Health Education IVA Test
Health Education IVA Test
Oleh :
Brily Johanes Lombogia
17014101003
Supervisor Pembimbing :
Prof. dr. Najoan N. Warouw, Sp.OG (K)
Residen Pembimbing :
dr. Helena Sunarja
PENDAHULUAN
Sampai saat ini pemeriksaan sitologi dengan tes pap smear masih merupakan
pemeriksaan standar deteksi dini lesi prakanker serviks. Berdasarkan
GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki urutan ke7 secara global dalam
segi angka kejadian (urutan ke urutan ke- 6 di negara kurang berkembang) dan
urutan ke-8 sebagai penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama
dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks menduduki urutan
tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju atau urutan ke
5 secara global. Di Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10
kanker terbanyak berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 12,7%. Hal ini dikarenakan kurangnya efektivitas dan akses terhadap
pencegahan dan skrining awal. Akibatnya, kanker serviks baru diketahui ketika
sudah berada pada stadium lanjut dan sudah terlambat untuk diberikan
penanganan yang efektif.
Skrining dengan metode tes pap smear memerlukan tenaga ahli, sistem
transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat dipenuhi
oleh negara-negara berkembang. Selain itu, tes pap smear memiliki keterbatasan
jumlah laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, akibatnya hasil tes
pap smear baru didapat dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari - 1
bulan). Masalah yang berkembang akibat keterbatasan metode tes pap smear
inilah yang mendorong banyak penelitian untuk mencari metode alternatif
skrining kanker leher rahim.1,2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi IVA
Kategori
Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah
biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan
yang diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan
diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan
pengobatan lesi prakanker. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu
kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop electrosurgical excision procedure
(LEEP), laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.1,5
Sasaran skrining kanker leher rahim yang ditetapkan WHO adalah sebagai
berikut:5
Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah
menjalani tes Pap sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun
sebelumnya atau lebih.
Perempuan yang pernah mengalami lesi abnormal pada pemeriksaan tes
Pap sebelumnya.
Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan
pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda
dan gejala abnormal lainnya.
Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.
Dalam penerapan skrining kanker leher rahim di Indonesia, usia target saat
ini adalah antara usia 30-50 tahun, meskipun begitu pada perempuan usia 50-70
tahun yang belum pernah diskrining sebelumnya masih perlu diskrining untuk
menghindari lolosnya kasus kanker leher rahim. Selain sasaran diatas, semua
perempuan yang pernah melakukan aktivitas seksual perlu menjalani skrining
kanker leher rahim. WHO tidak merekomendasikan perempuan yang sudah
menopause menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher
rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoleher rahim dalam kanalis
servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum.1,2,3,5
Namun untuk pelaksanaan di Indonesia, perempuan yang sudah
mengalami menopause tetap dapat diikut sertakan dalam program skrining, untuk
menghindari terlewatnya penemuan kasus kanker leher rahim. Perlu disertakan
informed consent pada perempuan golongan ini, mengingat alasan di atas. Tidak
ditemukannya lesi prekanker tidak berarti tidak ada lesi prakanker pada golongan
perempuan ini. Interval skrining dilakukan 5 tahun sekali, kecuali bila ditemukan
radang pada leher rahim, interval dapat diperpendek. 1,2,4
Tes Pap 57 93
HC2 62 94
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah metode yang cocok
untuk deteksi dini kanker serviks sesuai untuk negara berkembang salah
satunya Indonesia. Teknik IVA cukup sederhana, yaitu dengan
mengaplikasikan asam asetat 3-5% pada serviks. Pada lesi prakanker akan
menampilkan warna bercak putih yang disebut acetowhite epithelium.
Dengan munculnya bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif.
Inspeksi visual asam asetat (IVA) mempunyai sensitivitas yang tinggi
untuk deteksi dini lesi prakanker serviks, mudah, murah, dan efektif
terutama jika dibandingkan dengan pap smear.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Sapto Wiyono dkk, Inspeksi Visual Asam Asetat untuk deteksi Dini
Lesi Prakanker Serviks. Universitas Diponegoro: 2008.
5. Sinta Sasika, dkk, Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Uji Sitologi
dan DNA HPV. Universitas Padjajaran Bandung: 2010.
DOKUMENTASI