Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ILEUS OBSTRUKSI

Oleh :

1. Siti Soleha (14.401.16.080)


2. Sofie Dian Novita (14.401.16.081)
3. Sulkifli (14.401.16.082)
4. Syauqi El-Haq (14.401.16.083)
5. Tanti Liana (14.401.16.084)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup
di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak
sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun
diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan
makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering
terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan
perawatan.
Ileus seing disebut paralisis atau ileus adinamik, adalah kegagalan isi usus
untuk melintas saat tidak terjadi obstruksi mekanis. Ileus dapat disebabkan oleh
penyebab intraabdomen atau ekstraabdomen (kotak 41-7), banyak diantara
penderitanya yang dirawat dilingkunga ICU. Obstruksi-semu kolon Akut, yang juga
disebut sindrom ogiliviye, mengisyaratkan adanya obstruksi kolon non mekanis yang
sifatnya sementara dan repeersibel. (Gallo, 2013, hal. 1215)
Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, parsial atau total, obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dan obstruksi justru mengenai usus halus. Ada 2 tipe obstruksi
yaitu mekanis (Ileus Obstruktif) dan Neurogenik atau fungsional(Ileus Paralitik).
(Nurarif, 2015, hal. 128)
B. Batasan Masalah
Batasan masalah pada ileus obstruksi adalah mulai dari pengertian hingga sampai
asuhan keperawatan dari ileus obstruksi.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari ileus obstruksi?
2. Apa etiologi dari ileus obstruksi?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari ileus obstruksi?
4. Bagaimana patofisiologi dari ileus obstruksi?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang ileus obstruksi?
6. Apa saja penatalaksanaan dari ileus obstruksi?
7. Bagaimana asuhan keperawatan untuk ileus obstruksi?

1
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang
asuhan keperawatan pada pasien ileus obstruksi.
2. Tujuan Kasus
a. Untuk mengetahui apa itu ileus obstruksi
b. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi dari ileus obstruksi
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ileus obstruksi
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari ileus obstruksi
e. Untuk mengetahui saja pemeriksaan penunjang ileus obstruksi
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ileus obstruksi
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk ileus obstruksi

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Intestinal obstruction terjadi ketika usus tidak
dapat melewati saluran gastroentestinal. (Mulyanti, 2013, hal. 62)
Ileus seing disebut paralisis atau ileus adinamik, adalah kegagalan isi usus
untuk melintas saat tidak terjadi obstruksi mekanis. Ileus dapat disebabkan oleh
penyebab intraabdomen atau ekstraabdomen (kotak 41-7), banyak diantara
penderitanya yang dirawat dilingkunga ICU. Obstruksi-semu kolon Akut, yang juga
disebut sindrom ogiliviye, mengisyaratkan adanya obstruksi kolon non mekanis yang
sifatnya sementara dan repeersibel. (Gallo, 2013, hal. 1215)
Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, parsial atau total, obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dan obstruksi justru mengenai usus halus. Ada 2 tipe
obstruksi yaitu mekanis (Ileus Obstruktif) dan Neurogenik atau fungsional(Ileus
Paralitik). (Nurarif, 2015, hal. 128)

2. Etiologi Ileus Obstruksi


a. Perlengketan : lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara
lambat atau pada jaringan parut serelah pembedahan abdomen.
b. Intusepsi : salah satu bagian dari usus menyususp kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam
segmen berikutnya oleh gerakan peristaltic yang memperlakukan segmen itu
seperti usus. Paling sering terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe
mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh
rectum dan anus.
c. Volvulus : usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya

3
gulungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada
usus halus yang terputar pada mesentriumnya.
d. Hernia : protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot
abdomen.
e. Tumor : tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
f. Kelainan kongenital
(Nurarif, 2015, hal. 128)

3. Tanda dan Gejala


a. Obstrruksi mekanik : nyeri kolik intermeten, peningkatan suara usus dengan
berfrekuensi tinggi
b. Ileus paralitik : nyeri konstan dan kram, suara usus menurun, atau tidak terdengar
sama sekali
c. Perilku tak konsentrasi
d. Distensi abdomen
e. Konstipasi atau flatus menurun
f. Nyeri tekan minimal sampai berat
g. Tanda peritoneal ditemukan pada perforasi
h. Dapat memperlihatkan tanda klinis ranjatan
i. Muntah bilious pada obstruksi letak proksimal
j. Muntah fekal dapat ditemukan pada obstruksi ileum atau kolon
(Nurarif, 2015, hal. 129)

4. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologis yang terjadi setelah obstruksi sus adalah sama tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut disebut disebabkan oleh penyebab
mekanik, ataupun fungsional. Perbedaannya adalah pada ileus paralitik (fungsional)
peristaltic usus dihambat sejak awal, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltic
mula-mula diperkuat, kemudian intermiten dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% yang ditelan) akibatnya peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen usus kedarah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, dengan adanya obstruksi dapat

4
mengakibatkan penimbunan intralumen yanag cepat. Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan ekstrasel,
yang mengakibatkan hipotensi, syok, penurunan curah jantung, penurunann perfusi
jaringan dan asidasi metabolic.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan,
penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalsm usus. Efek local
peregangan usus adalah ischemia. Akibat distensi dan peningkatan permeabilitas
sehungga usys menjadi nekrosis disertai absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum, dan sirkulasi sistemik. (Mulyanti, 2013, hal. 64)

5
Predisposisi sitemik, meliputi : Predisposisi pascaoperatif
sepsis obat obatan gangguan bedah abdominal
elektrolit dan metabolik,
infarkmiokard, pnemunia,
ileus
trauma, biller dan ginjal kolik,
cedera kepala, dan prosedur
bedah saraf, inflamasi intra Hipomotilitas
abdomen dan peritonitis, (kelumpuhan) intestinal
hematonaretroperitoneal

Ketidakmampuan Hilangnya Gangguan


Absorpsi air kemampuan intestinal gastrointestinal
dalam pasase material
feses
Penurunan intake cairan Mual, muntah,
konstipasi kembung,anoresia

Penurunan volume Kekurangan


cairan intra sel volume cairan

Resiko syok Kehilangan cairan dan elektrolit Asupan nutrisi


(hipovolemik) tidak adekuat

Resiko
ketidakseimangan Ketidakseimbangan
elektrolit nutrisi kurang dari
tubuh
Respon psikologis
misintrepretasi perawatan Respon lokal saraf terhadap
dan pengobatan inflamasi

Distensi abdomen
Kecemasan pemenuhan
kebutuhan informasi
Nyeri

ansietas

Gangguan Pola Tidur

6
5. Pemeriksaan Penunjang
a) Leukosit darah, kadar elektrolit, ureum glukosa darah, amylase
b) Foto polos abdomen atau foto abdomen dengan menggunakan kontras
c) Pemeriksaan feses
d) Proktoskopi
e) Enemebaitum dan kolonocopi : visualisasi langsung pada organ kolon melalui
insersi kolonoskop fiberoptik dengan tujuan mengidentifikasi kelainan-kelainan
pada kolon.
f) Manometri dan elektrominiografi
(Nurarif, 2015, hal. 129)
6. Penatalaksanaan
a. Ileus obstrktif
Tujuan utama penatalaksaan adalah dekompresi bagian yang mengalai
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperluka.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan ke dua.kadang-kadang suatu
peyumbatan sembuh dengan sendirinya tampa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyu,batan usus harus dirawat dirumah
sakit. (Nurarif, 2015, hal. 129)
1) Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi
dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan lapartomi. Pada
obstruksi parsial atau karsinomatosis ditangani dengan pemantauan dan
konservatif.
2) Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi dengan baik. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila ada
strangulasi, obstruksi lengkap, hernia inkarserata, tidak ada perbaikan dengan
pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan
kateter).
3) Pasca bedah

7
Pegobatan pasca bedah sangat penting dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
(Nurarif, 2015, hal. 129)
b. Ilius paralitik
Pengelolaan ilius paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakanya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati
causa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi yang adekuat. Beberapa obat-
obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau obat parasimpatomimetik
pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten.
Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastric (bila perlu
dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan
nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip
pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik pasca-operasi, dan konidin dilaporkan bermanfaat mengatasi ileus
paralitik karena bat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasien ileus
paralitik pasca operasi.
Bila bising usus mulai ada dapat dilakukan tes feeding, bila tidak ada retensi,
dapat dimulai dengan diit cairan kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi
ususnya. (Nurarif, 2015, hal. 129)

8
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Identitas pasien berisi identitas
klien, umur, pekerjaan, dan alamat. Pada remaja lebih berisiko mempunyai
penyakit gangguan salluran pencernaan. Factor yang mendukung terjadinya ileus
obstruksi adalah hernia, tumor, dll. (Mulyanti, 2013)
b. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluhkan tidak ada flatus dan defekasi (konstipasi ) selama
beberapa hari. (Mulyanti, 2013)
2. Alasan masuk rumah sakit
Pasien dibawa ke rumah sakit karena adanya akumulasi cairan dan gas dilumen
usus yang menyebabkan distensi abdomen. Pada kondisi ini maka akan terjadi
hipovolemia syok, oliguria, dan gangguan elektrolit. Pada ileus paralitik
biasanya kx mengeluh perutnya kembung. Sedangkan pada ileus obstruksi
biasanya kx mengeluh nyeri abdomen yang disertai mual dan muntah.
(Mulyanti, 2013)
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada ileus obstruktif biasanya pasien merasa tidak enak pada perut, obstipasi,
anorexia, mual dan terkadang sampai muntah. (Mulyanti, 2013)

c. Riwayat kesehatan terdahulu


1. Riwayat penyakit sebelumnya
Tanyakan apakah klien pernah sampai dirawat dirumah sakit karena penyakit
ileus, berapa lama dan pulang dengan status apa ( sembuh, dirujuk, dan
sebagainya). Riwayat pembedahan juga perlu dikaji baik pembedahan
abdomenatau sistem yang lain.dan penggunaan obat-obatan, alkohol dan pola
hidup tidak baik. (Mulyanti, 2013)
2. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga yang memicu terajadinya ileus seperti hernia,
tumor, pola diet, hepatitis, dan sebagainya (Mulyanti, 2013)
3. Riwayat pengobatan

9
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu seperti
obat antasidapenghilang maag. (Mulyanti, 2013)

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pasien tidak mengalami penurunan tingkat kesadaran (Mulyanti, 2013)
b. Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan fisik seperti observasi suhu
pasien yang m,engeluh demam. (Mulyanti, 2013)
2. Body Sistem
a. Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan, tetapi akan
mengalami perubahan apabila setelah dilakukan tindakan operasi
pernapasan pasien akan meningkat karena nyeri yang dirasakan.
Hidung : bentuk hidung, Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung, bersih atau tidaknya hidung, adakah pembesaran polip atau tidak.
Dada
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
(Mulyanti, 2013)
b. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada gangguan kecuali penyakit penyerta lainnya. Pada klien post op
kaji warna konjungtiva, warna bibir dan distensi/ kolaps vena jugularis.
Selain itu, monitor nadi dan tekanan darah secara periodik untuk
memantau hemodinamika tubuh. (Mulyanti, 2013)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : nyeri tekan (-), ictuskordis teraba di ics ke 4 dan 5 , N:
≤100x/mnt

10
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 TUNGGAL (lubdub) ,tidak ada suara tambahan
murmur
c. Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan terdapat hipertimpani dan bising usus tinggi.
Adanya akumulasi cairan dan gas dilumen usus yang menyebabkan
distensi abdomen. Pada kondisi ini maka akan terjadi hypovolemi syok,
oliguri, dan gangguan elektrolit. (Mulyanti, 2013)
Abdomen
Inspeksi : simestris atau tidak, bentuk datar atau membusung, tidak ada
jejas, distensi abdomen
Auskultasi : bising usus ≥15x/mnt
Palpasi : nyeri tekan ada , tidak ada pembesaran limfe dan ilen
Perkusi : didapatkan bunyi hipertimpani

d. Sistem Perkemihan
Pengkajian fokus pada pola BAK (frekuensi, output, warna urine,
gangguan eliminasi urine). (Mulyanti, 2013)
Inspeksi : tidak adanya pembesaran daerah pinggang atau abdomen bagian
atas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa pada ginjal
Perkusi : ketok ginjal normal, pasien tidak mengatakan nyeri
Auskultasi : tidak terdengar suara bruit pada ginjal

e. Sistem Muskuloskeletal
Secara fisiologi tidak ada gangguan, namun intoleransi sering terjadi
karena klien mengalami nyeri. (Mulyanti, 2013)
55555 55555
Inspeksi : tidak ada fraktur, tidak ada oedem
4444 4444
Palpasi : nyeri tekan ada atau tidaknya
f. Sistem Integumen
Pada sistem integumen turgor kulit buruk, kering, bersisik, rambut kusam,
kuku tidak berwarna pink, serta suhu badan klien biasanya meningkat
secara signifikan namun hilang timbun. (Muttaqin, 2012, hal. 125)
Inspeksi : rambut kusam atau tidak, kering, bersisik

11
Palpasi : turgor kulit buruk, kuku tidakbewarna pink, suhu tubuh biasanya
meningkat
g. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak terdapat
luka gangren. (Muttaqin, 2012, hal. 125)
Leher : vena jagularis tidak tampak , tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Sistem Reproduksi
Tidakmemiliki riwayat penyakit seksual, dan tidak ada gangguan pada
sistem reproduksi pada pasien. (Mulyanti, 2013)
Inspeksi : bersih atau tidaknya genetelia wanita atau pria,
i. Sistem Imunotologi
Tidak ada gangguan dalam sistem imun. (Muttaqin, 2012, hal. 125)
j. Sistem Penginderaan
Tidak ada gangguan dalam sistem penginderaan. (Muttaqin, 2012, hal.
125)
Mata : simestris ka/ki, pupil isokor, reflek cahaya +/+, conjungtiva pink,
nyeri tekan ada atau tidak
Hidung : hidung bersih atau tidak , adakah pembesaran polip polip , tidak
ada sekret, ada nyeri tekan atau tidak
Mulut : lidah kotor atau bersih, gigi kotor kuning atau tidak
Telinga : tidak ada serumen , fungsi pendengaran baik, tidak atau ada nyeri
tekan
k. Sistem Neurosensory
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta. Jika diusus terjadi
penyumbatan maka sistem syaraf pada usus akan terganggu seperti kolik.
(Mulyanti, 2013, hal. 63)
Inspeksi : keadaan umum baik, kesadaran pasien biasanya dengan gcs 4-5-
6 atau sadar penuh (composmentis)
(Muttaqin, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d distensi abdomen pre op d.d pasien tampak menyeringai
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintenitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

12
Penyebab :
1) agen pencedera fisisologis (misalnya inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) agen pencedera kimiawi ( misalnya terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik ( misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor :
 Subjektif : Mengeluh nyeri
 Objektif : Tampak meringis, Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), Gelisah, Frekuensi nadi meningkat, Sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif : Tekanan darah meningkat, Pola nafas berubah, Nafsu makan
berubah, Proses berpikir terganggu, Menarik diri, Berfokus pada diri sendiri,
Diaforesis.
Kondisi Klinis Terkait :
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaucoma
(PPNI, 2017, hal. 172)
b. Gangguan Pola Tidur b.d nyeri post op
Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal
Penyebab :
1) Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu
lingkungan. Pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Restraint fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur
Gejala dan Tanda Mayor

13
Subjektif : mengeluh tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur
Obyektif : -
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : mengeluh kemampuan beraktivitas menurun
Objektif : (tidak ada)
Kondisi Klinis Terkait
1) Nyeri/klonik
2) Hipertiroidisme
3) Kecemasan
4) Penyakit paru obstruktif kronis
5) Kehamilan
6) Periode pasca partum
7) Kondisi pasca operasi
(PPNI, 2017, hal. 126)
3. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri Akut
1. Tujuan/criteria evaluasi
a. Menunjukkan nyeri : efek merusak, yang dibukukan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan) :
a) Gangguan performa peran atau gangguan hubungan interpersonal
b) Gangguan konsentrasi
c) Gangguan perawatan diri
d) Gangguan pola tidur
e) Kehilangan selera makan
b. Memperlihatkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan) :
a) Ekspresi nyeri pada wajah
b) Gelisah atau tidak tenang
c) Ketegangan otot
d) Kehilangan selera makan
e) Episode nyeri yang lama (Wilkinson, 2016, p. 300)
Contoh lain

14
Pasien akan :
1. Menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternative
untuk redakan nyeri
2. Tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
3. Melaporkan menikmati aktivitas senggang
4. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
5. Mengenali factor-faktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan
tindakan pencegahan nyeri
6. Menggunakan pereda nyeri analgesic dan nonanalgesik secara tepat
(Wilkinson, 2016, p. 300)

2. Intervensi NIC
1) Pemberian analgesic : penggunaan agens farmakologis untuk
meredakan atau menghilangkan nyeri
2) Modifikasi pelaku : meningkatkan perubahan perilaku
3) Peningkatan koping : membantu pasien untuk beradaptasi dengan
persepsi stressor, perubahan, atau ancaman yang menghambat
pemenuhan tuntutan dan peran hidup
4) Manajemen medikasi : memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat
bebas secara aman dan efektif
5) Manajemen alam perasaan : memberikan kemanan, stabilisasi,
pemulihan, dam pemeliharaan pada pasien yang mengalami disfungsi
alam perasaan baik depresi maupun peningkatan perasaan
6) Manajemen nyeri : menghilangkan nyeri atau menurunkan nyeri ke
tingkat yang lebih nyaman yang dapat ditoleransi oleh pasien
7) Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien (Patient-Controlled
Analgesia (PCA)) : memfasilitasi pengendalian pemberian dan
pengaturan analgesic oleh pasien
8) Fasilitasi tanggung jawab diri : mendorong pasien untuk lebih
bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri (Wilkinson, 2016, p.
300)
3. Aktivitas keperawatan
Pengkajian

15
1. Kaji dan dokumentasikan efek jangka panjang penggunaan obat
2. Manajemen nyeri (NIC)
Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada
interval tertentu, tentukan dampak pengalaman nyeri pada kualitas
hidup (misalnya tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam
perasaan, hubungan, kinerja, dan tanggungjawab peran) (Wilkinson,
2016, p. 301)
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Beritahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan dapat
dicapai. (Wilkinson, 2016, p. 301)

Aktivitas kolaboratif
1. Adakan pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan
perawatan pasien
2. Manajemen Nyeri (NIC) : pertimbangkan rujukan untuk pasien,
keluarga, dan orang terdekat pasien ke kelompok pendukung atau
sumber lain, bila perlu (Wilkinson J. M., 2016, p. 301)
2) Gangguan Pola Tidur
1. Tujuan
Contoh menggunakan bahasa NOC
Menunjukan tidur, yang dibuktikan oleh indikator berikut seperti gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan.
Perasaan segar setelah tidur
Pola dan kualitas tidur
Rutinitas tidur
Jumlah waktu tidur yang terobservasi
Terjaga pada waktu yang tepat
Contoh lain :
Pasien akan :
a. Mengidentikfikasi tindakan yang akan meningkat istirahat atau tidur.
b. menunjukkan kesejahteraan fisik dan psikologis.
c. melaporkan tidur yang cukup dimalam hari.
(Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 404)

