
a. Penyiapan lahan Tempat Pengelolaan Akhir.
Pembuatan petak Tempat Pengelolaan Akhir.
Pekerjaan penggalian dan pengurugan tanah.
b. Pemusnahan Sampah
Pembuangan sampah yang diturunkan dari truk sampah ke lahan yang
telah disediakan.
Penyebaran sampah dengan tenaga manusia atau alat lainnya.
Pemadatan sampah dengan alat-alat berat.
Muka Tanah
sampah. Selain itu upaya pengendalian leachate dan gas lebih baik/aman dari
sebelumnya. Kelemahan dari metode ini adalah biaya operasi dan pemeliharaan yang
mahal sehingga umumnya Pemerintah Daerah belum mampu melaksanakannya
(Sudirman, 2005).
Fasilitas yang diperlukan
a. Jalan masuk lokasi TPA.
b. Jalan operasi didalam TPA.
c. Tempat penimbangan.
d. Pos jaga.
e. Saluran drainase.
f. Konstruksi kedap air (lempung).
g. Tanah penutup harian/rutin.
h. Pipa pengumpul lindi.
i. Pipa ventilasi gas
j. Instalasi pengolah lindi.
k. Kendaraan pengangkut sampah.
l. Peralatan berat
Kebaikan Sanitary Landfill :
a. Sistem ini sangat fleksibel dalam penanganan saat terjadi fluktuasi dalam
jumlah timbulan sampah.
b. Mampu menerima segala jenis sampah sehingga mengurangi pekerjaan
pemisahan awal sampah.
c. Memberikan dampak positif bagi estetika kota, yang mungkin timbul akibat
adanya sampah dapat dieliminasi.
d. Adanya penanganan khusus untuk leachate dan gas hasil dekomposisi
sampah agar tidak mencemari lingkungan.
e. Luas lahan yang dibutuhkan untuk sistem sanitary landfill lebih kecil dari pada
sistem open dumping karena pengurangan volume akibat pemadatan
Kekurangan Sistem Sanitary Landfill :
a. Metode yang diterapkan cukup kompleks, sehingga memerlukan peralatan
dan konstruksi khusus.
b. Biaya pembangunan awal cukup mahal.
Muka Tanah
Muka Tanah
Pipa Penangkap Leadhate
mengalirkan limpasan air hujan agar keluar dari TPA. Sedangkan drainase
operasional dibuat pada zone yang akan dioperasikan, sekitar pembentukan
sel-sel menuju ke arah saluran drainase tetap, setelah sel selesai tidak
diperlukan lagi.
e. Pagar kerja
Berfungsi untuk mencegah masuknya binatang atau manusia yang tidak
berkepentingan serta untuk mencegah sampah plastik/ kertas beterbangan
keluar lokasi TPA dan juga berfungsi sebagai pembatas wilayah operasional
TPA dan untuk menjaga keamanan lingkungan TPA.
f. Papan nama
Berisi nama TPA, lokasi TPA, jenis sampah dan pengolahan sampah di TPA,
pengelola, dan waktu kerja.
g. Zona Penyangga
Berupa jalur hijau/ pagar tanaman sekitar TPA dengan jenis tanaman tinggi
dan kerapatan pohon 2-5 m. Selain itu juga untuk menjaga estetika TPA.
Fasilitas Perlindungan Lingkungan
Fasilitas TPA yang harus ada meminimasi dampak lingkungan di sekitar TPA,
antara lain:
a. Saluran Pengumpul Lindi
Berfungsi unutuk menangkap perkolasi lindi dari timbunan sampah. Terdiri
dari saluran primer dan sekunder. Saluran sekunder akan menerima aliran
dari dasar lahan sedangkan saluran primer berupa pipa yang menuju bak
pengumpul lindi. Pengaliran secara gravitasi.
b. Sistem Pengolahan Lindi
Berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan pencemar
dalam lindi agar dapat dibuang ke badan air penerima tanpa mencemari.
c. Ventilasi Gas
Berfungsi untuk mengalirkan dan mengurangi akumulasi tekanan gas, baik
secara vertikal maupun horisontal. Berupa pipa ventilasi yang dipasang dari
dasar TPA secara bertahap pada setiap lapisan sampah.
d. Sumur Uji
Berfungsi untuk mengetahui apakah terjadi perubahan kualitas air tanah
akibat operasi TPA, lokasi sebelum lokasi penimbunan sampah, lokasi di kuar
area penimbunan dan lokasi setelah penimbunan.
5. Asas Kesadaran
Dalam pengelolaan sampah, pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap
orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan
menangani sampah yang dihasilkannya.
6. Asas Kebersamaan
Pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan.
7. Asas Keselamatan
Pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia.
8. Asas Keamanan
Pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai
dampak negatif.
9. Asas Nilai Ekonomi
Sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat
dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah.
Klasifikasi I II III IV
No Pengelolaan 80 81-500 501-2000 > 2000
Jenis Peralatan Rumah Rumah Rumah Rumah
4 Transfer depo I
Transfer depo II 1 buah 1 buah >1 buah
Transfer depo III >1 buah
5 Kebutuhan personil
Pengumpul 1 4 16 >16
Pengangkutan, 6 8 >8
Pemrosesan Akhir & staf
administrasi
Sumber: SNI3242-1008