Anda di halaman 1dari 44

TEKNIK PEMERIKSAAN

RADIOLOGI INTRAVENOUS PYELOGRAPHY DI


INSTALASI RADIOLOGI RS MURNI TEGUH

Disusun Untuk Memenuhi Matrikulasi Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan II

Dosen Pengampu
YETI KARTIKASARI, ST, M.Kes

Dibuat Oleh :

MARLINA PONTI RS
NIM : P1337430219062

PROGRAM STUDI DIV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DANRADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Laporan ini

disusun untuk memenuhi semester pendek mata kuliah praktek kerja lapangan II

dengan judul “Teknik Pemeriksaan Radiologi Intravenous Pyelography di Instalasi

Radiologi RS Murni Teguh” dapat diselesaikan.

Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak

yang secara langsung telah membantu dalam membantu dalam penulisan laporan ini.

Akhir kata penulis mengharapkan agar laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis bagi

pembaca pada umumnya.

Semarang, Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2

1.3 Tujuan Penulisan .................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Urinari ...................................................... 4

2.1.1 Ginjal ......................................................................... 5

2.1.2 Ureter ......................................................................... 9

2.1.3 Visikaurinar ............................................................. 11

2.1.4 Proatat ...................................................................... 12

2.1.5 Urethra ..................................................................... 13

2.2 Patologi Sistem Urinari ....................................................... 14

2.2.1 Hydronephrosis ........................................................ 14

2.2.2 Urolithiasis ............................................................... 14

2.3 Prosedur Pemeriksaan .......................................................... 15

2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan......................................... 15

iii
2.3.2 Indikasi Pemeriksaan ............................................... 16

2.3.3 Persiapan Pasien ...................................................... 17

2.3.4 Prosedur Pelaksanaan ............................................... 18

2.3.5 Proyeksi Pemeriksaan............................................... 20

BAB III HASIL & PEMBAHASAN

3.1 Hasil ..................................................................................... 28

3.1.1. Identitas Pasien........................................................... 28

3.1.2. Persiapan Pasien ......................................................... 28

3.2 Hasil Radiograf ................................................................... 29

3.3 Hasil Bacaan Radiolog ......................................................... 30

3.4 Pembahasan Hasil Radiograf oleh Penulis ........................... 31

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan .......................................................................... 39

4.2. Saran ..................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 40

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tractus urinarius atau sistem urinaria sebagai salah satu sistem tubuh,

memiliki organ–organ kompleks dan rentan terhadap penyakit . terdapatnya

suatu kelainan atau penyakit (sebab patologis) pada sistem urinaria ini dapat

didiagnosa dengan menggunakan sinar – X atau yang dikenal dengan

pemeriksaan radiografi

Pada sistem urinari ini sering dijumpai kasus dengan

indikasi hydronephrosis maupun batu salulan kemih. Hydronephrosis adalah

dilatasi dari pelvis renalis dan calyces ginjal yang disebabkan dari adanya

obstruksi dari ureter atau pelvis renalis. Itu mungkin saja terjadi pada kedua

ginjal pada wanita ketika ureter-nya mengalami kompresi oleh fetus. Sebab

lainnya biasanya dikarenakan calculi di pelvis renalis atau ureter, tumor, dan

struktur atau abnormalitas bawaan (Bontrager, 2010). Calculi mungkin juga

berasal dari bagian saluran urinari lainnya (urolithiasis), tetapi paling banyak

muncul di ginjal, kondisi munculnya calculi pada ginjal ini

disebut nephrolithiasis.

Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk sistem

urinari ini khususnya pada bidang radiodiagnostik, seperti IVU

(Intravenous Urogram) atau biasa disebut dengan IVP

(Intravenous Pyelography), hypertensive IVU, retrograde urography, retrogr

ade cystography (cystogram), VCU (Voiding Cystourethrography),

1
dan retrograde urethrography. Untuk pemeriksaan umum dari sistem urinari

adalah pemeriksaan IVP, dimana dapat melihat keseluruhan fisiologis organ

sistem urinarinya. IVP dilakukan dengan pengambilan gambar secara serial

dengan ketentuan waktu yang tertentu. Biasanya pengambilan gambar

radiografi dilakukan sebanyak kurang lebih tujuh kali pengambilan gambar.

Pengambilan gamabar pertama yaitu untuk melihat persiapan pasien

dengan proyeksi abdomen anteroposterior pasien supine. Pengambilan

gambar radiografi yang kedua dilakukan satu menit setelah pemasukan media

kontras (nephrogram), kemudian lima menit post injection media kotras, dan

dilanjutkan lagi dengan 10-15 menit post injection media kontras dengan

posisi yang sama dengan nephrogram. Selanjutnya dilakukan 20 menit post

injection media kontras dengan proyeksi posterior oblique

dextra dan sinistra, dan pengambilan gambar radiografi

terakhit postvoid pasien dengan posisi erect maupun prone.(Bontrager,

2010).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah : “Bagaimana prosedur

pemeriksaan radiologi intravenous pyelography ?”

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah : “ Untuk mengetahui bagaimana

prosedur pemeriksaan radiologi intravenous pyelography.”

