Anda di halaman 1dari 29

SKENARIO 5

SARIAWAN KOK DI PENIS ?

Seorang laki-laki, 30 tahun, pegawai swasta, datang ke dokter keluarga dengan keluhan
timbul sariawan di penisnya yang terasa nyeri sejak 3 hari yang lalu. Berawal dari bintil kecil
kemudian pecah dan bertambah banyak. Pada anamnesis didapatkan demam dan riwayat
berhubungan seksual kurang lebih 2 minggu yang lalu dengan wanita yang baru dikenalnya di
klub malam tanpa menggunakan kondom. Pada pemeriksaan fisik pada penis didapatkan ulkus
multipel, kotor dan rapuh.

Tujuan Pembelajaran :
1. Mampu mendiagnosis dan membedakan ulkus genital yang disebabkan oleh berbagai sebab
dengan identifikasi lesi kulit dan etiologi penyakit menular seksual dengan gejala ulkus.
2. Mampu menentukan faktor risiko terjadinya ulkus genital.
3. Mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik terstruktur pada kasus ulkus genital.
4. Mampu merencanakan dan melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana untuk menunjang
penegakan diagnosis ulkus genital.
5. Mampu menentukan rencana penatalaksanaan dengan memberikan terapi definitif,
memberikan terapi sementara dan merujuk kasus dengan ulkus genital.
6. Mampu menjelaskan berbagai komplikasi akibat ulkus genital.
7. Mampu menjelaskan prognosis ulkus genital.
8. Mampu menjelaskan cara pencegahan terjadinya ulkus genital.

Pertanyaan dan Persiapan


1. Apabila anda menemui pasien dengan ulkus genital, pertanyaan apa saja yang perlu diajukan
kepada pasien, pemeriksaan klinis yang harus dilakukan serta pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan.
2. Buatlah suatu algoritma alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit menular
seksual yang ditandai ulkus.
3. Apabila anda menemukan ulkus genital yang tidak nyeri, diagnosis apa yang anda pikirkan,
apakah penyebabnya, bagaimana lesi khas serta patofisiologinya.
4. Apabila anda menemukan ulkus genital yang nyeri, diagnosis apa saja yang anda pikirkan,
apa sajakah penyebabnya, bagaimana lesi khasnya dan patofisiologinya.
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dibutuhkan untuk menunjang berbagai kemungkinan
diagnosis diatas.
6. Sebutkan kriteria diagnosis sifilis dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan serta
interpretasinya.
7. Terangkan penatalaksanaan sifilis pada berbagai kondisi.
8. Sebutkan kriteria diagnosis chancroid dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan serta
penatalaksanaannya.
9. Sebutkan kriteria diagnosis herpes genital, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan serta
penatalaksanaannya.
10. Sebutkan kriteria diagnosis limfogranuloma venereum, pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan serta penatalaksanaannya.
11. Sebutkan kriteria diagnosis bubo inguinalis, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan serta
penatalaksanaannya.

Komponen penatalaksanaan IMS meliputi:


1. Anamnesis tentang riwayat infeksi/penyakit
2. Pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen/bahan pemeriksaan
3. Diagnosis yang tepat
4. Pengobatan yang efektif
5. Nasihat yang berkaitan dengan perilaku seksual
6. Penyediaan kondom dan anjuran pemakaiannya
7. Penatalaksanaan mitra seksual
8. Pencatatan dan pelaporan kasus
9. Tindak lanjut klinis secara tepat

ANAMNESIS
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau pun paramedis, bertujuan
untuk:
menentukan faktor risiko pasien, membantu menegakkan diagnosis sebelum
dilakukan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang lainnya dan membantu
mengidentifikasi pasangan seksual pasien.
Faktor risiko di dapat kan dengan m enanyakan beberapa hal tersebut di
bawah ini. Berdasarkan penelitian faktor risiko oleh WHO (World Health
Organization) di beberapa negara (di Indonesia masih belum diteliti), pasien
akan dianggap berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk
satu atau lebih pertanyaan di bawah ini:
1. Pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir
2. Berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir
3. Mengalami 1/ lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir
4. Perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.

Informasi yang perlu ditanyakan kepada pasien:


1. Keluhan utama
2. Keluhan tambahan
3. Riwayat perjalanan penyakit
4. Siapa menjadi pasangan seksual tersangka (wanita/pria penjaja seks, teman, pacar, suami/istri)
5. Kapan kontak seksual tersangka dilakukan
6. Jenis kelamin pasangan seksual
7. Cara melakukan hubungan seksual (genito-genital, orogenital, anogenital)
8. Penggunaan kondom (tidak pernah, jarang, sering, selalu)
9. Riwayat dan pemberi pengobatan sebelumnya (dokter/bukan dokter/sendiri)

10. Hubungan keluhan dengan keadaan lainnya – menjelang/sesudah haid; kelelahan fisik/psikis; penyakit:
diabetes, tumor, keganasan, lain-lain); penggunaan obat: antibiotika, kortikosteroid, kontrasepsi);
pemakaian alat kontrasepssi dalam rahim (AKDR); rangsangan seksual; kehamilan; kontak seksual

11. Riwayat IMS sebelumnya dan pengobatannya

12. Hari terakhir haid

13. Nyeri perut bagian bawah

14. Cara kontrasepsi yang digunakan dan mulai kapan


PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik terutama dilakukan pada daerah genitalia dan sekitarnya, yang
dilakukan di ruang periksa dengan lampu yang cukup terang. Lampu sorot tambahan diperlukan
untuk pemeriksaan pasien perempuan dengan spekulum. Dalam pelaksanaan sebaiknya
pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Pada pemeriksaan terhadap pasien
perempuan, pemeriksa didampingi oleh paramedis perempuan, sedangkan pemeriksaan pasien
laki-laki, dapat didampingi oleh tenaga paramedis laki-laki atau perempuan. Beri penjelasan
lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan:
 Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genital dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu
menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa.
 Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genital (pada
keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruh pakaiannya secara bertahap).
 Pasien perempuan,
o diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologi dalam posisi litotomi.
o Pemeriksa duduk dengan nyaman ambil melakukan inspeksi dan palpasi mons
pubis, labia, dan perineum.
o Periksa daerah genitalia luar dengan memisahkan kedua labia, perhatikan adakah
kemerahan, pembengkakan, luka/lecet, massa, atau duh tubuh.

 Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri


 Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah
skrotum.
 Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain.
 Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genital, perineum, a nus dan
sekitarnya.

 Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran


kelenjar getah bening setempat (regional).
 Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan
bahan pemeriksaan.
 Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk
tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik), sebelum pemeriksaan.
 Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gejala ulkus genitalis (laki-laki dan
perempuan), meliputi :
1. S emua pasien dengan gejala ulkus genital, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan usapan pus yang diperiksa secara mikroskopis dengan
pengecatan gram serta pemeriksaan serologi untuk sifilis dari bahan darah
vena (RPR=rapid plasma reagin, syphilis rapid test).

2. Pemeriksaan Treponema pallidum pada ulkus yang dicurigai sifilis:


a. Ulkus dibersihkan terlebih dahulu dengan kain kasa yang telah dibasahi
larutan salin fisiologis (NaCl 0,9%).
b. Ulkus ditekan di antara ibu jari dan telunjuk sampai keluar cairan serum
c. Serum dioleskan ke kaca obyek untuk pemeriksaan Burry atau mikroskop
lapangan gelap bila ada.

Pemeriksaan bimanual

1. Gunakan sarung tangan dan dapat digunakan pelumas.


2. Masukkan jari tengah dan telunjuk tangan kanan ke dalam vagina, ibu jari
harus dalam posisi abduksi, sedangkan jari manis dan kelingking ditekuk ke
arah telapak tangan.
3. Untuk palpasi uterus: letakkan tangan kiri di antara umbilikus dan tulang
simfisis pubis, tekan ke arah tangan yang berada di dalam pelvik
4. Dengan telapak jari tangan, raba fundus uteri sambil mendorong serviks ke
anterior dengan jari-jari yang berada di pelvik. Perhatikan ukuran, posisi,
konsistensi, mobilitas uterus, dan kemungkinan rasa nyeri saat menggoyangkan
serviks
5. Dengan perlahan, geser jari-jari yang berada di vagina menuju forniks lateral
sambil tangan yang berada di atas perut menekan ke arah inferior.

ULKUS GENITAL
Angka prevalensi relatif kuman penyebab ulkus genitalis bervariasi, dan sangat dipengaruhi
lokasi geogafis. Setiap saat angka ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Secara klinis
diagnosis banding ulkus genitalia tidak selalu tepat, terutama bila ditemukan beberapa penyebab
secara bersamaan. Manifestasi klinis dan bentuk ulkus genital sering berubah akibat infeksi
HIV.

Sesudah dilakukan pemeriksaan untuk memastikan ulkus genital, pengobatan selanjutnya


disesuaikan dengan penyebab dan pola sensitivitas antibiotik setempat, misalnya, di daerah
dengan prevalensi sifilis maupun chancroid yang cukup menonjol, maka pasien dengan ulkus
genitalis harus segera diobati terhadap kedua kuman penyebab tersebut. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kemungkinan pasien tidak kembali untuk tindak lanjut.
Sedangkan untuk daerah yang sering ditemukan granuloma inguinale atau limfogranuloma
venereum (LGV), pengobatan terhadap kedua mikroorganisme tersebut juga perlu diperhatikan.
Di beberapa negara, herpes genitalis sangat sering ditemukan sebagai penyebab ulkus genitalis.
Sedang untuk daerah yang sering ditemukan infeksi HIV, maka peningkatan proporsi kasus
ulkus genitalis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks sering terjadi. Ulkus pada pasien
yang disebabkan oleh virus herpes yang bersamaan dengan virus HIV gejalanya tidak khas
dan menetap lebih lama.

Pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis sangat jarang dapat
membantu pada kunjungan pertama pasien, dan biasanya hal ini terjadi sebagai akibat infeksi
campuran. Dapat ditambahkan pula, bahwa di daerah dengan angka prevalensi sifilis tinggi, tes
serologis yang reaktif mungkin akan lebih mencerminkan keadaan infeksi sebelumnya dan
dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan pasien saat itu. Sedangkan tes
serologis negatif, belum tentu menyingkirkan kemungkinan ulkus akibat sifilis stadium primer,
mengingat reaktivitas tes serologi sifilis baru muncul 2-3 minggu setelah timbul ulkus.

Saat ini sering dijumpai ulkus genitalis bersamaan dengan infeksi HIV, yang
menyebabkan manifestasi klinis berbagai ulkus tersebut menjadi tidak spesifik. Ulkus karena
sifilis stadium 1 maupun herpes genitalis menjadi tidak khas; chancroid menunjukkan ulkus
yang lebih luas, berkembang secara agresif, disertai gejala sistemik demam dan menggigil; lesi
herpes genitalis mungkin berbentuk ulkus multipel yang persisten dan lebih memerlukan
perhatian medis, berbeda dengan vesikel yang umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting)
pada seorang yang immunokompeten.

Infeksi HIV yang bersamaan juga dapat mengakibatkan kegagalan pengobatan pada sifilis fase
awal, chancroid, dan herpes simpleks. Pada pasien yang demikian perlu
dipertimbangkan pengobatan dengan waktu yang lebih lama, namun masih diperlukan
penelitian lebih lanjut.
Tabel 1. Terapi antibiotik untuk ulkus genital
Bagan 1. Alur diagnosis ukus genital dengan pendekaan sindrom
Bagan 2. Alur diagnosis ulkus genital khusus untuk tenaga medis
Diagnosis Banding untuk infeksi menular seksual dengan gejala Ulkus pada pasien diatas
diantaranya
1. Herpes genitalis
2. Syphilis
3. Chancroid
4. Limfogranuloma venereum
5. Bubo inguinalis

A. HERPES SIMPLEKS GENITALIS

ETIOLOGI
Herpes simpleks disebabkan oleh Herpes virus hominis (HVH) atau Herpes simplex virus
(HSV). Ada 2 tipe mayor antigenik di mana HSV tipe 1 berhubungan dengan infeksi pada wajah
dan HSV tipe 2 berhubungan dengan infeksi pada genital.

PATOGENESIS
lnfeksi herpes genitalis dimulai bila sel epitel mukosa saluran hospes (host) yang rentan terpapar
oleh virus yang ada dalam lesi atau sekret genital orang yang terinfeksi. Infeksi oleh virus herpes
1 atau 2 akan menginduksi glikoprotein yang berhubungan pada permukaan sel-sel yang
terinfeksi. Setelah terjadi infeksi, sistem imunitas humoral dan seluler akan terangsang oleh
glikoprotein antigenik untuk menghasilkan respons imun. Bersamaan dengan infeksi awal, virus
herpes simpleks ini akan menuju saraf sensorik perifer masuk ke ganglion sensorik atau otonom
pada masa laten. Tidak terdapat imunitas alami terhadap virus herpes simpleks
yangnmenginfeksi untuk pertama kalinya. Selama fase induksi, infeksi menjadi tidak terkontrol,
infeksi herpes simpleks dapat menyebar, memburuk dengan durasi yang lebih lama daripada
infeksi herpes rekurens.

MANIFESTASI KLINIS
Infeksi primer adalah infeksi yang pertama kali dengan HSV 2 atau 1. Tampak dalam 2-1 hari
setelah inokulasi.
 Sering kali disertai gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, malaise dan mialgia.
 Sifat lesi dan pelepasan virus berlangsung lama dan dapat mengenai banyak tempat di
genital atau luar genital.
 Gejala klinis berupa nyeri dan iritasi pada lesi bertambah dalam 6-7 hari pertama sakit
dan mencapai puncaknya antara 7-11 hari sakit.
 Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di mana lesi di genital muncul
 Lesi berupa papula,berkembang menjadi vesikel berdinding tipis di atas dasar eritematosa
sebelum pecah menjadi ulkus.

Herpes genitalis rekurens


 Lebih bersifat ringan dan bersifat lokal.
 Sebagian besar infeksi dengan HSV2 iniakan terjadi kekambuhan jika infeksi utama
bersifat subklinis atau asimtomatis.
 GejalaKlinis:
1. Nyeri
2. iritasi lesi genital yang akan meningkat setelah hari ke 6 sampai ke 7 dan masa
sakitnya
3. pembesaran limfonodi inguinal dan femoral secara umum bersifat nonfluktuasi serta
nyeri pada perabaan.

DIAGNOSIS
Didiagnosis suatu HSV bila ditemukan kelompok vesikel multipel berukuran sama, timbulnya
lama dan sifatnya sama dan nyeri. Hal ini harus dibedakan dengan ulkus yang disebabkan oleh
Treponema palidum. Walaupun dapat terjadi koinfeksin antara keduanya. Diagnosis banding
herpes simpleks genitalis adalah Haemophylus ducreyi dan sindrom Behcet.
Diagnosis Laboratorium
• Isolasi virus.
• Deteksi DNA HSV dengan polymerase chain reaction(PCR).
• Deteksi antigen HSV secara enzyme immunoassay(EIA).
• Peningkatan titer antibodi anti-HSV. Bermanfaat bila pada episode pertama infeksi.

PENATALAKASANAAN
Lesi Inisial atau Episode Pertama
Pengobatan yang diberikan dapat dibagi menjadi 3 bagian.
1. Pengobatan profilaksis, yaitu meliputi penjelasan kepada pasien tentang penyakitnya,
psikoterapi dan proteksi individual.
2. Pengobatan nonspesifik, yaitu pengobatan yang bersifat simtomatis.
3. Pengobatan spesifik, yaitu pengobatan berupa obat-obat antivirus terhadap virus herpes.
Pengobatan simtomatis dan antivirus berupa asikiovir 5 X 200 mg/hari /oral selama 7-10 hari
atau 3 X 400 mg.Jika ada komplikasi berat dapat diberikan asiklovir intravena 3 X 5
mg/kgBB/hari selama 7-10 hari.

Lesi Rekurens
Jika lesi ringan: simtomatis
Jika lesi berat dapat diberikan asikiovir 5 X 200 mg/hari per oral selama 5 hari atau 2 X 400
mg/hari atau Valasiklovir 2 X 500 mg/hari atau Famsiklovir 2 X 125-250 mg/hari.

PROGNOSIS
Infeksi primer dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik sedangkan infeksi
rekuren harinya dapat dibatasi frekuensi kekambuhannya.Pengobatan secara dini dan tepat
memberikan prognosis yang lebih baik, yaitu masa penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekurensi lebih jarang.

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi apabila infeksi primer menyebar luas ke seluruh tubuh sehingga dapat
menyebabkan meningitis, ensefalitis, herpetik hepatitis, pneumonia atau keadaan lain yang
berbahaya. Pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi yang dilahirkan terjadi malformasi
kongenital, hepatitis, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit atau lahir mati. Pada orang tua
bisa terjadi eritema eksudativum multiforme bahkan bisa muncul depresi dan ketakutan akibat
salah penanganan pada penderita.
B. ULKUS MOLE

DEFINISI
Ulkus mole (ulcus molle) merupakan penyakit ulseratif akut, biasanya terjadi di genitalia.
Penyakit ini sering dihubungkan dengan adenitis inguinal atau bubo, yang disebabkan oleh
infeksi Haemophilus ducreyi.

ETIOLOGI
Chancroid disebabkan oleh H. ducreyi yang merupakan basil gram negatif, bersifat fakultatif
anaerobik yang membutuhkan heinin (faktor X) untuk pertumbuhannya.

PATOGENESIS
H. ducreyi dapat berpenetrasi ke dalam epidermis melalui sel-sel epitel yang rusak karena
trauma atau abrasi. Pada lesi tersebut organisme dapat dijumpai baik di dalam makrofag maupun
neutrofil. Bahkan juga dapat terlihat secara berkelompok dalam jaringan interstitium.
Patogenesis terbentuknya ulkus tidak sepenuhnya dapat dimengerti. Baine dan Joslin mampu
mendemonstrasikan adanya aktivitas enzim phospholipase C dan enzim protease pada kultur sel
yang mengandung H. ducreyi. Sementara Strum mendeteksi faktor ekstraseluler lainnya yang
dihasilkan oleh H. ducreyi saat dilakukan inkubasi pada leukosit manusia. Faktor ekstraseluler
ini memiliki aktivitas leukotoksik tanpa memengaruhi integritas leukosit itu sendiri.
Limfadenitis dihubungkan dengan respons inflamasi piogenik. Supurasi dihubungkan
dengan jumlah neutrofil yang sangat banyak dan sejumlah kecil basil. Pada bubo hampir tidak
ditemukan mikroorganisme dan juga tetap tidak bisa dijelaskan mengapa hal tersebut terjadi.

MANIFESTASI KLINIS

 Masa inkubasinya adalah berkisar antara 4 sampai 7 hari dan jarang yang kurang dari 3
hari atau lebih dan 10 hari.
 Tidak disertai gejala prodromal.
 Pembentukan ulkus mole
1. Adanya papula lunak, dengan kulit yang eritema di sekelilingnya.
2. Tidak ditemukan adanya vesikel pada tiap tingkat perjalanan penyakit.
3. Dalam 24 sampai 48 jam, papula akan berubah menjadi pustula, kemudian
mengalami erosi dan ulserasi.
4. Pinggir ulkus tidak teratur dan bergaung, dasar ulkus biasanya ditutupi jaringan
nekrotik dan eksudat yang berwarna abu-abu kekuningan di atas jaringan
granulasi yang mudah berdarah. Berbeda dengan sifilis, ulkus mole biasanya
lunak dan sering kali multipel.
5. Diameter ulkus berkisar antara 1 mm sampai dengan 2 cm.
 Keluhan:
1. Pada laki-laki, keluhan yang muncul biasanya berhubungan langsung dengan ulkus
atau abses di inguinal. Ulkus mole terasa nyeri.
2. Pada wanita, keluhan tergantung pada lokasi ulkus. Keluhan tersebut dapat berupa
nyeri pada saat buang air, perdarahan perektal, dispareunia, atau keluarnya duh tubuh
dari vagina.
 Lokalisasi ulkus:
1. Pada laki-laki adalah preputium, lipatan balanopreputial, frenulum, glans penis dan
sulkus koronarius.
2. Lokalisasi pada wanita vulva terutama pada comisura posterior, labia minora,
vestibulum, labia mayora dan daerah uretra. Jarang dijumpai lesi pada vagina, serviks,
perineum atau anus.
 Pembesaran kelenjar inguinal (bubo) yang berupa adenitis inguinal yang nyeri, terjadi
pada 50% penderita, dan terjadi dalam beberapa hari sampai 2 ininggu (rata-rata 1
ininggu) setelah timbul lesi primer. Adenitis umumnya bersifat unilateral dan kulit
diatasnya enitema. Bubo dapat berfluktuasi dan ruptur secara spontan. Pus yang mengalir
dan bubo biasanya keruh seperti susu. Sementara pada wanita jarang terjadi limfadenitis.

KOMPLIKASI
Komplikasi ulkus mole antara lain:
 Adenitis inguinal (bubo inflamatorik), merupakan komplikasi yang paling sering
didapatkan. Timbul beberapa hari sampai 3 minggu setelah munculnya lesi primer.
 Fimosis atau parafimosis. Dapat terjadi akibat sikatriks yang terbentuk pada lesi yang
mengenai preputium.
 Fistel uretra. Muncul sebagai akibat ulkus pada glans penis yang bersifat destruktif.
Dapat diikuti dengan terbentuknya striktur uretra.
 Fistel rektovagina. Merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada wanita.
 Infeksi campuran dapat terjadi, misalnya dengan organisme Vincent mengakibatkan
ulkus makin destruktif dan sulit diobati. Infeksi campuran dengan Treponema pallidum
(ulkus mikstum) memberi gambaran ulcus mole yang berkurang nyerinya namun lesi
lebih berindurasi. Kombinasi juga dapat terjadi bersama dengan infeksi virus Herpes
simplex atau bersamaan dengan lesi Limfogranuloma venereum dan Granuloma
inguinale.

DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, keluhan dan gejala klinis serta
pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen penyebabnya. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1. Pemeriksaan langsung dan bahan ulkus
Dapat dilakukan dengan pewarnaan gram, giemsa atau mikroskop elektron. Namun
pemeriksaan langsung tersebut sering kali menyesatkan karena banyaknya flora polimikrobial
yang dapat dijumpai pada ulkus genital.
2. Biakan
Diagnosis yang lebih akurat didapatkan dari kultur H. ducreyi. Bahan diambil dan dasar ulkus
yang purulen atau pus bubo.
3. Tes serologis
Tes ELISA dapat digunakan dengan memakai Whole Lysed H. ducreyi sebagai sumber
antigen, dan tampaknya tes ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang luas.
4. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Merupakan suatu metode untuk melipatgandakan (amplifikasi) DNA. Pemeriksaan ini lebih
sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis ulkus mole.
5. Pemeriksaan Histopatologis
Gambaran histopatologis pada ulkus mole cukup tegas untuk dapat digunakan sebagai salah
satu sarana penunjang diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini didiagnosis banding dengan penyakit yang juga menyebabkan lesi ulseratif pada
genitalia seperti sifilis primer, herpes genitalis, lesi primer limfogranuloma venereum, granuloma
inguinale dan ulkus traumatik yang disertai infeksi sekunder.

PENATALAKSANAAN
Center of Disease Control (CDC) pada tahun 1998 merekomendasikan pengobatan ulkus mole
dengan:
 Azitromisin 1 g per oral, dosis tunggal
 Seftriakson 250 mg intramuskular, dosis tunggal
 Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari per oral, selama 3 hari
 Eritromisin 4 X 500 mg sehari per oral, selama 7 hari.

Selain obat tersebut di atas, yang juga efektif untuk menangani kasus ulkus mole adalah:
 Trimetoprim 160 mg dan sulfametoksasol 800 mg, 2X sehari selama 7 hari sebagai
pengobatan alternatif.
 Kombinasi amoksisilin 500 mg dan asam klavulanat 125 mg oral 3X sehari selama 7 hari.

PROGNOSIS
Penyakit ini tidak menyebar secara sistemik. Tanpa pengobatan, ulkus genital dan abses inguinal
kadang akan menetap selama bertahun-tahun. Infeksi tidak menimbulkan imunitas dan dapat
terjadi infeksi ulang.

C. SIFILIS

DEFINISI
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum

KLASIFlKASI
Secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Sifilis kongenital (bawaan)
2. Sifilis akuisita (didapat)
Pada sifilis juga dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis dan
epidemiologis, yaitu:
1. Sifilis Primer (SI)
2. Sifilis Sekunder (SIl)
3. Sifilis Laten dini dan sifilis Laten Lanjut
4. Sifilis Tersier (sifilis benigna lanjut)/(SIII)
5. Sifilis Kardiovaskuler dan Neurosifilis.

Gambar 1. Perjalanan alamiah sifilis

PATOGENESIS
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput lendir. Pada tempat
masuknya, kuman mengadakan multiplikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat
yang terdiri atas limfosit dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papula.
Kerusakan vaskuler terjadi mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang
sehingga terjadi erosi atau ulkus. Treponema masuk aliran darah dan limfe lalu menyebar ke
seluruh jaringan tubuh, termasuk kelenjar getah bening regional. Reaksi jaringan terhadap
multiplikasi ini akan terlihat 6-8 minggu, biasanya didahului oleh gejala prodromal. Lesi primer
perlahan-lahan menghilang karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya dan
penyembuhan terjadi tanpa atau dengan jaringan parut tipis.

GAMBARAN KLINIS
Stadium I (Sifilis Primer)
Kuman masuk dan melalui masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 2-4 minggu).
Manifestasi klinis/Afek primer:
1. kelainan kulit yang dimulai dengan makula,
2. papula, papula berubah menjadi papula erosif atau ulkus ulkus durum yang biasanya soliter,
berbentuk bulat atau lonjong, tepi teratur berbatas tegas, dinding tidak menggaung, permukaan
bersih dengan dasar jaringan granulasi berwarna merah daging, pada perabaan ada indurasi dan
tidak nyeri tekan.

Stadium II (Sifilis Sekunder)


Biasanya stadium II timbul 6-8 ininggu kemudian dan pada waktu timbulnya, sepertiga masih
disertai SI.Karena sifat kelainannya sistemik, maka selalu didahului gejala prodromal, inisalnya
sakit di daerah otot atau sendi, suhu badan subfebris, sukar menelan, malaise, anoreksia dan
sefalgia. Kelainan yang timbul dapat mengenai kulit (75%), selaput lendir (30%), kelenjar (50%)
dan alat-alat dalam (10%).

Tabel 2. Sifilis sekunder

Stadium Laten Dini


Pada kelainan laten dini yang terjadi kurang dari 2 tahun sejak mulainya infeksi, tidak ditemukan
tanda-tanda klinis dan hanya dapat diketahui dari hasil serologi (S.T.S) yang positif.

Stadium Rekuren
Gejala klinis yang timbul biasanya seperti bentuk SlI, tetapi lebih setempat.Kadang dapat juga
timbul kelainan seperti SI pada tempat inokulasi pertama yang disebut Chancre redux.

Stadium Laten Lanjut


Disebut laten lanjut bila terjadi lebih dari 2 tahun sejak dimulainya infeksi. Tidak terdapat gejala
klinis dan hanya dapat diketahui dad hasil S.T.S yang positif. Lamanya masa laten ini dapat
bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.

Stadium III (Sifilis Tersier)


Kelainan timbul 3-10 tahun sesudah stadium I. Pada masa sekarang sifilis stadium III sangat
jarang dijumpai.Lesi III ini disebut juga sifilis lanjut benigna oleh karena belum membahayakan
kehidupan.
Secara umum lesi SIll dapat menyerang:
- Struktur pembungkus badan: kulit, mukosa, subkutis.
- Struktur penyangga tubuh: tulang, sendi, otot, ligamen dan lain-lain.
Bagian tubuh yang paling sering terkena ialah kulit (70%), mukosa (10,3%) dan tulang (9,6%).
Kelainan yang khas berupa gumma, yaitu infiltrat sirkumskripkronis yang cenderung mengalaini
pengejuan (perlunakan) dan bersifat destruktif.
Gambar 2. Stadium klinis sifilis

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti sifilis dapat ditegakkan apabila ditemukan Treponema pallidum dengan
mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan TSS darah dan cairan otak, rontgen serta histopatologis
sangat membantu.

Tabel 3. Tes serologi sifilis

Interpretasi
 Titer tes non treponemal ≥¼ → tersangka sifilis → konfirmasi dengan ax., px. fisik, titer
tes treponemal
1
 Titer tes non treponemal tinggi (≥ /32) → penyakit sifilis aktif

PENATALAKSANAAN
Pedoman dari C.D.C. Atlanta (2002) berdasarkan atas stadium penyakitnya, adalah sebagai
berikut.
1. Sifilis dini (sifilis stadium I-II dan sifilis laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
• Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra muskuler (i.m.), atau
• Penisilin G Prokain dalam aqua 600.000 U i.m. selama 10 hari.
Pengobatan Sifilis dini dan yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
• Tetrasiklin HCL, 4 X 500 mg/hari oral selama 4 minggu
• Entroinisin 4 X 500 mg oral selama 4 minggu
• Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu.
2. Pengobatan Sifilis lanjut
• Penisilin G Benzatin 2,4juta unit i.m./ininggu,selama 3 minggu berturut-turut, total 7,2 juta
unit; atau
• Penisilin G Procain 600.000 u i.m. setiap hari selama 14 hari; atau
• Tetrasiklin HCL 4 dd 500 mg/hari selama 4 minggu
• Doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 4 mlnggu.

Evaluasi kembali klinis dan serologis sesudah 3, 6, 12 bulan pengobatan.

Tabel 4. Terapi sifilis akuisita


Klinis dinilai kembali setelah 1 tahun periode pengobatan,

Tabel 5. Terapi sifilis akuisita dan congenital

D. LIMFOGRANULOMA VENEREUM

DEFINISI
Limfogranulorna Venereum (LGV) adalah penyakit Menular seksual yang disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis, bersifat sistemik, mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar
linfe, terutarna pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis, akut,
sub-akut, atau kronis tergantung pada keadaan imunitas penderita.

PATOGENESIS
Chlamydia trachornatis tidak dapat menembus membran atau kulit yang utuh, tetapi masuk
melalui aberasi atau lesi kecil di kulit, kemudian mengadakan penyebaran secara limfogen untuk
bermultiplikasi ke dalarn fagosit rnononuklear pada kelenjar limfe regional kemudian akan
menirnbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan perilimfangitis), seterusnya
rnencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi peradangan kelenjar limfe dan jaringan di
sekirarnya.

GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinisdapat akut, sub-akut, atau kronis dengan komplikasi pada stadium
lanjur.Terdapat perbedaan gambaran klinis pada pria dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan
lesi primer genital dan bubo inguinal.Perjalanan penyakit LGV secara umum dapat dibagi dalam
2 stadium).
1. Stadium dini, yang terdiri atas:
a. Lesi primer genital
b. Sindrom inguinal
2. Stadium Lanjut, dapat berupa:
a. Sindrom ano-rektal
b. Elefantiasis genital

Lesi Primer Genital


 Setelah rnasa inkubasi antara 3-12 hari atau lebih lama.
 Akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak khas, tidak sakit dan cepat menghilang
tanpa pembentukan jaringan parut.
 Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-papula kelompok vesikel kecil
nirip lesi herpes. Sering berlokasi pada sulkus koronarius kemudian pada frenulum,
preputium, penis, uretra dan skrotum. Pada wanita lebih sening terjadi di dinding posterior
vagina, portio, bagian posterior serviks dan vulva.
 Lesi primer pada pria dapat pula disertai limfàngitis pada bagian dorsal penis dan membentuk
nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil bubonuli. Bubonuli dapat pecah dan
membentuk drainase sinus, fistel dan fibrosis uretra sehingga terbentuk sikatrik pada dasar
penis. Limfangitis sangat sering berhubungan dengan edema lokal dan regional yang
menyebabkan phimosis pada pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat yang
bervariasi.

Sindrom Inguinal
Biasanya terjadi beberapa han sampai beberapa mmggu setelah lesi primer menghilang. Masa
inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari tapi mungkin lebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi.
Gejala sistemik yang sering menyertai sindron ini: seperri demam, menggigil, nausea, anoreksia
dan sakit kepala. Gejala konstitusi ini kemungkinat berhubungan dengan penyebaran sistemik
dari Chlamydia.
Pada pemeriksaan klinis sindrom inguinal didapatkan keadaan sebagai berikut.
1. Kelenjar inguinal membesar, nyeri dan teraba padat, kemudian berkembang menjadi
perilimfadenitis.
2. Terjadi perlekatan antarkelenjar
3. Perlunakan kelenjar yang tak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan
terbentuk abses multiple.
4. Abses pecah menjadi sinus atau fistel niultiple pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain
mengalami invol secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daerah inguinal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Frel
2. Tes Serologi
3. Kultur Jaringan
4. Polymerase Chain Reaction (Pal)
5. Biopsi-Histopatologi

DIAGNOSIS
Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus suspektus disertai
gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Tes Frei positif
2. Tes fiksasi komplenien atau tes serologi lain untuk LGV positif
3. Isolasi Chlamydia darijaringan yang teninfeksi pada kultur jaringan
4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia
5. Pemeriksaan histologi ditemukan Chlamydia dalam jaringan yang terinfeksi

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasakan stadium penyakit yaitu:
A. Stadium Primer Genital
1. Herpes genital
2. Sifilis: Lesi pruner yang berlanjut pada linifogranuloma venereum dapat dikelirukan
dengan lesi primer pada sifilis.
3. Ulkus mole:
B. Sindrom lnguinal.
1. Granuloma Inguinalis
2. Limfadenopati inguinal
3. TB kulit

PENATALAKSANAAN
 Doksisiklin yang merupakan pilihan pertama pengobatan dosis 2x 100 mg/hariselama 14-
21 hari atau tetrasiklin 2 gr/ han atau minoksiklin 300 mg diikuti 200 mg 2x/ hari
 Sulfonamid: dosis 3-5 gram/hari selama 7 hari.
 Eritromisin: pilihan kedua, dosis 4 X 500 mg/had selama 21 hari, terutama pada, kasus-
kasus alergi obat golongan tetrasiklin pada wanita hamil dan menyusui.
 Kotrimoksasol (Trimetropnim 400 mg dan sulfametoksasol 80 rng) 3 X 2 tablet selama 7
hari.
 Ofloksasin 400 mg 2X/hari selama 7 hari
 Levofloksasin 500 mg 4X/hani selama 7 hari.
 Azithromycin 1 gram dosis tunggal.

Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan pada stadium lanjut di samping pemberian antibiotika. Pada
abses multipel yang berfluktuasi dilakukan aspirasi berulang karena insisi dapat memperlambat
penyembuhan.

KOMPLIKASI
 Dapat terjadi ruptur bubonuli sehingga terbentuk sinus dan fistel.
 Pada konplikasi jangka panjang dapat tenjadi fibrosis dan jaringan parut pada dasar penis.
 Pada wanita dapat terjadi servisitis, penimetnitis, dan salpingitis.
 Pada komplikasi sistemik dapat menycbabkan infeksi pulmo, perikarditis, arthritis,
konjungtivitis, dan meningitis.

PROGNOSIS
Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika tenjadi komplikasi lanjut dapat
menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi, terutama pada pasien human
iinmunodeficiency virus (HIV).
E. BUBO INGUINALIS
Bubo ingunalis dan femoralis adalah pembesaran kelenjar getah bening setempat
di daerah pangkal paha disertai rasa sangat nyeri, dan fluktuasi kelenjar. Keadaan ini sering
disebabkan oleh limfogranuloma venereum dan chancroid. Meskipun chancroid erat
hubungannya dengan ulkus genital, namun dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah
bening. Penyakit infeksi non-seksual baik infeksi lokal maupun sistemik (misalnya infeksi pada
tungkai bawah) juga dapat menyebabkan pembesaran kelenja getah bening di daerah inguinal.
Bagan 3. Alur penegakan diagnosis Bubo Inguinallis
Tabel 6. Pengobatan bubo inguinal ditujukan pada chancroid dan limfogranuloma venereum (LGV)

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2010.
2. F i t z p a t r i c k T B , E i s e n A Z , W o l f f K , F r e e d b e r g I M , A u s t e n KF.
Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi 5. New York:
McGraw-Hill: 2009.
3. Holmes KK, Mardh PA, Sparling et al. Sexually transmitted diseases,
4. McGraw-HillJames WD, Berger TG, Elston DM. Andrew’s Diseases of The Skin
Clinical Dermatology. Edisi 10. Canada: Saunders Elsevier : 2006
5. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi 7. New York : McGraw-Hill :
2008
6. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menuar Seksual 2011.

Anda mungkin juga menyukai