Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT

A. Pengelolaan Zakat Pada Masa Rasulullah


Peradaban Islam adalah cermin kultural dari kalangan elit yang dibangun dengan
kekuatan-kekuatan ekonomi dan perubahan sosial. Peradaban Islam terbentuk berkat
penaklukan bangsa Arab selama delapan tahun masa pertempuran. Nabi Muhammad saw.
berusaha meraih kekuasaan atas suku-suku dalam rangka menundukkan Mekah. Sejumlah
utusan dan duta dikirim ke seluruh penjuru Arabia. Sementara suku-suku bangkit untuk
menyampaikan kesetiaan, membayar zakat dan pajak, sebagai simbol keanggotaan dalam
komunitas muslim dan simbol menerima Muhammad sebagai Nabi dan Utusan Allah swt.
Zakat diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan dengan menolong mereka yang
membutuhkan

Pada tahun ke-2 H, shodaqoh fitrah diwajibkan. Shodaqoh fitrah, yang juga dikenal
sebagai zakat fitrah, diwajibkan setiap bulan puasa Ramadhan. Besarnya satu Sha kurma,
gandum, tepung keju atau kismis, atau setengah Sha gandum untuk setiap muslim, budak
atau orang bebas,laki-laki atau perempuan, muda atau tua, dan dibayar sebelum shalat id.
Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peranan khusus atau
ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke-9 H, ketika
dasar islam telah kokoh, wilayah Negara berekspansi dengan cepat dan orang berbondong-
bondong masuk islam. Mulailah peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat,
barang-barang yang dikenai zakat, batas bebas zakat dan tingkat presentase zakat untuk
barang yang berbeda-beda.Para pengumpul zakat dikirim ke berbagai daerah dengan tugas
yang jelas. Mengumpulkan zakat bukanlah pekerjaan yang memerlukan purnawaktu dan
para pegawainya tidak diberikan gaji resmi, tetapi mereka mendapat bayaran tertentu dari
dana zakat.

Dimasa Rasulullah, zakat dan ushr adalah pendapatan paling utama bagi Negara.
Zakat dan Ushr berbeda dengan pajak, tetapi merupakan kewajiban agama dan termasuk
salah satu pilar Islam. Pada masa Rasulullah zakat dikenakan pada hal-hal berikut:

1. Benda logam yang terbuat dari emas. Seperti koin, perkakas, ornament dan bentuk
lainnya.
2. Benda logam yang teruat dari perak. Seperti koin, perkakas, ornament dan bentuk
lainnya.
3. Binatang ternak unta, sapi, domba, dan kambing.
4. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
5. Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
6. Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
7. Barang temuan.

Pencatatan seluruh penerimaan Negara pada masa Rasulullah tidak ada karena
beberapa alasan. Pertama, jumlah orang islam yang bisa membaca sedikit dan jumlah orang
yang dapat menulis atau yang mengenal aritmatika sederhana lebih sedikit lagi. Kedua,
sebagian besar bukti pembayaran dibuat dalam bentuk sederhana baik yang didistribusikan
maupun yang diterima.Ketiga, sebagian besar dari zakat hanya didistribusikan secara
local.Keempat, bukti-bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum
digunakan.Kelima, pada kebanyakan kasus ghanimah digunakan dan didistribusikan setelah
terjadi peperangan tertentu.

Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa Rasulullah juga tidak tersedia,
tetapi tidak bisa diambil kesimpulan bahwa system keuangan yang ada tidak dijalankan
sebagaimana mestinya atau membingungkan. Dalam kebanyakan kasus pencatatannya
diserahkan pada pengumpl zakat dan setiap orang yang terlatih dengan mengumpulkan
zakat. Setiap perhitungan yang ada disimpan dan diperiksa oleh Rasulullah. Selama tiga
belas tahun di makkah, kaum muslimin didorong untuk menginfakkan harta mereka buat
para fakir, miskin dan budak, namun sebelum ditentukan nisab dan beberapa kewajiban
zakatnya, juga belum diketahui apakah telah teroganisasi pengumpulan dan penyaluranya,
yang jelas kaum muslimin awal memberikan sebagian besar harta mereka untuk kepentingan
islam.1

Dalam bidang pengelolaan zakat Nabi Muhammad saw, memberikan contoh dan
petunjuk operasionalnya. Manajemen operasional yang bersifat teknis tersebut dapat dilihat

1Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Pustaka Pelajar. 2001. Hml.33-36.
pada pembagian struktur amil zakat, yang terdiri dari: (1) Katabah, petugas yang mencatat
para wajib zakat, (2) Hasabah, petugas yang menaksir, menghitung zakat, (3)Juba>h,
petugas yang menarik, mengambil zakat dari para muzakki, (4) Khaza>nah, petugas yang
menghimpun dan memelihara harta, dan (5) Qasa>mah, petugas yang menyalurkan zakat
pada mustah}iq (orang yang berhak menerima zakat).2

PRIMER SEKUNDER

Biaya pertahanan, seperti: persenjataan, unta, Bantuan untuk orang yang belajar agama di
kuda, dan persediaan madinah

Penyaluran zakat dan ushur kepada yang Hiburan untuk para delegasi keagamaan
berhak menerimanya menurut ketentuan al-
Qur’an.

Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, Hiburan untuk para utusan suku dan Negara
imam, muadzin. serta biaya perjalanan mereka

Pembayaran upah para sukarelawan. Pengeluaran untuk duta-duta negara

Pembayaran utang Negara. Hadiah untuk pemerintah Negara lain

Bantuan untuk musafir. Pembayaran untuk pembebasan kaum


muslimin yang menjadi budak.

Pembayaran denda atas mereka yang


terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan
muslim.

2 Faisal, SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT DI DUNIA MUSLIM DAN INDONESIA (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 248.
Pembayaran utang orang yang meninggal
dalam keadaan miskin

Pembayaran tunjangan untuk orang miskin

Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah

Persediaan darurat

Pengeluaran keuangan negara masa Rasulullah

B. Pengelolaan Zakat Pada Masa Khulafaur Rasyidin


 Periode Abu Bakar Ash Shidiq (537-634 M)
Pada periode ini sempat mengalami kendala dalam zakat, kendala tersebut berupa
keyakinan rakyat bahwa zakat adalah pendapatan personal Nabi Muhammad SAW
dengan adanya keyakinan tersebut maka dampaknya beberapa umat muslim menolak
untuk berzakat. Menurut mereka, zakat tidak wajib ditunaikan setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW.Pemahaman yang salah ini hanya terbatas dikalangan suku Arab
Baduwi, mereka mengganggap bahwa zakat merupakan hukuman dan beban yang
merugikan.Jadi zakat pada zaman Abu Bakar tidak memiliki kesempatan yang cukup luas
untuk menata pemerintahan dengan baik.3

Dimasa Rasulullah, jumlah kuda di Arab sangat sedikit terutama kuda yang
dimiliki orang-orang Islam terutama digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad
sehingga mereka dibebaskan dari kewajiban zakat. Pada periode selanjutnya, periode Abu
Bakar, kegiatan ternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara besar-besaran di
Syiria dan bagian lain dari daerah kekuasaan. Beberapa kuda memiliki nilai jual yang
tinggi dan orang-orang islam terlibat dalm perdagangan ini. Karena maraknya
perdagangan kuda.Mereka menanyakan kepada Abu Ubayda Gubernur Syiria, tentang
membayar zakat kuda dan budak.Gubernur memberitahu bahwa tidak zakat atas

3Faisal, SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT DI DUNIA MUSLIM DAN INDONESIA (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 248.
keduanya. Kemudian mereka mengusulkan kebada Khalifah agar ditetapkan kewajiban
zakatnya tetapi permintaan mereka tidak dikabulkan.Mereke kemudian datang kembali
kepada Abu Ubayda dan bersikerah ingin membayar. Ahirnya beliau menulis surat
kepada Abu bakar dan Abu bakar menginstrusikan Gubernur untuk menerk zakat dari
mereka dan menditribusikkanya kepada fakir miskin dan para budak-budak. Pada masa
kekhalifahan Abu Bakar pernah terjadi serangan kaum muslim atas perintah Abu Bakar
terhadap para penentang pembayaran zakat. Ini menunjukkan bahwa negara memiliki
peranan dalam pemungutan zakat.

 Periode Umar Bin Khattab (584-644 M)


Pada periode ini Umar menetapkan suatu hukum berdasarkan realitas sosial. Seperti
menghapus zakat bagi golongan mu’allaf, enggan memungut sebagian ‘usyr (zakat tanaman)
karena merupakan ibadah pasti, mewajibkan kharraj (sewa tanah), menerapkan zakat kuda yang
tidak pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. Tindakan beliau yang menghapus zakat
bagi golongan mu’allaf bukan berarti beliau mengubah agama dan menyimpang dari al-Qur’an.
Beliau hanya mengubah suatu pendapat yang berbeda dari zaman Rasulullah saw. Beliau juga
membebankan kepada orang Nasrani Bani Taglab yaitu kewajiban zakat dua kali lipat yang
disebut dengan zakatMudha’afah, zakat ini terdiri dari jizyah (pajak) yang diwajibkan kepada
umat muslim sebagai imbangan kebebasan bela negara, kebebasan hankamnas (pertahanan
keamanan negara) dan juga ada beban tambahan sebagai imbangan zakat yang diwajibkan
khusus kepada umat muslim.

Baitul Maal pada masa ini juga tertata dengan baik dan rapi, pasalnya pendapatan negara
meningkat drastis dan juga sistem adminstrasi yang lengkap. Pada masa Ummar Ibn Khattab
beliau mendirikan departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif,
depatemen pelayanan dan pengembangan islam dan departemen jaminan sosial untuk membantu
mendistribusikan harta baitul maal, Ummar Ibn Khattab juga mendirikan dewan islam yang
bertugas untuk memberikan tunjangan-tunjangan kepada angkatan perang dan pensiun.
 Periode Usman Bin Affan (577-565 M)
Pengelolaan zakat pada periode Usman sebenarnya hanya melanjutkan kebijakan
yang ditetapkan oleh Umar. Pada periode ini perekonomian sangat baik umat muslim
sangat makmur. Harta zakat pada periode ini tertinggi daripada pada masa-masa sebelum
Usman, karena wilayah kekhalifahan semakin luas dan pengelolaan zalat semakin sulit
terjangkau membuat perhatian Usman akan pengelolaan zakat tidak sepenuh seperti
khalifah sebelumnya, sementara itu selain zakat ada beberapa sumber pendapatan yang
memadai seperti Kharaj(pajak tanah pertanian) dan Jizyah (pajak) sehingga Usman lebih
fokus pada hal ini dikarenakan presentasinya dapat berubah-ubah tidak seperti zakat yang
tetap seperti syariat islam.

Usman tetap mempertahankan sistem santuan dan bantuan kepada masyarakat


yang berbeda-beda, meskipun Usman menjunjung tinggi prinsip kesamaan akan tetapi
beliau memberikan bantuan kepada masyarakat dengan level yang berbeda-beda pada
tingkat yang berbeda-beda pula. Usman juga membagi menjadi dua macam pengelolaan
zakat : (1) Zakat al-amwal az-zahirah (harta benda yang tampak), seperti binatang ternak
dan hasil bumi, dan (2) Zakat alamwal al-batiniyah (harta benda yang tidak tampak atau
tersembunyi), seperti uang dan barang perniagaan. Zakat kategori pertama dikumpulkan
oleh negara, sedangkan yang kedua diserahkan kepada masing-masing individu yang
berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri.

 Periode Ali Bin Abi Thalib (600-661 M)


Pada masa Ali situasi politik sedang berjalan tidak stabil penuh dengan
perperangan dan pertumpahan darah, akan tetapi dengan keadaan yang seperti itu beliau
tetap fokus terhadap pengelolaan zakat, beliau menganggap bahwa zakat merupakan urat
nadi bagi kehidupan pemerintahan dan agama ketika beliau bertemu dengan fakir miskin
dan pengemis buta yang beragama non-muslim beliau mengatakan bahwa biaya hidup
mereka harus ditanggung oleh Baitul Maal , beliau juga ikut terjun langsung kedalam
pendistribusian kepada para mustahiq (Delapan golongan yang berhak mendapatkan
zakat).
C. Pengelolaan Zakat Pada Masa Ummayyah dan Abbasiyah
Pengelolaan zakat pada masa ta>bi‘i>n terekam dalam catatan sejarah Daulah Bani
Umayyah, yang berlangsung selama hampir 90 tahun (41-127H). Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-
‘Azi>z (717 M) adalah tokoh terkemuka yang patut dikenang sejarah, khususnya dalam hal
pengelolaan zakat. Di tangannya, pengelolaan zakat mengalami reformasi yang sangat memukau.
Semua jenis harta kekayaan wajib dikenai zakat. Pada masanya, sistem dan manajemen zakat
ditangani dengan amat profesional. Jenis harta dan kekayaan yang dikenai wajib zakat semakin
beragam. ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azi>z adalah orang pertama yang mewajibkan zakat dari harta
kekayaan yang diperoleh dari penghasilan usaha atau hasil jasa, termasuk gaji, honorarium,
penghasilan berbagai profesi dan berbagai ma>l mustafa>d lainnya. Sehingga pada masa
kepemimpinannya, dana zakat melimpah ruah tersimpan di Baitul Mal. Bahkan petugas amil
zakat kesulitan mencari golongan fakir miskin yang membutuhkan harta zakat. Beberapa faktor
utama yang melatarbelakangi kesuksesan manajemen dan pengelolaan zakat pada masa Khalifah
‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azi>z. Pertama, adanya kesadaran kolektif dan pemberdayaan Baitul Mal
dengan optimal. Kedua, komitmen tinggi seorang pemimpin dan didukung oleh kesadaran umat
secara umum untuk menciptakan kesejahteraan, solidaritas, dan pemberdayaan umat. Ketiga,
kesadaran di kalangan muzakki (pembayar zakat) yang relatif mapan secara ekonomis dan
memiliki loyalitas tinggi demi kepentingan umat. Keempat, adanya kepercayaan terhadap
birokrasi atau pengelola zakat yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Puncak keberhasilan pengelolan zakat terjadi pada masa khilafah Dinasti Umayyah
dan Abbasiyah. Ketika kejayaan islam mulai mengalami pasang surut dan didunia
berkembang konsep negara bangsa berdasarkan asas nasionalisme, maka umat islam tidak
lagi hidup dalam satu atap kekhalifahan, tetapi terpecah menjadi beberapa negara dengan
peraturan yang berbeda-beda. Namun semangat membayar zakat bagi umat Islam masih
terus berlanjut.
Secara historis disebutkan bahwa ada suatu kecenderungan penguasa muslim, sejak
Daulah Abbasiyah hingga Turky Usmani, yang selalu menunjukkan ajaran kedermawanan
islam dalam bentuk kelembagaan. Khusunya pendidikan dan madrasah. Terlihat
pemerintah/penguasa menyokong bahkan membiayai sepenuhnya lembaga tersebut, misanya
madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad ke 10 M dan 11 M. Kita tahu bahwa Turky
Usmani juga menyisihkan diri dari sebagian anggaran belanjanya untuk kepentingan
beasiswa bagi penuntut ilmu di kota-kota keilmuan seperti Kairo, Makkah, dan Madinah.

Universitas Al- Azhar juga menjadi satu contoh filantropi Islam yang luar biasa
dengan zakat harta maupun zis (zakat, infaq, shodaqoh. Karena itu Universitas Al-Azhar
sangat independen, bahkan lembaga belanja pendidikan islam ini lebih besar dari anggaran
negara belanja Mesir sendiri. Tetapi dalam perkembangan berikutnya, pada 191, pemerintah
mesir dibawah Presiden Nasser melakukan nasionalisasi secara paksa atas seluruh harta
wakaf al-Ashar.Al-Azhar pun menjadi bagaian terstruktur dari negara, anggaranya
ditetapkan dan diberikan oleh negara.Syeikh Al-Azhar dijadikan pejabat setingkat perdana
Mentri dan digaji pemerintah.Akibatnya Al-Azhar tidak lagi independen atau kekuatan
penyeimbang penguasa.4

D. Komparasi Sejarah Pengelolaan Zakat

Masa/periode Pemerintah Pemerintah dan


masyarakat

Rasullullah SAW Zakat dikelola


pemerintah.Rasulullah ikut
turun tangan sendiri dan
memberi petunjuk
operasionalnya

Khalifah Abu Bakar Zakat di kelola oleh


pemrintah. Bahkan mereka
yang membangkang
membayar zakat diperangi

Khalifah Umar Bin Zakat dikelola oleh


Khattab pemerintah baitul mal
dananya makin banyak

4Ekonomi Syariah C, “Pengelolaan Zakat Lintas


Sejarah”http://ekonomisyariahc.blogspot.com/2017/03/pengelolaan-zakat-lintas-sejarah.html (Diakses pada
tanggal 06 September 2019 pukul 16.57)
berasal dari wilayah yang
ditaklukan

Khalifah Ustmanbin Dikelola oleh pemerintah


Affan namun karena gudang
baitul mal penuh maka
muzakki atas nama
khalifah boleh langsung
membagikan kepada
mustahiq.

Khalifah Ali bin Sama seperti ustman Ali


Abi Thalib mengawasi sendiri

Bani Puncak keberhasilan


Umayyah danBani pengelolaan zakat terjadi
Abbasiyah pada masa khilfah Umayyah
dan Abbasiyah
DAFTAR PUSTAKA

https://fitrianitaumami.blogspot.com/2017/09/sejarah-pengelolaan-zakat_23.html?m=1

http://ekonomisyariahc.blogspot.com/2017/03/pengelolaan-zakay-lintas-sejarah.html?m=1

Faisal, SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT DI DUNIA MUSLIM DAN INDONESIA (Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah
Charles Peirce dan Defisit Kebenaran Lieven Boeve), Analisis, Volume XI, Nomor 2, Desember 2011, hlm. 248.

Anda mungkin juga menyukai