2
1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemeriksaan

radiologi intravenous pyelography.

1.4.2. Dapat digunakan sebagai tambahan referensi bahan ajar dan keperluan

pendidikan khususnya dibidang radiologi agar menjadi kearah yang

lebih baik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Sistem Urinari

Sistem urinari terdiri dari ginjal yang terus-menerus

menghasilkan urine 1-2 L per hari, dan berbagai saluran dan reservoir yang

dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh (Price, 2002).

Sistem urinari terdiri dari dua buah ginjal, dua ureter, satu vesika urinari, dan

satu urethra. Fungsi ginjal adalah membuang produk limbah dari darah,

memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, dan membuat substansi yang

mempengaruhi tekanan darah dan fungsi penting tubuh

lainnya. Urine dikeluarkan dari tubuh via sistem ekskretori.

Sistem urinari pria dan wanita memiliki struktur yang hampir sama. Pada

pria, beberapa struktur urinari juga memiliki fungsi reproduksi (Ballinger,

2013).

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Urinaria Aspek Anterior


(Drake, 2010)

4
2.1.1. Ginjal

Pada bagian posterior peritoneum terdapat ginjal yang

terletak pada salah satu sisi columna vertebra di posterior atas

abdomen. Ginjal terletak posterior dari spleen di sebelah kiri.

Tulang rusuk bawah melindungi ginjal dari tekanan lingkungan

luar.

Rata-rata ginjal orang dewasa berukuran kecil, dengan berat

sekitar 150 grams. Pengukurannya dengan panjang 4-5 inches (10-

12 cm), lebar 2-3 inches (5-7.5 cm), dan tebal 1 inch (2.5 cm).

Ginjal kiri sedikit lebih kecil tetapi lebih sempit dari yang kanan.

Meskipun memiliki ukuran kecil, paling sedikit satu fungsi ginjal

sangat penting untuk kesehatan normal. Kegagalan pada kedua

ginjal, kecuali jika dikoreksi, merupakan kematian yang tak

terelakkan.Otot besar pada salah satu

sisi columna vertebra dikarenakan bidang longitudinal ginjal yang

membentuk sudut vertikal sebesar 20° dengan midsagittal plane.

Otot besar ini berisi dua otot psoas major.

Pelindung luar ginjal disebut dengan sebutan kapsul renalis

(fibrous). Langsung dibawah sekeliling kapsul renalis masing-

masing ginjal adalak cortex, yang membentuk peripheral, atau

bagian luar ginjal. Dibawah cortex adalah struktur internal yang

disebut medulla, yang bergabung dari 8-18 kerucut

disebut pyramids renalis. Cortex secara periode terpendam

5
diantara pyramids untuk membentuk columna renalis, yang meluas

ke sinus renalis.

Pyramids renalis utamanya terkumpul tubulus-tubulus yang

berkumpul pada sebuah opening di papilla renalis (apex) dan aliran

kedalam calyx minor. Calyces tampak sebagai cekungan, tabung

pipih. Dari 4-13 unit calyces minor membentuk dua atau

tiga calyces major. Unit calyces major membentuk renal pelvis,

yang tampak dibentuk dari corong besar pipih. Masing-masing

meluas menjadi renal pelvis untuk selanjutnya menjadi ureter.

Jadi urine terbentuk di mikroskopik atau bagian pelvis dari ginjal

dan yang pada akhirnya mencapai ureter dengan melewati berbagai

duktus kolektivus, ke calyx minor, ke calyx major, dan kemudian

ke pelvis renalis.

Gambar 2.2. Anatomi Makroskopik Ginjal Irisan


Coronal (Gylys, 2009)

Struktur dan unit fungsi dari ginjal adalah

mikroskopik pelvis. Kira-kira satu miliar pelvis bera da diantara

masing-masing ginjal. Arteri-arteri kecil di cortex ginjal

6
membentuk berkas capiler yang kecil, disebut glomeruli. Darah

pada awalnya di filter melewati banyak glomeruli.

Arteri afferent menyuplai darah ke glomeruli,

dan arteri efferent membawa darah ke jaringan kapiler sekunder.

Masing-masing glomerulus dikelilingi oleh

kapsul glomerular (kapsul Bowman), yang berada pada

bagian proximal dari masing-masing pengumpul filtrasi pelvis.

Hasil filtrasi oleh glomerular berjalan dari kapsul glomerular ke

sebuah tubulus konvolutivus proximal, kemudian ke

otot descending dan ascending dari lengkung Henle, kemudian

ke tubulus konvolutivus distal, kemudian ke tubulus kolektivus, dan

akhirnya kedalam calyx minor. Hasil filtrasi ini disebut urine saat

mencapai calyx minor. Antara kapsul Bowman dan calyces minor,

lebih dari 99% hasil filtrasi diserap lagi kedalam sistem vena ginjal.

Secara mikroskopik, glomeruli, kapsul glomerular,

dan tubulus konvolutivis proximal dan distal dari banyak

pelvis berlokasidiantara cortex ginjal.

Lengkung Henle dan tubulus kolektivus berlokasi umumnya

diantara medulla. Pyramid renalis antara medulla umumnya

mengumpulkan tubulus-tubulus.

