Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga


intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru. Pada trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna.
Akumulasi darah dalam dada , atau hematothorax adalah masalah yang
relatif umum , paling sering akibat cedera untuk intrathoracic struktur atau
dinding dada . Hematothorax yang tidak berhubungan dengan trauma jarang
terjadi dan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan pengobatan
traumatik hematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka
.
Hematothorax mengacu pada mengumpulnya darah dalam rongga pleura .
Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 %
diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah
efusi pleura ) , sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun
etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga
dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara
spontan .
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat
yang sama , menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus
ditutup dengan harapan bahwa adanya tekananintrathoracic akan menghentikan
perdarahan. Jika efek yang diinginkan tercapai , luka dapat dibuka kembali
beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap beku darah atau cairan serosa.
Mengukur frekuensi hematothorax dalam populasi umum sulit .
Hematothorax yang sangat kecil dapat dikaitkan dengan satu patahan tulang
rusuk dan mungkin tidak terdeteksi atau tidak memerlukan pengobatan .
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto

1
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam
memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita hematotoraks, status
fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama.
Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada
sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2
sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi
bedah harus dipertimbangkan.
Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang
penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hematothorax. 1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 10 agustus 2019

Primary survey

Airway : bebas

Breathing : breathing spontan, Simetris, laju nafas 20 x/mnt, retraksi iga (-),
deviasi trachea (-), SpO2 99%

Circulation : TD 146/98 mmHg

Nadi 84x/menit

Akral hangat

Capillary refill time <2”

Disability : GCS E4V5M6

Exposure : jejas pada thorax (-)

Secondary survey
Status generalis
Keadaan umum : tampak kesakitan

Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)


Tanda Vital : Tekanan Darah 130/80 mmHg
Nadi 80 x/menit, isi dan tegangan cukup

RR 20 x/menit

Suhu 36,5’C (axilla)


Berat badan 70 kg
Tinggi badan 165 cm
Kepala : Mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut

3
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/),
pupil isokor (3mm/3mm)

Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung : Simetris, deviasi septum(-), sekret (-/-), darah (-/-)


,napas cuping hidung (-),

Mulut : sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-), tonsil


(T1/T1), faring hiperemis (-)

Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-),


JVP tidak meningkat
Thorax : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II normal, regular, bising (-)

Pulmo

Dextra Sinistra

Inspeksi Diameter : lateral >antero Diameter : lateral >antero


posterior posterior

Simetris Simetris

Retraksi iga (-)

Retraksi iga (-)

Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal

Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (+)

Perkusi Sonor Redup mulai di ICS 4

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler Suara dasar paru vesikuler,


melemah
Wheezing (+)
Wheezing (-)

4
Abdomen
Inspeksi : permukaan datar, distensi (-), massa (-), luka
bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba

Ekstremitas

Ekstremitas superior : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)


Ekstremitas inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis (-)

IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. S
 Umur : 36 tahun
 Jenis Kelamin : Laki - Laki
 Alamat : Dsn Pakisan Rt 02 Rw 02 Ds Pakisrejo Srengat,
Blitar
 Pekerjaan : Karyawan Swasta
 Masuk RS : Minggu, 10 Agustus 2019
 Tgl Periksa : Senin, 10 Agustus 2019

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri disamping kiri perut dan pinggang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri di samping kiri perut dan pinggang setelah pasien
kejatuhan tembok pada jam 12.00 WIB. Saat kejadian pasien sadar, sebelumnya
pasien sedang duduk di tanah, lalu kejatuhan tembok. Temboh mengenai dada kiri
pasien. Runtuhan tidak mengenai kepala. Mual dan muntah tidak ada, pusing
tidak ada, sesak tidak ada.ada luka di lengan kiri. Bengkak tidak ada, badan sakit
bila digerakkan. Setelah kejadian pasien belum makan dan minum.BAB terakhir
kemarin. BAK normal. Tempat kejadian dirumah pasien jam 12.00

5
Riwayat Penyakit Dahulu:
HT tidak ada , DM tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
Riwayat alergi :
Disangkal
Riwayat Sosial:
Pasien bekerja sebagai Karyawan Swasta.

R Pengobatan :
Tidak ada
R Operasi : (-)

ASSESSMENT
Trauma Thorax ec Hematothorax S

INISIAL PLAN
1. Ip. Tx :
a. O2 nasal kanul 4 Liter per menit
b. Infus RL 20 tpm
c. Inj . Ketolorac 2 x 30 mg
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj, Kalnex 3 x 500 mg
2. Ip. Mx :
a. KU/TV
b. Tanda distress pernafasan
3. Ip. Edukasi
a. Menjelaskan jenis penyakit dan penyebab penyakit

b. Edukasi agar posisi pasien setengah duduk

c. Edukasi untuk latihan mengambil nafas panjang

6
FOLLOW UP

TGL Subjektif Objektif Assessment Planning

11/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Trauma Thorax - USG Abd Total
Kiri (+) - Foto Thorax AP Erect
2019 Kesadaran : Compos ec - IVFD RL 20 tpm
Sesak (-) mentis Hematothorax S - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Mobilisasi Tirah Tanda Vital :
- Inj. Santagesic 3 x 1 gr
baring (+)
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5 C
Thorax :
Ves + +
++
++
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat

12/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD S - Pasang Chest Tube S
Kiri (+) ec - Cek DL/FH/Hbsag/ HIV
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - IVFD RL 20 tpm
Nyeri Perut Kiri mentis S + Fr. Coste - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
(+) 4-6 - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Tanda Vital :
- Inj. Santagesic 3 x 1 gr
Sesak (-)
TD : 120/80 mmHg
Mobilisasi Tirah

7
baring (+) N : 82 x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,4 C
Thorax :
Ves + +
+↓
+↓
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
LUQ
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat
Thorax AP Erect :
Hematothorax S + Fr.
Coste 4-6
USG : Cairan Bebas (-)

12/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD S - IVFD RL 20 tpm
Kiri (+) Post OP ec - Extra Ketorolac 30 mg
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - Duragesic Pacth 12,5 mg
Nyeri Perut Kiri mentis S + Fr. Coste - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
(-) 4-6 - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Tanda Vital :
- Latihan Meniup Balon
Sesak (-)
TD : 120/80 mmHg - Foto Thorax AP Erect
Mobilisasi Tirah - Obs TTV tanda Distres
baring (+) N : 82 x/menit Nafas
RR : 20x/menit
T : 36,4 C

8
Thorax :
Ves + +
+↓
+↓
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat
WSD : 1200 cc
hemorraghic

13/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD S - IVFD RL 20 tpm
Kiri (+) Post OP H+1 ec - O2 NC 4 lpm
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
Nyeri Perut Kiri mentis S + Fr. Coste - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
(-) 4-6 - Latihan Meniup Balon
Tanda Vital :
- Latihan Duduk
Sesak (-)
TD : 120/80 mmHg - Nebul Ventolin/ 8 jam
- PO : Ambroxol 3 x 30
N : 82 x/menit mg
RR : 20x/menit
T : 36,4 C
Thorax :
Ves + ↓
+↓
+↓
Rh -/- Whz -/-

9
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat
WSD : 200 cc
Serohemorraghic

14/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD S - IVFD RL 20 tpm
Kiri (↓) Post OP H+2 ec - O2 NC 4 lpm
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - Inj. Kalnex 3 x 500 mg
Nyeri Perut Kiri mentis S + Fr. Coste - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
(-) 4-6 - Latihan Meniup Balon
Tanda Vital :
- Latihan Duduk
Sesak (-)
TD : 120/80 mmHg - Nebul Ventolin/ 8 jam
- PO : Ambroxol 3 x 30
N : 80 x/menit mg
- Lepas WSD bila Jumlah
RR : 20x/menit Cairan < 50 cc/24 jam
T : 36,4 C
Thorax :
Ves + +
++
++
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani

10
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat
WSD : 0 cc
Serohemorraghic

15/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD - IVFD RL 20 tpm
Kiri (↓) Post OP H+3 S ec PO :
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - Ambroxol 3 x 30 mg
Nyeri Perut Kiri mentis S + Fr. Coste - Analtram 3 x 1 tab
(-) 4-6 - Levofloxacin 1 x 500 mg
Tanda Vital :
Sesak (-)
TD : 120/80 mmHg Besok KRS

N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,4 C
Thorax :
Ves + +
++
++
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat
WSD : Terlepas

16/08/ Nyeri Pinggang Keadaan umum : cukup Post WSD - IVFD RL 20 tpm
Kiri (↓) Post OP H+4 S ec PO :
2019 Kesadaran : Compos Hematothorax - Ambroxol 3 x 30 mg
Nyeri Perut Kiri

11
(-) mentis S + Fr. Coste - Analtram 3 x 1 tab
4-6 - Levofloxacin 1 x 500 mg
Sesak (-) Tanda Vital :
ACC KRS
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,4 C
Thorax :
Ves + +
++
++
Rh -/- Whz -/-
S1 S2 single m (-) G (-)
Abdomen :
Inspeksi : Simetris,
distended (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal
Ekstremitas : CRT < 2 dtk,
Akral Hangat

Hasil Pemeriksaan Penunjang

- Darah Lengkap tgl 10/08/2019


Eritrosit : 5.20
HB : 15.8
Hct : 46.0
Wbc : 308
Leu : 17.9

12
LED : 36
- Faal Hemostasis tgl 11/08/209
BUN : 19.8
Creat : 0.92
SGOT : 81
SGPT : 77
CT : 9 mnt 0 dtk
BT : 2 mnt 20 dtk
- Hbsag dan HIV tgl 11/08/2019
Hbsag Non reaktif
HIV Non reaktif
- Foto Thorax :

Tgl 11/08/2019

13
Tgl 12/08/2019

14
BAB III

PEMBAHASAN

I. HEMATOTHORAX
1. Definisi
Hematothorax adalah akumulasi darah di rongga pleura. Sumber darah mungkin dari
dinding dada, parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi
biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam.
2. Etiologi
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada
paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal. Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai
berikut :
a. Traumatis
 Trauma tumpul.
 Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b. Non traumatic atau spontan
 Neoplasia (primer atau metastasis).
 Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
 Emboli paru dengan infark.
 Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
 Bullous emfisema.
 Tuberkulosis.
 Paru atriovenosa fistula.
 Nekrosis akibat infeksi.
 Telangiektasia hemoragik herediter.
 Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner
 Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.

15
Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus yang
merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru

3. Patofisiologi
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralis dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus
paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga
pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Darah pada hemathorax dapat berasal dari :

 Robeknya paru
 Pecahnya pembuluh darah interkosta
 Pecahnya a. mamaria interna
 Pecahnya pembuluh darah dalam mediastinum
 Dari jantung
 Organ abdomen seperti lien, hepar, melalui diafragma
Perdarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh
jumlah dan kecepatan kehilangan darah.

Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah


perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750
mL pada seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan
hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang
sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih

16
liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari.

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-


paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar
dan gejala efusi pleura berdarah.

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari


hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal
ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis.

Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax


yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral. Proses
adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya.

17
4. Diagnosis
Klasifikasi hematotorak

Besarnya
Bayangan foto Pemeriksaan Penanganan
Ukuran
rontgen fisik
Kecil 0-15% Perkusi pekak Gerakan aktif
sampai iga IX (fisioterapi)
Sedang 15-35% Perkusi pekak Aspirasi dan
sampai iga VI tranfusi
Berat >35% Perkusi pekak Penyalir sekat air
sampai cranial di ruang antar
iga IV iga, tranfusi

a. Klinis
Jika cairan pada cavum pleura kurang dari 300 cc, tidak memberikan tanda-
tanda yang nyata. Bila lebih dari 500 cc akan memberikan kelainan pada
pemeriksaan fisik seperti penurunan pergerakan hemitoraks yang saki, fremitus
suara dan suara nafas melemah. Cairan pleura yang lebih dari 1000 cc dapat
menyebabkan dada cembung dan egofoni (dengan syarat cairan tidak memenuhi
seluruh rongga pleura). Cairan yang lebih dari 2000 cc, akan memberikan tanda

18
suara nafas melemah atau menurun, mungkin menghilang sama sekali dan
mediastinum terdorong ke paru yang sehat.
b. Radiologis
Cairan yang kurang dari 300 cc, pada fluoroskopi maupun foto torak PA tidak
tampak. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpulan sinus
kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari
300 cc, sinus kostofrenikus tidak tampak tumpul tetapi diafragma terlihat
meninggi. Untuk memastikan dapat dilakukan foto lateral sisi yang sakit.2,4
5. Diagnosis banding4
Etiologi Kunci diagnosis
Cedera/tindak bedah A : cedera tumpul atau tajam, tindak
bedah
Aneurisma aorta yang pecah G/T : nyeri dada atau punggung
D: mediastinum melebar, angiogram
Hemotoraks spontan G/T: nyeri dada, syok
P: adhesi robek, bula paru pecah
D: torakoskopi
Keganasan D: sel maligna di cairan aspirasi,
biopsy (torkoskopi)
Infark paru A: nyeri dada pada pernafasan
TBC paru D: batang tahan asam di cairan atau
sputum
Periarteritis nodosa P: penyakit sistemik
D: biopsy pleura, torakoskopi
A=anamnesis, G/T=gejala/tanda, D=diagnosis, P=patologi

6. Penatalaksanaan
Hemotoraks kecil, yaitu yang tampak sebagai bayangan kurang dari 15% pada foto
rontgen, cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus. Hemotoraks
sedang, artinya tampak bayangan menutup 15-30% pada foto rontgen dipungsi dan
penderita diberi tranfusi. Pada pungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan.
Jika ternyata terjadi kekambuhan, dipasang penyalir sekat air
 water seal drainage

19
Indikasi :

Pneumothorax

- tidak semua pneumotorak membutuhkan pemasangan chest drain.


Pneumotorak spontan primer (usia dibawah 50 tahun tanpa penyakit paru yang
mendasari) biasanya ditangani dengan aspirasi sederhana. Pasien dengan
penyakit paru dan pneumotorak traumatic biasanya membutuhkan chest drain.
- pneumotorak persisten atau rekuren setelah aspirasi sederhana
- tension pneumothorax harus selalu ditangani dengan chest drain setelah
dekompresi dengan needle atau canula
- pneumotorak spontan sekunder yang besar pada pasien diatas usia 50 tahun
Pleural fluid

- efusi pleura maligna


- efusi pleura simple
- Empyema
Traumatic pneumothorax or haemopneumothorax

Peri-operative eg. thoracotomy, oesophageal surgery, cardiothoracic

Surgery

 Tempat Pemasangan WSD

a. Bagian apex paru (apical)

– anterolateral interkosta ke 1-2

– fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Bagian basal

– postero lateral interkosta ke 8-9

– fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

 Jenis-jenis WSD

a. WSD dengan sistem satu botol

20
– Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks

– Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu
1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol

– Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru

– Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara
dari rongga pleura keluar

– Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi

– Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :

· Inspirasi akan meningkat

· Ekpirasi menurun

b. WSD dengan sistem 2 botol

– Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol
water seal

– Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa
udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang
berisi water seal

– Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga
pleura masuk ke water seal botol 2

– Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk
ke WSD

– Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi


peural

c. WSD dengan sistem 3 botol

21
– Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan
yang digunakan

– Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan

– Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah
hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol
WSD

– Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan

– Botol ke-3 mempunyai 3 selang :

· Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua

· Tube pendek lain dihubungkan dengan suction

· Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke
atmosfer

 Komplikasi Pemasangan WSD

a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial


aritmia

b. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema

 Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :

a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

· Tidak ada undulasi

· Cairan yang keluar tidak ada

· Tidak ada gelembung udara yang keluar

· Kesulitan bernafas tidak ada

· Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

· Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

22
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan
pada slang

23
 Thoracotomy
merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga
dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat
mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan untuk
menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang
segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber
perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.
diindikasikan apabila :

 Perdarahan >500 cc dalam 2 jam berturut-turut


 Perdarahan yang timbul 200-300 cc per jam
 Dengan tranfusi darah 2000 cc tidak ada perbaikan

 Trombolitik agent
trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah pada chest
tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan
perlu tindakan operasi segera.4

24
7. Komplikasi
Komplikasi dapat berupa :
 Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).

 Fibrosis atau skar pada membran pleura.

 Pneumothorax.

 Pneumonia.

 Septisemia.

 Syok.

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma (otot besar
di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan kontak. Jika
tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan
yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi dan
mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian4

25
BAB IV

KESIMPULAN

Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga


thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya
terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah
pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan
darahnya ke rongga pleura.
Hemathothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu oleh trauma
dan non-trauma. Penanganan dan tujuan pengobatan Hematothorax adalah untuk
menstabilkan pasien,mmenghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan
udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks dapat berupa resusitasi
cairan, pemasangan chest tube ( WSD ), sanpai Thoracotomy. Tergantung dari
derajat keparahannya.
Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui penyebab serta menangani
dengan cepat kasus ini karena dapat sangat menentukan prognosis yang akan
terjadi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulholland, M. W, Lillemoe, K.D, Doherty, G.M, et al. 2016 Greenfield’s Surgery


scientific principle & practice, 5th ed. Lippincott Williams & wilkins
2. Alsagaff, H, Mukty, A. 2012. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press
3. Pratomo, I.P. 2013. Anatomi dan fisiologi Pleura. Cermin dunia kedokteran 205/
vol. 40 no. 6
4. De Jong, Wim dan Sjamsyuhidayat, R. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

27

Anda mungkin juga menyukai