Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

Hukum dan Masyarakat

E Utrecht mengatakan bahwa ilmu hukum termasuk ilmu sosial (sociale wetenschap;
social science). Hubungan antara hukum dan masyarakat demikian eratnya, karena hukum
senantiasa dipengaruhi oleh interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
intensitas interaksi dan hubungan sosial, maka semakin tinggi pula tingkat penggunaan
hukum untuk melancarkan proses interaksi sosial.
Kinerja hukum tidak terlepas dari konteks dan korelasinya dengan norma-norma lain
di masyarakat, yaitu norma-norma agama, etika, sopan santun dan kebiasaan. Hukum
senantiasa dikaitkan dengan manusia dalam pergaulannya dengan manusia lain. Oleh karena
itu, hukum tidak dapat dipisahkan dengan manusia dan masyarakat sebagai kesatuan atau
kumpulan manusia.

1. Unsur-Unsur Hukum
Menurut Purnadi dan Soerjono unsur-unsur hukum (gegevens van het recht) dibagi
menjadi:

Idiel Riel

kebudayaan lingkungan
hasrat susila rasio manusia manusia
material alam

 Unsur idiel merupakan unsur yang berkenaan dengan ide, gagasan dan
pemikiran manusia tentang hukum. Unsur ini dapat dirinci atau terdiri dari
hasrat susila keinginan yang baik. Setiap manusia pada dasarnya memiliki
hasrat atau keinginan yang baik. Melalui hasrat susila itu dapat menghasilkan
prinsip-prinsip (principles) atau asas-asas (baginzelens) hukum. Selain itu,
manusia dengan rasio atau akalnya dapat membuat dan menyusun konsep-
konsep (concepts), definisi, atau pengertian-pengertian (begrippen). Unsur
idiel melalui filsafat hukum dan ilmu tentang kaida (norma) dapat
menghasilkan peraturan hukum (legal rule).
 Unsur riel merupakan unsur yang berkenaan dengan hal-hal konkret atau nyata
yang terdiri dari unsur-unsur manusia, kebudayaan material, dan lingkungan
alam. Kebudayaan dapat di bedakan menjadi dua. Pertama, kebudayaan
immaterial atau atau yang tidak berwujud seperti nilai-nilai (values), sistem
religi, dan pengetahuan. Kedua, kebudayaan materiel berupa benda-benda
berwujud, seperti perlatan riel. Lingkungan alam di mana manusia hidup,
misalnya lingkungan yang terdiri dari pulau-pulau atau kepulauan. Unsur-
unsur ini menentukan keberlakuan hukum. Unsur riel menghasilkan tata
hukum (legal ordei) bagi masyarakat dengang segenap tradisi dan perilakunya
di wilayah tertentu.
Kedua unsur hukum tersebut besumber pada manusia sebagai unsur utama yang
merupakan perpaduan dari unsur rohani dan jasmani yang tidak dapat dipisahkan, namun
dapat dibedakan. Hukum merpakan refleksi kehendak manusia dalam hidup bersama secara
baik dan benar, sehingga keberadaan hukum senantiasa dipeliahara dan dikembangkan.
Hasil penilaian atau pertimbangan disebut nilai (value). Menurut soerdato, nilai
adalah ukuran yang disadari atau tidak-disadari oleh suatu masyarakat atau golongan untuk
menetapkan suatu yang benar, yang baik, dan sebagainya. Dalam konteks ini, Willem van der
Velden membedakan nilai menjadi dua, yaitu standar penilaian (standard of valuation) dan
situsi yang dapat dinilai (valuable situation).
Menurut Notonagoro nilai dibagi menjadi tiga yaitu:
segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani
nilai materiel
manusia.

Notonagoro nilai vital segala sesuatu yang beguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.

nilai kerohanian segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia


yaitu kebenaran, keindahan, moral, dan religius.

Ada yang membedakan nilai secara dikhotomis, yaitu nilai materiel dam immateriel.
Nilai materiel mengandung sifat kebendaan. Sedangkan, nilai immateriel bersifat
nonkebendaan atau spiritual. Masih dimungkinkan adanya pembagian lain sesuai dengan
tujuannya.
Nilai secara filsafati, adalah hasil pemikiran dan perenungan tentang sesuatu yang
dianggap paling benar, paling indah, paling baik, dan paling bijaksana. Dalam arti prakis,
nilai merupakan motivasi, alasan, landasan
Untuk melakukan sesuatu perbuatan atau aktifitas. Dengan demikian, suatu nilai cenderung
diwujudkan ke dalam perilaku. Operasional nilai ke dalam perilaku itu mulai proses atau
tahapan. Tahapan tersebut yaitu:

nilai

sanksi asas/prinsip

norma
2. Keberadaan Hukum di Masyarakat
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan
masyarakat sebagai kumpulan manusia. Hukum dibutuhkan oleh manusia karena hukum
memiliki arti fungsi yang penting bagi kehidupan manusia itu sendiri. Bahkan L.J. van
Apeldoorn pernah mengatakan bahwa setiap saat hidup kita dikuasai oleh hukum.
Arti pentinya hukum bagi manusia. Pertama dengan melihat pada potensi hukum sebagai
sarana penyelesaian sengketa (law as a tool of dispute settlement). Kedua, melihat kepada
pontensi hukum untuk mempersatukan segenap unsur yang beragam di masyarakat dengan
menyeimbangkan kepentingan-kepentingan (law as a tool of balancing of interets).
Kebutuhan dasar tersebut dapat berupa kebutuhan jasmani dan rohani yang
mencangkup dua dimensi kehidupan, yaitu kehidupan pribadi dan antarpribadi. Sehubungan
dengan hal itu, menurut Maslow ada lima kebutuhan dasar, yaitu:
1. pangan, papan, sandang (food, shelter, clothing);
2. keselamatan diri dan pemilikan (safety of self and property);
3. harga diri (self esteem)
4. aktualisasi diri (self actualizayion)
5. kasih sayang (love).

Kemudian, akan ada berubah menjadi menjadi sistem sosial, yaitu apabila hubungan
sosial tersebut dilakukan secara sistematis dengan pola tertentu, yang di dalamnya
mencangkup pembuatan norma dan sanksi.

Ubi
Societas Ibi
Ius

Interaksi
Masyarakat
sosial & Norma
Hubungan Hukum
sosial

Ubi Ius Ibi


Societas

Satjipto Raharjo mengamukakan adanya empat ciri dari hukum sebagai instusi sosisal, yaitu:
Stabilitas, karangan sosial, norma-norma dan jalinan antarinstitusi.
3. Norma-norma di Masyarakat

Norma

Pribadi Antarpribadi
(Personal) (Transpersonal)

Norma Norma Norma Sopan Norma Norma


Agama Kesusilaan Santun Kebiasaan Hukum

Norma agama, lebih ditunjukan untuk kesempurnaan hidup pribadi atau sikap batin
dalam hubungan dengan Tuhan YME.
Norma kesusilaan, bertujuan untuk kesempurnaan pribadi maka tekanannya pada
sikap batin yang bersumber dari dalam diri sendiri berupa kata hati, hati nurani, suara hati
atau batin (conscience).
Norma sopan santun, bertujuan agar hidup lebih menyenangkan atau lebih sedap
dalam hidup bersama (a pleasant living together) tekanannya pada perilaku yang lebih
menyenangkan.
Norma kebiasaan, merupakan norma yang terbentuk karena adanya perilaku yang
tetap dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama.
Norma hukum, bertujuan untuk kedamaian dalam hidup antara pribadi atau
bermasyarkat yang menekankan pada perbuatan lahir. Norma hukum bersumber dari negara
maka dapat dipaksakan secara phisik yang bersifat eksternal, yaitu negara pihak atau lembaga
tertentu.
Bedasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa norma agama dan kesusilaan lebih
berorientasi pada kehidupan pribadi walaupun keduanya secara tidak langsung juga dapat
memengaruhi perilaku lahiriah tetapi yang lebih ditekan kepada sikap batiniah. Berbeda
dengan norma sopan santun, kebiasaan dan norma hukum, lebih menekankan pada perbuatan
atau perilaku lahiriah, dan bukan sikap batinnya.

Anda mungkin juga menyukai