7
Gambar 2.3. Anatomi Makroskopik Ginjal
(Gylys, 2009)

Kebanyakan radiograf abdomen dilakukan pada ekspirasi

dengan pasien supine. Efek kombinasi ekspirasi dan

posisi supine mengakibatkan letak giinjal cukup tinggi di rongga

abdomen. Dibawah kondisi ini, ginjal normalnya terletak

dipertengahan antara prosesus xyphoideus dan crista iliaca. Ginjal

kiri normalnya terletak 1 centimeter lebih superior dibandingkan

dengan yang kanan. Batas atas dari ginjal biasanya setinggi antara

T11-T12. Batas bawah dari ginjal kanan kebanyakan sering

setinggi bagian atas L3.

Karena ginjal letaknya diantara kapsul yang berlemak,

ginjal cendrung bergerak keatas dan kebawah dengan

pergerakan diaphragm dan perubahan posisi. Ketika menghirup

napas dalam, ginjal normalnya turun sebanyak 1 inch (2.5 cm) atau

satu vertebra lumbar atau 5 centimeter (2 inches). Ketika berdiri

tegak, ginjal normalnya dapat turun lebih jauh, keadaan tersebut

disebut dengan nephroptosis.

8
Fungsi primer dari sistem urinari adalah

memproduksi urine dan mengeliminasinya dari tubuh. Selama

pembentukan urine, ginjal membuang limbah nitrogen, meregulasi

kadar air di tubuh, dan meregulasi keseimbangan asam basa dan

kadar elektrolit dari darah. Produk limbah nitrogen

seperti urea dan creatinine yang terbentuk selama metabolisme

normal protein. Penumpukan limbah nitrogen di darah

menghasilakn kondisi klinis yang dinamai uremia dan mungkin

indikasi dari disfungsi renalis.

Rata-rata asupan air untuk manusia selama 24 jam periode

adalah sebesar 2.5 L (2500 ml). Air ini dating dari cairan yang

tertelan dan makanan serta dari akhir produk metabolisme. Dari

jumlah yang banyak dari aliran darah yang melewati ginjal

setiapharinya, rata-rata menghasilkan 1.5 L (1500 ml) dari

pembentukan urine. (Bontrager, 2010).

2.1.2. Ureter

Sebagian besar masing-masing ureter terletak anterior dari

masing-masing ginjal. Ureter mengikuti lengkungan alami

dari columna vertebra. Masing-masing ureter awalnya melengkung

kedepan, mengikuti kurvatura lordotik lumbar, dan kemudian

melengkung kebelakang memasuki pelvis. Setelah masuk

kedalam pelvis, masing-masing ureter mengikuti lengkungan

9
sacrococcygeal sebelum masuk ke aspek posterolateral vesika

urinaria.

Pelvis renalis meninggalkan masing-

masing ureter pada hilum untuk menjadi ureter. Ureter panjangnya

berkisar dari 28-34 centimeter, dengan yang sebelah kanan

panjangnya lebuh pendek dari yang kiri.

Ureter berdiameter dari 1 milimeter hingga hampir

1 centimeter. Normalnya, ada tiga titik sempit disepanjang masing-

masing ureter. Jika batu ginjal singgah melewati dari ginjal

ke vesika urinari, itu mungkin dapat menjadi masalah ketika

melwati ketiga bagian tersebut.

Titik pertama adalah uretropelvic junction,

dimana pelvis renalis turun kedalam ureter yang kecil. Kedua, yang

dekat dengan pinggiran pelvis, ketika ureter melintasi vena iliaca.

Ketiga, adalah dimana ureter bergabung dengan vesika urinari,

disebut dengan ureterovesical junction, atau UV junction. Banyak

batu ginjal turun melewati ureter dan tersangkut pada ketiga area

tersebut, the UV junction, dan ketika berhasil melewatinya maka

akan masuk pada vesika urinari (Bontrager, 2010).

10
Gambar 2.4. Anatomi Ureter Aspek Anterior
(Messing, 2002)

2.1.3. Vesika Urinari

Vesika urinari adalah kantong musculomembranous yang

menerima dan menampung urine. Ketika kosong akan berbentuk

pipihan dan bentuknya lebih oval ketika saat penuh.Pada pria,

terdapat glandula yang mengelilingi urethra bagian proximal yang

disebut glandula prostate. Berada pada inferior vesika urinari dan

memiliki ukuran diameter 1.5 inches (3.8 cm) dan tingginya

1 inch (2.5 cm).

Fungsi vesika urinari adalah sebagai wadah untuk urine dan

dibantu oleh urethra, mengeluarkan urine dari tubuh. Normalnya,

urin berada didalam vesika urinari selamanya, tetapi dengan

jumlah mencapai 250 ml, kemudian rasa ingin kecing muncul.

Tindakan buang air kecil (voiding) normalnya dibawah kesadaran,

dan keinginan untuk kencing mungkin muncul ketika vesika

urinari tidak dapat mengosongkan isinya. Kapasitas

maksimal vesika urinari dimulai dari 350-500 ml. ketika vesika

11
urinari semakin penuh, maka keinginan ingin kencing semakin

besar. (Bontrager, 2010).

Gambar 2.5. Anatomi Vesika Urinaria Pria


(Tortora, 2012)

2.1.4. Prostate

Prostate memiliki bentuk seperti pyramidal dan merupakan

organ glandula dan fibromuscular. Panjang prostate kurang lebih

1.25 inches (3 cm) yang mengelilingi urethra. Pada

bagian superior prostate merupakan terusan dari leher vesika

urinari. Pada

bagian inferior merupakan apex dari prostate.Bagian anterior prost

ate dibatasi oleh lemak ekstraperitoneal terhadap symphysis pubis.

Pada bagian posterior berdampingan dengan organ rectum yang

12
dibatasi oleh fascia denonvillers, dan bagian lateral prostate

berdekatan dengan levantor ani (Ellis, 2006)

Gambar 2.6. Anatomi Prostat Aspek Lateral


(Garnick, 2010)

2.1.5. Urethra

Urethra terhubung dengan vesika urinari pada bagian

luarnya. Urethra keluar dari inferior tubuh ke symphysis pubis.

Urethra, mengiringi urine keluar dari tubuh. Urethra muncul pada

internal orifisium urethra di vesika urinari dan memanjang 1½

inches (3.8 cm) pada wanita dan 7-8 inches (17.8-20 cm) pada pria.

Seluruh sistem urinari berada pada bagian posterior atau

dibawah peritoneum. Menurut Graff (2001), pada urethra terdapat

spincter internal dan eksternal. Ginjal dan ureter merupakan

struktur retroperitoneal, dimana vesika urinari dan urethra

merupakan struktur inferoperitoneal. (Bontrager, 2010).

13
Gambar 2.7. Anatomi Urethra Aspek Anterior
(Junquiera, 2008)

2.2.Patologi Sistem Urinari

2.2.1. Hydronephrosis

Hydronephrosis adalah dilatasi dari pelvis renalis

dan calyces ginjal yang disebabkan dari adanya obstruksi

dari ureter atau pelvis renalis. Itu mungkin saja terjadi pada kedua

ginjal pada wanita ketika ureter-nya mengalami kompresi oleh

fetus. Sebab lainnya biasanya dikarenakan calculi di pelvis renalis

atau ureter, tumor, dan struktur atau abnormalitas bawaan.

(Bontrager, 2010).

14
2.2.2. Urolithiasis

Adalah keadaan dimana terdapat batu pada

sistem urinari khususnya pada saluran ekskretorinya. Batu yang

sering terbentuk dalam urine yang bersifat asam terdiri

dari kalsium oksalat, kristal asam urat,

atau sistin. Sistin (produk metabolit dari metionin) merupakan asam

amino alami yang paling sukar larut. Ekskresi sistin yang

berlebihan (sistinuria) dalam urine yang asam

mengakibatkan urolithiasis sistin. Batu yang sering terbentuk

dalam urine yang basa terdiri dari kalsium fosfat atau magnesium

ammonium fosfat (batu tripel fosfat atau struvit) (Price, 2002).

2.3.Prosedur Pemeriksaan

2.3.1. Persiapan Alat dan Bahan

a. Steril

1) Wadah benda tajam,

2) Tourniquets,

3) 70% isopropyl alcohol,

15
4) Needle No. 21 G,

5) Kasa steril,

6) Handscoon,

7) Media kontras,

8) Spuit 20 cc.

b. Non-Steril

1) Unit pesawat sinar-x,

2) Kaset ukuran 24 x 30 cm dan 35 x 43 cm,

3) Scanner atau reader,

4) Workstation,

5) Marker,

6) Printer.

2.3.2. Indikasi Pemeriksaan


g. Renal cell carcinoma,
a. BPH,
h. Hydronephrosis,
b. Bladder calculi,
i. Pyelonephritis,
c. Bladder carcinoma,
j. Hipertensi renalis,
d. Congenital anomalies,
k. Obstruksi renalis,
e. Cystitis,
l. Batu saluran kencing
f. Glomerulonephritis,
(Urolithiasis).

16
2.3.3. Persiapan Pasien

Dua hari sebelum pemeriksaan pasien makan makanan

rendah serat, rendah lemak dan rendah kolesterol seperti bubur

kecap, mie tanpa minyak dengan tujuan mengurangi persentasi

fermentasi didalam usus. Kemudian dua belas jam sebelum

pemeriksaan merupakan makan malam terakhir pasien dan pasien

mengkonsumsi obat pencahar, 1 tablet per 10 kg berat badan.

Pasien diperbolehkan banyak minum air putih. Pagi harinya, tiga

jam sebelum pemeriksaan pasien diberi pencahar eksternal 1-2

buah dimasukkan melalui anal. Pagi hari atau pada saat akan

pemeriksaan pasien diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu.

Dan selama proses persiapan ini pasien dianjurkan untuk tidak

boleh merokok dan mengurangi bicara. (Ballinger, 2013).

Selain persiapan pasien, ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan sebelum melakukan pemeriksaan IVP ini khususnya

bagi pasien. Pasien harus mengecek kadar BUN (Blood Urea

Nitrogen) dan creatinine serta GFR (Glomerular Filtration Rate) di

laboratorium. Creatinine merupakan produk limbah dari protein

daging dalam makanan dan dari otot-otot

tubuh. Creatinine dibuang dari darah oleh ginjal, dan BUN

merupakan konsentrasi serum atau plasma urea, yang ditentukan

dengan kandungan nitrogen, sebuah indikator penting dari fungsi

ginjal.

17
Urea adalah produk utama Nitrogen di

akhir metabolisme protein, dibentuk di hati dari asam amino.

Menurut Price (2002), gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan

melihat hubungan antara bersihan creatinine dengan laju

filtrasi glomerulus sebagai persentase keadaan normal,

terhadap creatinine serum dan kadar urea nitrogen darah.

Kadar creatinine normal berkisar dari 0.6-1.5 mg/100ml, BUN 10-

20mg/100ml, dan GFR 125 ml/menit/1.73m2 untuk pria sedangkan

untuk wanita 110 ml/menit/1.73m2.

2.3.4. Prosedur Pelaksanaan

Setelah pasien buang air kecil dan telah melakukan

persiapannya, maka akan dilakukan foto persiapan untuk melihat

persiapan pasien, posisi, dan faktor eksposi yang digunakan sudah

tepat atau belum. Foto ini menggunakan

proyeksi anteroposterior abdomen dengan posisi supine.

Setelah dilakukanya foto persiapan, selanjutnya pasien akan

dimasukan media kontras iodine melalui intravena. Pemasukan ini

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan bolus

injection atau drip infuse. Dengan bolus injection maksudnya

media kontras langsung dimasukan ke intravena langsung

menggunakan spuit dan needle. Sedangkan drip infuse,

18
menggunakan perantara infuse set yang telah terpasang

sebelumnya.

Setelah pemasukan media kontras, dilakukan

foto nephrogram yang dilakukan 1 menit yang terhitung mulai dari

pemasukan kontras. Proyeksi ini bertujuan untuk melihat kondisi

ataupun ada tidaknya trauma renal parenchyma. Posisi ini

dilakukan dengan proyeksi anteroposterior abdomen

pasien supine tetapi kolimasi yang diperkecil areanya, yaitu dengan

batas atas setinggi prosesus xyphoideus dan batas bawah pada

setinggi crista iliaca.

Setelah foto nephrogram selesai pasien difoto setelah 5

menit post injection. Ini merupakan foto yang bertujuan melihat

distribusi media kontras yang ada pada area pelvis renalis. Foto ini

menggunakan proyeksi anteroposterior pemeriksaan abdomen

dengan pasien supine. Setelah itu dilakukan untuk fase 10 atau 15

menit post injection. Dengan proyeksi dan posisi pasien yang sama

tetapi dengan tujuan yang berbeda yaitu untuk melihat

bagian ureter.

Proyeksi selanjutnya adalah

proyeksi oblique posterior dimana dengan tujuan melihat

bagian ureter juga tetapi pada aspek yang berbeda. Foto ini diambil

20 menit post injection dan dilakukan pada kedua sisi dexra

19
dan sinistra. Selain untuk melihat ureter, pada fase ini biasanya

juga berujuan untuk mengevaluasi bagian vesika urinari.

Terakhir setelah serial pengambilan foto selesai, pasien

diperintahkan untuk buang air kecil terlebih dahulu sebelum akan

difoto kembali dengan proyeksi anteroposterior abdomen untuk

mengevaluasi keluarnya media kontras dari dalam tubuh

(Bontrager, 2010).

2.3.5. Proyeksi Pemeriksaan

A. Proyeksi Anteroposterior Scout dan Series

1. Posisi Pasien

a) Pasien supine dengan bantal pada bagian bawah

kepala,

b) Kedua lengan berada pada samping tubuh,

c) Kemudian berikan alat fiksasi pada bagian

bawah genu agar tidak terjadi kram.

2. Posisi Objek

Atur midcoronal plane tegak lurus pada pertengahan IR

dan midsaggital plane sejajar den IR sehingga true lateral.

3. Central Point

Setinggi crista iliaca pada midsagittal plane.

4. Central Ray

Vertikal tegak lurus terhadap IR.

20
5. Focus Film Distance

40 inches atau setara dengan 100 cm.

6. Kaset

Ukuran kaset yang digunakan adalah 35 x 43 cm.

7. Kolimasi

Kolimasi diletakan pada area IR dan lebih kecil jika

memungkinkan.

8. Pernapasan

Ekspirasi dan tahan napas.

21
9. Kriteria Radiograf

Struktur yang akan tampak pada radiograf adalah:

a. Seluruh sistem urinari tervisualisasikan dari

bayangan renal bagian atas ke bagian distal vesika

urinari,

b. Symphysis pubis akan tampak pada

margo inferior IR.

B. Proyeksi Anteroposterior Nephrogram

1. Posisi Pasien

a) Pasien supine dengan bantal pada bagian bawah

kepala,

b) Kedua lengan berada pada samping tubuh,

c) Kemudian berikan alat fiksasi pada bagian

bawah genu agar tidak terjadi kram.

2. Posisi Objek

a) Luruskan midsagittal plane pada pertengahan IR,

b) Pastikan tidak adanya rotasi dari pelvis.

3. Central Point

Pada midsagittal plane setinggi antaraprocessus xhypoideus

dan crista iliaca.

4. Central Ray

10°-40° caudad.

22
5. Focus Film Distance

40 inches atau setara dengan 100 cm.

6. Kaset

Ukuran kaset yang digunakan adalah 24 x 30 cm.

7. Kolimasi

Kolimasi diletakan pada area seluas kaset

8. Pernapasan

Ekspirasi dan tahan napas.

9. Kriteria Radiograf

Tampak seluruh renal parenchym dengan masuknya

beberapamediakontras ke sistem pemngumpul.

23
C. Proyeksi Right dan Left Posterior Oblique

1. Posisi Pasien

Pasien posisi supine dan sebagian tubuh berotasi kearah

sisi dextra atau sinistra.

2. Posisi Objek

a) Rotasi tubuh 30° untuk kedua posisi R dan

L posterior oblique,

b) Flexikan sisi genu yang miring untuk menopang

tubuh,

c) Letakan lengan pada sisi yang miring dan melintang

pada dada bagian atas,

d) Atur pertengahan columna vertebra pada garis

tengah meja.

3. Central Point

Dipertengahan IR setinggi crista iliaca.

4. Central Ray

Vertikal tegak lurus terhadap IR.

5. Focus Film Distance

40 inches atau setara dengan 100 cm.

6. Kaset

Ukuran kaset yang digunakan adalah 35 x 43 cm.

7. Kolimasi

24
Kolimasi diletakan pada area IR dan lebih kecil jika

memungkinkan.

8. Pernapasan

Ekspirasi dan tahan napas.

9. Kriteria Radiograf

Struktur yang akan tampak pada radiograf adalah:

a) Ginjal pada sisi yang miring terletak sejajar terhadap

IR dan merupakan gambaran yang terbaik pada

masing-masing sisi oblique,

b) Sisi bawah ureter yang jauh dari spina akan tampak

terhalang oleh vertebra.

D. Proyeksi Anteroposterior Postvoid

1. Posisi Pasien

Pasien erect membelakangi IR atau prone pada meja

pemeriksaan.

25
2. Posisi Objek

a) Atur midsagittal plane pada pertengahan IR dengan

tanpa rotasi,

b) Posisi lengan menjauh dari tubuh,

c) Pastikan symphysis pubis masuk pada bagian bawah

IR,

d) Atur sedikit lebih rendah pada pasien pria karena

untuk memperlihatkan bagian prostate.

3. Central Point

Setinggi crista iliaca pada midsagittal plane atau I inch (2.5

cm) lebih bawah jika ingin menampakan bagian vesika

urinari.

4. Central Ray

Vertikal tegak lurus terhadap IR.

5. Focus Film Distance

40 inches atau setara dengan 100 cm.

6. Kaset

Ukuran kaset yang digunakan adalah 35 x 43 cm.

7. Kolimasi

Kolimasi diletakan pada area IR dan lebih kecil jika

memungkinkan.

8. Pernapasan

Ekspirasi dan tahan napas.

26
9. Kriteria Radiograf

Struktur yang akan tampak pada radiograf adalah:

a) Seluruh sistem urinari masuk dengan hanya

menampakan sisa media kontras yang masih

tertinggal di vesika urinari,

b) Seluruh bagian symphysis pubis tampak.

27
BAB III
HASIL & PEMBAHASAN

3.1. Hasil

3.1.1. Identitas Pasien

 Nama : Mr.X

 Umur : 63 Tahun

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 No.RM : 123456

 Tanggal Foto :20 Juni 2019

 Pemeriksaan : BNO/IVP

 Indikasi : Multiple Renal Stone D/S

3.1.2. Persiapan Pasien

 Persiapan pasien meliputi cek ureum dan kreatinin

 Pasien telah melakukan persiapan yang meliputi :

 Sehari sebelum pemeriksaan pasien makan bubur kecap

(makanan yang tidak berserat)

 Jam 20.00 pasien minum Dulcolax 2 butir

 Jam 22.00 pasien minum dulcolax sebelum tidur sebanyak

2 butir

 Jam 05.00 pagi masukkan 1 butir dulcolax suppositoria

melalui dubur atau anus

28
 Selama persiapan dilakukan pasien tidak diperboehkan

makan (puasa), tidak boleh banyak berbicara dan tidak

boleh merokok.

 Pasien boleh minum air putih agar terhindar dari dehidrasi

 Pasien datang ke ruang Radiologi dalam keadaan puasa

 Sebelum melakukan tindakan penyuntikan terlebih dahulu

pasien atau keluarga pasien untuk informed concent (surat

peretujuan) untuk dilakukannya tindakan pemeriksaan BNO/IVP

 Sebelum pemasukan kontras media positif secara intra vena

sebaiknya dilakukan skin test terlebih dahulu

3.2. Hasil Radiograf

5 MENIT

POLOS 15 MENIT

30 MENIT 45 MENIT POST VOID

29
3.3. Hasil Bacaan Radiolog

1. BNO

Pre peritoneal fat : Normal

Psoas line D/S : Normal, simetris

Kontur Hepar Lien : Normal

Distribusi udara usus : Normal hingga cavum pelvis dengan fecal

material

Kontur Ren D/S : Letak, bentuk dan ukuran normal

Tulang : Tampak Osteofit pada vertebrae

thoracolumbalis yang tervisualisasi, tidak

tmpak lesi litik/blastik.

Tampak bayagan batu radioopak meliputi multipel pada pole tengah

dan bawah ren kanan serta multipel pada pole bawah dan tengah ren

kiri.

Tampak penyempitan intervertebra space pada T12-L1, L1-2, L3-4,

L4-5 dan L5-S1 disertai vacum phenomenon.

2. IVU

Kontras water soluble dimasukkan intravena, dan tidak ada alergi

Fungsi sekresi, ekskresi, dan drainase ren D/S :normal, nephrogram

tampak pada menit ke-5, fungsi ekskresi dan

drainase ren kanan dan kiri tampak pada

menit ke-5.

30
Pelviocaliceal system D/S : Tampak calyectasis pada pole bawah ren

kanan dan kiri.

Ureter D/S : Caliber normal, mukosa regular, tidak

tampak kingking ureter.

Vesika Uinaria : Mukosa regular, tidak tampak indentasi

vesica urinaria, tidak tampak filling defect,

additional shadow. Pada post miksi tampak

residu urin minimal.

Kesimpulan :

 Calyectasis pole bawah ren bilateral e.c. Nephrolithiass ren bilateral

 HNP pada T12-L1, L1-2, L3-4, L4-5 dan L5-S1

 Spondylosis Thoracolumbalis.

3.4. Pembahasan Hasil Radiograf oleh Penulis

3.4.1. Foto Polos Abdomen

 Sebelum melakukan pemeriksaan dilakukan foto polos abdomen

yang fungsinya untuk mengetahui keadaan abdomen, apakah

banyak udara atau artefak yang akan mengganggu gambaran

selama pemeriksaan

 Untuk mengetahui keadaan awal dari abdomen sebagai bahan

penilaian expertise radiografi

 Untuk mengetahui kondisi faktor eksposi yang tepat

 Kaset : 35 x 43 cm

31
 CP berada di SIAS

 CR Tegak Lurus

 FFD = 1 meter

 Faktor eksposi kV= 72 , mAs = 20

 Hasil Gambar

 Kriteria Hasil Radiograf

 Tampak kedua kontur ginjal

 Tampak psoas line

 Tampak opasitas di area ginjal dextra dan sinistra

 Dari hasil radiograf persipan yang dilakukan pasien baik

tidak tampak artefak di daerah abdomen

 Densitas dan kontras baik

32
3.4.2. Fase Nefrogram 5 Menit

 Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron pada ginjal

( terisi minimal )

 5 menit setelah penyuntikan

 Kaset : 35 x 43 cm

 CP antara xypoideus dan umbilicus

 CR Tegak Lurus

 FFD = 1 meter

 Faktor eksposi kV= 72 , mAs = 20

 Hasil Gambaran :

 Kreteria Hasil

 Densitas dan kontras baik

 Tidak ada bagian neufron yang terpotong

 Kontras mengisi ginjal/ Calix sampai ureter proksimal

33
3.4.3. Fase Nefrogram 15 Menit

 Fase dimana kontras media memperlihatkan neufron, pelvis

renalis dan ureter proximal terisi maksimal ( Fungsi eksresi

ginjal yang terbendung )

 15 menit setelah penyuntikan

 Film 24x30 cm

 CP = Sedikit di atas umbilicus

 CR = tegak lurus

 FFD = 100 cm

 Hasil Radiograf

Catatan kenapa harus dilakukan kompresi :

 Untuk membendung kontras media yang dieksresikan ginjal

melalui ureter, sehingga nefron dan pelvis dapat mengembang

dengan baik.Cara melakukan kompresi :

 Letakkan 2 buah bola tenis / compression ball pada daerah

setinggi umbilicus / setinggi SIAS

34
 Compression bandage dikatikan pada ujung lain meja dan

compression ball ditekan dengan tuas pengungkit.

 Diukur tekanan bandage tidak terlalu kencang maupun

longgar.

 Kriteria Hasil

 Densitas dan kontras baik

 Tidak ada bagian neufron yang terpotong

 Kontras mengisi ginjal/ Calix sampai ureter proximal dan

distal , dan sedikit vesica urinaria

3.4.4. Fase Ureter 30 Menit

 Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan

ureter proksimal terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi

kandung kemih ( Fungsi eksresi ginjal tidak terbendung ).

 Posisi pasien prone (PA)

 30 menit setelah penyuntikan

 Film 30x40 cm

 CP = Garis Pertengahan SIAS

 CR Tegak lurus film

 FFD 100 cm

35
 Hasil Gambaran :

 Kreteria hasil
 Densitas baik
 Tidak ada bagian ginjal yang terpotong
 Kontras mengisi ginjal sampai ureter distal dan sedikit

mengisi kandung kemih

 Opasitas mampu menampilkan organ/ tractus urinarius

3.4.5. Fase Vesica Urinaria Full Blast 45 Menit

 Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis,

ureter hingga kandung kemih (Fungsi eksresi ginjal tidak terbendung).

 45 menit setelah penyuntikan

 Film 30x40 cm

 CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis Pubis

 CR Tegak lurus Vertikal

 FFD = 100 cm

36
 Hasil Gambaran :

 Kreteria hasil
 Densitas baik

 Tidak ada bagian ginjal yang terpotong

 Kontras mengisi kandung kemih hingga VU mengembang

 Opasitas mampu menampilkan organ vesica urinaria terisi

penuh kontras media

 Seing disebut foto " Full Blast "

3.4.6. Fase Vesica Urinaria Post Void 60 Menit

 Fase dimana kontras media memperlihatkan kandung kemih dalam

keadaan kosong ( Fungsi pengosongan kandung kemih ).

 60 menit setelah penyuntikan

 Film 30x40 cm

 CP = Garis pertengahan SIAS atau diantara SIAS dan Symphisis

Pubis

37
 CR Tegak Lurus

 FFD 100 cm

 Hasil Radiograf

 Kriteria gambaran Post Void

 Densitas baik

 Tidak ada bagian ginjal hingg VU yang terpotong

 Kontras keluar melalui kandung kemih hingg VU terlihat

kosong

 Opasitas mampu menampilan organ

 Vesica Urinaria terisi penuh kontras media

 Sering disebut " Post Void " atau " Post Mixie"

 Late Foto :

 Adanya keadaan dimana kontras media terlambat menampilkan

gambaran organ yang diakibatkan oleh adanya kelainan pada organ (

Adanya batu di Nefron sehingga ureter tidak tervisualisasikan )

 Apabila terjadi " Late Foto " sebaiknya pasien difoto post voiding satu

jam kemudian, late foto dalam waktu 2 jam.

38
BAB IV
PENUTUP

4.1.Simpulan

4.1.1. BNO merupakan istilah medis dari bahasa Belanda yang merupakan

kependekan dari Blass Nier Overzicht (Blass = kandung kemih, Nier =

ginjal, Overzicht = Penelitian). Dan dinamakan IVP (Intra Vena

Pyelography) karena cara pemasukan media kontras melalui jaringan

pembuluh darah vena,

4.1.2. Tahapan pelaksanaan pemeriksaan BNO/IVP adalah foto polos

abdomen, foto pemasukan kontras fase 5 menit, 15 menit, 30 menit,

45 menit (full blass), post void (60 menit).

4.2. Saran

4.2.1. Secara umum setiap pemeriksaan radiologi perlu memperhatikan

tindakan proteksi radiasi terhadap pasien

4.2.2. Sebaiknya persiapan pasien harus dilakukan dengan baik.

39
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W. & Eugene D. Frank. 2013. Merrill's Atlas of Radiographic


Positions and Radiologic Procedures, 12th Edition. St. Louis Mosby.

Bontrager, Kenneth L & John P. Lampignano.2005. Textbook of Radiographic


Positioning and Related Anatomy, 6th Edition. St. Louis, by Mosby, Inc., an
Affiliate of Elsevier Inc.

Bontrager, Kenneth L & John P. Lampignano.2010. Textbook of Radiographic


Positioning and Related Anatomy, 7th Edition. St. Louis, by Mosby, Inc., an
Affiliate of Elsevier Inc.

Dorland: Dorland's Illustrated Medical Dictionary, 32th Edition. Philadelphia 2011, by


Elsevier Health Sciences.

Drake, Richard L, Wayne Vogl, Adam W. M. Mitchell, Henry Gray. Gray's Anatomy
for Students, 3th Edition. Philadelphia 2010, Churchill Livingstone / Elsevier,

Ellis, Harold: Clinical Anatomy .2006 (A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Student), 11th Edition, Australia, Harold Ellis,

Garnick, Marc B: Harvard Medical School 2010 Annual Report on Prostate


Disease, 1st Edition. Cambridge , by Harvard Medical School,

Graaff, Kent M. Van De & R. Ward Rhees.2001. Schaum’s Easy Outlines Human
Anatomy and Physiology: Based on Schaum’s Outline of Theory and Problems of
Human Anatomy and Physiology, USA, by the McGraw-Hill Companies,

Gylys, Barbara A. & Marry Ellen Wedding 2009 . Medical Terminology System (A
Body System Approach), 6th Edition. Philadelphia, by F. A. Davis Company,

Messing, EM.2002. Campbell’s Urology (Urothelial Tumors of The Urinary


Tract), 8th Edition. New York, by Ed PC Walsh,

Papp, Jeffrey. 2002. Quality Management in the Imaging Sciences, 3rd Edition.
Missouri, by Mosby Elsevier,

Tortora, Gerard J & Bryan Derrickson.2012.Principles of Anatomy & Physiology,


13th Edition, USA, Biological Science Textbooks, Inc., and Bryan Derrickson.

40

Anda mungkin juga menyukai