16
2. Aktivitas Keperawatan
a. kaji adanya gejala deprivasi tidur dan insomnia seperti konfusi akut,
agitasi, ansietas, gangguan perseptual, reaksi lambat dan iritabilitas
b. identifikasi faktor lingkungan ( misal, bising, cahaya yang dapat
mengganggu tidur)
c. peningkatan tidur (NIC)
tentukan efek medikasi pasien pada pola tidur
tentukan pola tidur / aktifitas pasien
pantau / catat pola tidur pasien dan jumblah waktu tidur.
3. Penyuluhan untuk pasien
a. Peningkatan tidur (NIC)
Instruksikan pasien dan orang terdekat lain tentang faktor
(misal, faktor psiologis, fisiologis, gaya hidup, perubahan sif kerja
yang sering, perubahan zona waktu yang cepat, jam kerja extra
panjang, dan faktor lingkungan lainya) yang berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
Instruksikan pasien cara melakukan relaksasi otot autogenik
atau bentuk nonfarmakologis lainnya agar merangsang tidur
Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan, sakit,
stres psikososial dan sebagainya
Instruksikan pasien untuk menghindari mengonsumsi makanan
dan minuman ketika mendekati waktu tidur yang mengganggu tidur
(misal, kafein)
4. Aktivitas kolaboratif
a. Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merevisi progam obat
jika obat tersebut menimbulkan gangguan tidur
b. Diskusikan dengan dokter tentang penggunaan obat tidur yang tidak
menekan tidur REM (rapid eye movement)
c. Lakukan perujukan yang diperlukan untuk penanganan gejala
deprivasi tidur yang parah (isal, konfusi akut, agitasi atau ansietas.
5. Aktivitas lain
a. Tangani gejala gangguan pola tidur, sesuai dengankebutuhan (misal,
mengantuk, gelisah, ketidakmampuan untuk konsentrasi) hal ini akan
berbeda setiap pasien

17
b. Hindari kebisingan dan penggunaan lampu ruangan pada waktu tidur,
ciptakan lingkungan yang tenang dan damai serta minimalkan
gangguan
c. Atur pasien dirawat sekamar dengan pasien lain yang cocok, jika
mungkin
d. Bantu pasien mengidentifikasi kemungkina penyebab yang mendasari
kurang tidur, seperti takut, masalah yang tidak selesai dan konflik
e. Yakinkan pasien bahwa iritabilitas dan perubahan alam perasaan
merupakan dampak yang umum pada gangguan tidur
f. Peningkatan tidur (NIC)
fasilitas memlihara rutinitas umum yang biasa dilakukan
menjelang tidur, tanda/barang barang sebelum tidur dan benda yang
familier (misal, untuk anak , selimut/mainan kesukaan, mengayun
ayun, dot atau cerita, : untuk orang dewasa , buku untuk dibaca) jika
perlu bantu untuk menghilangkan situasi yang menimbulkan stres
sebelum tidur
mulai/lakukan tidakan yang menimbulkan kenyamanan, seperti
masase, pemberian posisi, dan sentuhan afeksi
bolehkan tidur siang, jika diindaskan untuk memenuhi kebutuhan tidur
atur stimulus lingkungan untuk mempertahankan siklus siang
malam normal. (Wilkinson & Ahern, 2016, hal. 405)

18
DAFTAR PUSTAKA

Gallo, B. M. (2013). Keperwatan Kritis Volume 2. Jakarta: EGC.

Mulyanti, S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Jakarta: Prenada


Media Grup.

Muttaqin, A. (2012). Pengkajian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta:


Media Action.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat


Nasional Indonesia.

Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai