Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEKURANGAN ENERGI


PROTEIN ( KEP )

Oleh kelompok 2:

1. M. Davit Hidayat ( 14.401.16.055 )


2. Manistia Ayu Audrina ( 14.401.16.056 )
3. Marshella Harindra S. ( 14.401.16.057 )
4. Maulida Nur Imama ( 14.401.16.058 )
5. Mita Indah Sari ( 14.401.16.059 )
6. Moh. Isomudin ( 14.401.16.060 )
7. Muhammad Ali Sobri ( 14.401.16.062 )

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN – GLENMORE

BANYUWANGI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Diseluruh dunia, kekurangan energy protein ( KEP ) merupakan penyebab
utama kematian pada anak yang berusia kurang dari lia tahun. KEP adalah
spektru keadaan yang disebakan oleh factor social / ekonomi yang
mengakibatkan kekurangan makanan. KEP sekunder terjadi pada anak dengan
berbagai keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan kalori (
trauma, infeksi, kanker), peningkatan kehilangan kalori ( misalnya
malabsorbsi dan hibrosiskistik ), penurunan asupan kalori ( anoreksia, kanker,
pembatasan asupan oral, dan factor social, atau kombinasi ketiga variable ini.
KEP atau protein energy malnutrion merupakan salah satu gangguan giziyang
penting bai banyak Negara ang sedang berkembang di asia, afrika, amerika
tengah dan amerika selatan. KEP terdapat terutama pada anak- anak dibawah
lima tahun.
Menurut organisasi kesehatan dunia ( WHO ), Pada tahun 2006 sekitar 170
juta umat manusia terinfeksi kekurangan energy protein (KEP) angka ini
meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia didunia dan setiap tahunnya
infeksi baru kekurangan KEP bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit kekurangan energy protein diiindonesia ,
secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit kekurangan energy protein
pada tahun 2007 diindonesia berkisar antara 1-24%, dari rata-rata prevalensi
1.7%, diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap
kekurangan energy protein. KEP merupakan penyakit yang sering dijumpai
diseluruh dunia termasuk Indonesia kasus ini lebih banyak ditemukan pada
kaum laki- laki dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 banding
1 dengan umur rata – rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun
dengan pucaknya sekitar 40-49 tahun.
B. Batasan masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep
asuhan keperawatan pada klien KEP ( Kekurangan Energi Protein ).

C. Rumusan masalah

1. Jelaskan definisi KEP ?


2. Jelaskan etiologi KEP ?
3. Jelaskan Klasifikasi KEP ?
4. Jelaskan Patofisiologi KEP?
5. Jelaskan Manifestasi Klinis KEP?
6. Jelaskan Komplikasi KEP ?
7. Jelaskan Pemeriksaan Penunjang KEP ?
8. Jelaskan Penatalaksanaan KEP ?
9. Jelaskan askep tentang KEP ?

D. Tujuan

1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengungkapkan pola pikir yang ilmiah dalam
melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien amputasi dengan
mengunakan pendekatan proses perawatan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi KEP
b. Untuk mengetahui etiologi KEP
c. Untuk mengetahui Klasifikasi KEP
d. Untuk mengetahui Patofisiologi KEP
e. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis KEP
f. Untuk mengetahui Komplikasi KEP
g. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang KEP
h. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan KEP
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan KEP
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep penyakit
1. Definisi
KEP adalah keadaan kurang energy dan protein terjadi karena
ketidakseimbangan antara asupan karbohidrat dan energy sehingg terjadi
kekurangan energy dan protein.
KEP adalah keadaan ketidakcukupan asupan protein dan kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dikenal juga dengan marasmus,kwashiorkor, dan
marasmus – kwashiorkor.
Jadi dapat disimpulkan keadaan kurang gizi yang disebabkan oeh
rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari
sehingga tidak memenuhi kecukupan yang dianjurkan.
2. Etiologi
Paling sedikit ada empat factor yang melatarbelkangi KEP yaitu:
a. Masalah social
b. Masalah ekonomi
c. Masalah kemiskinan merupakan sumber masalah paling dasar sebagai
penyebab ketidaktersediaan pangan
d. Tempat tinggal yang padat
e. Kumuh dan tidak sehat
f. Tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan.
3. Klasifikasi
Ada tiga yaitu marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor
a. Marasmus
Pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda
defisiensi protein dan kalori, marasmus satu bentuk malgizi protein-
energi akibat kelaparan, ketika smua unsur diet kurang dapat terjadi
pada semua usia, tetap lebih banak terjadi pada awal masa bayi.
Marasmus juga kegagalan pemberian ASI dan perkembangan saluran
cerna.
b. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan bentuk bentuk parah malgizi protein –
energy, yang ditandai dengan defisiensi asam amino esensial dan
asupan kalori yang adekuat, yang terutama disebabkan oleh
kekurangan zat protein kondisi ini digambarkan dengan gagal
tumbuh, edema, apatis, anoreksia, muntah dan diare dan perubahan
pada kulit rambut serta membrane mukosa.
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinik antara maramus dan kwasiorkor sebenarnya berbeda
walaupun dapat terjadi bersama-sama.
a. Kwashiorkor
1) Secara umum anak tampak sembab, itergik, cengeng dan mudah
tersengang, pada tahap lanjut anak menjadi apatis dan koma.
2) Pertumbuhan terganggu ( berat badan dan tinggi badan kurang
dari standart )
3) Oedema
4) Anoreksia dan diare
5) Jaringan otot megngecil, tonus menurun, jaringan subkutis tipis
dan lembek.
6) Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku serta
mudah di cabut.
7) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering bersisik dengan garis-
garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defisiensi vitamin b
kompleks, defisiensi eritropoiten dan kerusakan hati.
8) Anak mudah terjangkit infeksi.
9) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral.
b. Marasmus
1) Anak tampak kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
2) Diare
3) Mata besar dan dalam.
4) Akral dingin dan sianosis
5) Wajah seperti orang tua
6) Cengeng, rewel, dan tidak bergairah
7) Nadi lambat dan metabolisme basal menurun
8) Anoreksia
9) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan
sampai tidak ada.
10) Perut cekung
11) Sering disertai penyakit kronik diarekronik
12) Sering bagun malam

Maramus-kwashiorkor tanda-tanda marasmic-kwashiorkor


adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada maramus dan
kwashiorkor yang ada.

5. Patofisiologi
Adapun energiprotein yang diperoleh dari makanan kurang,
padahal untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi
yang di dapat, dipengaruhi oleh makanan yang diberikan sehingga
harus di dapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan
juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Kekuranga energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akan
menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang
dibutuhkan untuk sintesis, oleh karena itu dalam diet terdapat cukup
karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagai asam
amino di dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan di
salurkan ke otot.
Berikutnya asam amino dalam serum merupakan penyebab
kekurangan pembentukan alkomin oleh helper, sehingga timbul
odema perlemahan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipo
protein beta sehingga transport lemak dari hati ke hati dapat lemak
juga terganggu dan akibatnya terjadi akumuasi lemak dalam heper.
PATWAY

Kebutuhan ekonomi Kegagalan menyusui asi, tetapi


rendah pendidikan, puasa karena penyakit tidak
kurang higiene rendah memulai masakan tambahan

KEP

Penurunan jumlah Energi menurun


protein tubuh

marasmus
Terjadi perubahan
biokimia dalam tubuh

Cadangan protein otot


terus menerus untuk
kwashiorkor
memperoleh asam amino

Asam amino rendah


konsentrasinya

Gangguan absorsi dan Produksi albumin oleh


tranportasi dan zat gizi hepar Asam amino tidak
rendah(hipoalbuminea) berguna bagi sel

Pengambilan energi Tekanan osmotik plasma


selain dari protein (otot) Tubuh mengalami
menurun kehilangan energi
secara terus
Penyusutan otot Cairan dari intravasluler menerus
Otot otot melemah
inkeintersisial
dan menciut

Penurunan bb
odema
Resiku gangguan
tumbang
Nutrisi kurang dari Gangguan
kebutuhan tubuh Gangguan
keseimbangan
cairan intergritas kulit
6. Komplikasi
Komplikasi dari kekurangan energi protein adalah sebagai berikut :
a. Noma atau stomatitis ganggrainosa merupakan pembusukan
mukosa mulut yang bersifat progresif hingga dapat menembus pipi,
bibir,dan dagu.
b. Penyakit infeksi ain
c. Dehidrasi sedang dan berat
d. Defisiensi vit A
e. Anemia berat
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Kwashiorkor
1) Pemeriksaan darah : abumin, globulin, protein total, elektrolit
serum,biakan darah.
2) Pemeriksaan urine : urine lengkap dan kultur urine
3) Uji faal hati
4) ECG
5) X foto paru
6) Konsul THT : adanya otitis media
b. Maramus
1) Pemeriksaan fisik
2) Mengukur TB dan BB
3) Menghitung indeks massa tubuh yaitu BB (dalam kg ) dibagi
TB (dalam cm )
4) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah
belakang ( lipatan trisep ) dtarik menjauhi lengan, sehingga
lapisan lemak dibawa kulitnya dapat diukur, biasanya dengan
menggunakan data lengkung (caliper) lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh . lipatan lemak normal
sekitar 1,25cm pada laki-laki dan sekitar 2,5cm pada wanita.
8. Penatalaksanaan
a. Kwashiorkor
Penatalaksanaan kwashiorkor mengikuti 10 langkah utama
1) pelaksanaan gizi buruk yaitu sebagai berikut
2) Pengobatan atau pencegahaan hipoklemia
3) Pengobatan dan pencegahaan hipotermia
Pengobatan dan pencegahaan kekurangan cairan tanda klinis
yang sering dijumpai pad anak KEP berat dengan dehidrasi
adalah ada riwayat diare sebelumnya, anak sangat kehausan,
mata cekung, nadi lemah, tangan dan kaki teraba dngin, anak
tiiidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang
dapat dilakukan: Jika anak masih menyusui,teruskan ASI dan
berikan setiap ½ jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih
dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi
minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus KEP berat dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2x. Jika anak tidak dapat
minum , lakukan rehidrasi intravena (infus) RL/Glukosa 5 %
dan NaCl dengan perbandingan 1:1
4) Lakukan pemuluhan gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat/gizi buruk terjadi gangguan
keseimbangan elektroit diantranya:
- Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
darah defisiensi kalsium (k) dan magnesium (Mg)
- Ketidakmampuan elektrolit ini memicu terjadinya edema
dan untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan
waktu minimal 2 minggu. Berikan cairan oralit 1 liter yang
diencerkan 2x (dengan pe+an 1 liter air) ditambah 4 gr kecil
dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan
bahan makan berikan bahan makanan yang banyak
mengandung mineral bentuk makan lumat.
5) Lakukan pengobatan dan pencegahan infeksi pada KEP berat
tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak. Pada semua KEP berat secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luar.
6) Pemberiaan makanan, balita KEP berat
Fase stabilisasi (1-2 hari)
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat
hati-hati, karena keadaan faali anak yang sangat lemah dan
kapasitas homeostatik berkurang, pemberian makanan harus
dimulai segera setelah anak diawatdan dirancang sedemikian
rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisme basal saja, formula WHO 75/modifikasi/modisko
½ yang dilanjutkan dan jadwal pemberian makanan harus
disusun agar dapat mencapai prinsip tersebut dengan
persyaratan diet sbb: porsi kecil, sering, rendah serat dan
rendah laktosa, energi 100 kkal/kgbb/hari, protein 1-1,5
gr/kgbb/hari, cairan 130 ml/kg BB/ hari (jika ada edema berat
100 ml/kgbb/hari), bila anak mendapat ASI teruskan, dinjurkan
memberi formula 75/pengganti/modisco ½ atau pengganti
jadwal pemberian makanan harus sesuai dengan kebutuhan
anak
7) Perhatikan masa tumbuh kejar balita
a) Fase ini memiliki 2 fase : transisi dan rahabilitas:
- Fase transisi (minggu 11)
Pemberian mkanan pada fase transisi diberikan secara
perlahan untuk menghindari resiko gagal jantung, yang
dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam
jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 kal dan protein 0,9-
1,0 gr/ 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100
kkal dan protein 2,9 gr/ 100 ml)dalam jangka waktu 48 jam.
Modifikasi bubur / makanan keluarga dapat digunakan asal
kandungan energi dan protein sama.
Naikkan dengan 10 ml setiap kali sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30
ml/kgbb/hari.
b) fase rahabilitas (minggu III-VII)
formula WHO –f 135/pengganti/modisco 1 ½ dengan
jumlah tidak terbatas dan sering.
energi: 150-220 kkal/kgbb/hari.
protein : 4-6 gr/kgbb/hari
bila anak masih mendapat ASI, teruskanASI, ditambah
dengan makanan formula karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh kelenjar secara
perlahan diperkenalkan makanan keluarga.
8) lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro semua
pasien KEP berat mengalami kurang vitamin dan mineral,
walaupun anemia bisa terjadi, jangan tergesa – gesa
memberikan preparat besi (fe). Tunggu sampai anak mau
makan dan Bbnya mulai naik (pada minggu II). Pemberiaan fe
pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya,
berikan setiap hari: Tambahan multivitamin lain Bila BB mulai
naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat/ sirup besi
Bila anak diduga menderita cacingan berikan pirantel pamoat
dosis tunggal vitamin A .
9) Berikan stimulasi dan dukungan emosional
10) Persiapan untuk tidak lanjut dirumah
B. Konsep Asuhan keperawatan Asma Bronkial
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada asma bronkial sering terjadi pada anak usia kurang dari 5
tahun,tidak ada perbedaan jenis kelamin, ras, tradisi dan kebiasaan
turun temurun terutama mengenai makanan dan lingkungan fisik.
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Keluhan utamanya biasanya nafsu makan menurun, anak
cengeng.
2) Alasan masuk Rumah Sakit
Dikarenakan anak tidak mau makan, badan Nampak kurus,
cengeng, diare.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan (BB semakin lama semakin menurun),
bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
c. Riwayat Kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien pernah masuk RS karena alergi, meliputi pengkajian
riwayat prenatal, natal, dan post natal, hospitalisasi dan
pemberdayaan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan,
tumbuh kembang, poal imunisasi, status gizi (lebih, baik,
buruk), psikososial data fokus yang perlu dikaji adalah riwayat
pemenuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan energi protein).
2) Riwayat penyakit keluarga
Meliputi pengkajian komposisi keluarga lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga.
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi : klien mengalami penurunan nafsu makan dan
mual muntah
2) Pola eliminasi : klien biasanya mengalami diare.
3) Pola aktivitas dan integritas ego : klien biasanya mengalami
kelemahan tubuh yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme.
4) Pola istirahat dan tidur : klien sering rewel karena selalu
merasa lapar meskipun sudah diberi makan sehingga sering
terbangun pada malam hari.
5) Pola higiane : kebersihan diri kurang, kulit tampak kusam,
rambut tampak kemerahan.
6) Pola pernafasan : adanya suara wezzing dan ronchi akibat
adanya penyakit penyerta seperti bronkopneomonia.
7) Pola keamanan : klien sangat rentan untuk terjangkit infeksi
karena sistem imunnya menurun.
8) Pola seksualitas : tidak mengalami gangguan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran
Secara umum anak tampak sembab, itergik, cengeng dan
mudah tersengang, pada tahap lanjut anak menjadi apatis
dan koma
b) Tanda-tanda vital
TD, nadi, pernapasan menurun ( pada marasmus ) dan
takikardi, tekanan darah meningkat ( pada kwashiorkor ) .
2) Head to toe
a) Kepala
Lingkar kepela klien biasanya lebih kecil dari normal,
warna rambut kusam.
b) Muka
Tampak seperti orang tua.
c) Mata
Konjungtiva anemis.
d) Hidung
Biasanya terdapat sekret dan terpasang selang NGT untuk
memenuhi intake nutrisi.
e) Mulut
Biasanya terdapat lesi mukosa, bibir kering dan pecah
pecah.
f) Leher
Biasanya mengalami kaku kuduk.
g) Torax
Adanya tarikan dada saat bernafas.
h) Abdomen
Inspeksi :Klien tampak kurus, cekung dan cembung,
adanya pergerakan usus.
Aukultasi : bunyi peristaltik usus meningkat.
Perkusi : terdengar bunyi hiper timpani.
Palpasi : terjadi pembesaran hati.
i) Ekstremitas
Ekstermitas atas : lingkar atas abnormal, akral dingin dan
pucat.
Ekstermitas bawah : terjadi edema tungkai
j) Kulit
Keadaan turgor kulit menurun, kulit keriput, CRT > 3
detik.

2. Diagnosa keperawatan
a. Defisit Nutrisi
Definisi
Asupan Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
1) Ketidakmampuan menelan makanan
2) Ketidakmampuan mencerna makanan
3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Factor ekonomis (nis. Finansial tidak mencukupi)
6) Factor psikologis (nis. Stress,keengganan untuk makan)
Gejala dan tanda mayor
subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Objektif
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah
4) Membrane mukosa pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin turun
7) Rambut rontok berlebihan
8) Diare
Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Parkinson
3) Mobius syndrom
4) Cerebral palsy
5) Cleft lip
6) Cleft palate
7) Amyotropic lateral sclerosis
8) Kerusakan neuro muscular
9) Luka bakar
10) Kanker
11) Infeksi
12) AIDS
13) Penyakit Crohn’s (SDKI, 2017, p. 56)
b. Gangguan integritas kulit atau jaringan (PPNI, 2017, p. 282)
Definisi : kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau jaringan
(mebran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul
sendi, dan ligamen)
Penyebab :
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan atau kelebihan volume cairan
4) Penurunan mobilitas
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrim
7) Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan) atau elektris (elektrodiatermi, energi listrik
bertegangan tinggi)
8) Efek samping radiasi
9) Kelembaban
10) Proses penuaan
11) Neuropati perifer
12) Perubahan pigmentasi
13) Perubahan hormonal
14) Kurang terpapar informasi tenntang upaya melindungi
intregitas jaringan
Gejala dan tanda mayor :
1) Subjektif : tidak ada
2) Objektif : kerusakan jaringan atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor :
1) Subjektif : tidak tersedia
2) Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma
Kondisi klinis terkait : imobilisasi, gagal jantung kongetif,
gagal ginjal, diabetes melitus, imonedefisien (misal AIDS).
c. Gangguan ketidak seimbangan cairan (PPNI, 2017, p. 87)
Definisi : mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan
perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraseluler.
Faktor resiko :
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Trauma/perdarahan
3) Luka bakar
4) Aferesis
5) Asites
6) Obstruksi intestinal
7) Peradangan pankreas
8) Penyakit ginjal dan kelenjar
9) Disfungsi intestinal
Kondisi klinis yang terkait :
1) Prosedur pembedahan mayor
2) Penyakit ginjal dan kelenjar
3) Perdarahan
4) Luka bakar

3. Intervensi
a. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh
1) Tujuan
Memperlihatkan status nutrisi yang dibktikan oleh indicator
sebagai berikut (gangguan ekstrim berat, sedang, ringan, atau tidak
ada penyimpangan dari rentan normal)
2) Kriteria hasil
a. Mempertahankan berat badan
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Menoleransi diet yang dianjurkan
e. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
f. Memiliki nilai laboratorium (mis. Transferrin, albumin, elektrolit)
dalam batas normal
g. Melaporkan tingkat energy yang adekuat
3) Intervensi
Aktifitas Keperawatan
a. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
c. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
elektrolit
d. Menejemen nutrisi (NIC) :
e. Ketahui makanan kesukaan pasien
f. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
g. Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
c. Menejemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Aktifitas kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan
protein pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein
atau kehilangan protein (mis., pasien anoreksia nervosa,
penyakit glomerular atau dialysis peritoneal)
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan,
makanan lengkap, pemberian makanan melalui selang, atau
nutrisi parental total agar asupan kalori yang adekuat dapat
dipertahankan
c. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien
tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
Aktifitas lain
a. Buat perencanaan makanan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan
pasien serta suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
c. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan
fisik di lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
d. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latihan
fisik dan asupan makanan
e. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan
tinggi
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis.
Pindahkan barang-barang yang tidak sedap dipandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapi pasien jika perlu (Wilkinson, 2016, pp. 282-285)
b. Integritas kulit
1) Kerusakan kulit
Definisi : perubahan dermis dan epidermis
Batasan karakteristik
Objektif
1. Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)
2. Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
3. Infaksi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan
Eksternal (lingkungan)
1. Zat kimia
2. Kelembapan
3. Hipertermia
4. Hipotermia
5. Faktor mekanik (misalnya terpotong, terkena tekanan, dan
akibat restrain)
6. Obat
7. Kelembapan kulit
8. Imobilisasi fisik
9. Radiasi
Internal (somatik)
1. Perubahan status cairan
2. Perubahan pigmentasi
3. Perubahan turgor (perubahan elastisitas)
4. Faktor perkembangan
5. Ketidakseimbangan nutrisi (misalnya obesitas, kakeksia)
6. Defisit imunologi
7. Gangguan sirkulasi
8. Gangguan status metabolik
9. Gangguan sensasi
10. Penonjolan tulang
Faktor perkembangan
1. Usian ekstrem muda atau tua
Alternatif diagnosis yang disarankan
1. Infeksi, resiko
2. Kerusakan integritas kulit, resiko
3. Integritas jaringan, kerusakan
Kriteria evaluasi
1. Pasien atau keluarga menunjukkan rutinitas perawatan kulit
atau perawatan luka yang optimal
2. Drenase purulen (atau lainnya) atau bau luka minimal
3. Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
4. Nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka kejaringan
dibawah kulit, atau pembentukan saluran sinus berkurang
atau tidak
5. Eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal
Pengkajian
1. Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurunan tekanan
meliputi kasur udara terapi airloss, terapi uadara yang
dicairkan, dan kasur air
2. Perawatan area insisi dalam NIC : inspeksi adanya
kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda dehisensi atau
eviserasi pada area insisi
3. Perawatan luka (NIK) : inspeksi luka pada setiap mengganti
balutan
4. Kaji luka terhadap karakteristik berikut :
a. Lokasi, luas, dan kedalaman
b. Adanya dan karakter eksudat, termasuk kekentalan,
warna dan bau
c. Ada atau tidaknya granulasi atau epitalisasi
d. Ada atau tidaknya jaringan nekrotik. Deskripsikan
warna, bau dan banyaknya
e. Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka setempat
(misalnya nyeri saat infeksi, edema, pruritus, indurasi,
hangat, bau busuk, eskar, dan eksudat)
f. Ada atau tidaknya perluasan luka ke jaringan di bawah
kulit dan pembentukan saluran sinus
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk tanda
dan gejala infeksi, cara mempertahankan luka insisi tetap
kering saat mandi, dan mengurangi penekanan pada insisi
tersebut
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi
protein, mineral, kalori, dan vitamin
2. Konsultasikan pada dokter tentang implementasi pemberian
makan dan nutrisi enternal atau parenteral untuk
meningkatkan potensi penyembuhan luka
3. Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan
bantuan dalam pengkajian, penentuan derajat luka, dan
doumentasi perawatan luka atau kerusakan kulit
4. Perawatan luka (NIC) : gunakan unit TENS (transcutaneous
electrical nerve stimulatin) untuk peningkatan proses
penyembuhan luka, jika perlu(Wilkinson, 2013, hal. 704)
c. Risiko ketidakseimbangan volume cairan
Tujuan atau kriteria hasil
Pasien akan :
1) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatsan cairan
dan diet
2) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
3) Mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal untuk
pasien
4) Tidak mengalami pendek napas
5) Hematokrit dalam batas normal
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit (misalnya, diare, drainase luka, pengisapan nasogastric,
diaphoresis, dan drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya
darah nyata atau darah samar)
4. Idektifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya
dehidrasi (misalnya, obat-obatan, demam, stress, dan program
pengobatan)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan (misalnya, kadar hematocrit, BUN, albumin, protein total,
osmolalitas serum, dan berat jenis urine)
6. Kaji adanya vertigo atau hippotensi postural
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian
cairan pada pasien sakit terminal tepat dilakukan
9. Manajemen cairan NIC
Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa,
keadadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunagnnya
Pertahankan kekauratan catatan asupan dan haluaran
Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus

aktivitas kolaboratif

1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…..ml


2. Laporkan haluaran lebih dari…..ml
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
4. Manajemen cairan NIC:
Atur ketersediaan produk darah untuk transfuse, bila perlu
Berikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran,
sesuai dengan kebutuhan
Berikan terapi IV, sesuai program (Wilkinson J. M.,
2011, hal. 184-185)
Daftar Pustaka

Adiningsih . ( 2010). Gizi Balita. Jakarta: Gramedia

Ngastiah . (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Susilowati & Kuspriyanto. (2016). Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung : Refika
Aditama.

Sodikin . (2011). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). standar diagnosa keperawatan indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat.

Wilkinson. (2016). Diagnosis Keperawatan . Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai