Anda di halaman 1dari 24

PEDOMAN

PELAKSANAAN KLINIK SANITASI


DI PUSKESMAS

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh
empat faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan,
dan keturunan. Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu
sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan
populasi sebagai satu kesatuan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
derajat kesehatan masyarakat. Faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan
biologik dan lingkungan sosio kultural.
John Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor yaitu faktor
lingkungan (environment), pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent). Timbulnya
penyakit bila terjadi ketidakseimbangan di antara ketiga faktor tersebut, misalnya
penyakit terjadi karena faktor lingkungan yang jelek, atau berkembangnya kuman
penyakit atau daya tahan tubuh yang rendah untuk melawan infeksi kuman penyakit.
Menurut pasal 22 Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
menyebutkan antara lain :
(1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang
sehat.
(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan
permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya.
(3) Kesehatan lingkungan meliputi :
a. Penyehatan air, tanah, dan udara.
b. Pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan.
c. Pengendalian vektor penyakit.
d. Penyehatan atau pengamanan lainnya.
(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan
lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.

Sampai saat ini penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan


masalah kesehatan masyarakat. Insiden penyakit demam berdarah dengue 0.019/1000
penduduk, angka kematian pada kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit
TBC Paru, tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun di Indonesia terjadi 583.000
kasus baru TB, dengan kematian sekitar 140.000 orang. Diperkirakan setiap 100.000
penduduk terdapat 130 TBC BTA positif.
Proporsi penderita pneumonia balita yang berobat ke Puskesmas tahun 2002 sebesar
3/10.000 balita. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dari hasil survey
Sub Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan tahun 2003 insiden diare 374/1.000
penduduk. Insiden malaria yang diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu
kesakitan malaria tanpa konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API)
yaitu angka kesakitan malaria dengan konfirmasi laboratorium, tahun 2002 AMI
22,27/1.000 penduduk dan API 0,47/1.000 penduduk.
Permasalahan sampai saat ini diketahui bahwa penyakit terbanyak yang terdapat
di wilayah kerja Puskesmas didominasi oleh penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan masalah kesehatan lingkungan.
Disamping itu dirasakan bahwa upaya pengobatan penyakit dan upaya
peningkatan/perbaikan kualitas lingkungan dikerjakan secara terpisah dan tidak
terintegrasi dengan upaya terkait lainnya. Petugas paramedic/medis melaksanakan
upaya penyembuhan/pengobatan tanpa memperdulikan dan atau tanpa mengetahui
bagaimana sebenarnya kondisi lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi lain
petugas kesehatan lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan (pengawasan
kualitas lingkungan, penyuluhan dan perbaikan mutu lingkungan) tanpa memperhatikan
permasalahan penyakit/kesehatan masyarakat di lokasi / kawasan tersebut.
Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit
berbasis lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat untuk
upaya-upaya kesehatan di masa mendatang (rapat kerja Menteri Kesehatan RI dengan
Komisi VI DPR-RI, tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka
pembangunan kesehatan lebih ditekankan pada upaya promotif-preventif dibanding
upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik Sanitasi ketiga unsur pelayanan kesehatan yaitu
promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan secara integratif melalui pelayanan
kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis lingkungan di luar maupun di
dalam gedung.

Puskesmas mempunyai misi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial


yang bermutu, merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk itu dilakukan
dengan cara membina peran serta, upaya kesehatan inovatif, dan pemanfaatan teknologi
tepat guna.
Bertitiktolak dari hal-hal di atas, maka lahirnya konsep Klinik Sanitasi merupakan salah
satu upaya terobosan untuk memadukan ketiga jenis upaya kesehatan tersebut dalam
rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan
berkesinambungan.
Konsep ini pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan oleh Puskesmas
Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur Propinsi Nusa Tenggara Barat sejak November
1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh beberapa Puskesmas yang ada di Provinsi
Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan
Selatan. Saat ini Klinik Sanitasi sudah dikembangkan lebih dari 1.000 Puskesmas di
seluruh Provinsi di Indonesia.
Dengan makin berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka buku Pedoman
Pelaksanaan Klinik Sanitasi yang dicetak tahun 2000 perlu dilakukan perbaikan kembali
dengan mempertimbangkan berbagai kelemahan/hambatan maupun kekuatan, peluang,
dan ancaman yang dihadapi oleh Puskesmas serta masukan dari berbagai pihak terkait.

2. Pengertian
a. Klinik Sanitasi
Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan
antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko
tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah
kesehatan lingkungan permukiman yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas
bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam
maupun di luar Puskesmas.
Klinik sanitasi bukan sebagai kegiatan pokok yang berdiri sendiri, tetapi sebagai
bagian integral dari kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan secara lintas program dan
lintas sektor di wilayah kerja Puskesmas.
Dalam melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas
Puskesmas.
Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi Puskesmas dalam
melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
b. Petugas Klinik Sanitasi
Adalah tenaga kesehatan lingkungan/tenaga kesehatan lain/tenaga pelaksana yang
ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi.
c. Pasien
Penderita penyakit yang diduga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk
oleh Petugas Medis ke ruang Klinik Sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik
oleh petugas medis/paramedis maupun petugas survey.
d. Klien
Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas atau yang menemui petugas klinik
sanitasi bukan sebagai penderita penyakit tetapi untuk berkonsultasi tentang
masalah yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
e. Ruang Klinik Sanitasi
Adalah suatu ruangan atau tempat dalam gedung Puskesmas yang dipergunakan
untuk penyuluhan dan konsultasi oleh petugas Klinik Sanitasi terhadap pasien dan
klien.
f. Bengkel Sanitasi
Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk membuat, merawat,
memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi dan menyimpan peralatan yang berkaitan
dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat.
g. Konseling
Adapun hubungan komunikasi antara dua orang atau lebih antara petugas konseling
dan pasien/klien yang memutuskan untuk bekerjasama sehingga pasien/klien dapat
mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan secara mandiri maupun
dengan bantuan pihak lain.
h. Kunjungan Rumah
Adalah kegiatan yang dilakukan petugas Klinik Sanitasi ke rumah pasien/klien untuk
melihat keadaan rumah dan lingkungannya sebagai tindak lanjut dari kunjungan
pasien/klien ke Puskesmas (ruang Klinik Sanitasi) atau tindak lanjut dari penemuan
pasien/klien di lapangan.
i. Kegiatan dalam gedung
Adalah upaya pelayanan Klinik Sanitasi yang dilakukan di dalam atau di lingkungan
gedung Puskesmas
j. Kegiatan luar gedung
Adalah upaya Klinik Sanitasi yang dilakukan di luar gedung/lingkungan Puskesmas.
k. Keluarga Binaan
Adalah keluarga pasien, tetangga pasien atau keluarga klien yang perlu difasilitasi
untuk mengatasi masalah perilaku hidup bersih dan sehat, penyakit berbasis
lingkungan, dan masalah kesehatan lingkungan.
l. Keluarga resiko tinggi
Adalah keluarga yang mempunyai peluang untuk tertular dan menderita penyakit
berbasis lingkungan.
II. TUJUAN KLINIK SANITASI
1. Umum
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, dan
promotif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus.
2. Khusus
a. Terciptanya keterpaduan kegiatan lintas program dan lintas sektor dalam
program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan
dengan memberdayakan masyarakat.
b. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemampuan dan perilaku
masyarakat (pasien dan Klien serta masyarakat di sekitarnya) untuk
mewujudkan lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Meningkatnya pengetahuan, kesadaran dan kemampuan masyarakat untuk
mencegah dan menanggulangi penyakit berbasis lingkungan serta masalah
kesehatan lingkungan dengan sumber daya yang ada.
d. Menurunnya angka penyakit berbasis lingkungan dan meningkatnya kondisi
kesehatan lingkungan.
III. SASARAN
1. Penderita penyakit (pasien) yang berhubungan dengan masalah kesehatan
lingkungan (yang datang ke Puskesmas atau yang diketemukan di lapangan).
2. Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan (yang
datang ke Puskesmas atau yang menemui petugas Klinik Sanitasi di lapangan).
3. Lingkungan penyebab masalah bagi penderita/klien dan masyarakat sekitarnya.
IV. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan Klinik Sanitasi mencakup berbagai upaya meliputi antara lain:
1. Penyediaan/penyehatan air bersih dan sanitasi dalam rangka pencegahan/
penanggulangan penyakit diare/cacingan/penyakit kulit/penyakit kusta/penyakit
frambusia.
2. Penyehatan perumahan dalam rangka pencegahan penyakit ISPA/TB Paru.
3. Penyehatan lingkungan permukiman dalam rangka pencegahan penyakit demam
berdarah dengue (DHF)/malaria/filariasis.
4. Penyehatan lingkungan tempat kerja dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan penyakit yang berhubungan dengan lingkungan/akibat kerja.
5. Penyehatan makanan/minuman dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
penyakit saluran pencernaan/keracunan makanan.
6. Pengamanan pestisida dalam rangka pencegahan dan penanggulangan
keracunan pestisida
7. Penyakit atau gangguan kesehatan lainnya yang berhubungan dengan
lingkungan.
V. STRATEGI OPERASIONAL
1. Inventarisasi masalah kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan yang
dihadapi masyarakat dengan cara pengumpulan data dan pemetaan yang berkaitan
dengan penyakit, perilaku, sarana sanitasi dan keadaan lingkungan.
2. Mengintegrasikan intervensi kesehatan lingkungan dengan program terkait di
Puskesmas dalam rangka pemberantasan penyakit berbasis lingkungan.
3. Menentukan skala prioritas penyusunan perencanaan dan pelaksanaan penanganan
masalah kesehatan lingkungan dengan mempertimbangkan segala sumber daya yang
ada dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait baik dalam lingkup
kabupaten/kota maupun Puskesmas.
4. Menumbuhkembangkan peran serta masyarakat melalui kemitraan dengan
kelembagaan yang sudah ada, misalnya Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM),
maupun kelompok swadaya masyarakat setempat (kelompok pengajian, kelompok
arisan, dll)
5. Membentuk jaringan kerjasama antar kabupaten/kota/kecamatan yang merupakan
satuan ekologis atau satuan epidemiologi penyakit.
6. Menciptakan perubahan dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta
menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat.
7. Mengupayakan dukungan dana dari berbagai sumber antara lain masyarakat, swasta,
pengusaha, dan pemerintah.
VI. KEGIATAN KLINIK SANITASI

Kegiatan Klinik Sanitasi dilaksanakan di dalam gedung dan di luar gedung Puskesmas :

1. Dalam Gedung Puskesmas


a. Pasien (penderita penyakit berbasis lingkungan)
Semua pasien yang mendaftar di loket, setelah mendapat kartu status, diperiksa oleh
petugas medis/paramedis Puskesmas (Dokter, Bidan, Perawat).
Apabila pasien menderita penyakit berbasis lingkungan maka yang bersangkutan
dirujuk ke ruang Klinik Sanitasi.
Di ruang Klinik Sanitasi petugas Klinik Sanitasi mewawancarai pasien tentang
penyakit yang diderita dikaitkan dengan lingkungan. Hasil wawancara dicatat dalam
Kartu Status Kesehatan Lingkungan. Kemudian petugas Klinik Sanitasi melakukan
konseling tentang penyakit yang diderita pasien dalam hubungannya dengan
lingkungan. Selanjutnya petugas Klinik Sanitasi membuat janji kunjungan rumah
dengan pasien dan keluarganya apabila diperlukan. Setelah konseling di ruang Klinik
Sanitasi, pasien dapat mengambil obat di apotik Puskesmas (loket obat) kemudian
pasien diperbolehkan pulang.
Dengan kegiatan Klinik Sanitasi, Dokter/Bidan/Perawat dan Sanitarian dapat
mengidentifikasi faktor resiko kesehatan yang dialami pasien/keluarga/masyarakat
sekitarnya.
b. Klien (Pengunjung bukan penderita penyakit)
Klien mendaftar di loket, selanjutnya menuju ruang Klinik Sanitasi untuk melakukan
konsultasi masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Petugas Klinik Sanitasi mencatat hasil wawancara dalam Kartu Status Kesehatan
Lingkungan, kemudian petugas membuat janji dengan klien untuk kunjungan rumah
apabila diperlukan.

Secara rutin petugas Klinik Sanitasi menyampaikan segala permasalahan, cara


penyelesaian masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan Klinik Sanitasi dalam
Mini Lokakarya Puskesmas yang melibatkan seluruh petugas Puskesmas. Dengan
demikian diharapkan seluruh petugas Puskesmas mengetahui pelaksanaan kegiatan
Klinik Sanitasi sehingga Klinik Sanitasi dapat dilakukan secara integratif dalam lintas
program.
2. Luar Gedung Puskesmas

a. Kunjungan rumah (sebagai tindak lanjut kunjungan pasien/klien ke Puskesmas)

Kunjungan rumah/lokasi merupakan tindak lanjut kesepakatan antara petugas Klinik


Sanitasi dengan pasien/klien yang datang ke Puskesmas.

Sebenarnya kunjungan ini merupakan kegiatan rutin dari petugas Puskesmas yang
lebih dipertajam sasarannya, karena saat kunjungan petugas telah mempunyai data
yang diperlukan dari hasil wawancara antara petugas dengan pasien/klien di ruang
Klinik Sanitasi.

Dalam kunjungannya Petugas Klinik Sanitasi sedapat mungkin mengikutsertakan


Perawat dari Puskesmas Pembantu atau Bidan di Desa, untuk melakukan pengecekan
fisik/klinis atas penyakit yang telah diobati tersebut (semacam kegiatan Perawatan
Kesehatan Keluarga). Petugas Klinik Sanitasi membawa kartu status kesehatan
lingkungan/register yang telah diisi saat kunjungan pasien ke ruang Klinik Sanitasi di
Puskesmas sebelumnya.

Untuk keperluan monitoring/surveilans, dalam kunjungan ini petugas klinik sanitasi


mengisi kartu indeks lingkungan perilaku sehat, selanjutnya kartu ini secara berkala
(1-3 bulan) diisi oleh kader atau bidan desa.

Dalam kunjungan ke lapangan petugas Klinik Sanitasi mengajak Kader


Kesehatan/Kesehatan Lingkungan, Pokmair (kelompok pemakai air), PKK, dan
berkonsultasi/melibatkan LSM, Perangkat Desa, tokoh masyarakat dan pihak terkait
lainnya, maksudnya agar masyarakat turut berperan aktif memecahkan masalah
kesehatan yang timbul di lingkungan mereka sendiri.

Diharapkan jika nanti timbul masalah yang serupa atau sejenis, mereka mampu
menyelesaikan sendiri. Petugas klinik sanitasi maupun petugas kesehatan lain yang
mendampinginya dapat memberikan penyuluhan kepada pasien/klien dan
keluarganya serta tetangga-tetangga pasien tersebut.
Kunjungan tersebut perlu pula dikoordinasikan dengan Camat apabila perlu
diintegrasikan bersama instansi/sektor lain yang mempunyai kegiatan di desa lokasi
kegiatan Klinik Sanitasi dilaksanakan. Bila diperlukan koordinasi di Kabupaten/kota,
maka Puskesmas dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Jika dibutuhkan pembangunan sarana sanitasi dengan biaya besar, (seperti


pembangunan sistem perpipaan) yang tidak terjangkau oleh masyarakat setempat,
petugas Klinik Sanitasi melalui Puskesmas dapat mengusulkan kegiatan tersebut
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti.

b. Penemuan penderita melalui pencairan penderita secara aktif.

Penemuan dan pengobatan secara intensif terhadap penderita, selain untuk


menyembuhkan juga merupakan upaya pokok untuk menghilangkan sumber
penularan yang berarti pemutusan mata rantai penularan. Di tiap kabupaten/kota
diperlukan petugas lapangan, yang memiliki keterampilan penemuan, pengobatan,
dan pelaporan penderita penyakit yang berbasis lingkungan.

Petugas Klinik Sanitasi harus mengetahui penyakit menular apa yang menjadi
prioritas di daerahnya, untuk kemudian mencari upaya pengendalian penyakit yang
bersangkutan dengan cara-cara perbaikan lingkungan dimana penderita bertempat
tinggal.

Pada program-program pemberantasan penyakit yang ada komponen pencairan dan


penemuan penderita di lapangan (misalnya malaria, TB Paru, Kusta, Frambusia),
maka hasil penemuan penderita ini dilaporkan pada pertemuan
evaluasi/perencanaan bulanan Puskesmas untuk diputuskan sebagai sasaran Klinik
Sanitasi.

Lokasi keluarga yang menderita penyakit berbasis lingkungan perlu dipetakan.

c. Penemuan population at risk melalui pengumpulan data di lapangan


Beberapa cara yang dapat digunakan menentukan population at risk (penderita atau
orang-orang yang secara epidemiologis mendapat resiko tertular penyakit berbasis
lingkungan) antara lain sebagai berikut :
- Prosedur Penilaian Cepat (Rapid Assessment Procedures=RAP)
- Rapid Survey
- Focus Group Discussion
- Kartu Kesehatan Keluarga (K3), khusus untuk daerah proyek KKG/replikasi proyek
KKG.
- Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS), khusus untuk daerah proyek KKG/replikasi
proyek KKG.
d. Pemetaan population at risk
Petugas Klinik Sanitasi harus bekerjasama secara erat dengan tenaga epidemiologi-
surveilans Puskesmas (Tepus) dalam pengumpulan data, pengolahan, analisis dan
pemetaan Population at risk dan faktor-faktor yang mempengaruhi penularan
penyakit.
Hasil pengumpulan data dari pencatatan yang ada di Puskesmas dan hasil kunjungan
lapangan (klien/pasien) kemudian dilakukan pengolahan data dianalisis, kemudian
dilakukan pemetaan terhadap jenis penyakit berbasis lingkungan menurut desa. Dari
hasil analisis ditentukan:
- Apa jenis penyakit berbasis lingkungan yang tertinggi di wilayah kerja Puskesmas
tersebut.
- Kelompok mana yang mungkin mendapat resiko tertinggi untuk terjangkit
penyakit yang sama (kelompok resiko tinggi)
- Di desa mana kasus penyakit tertinggi di wilayah kerja Puskesmas tersebut.
Pemetaan ini dilakukan menurut sebaran penyakit (dapat dinilai dari satu sampai
beberapa desa) dan pemetaan per desa. Pemetaan per desa dapat mencantumkan
faktor lingkungan yang mempengaruhi penularan penyakit berbasis lingkungan.
e. Intervensi rencana tindak lanjut
Selanjutnya dari hasil pengolahan data dan pemetaan disampaikan dalam rapat
Mikro Planning Puskesmas, sehingga pimpinan Puskesmas mendapat data informasi
untuk menentukan intervensi sebagai tindak lanjut dari hasil temuan. Intervensi
pada klinik sanitasi ada dua alternatif, yaitu:
- Intervensi dilakukan pada satu jenis penyakit di beberapa desa tertentu yang
kasusnya sangat menonjol, atau
- Intervensi dilakukan pada beberapa penyakit di satu desa.
Penentuan prioritas penyakit yang akan diintervensi dengan mempertimbangkan
berbagai aspek di bawah ini:
a. Kegawatan penyakit
b. Apakah menjadi program prioritas daerah/nasional
c. Tingkat kesulitan dalam pemberantasan penyakit (segi teknis dan non teknis)
VII. SUMBER DAYA
1. Tenaga Pelaksana
Untuk melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi diperlukan tenaga sebagai berikut :
a. Tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas, dari Diploma 1 atau Diploma 3
kesehatan lingkungan atau Strata 1 kesehatan masyarakat.
b. Tenaga kesehatan lain di Puskesmas seperti bidan, perawat kesehatan masyarakat,
petugas gizi dan petugas lain yang ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas.
c. Tenaga pelaksana yang ditunjuk oleh pimpinan Puskesmas untuk melaksanakan
kegiatan Klinik Sanitasi (pekarya, sosial, ekonomi dll).
Tenaga-tenaga tersebut di atas, bila perlu mendapat orientasi/pelatihan tentang
Klinik Sanitasi.
2. Prasarana dan Sarana
a. Ruangan
Ruangan diperlukan untuk :
- Ruang Klinik Sanitasi sebagai tempat dalam gedung Puskesmas yang
dipergunakan penyuluhan dan konsultasi oleh petugas Klinik Sanitasi terhadap
pasien dan klien.
- Bengkel Klinik Sanitasi sebagai tempat yang dipergunakan untuk membuat,
merawat, memperbaiki sarana air bersih dan sanitasi, menyimpan peralatan yang
berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan, serta melatih keterampilan
bagi masyarakat.
b. Peralatan
Peralatan Klinik Sanitasi berupa alat-alat perbaikan/pembangunan sarana air bersih
dan sanitasi, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, peralatan pengukuran
kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), alat-alat pengambilan sampel lingkungan
dan sound system.
c. Transportasi
Untuk mendukung kegiatan Klinik Sanitasi di luar Puskesmas diperlukan alat
transportasi.
d. Alat Peraga dan Media Penyuluhan
Untuk kegiatan penyuluhan dan konseling diperlukan alat peraga maupun media
penyuluhan antara lain : maket, media cetak (poster, leaflet, lembar balik, buku,
majalah), media elektronik, dan lain-lain.
e. Formulir Pencatatan dan Pelaporan
Untuk pencatatan dan pelaporan diperlukan formulir sesuai dengan lampiran 3, 4, 5
dan 6.
f. Buku Pedoman
Untuk penyelenggaraan klinik sanitasi diperlukan buku pedoman terutama pedoman
klinik sanitasi (Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, Pedoman
Teknik Klinik Sanitasi untuk Puskesmas, Panduan Konseling bagi petugas Klinik
Sanitasi, dan Standar Prosedur Operasional Klinik Sanitasi untuk Puskesmas), dan
buku-buku pedoman lain misalnya Pedoman Manajemen Puskesmas, Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Pedoman Penyakit Malaria, Pedoman
pemberantasan Penyakit Diare, Demam Berdarah Dengue, dll.
3. Sumber Dana
Sumber dana untuk penyelenggaraan Klinik Sanitasi dapat diperoleh dari dana
operasional Puskesmas APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/kota, BLN, kemitraan
dan swadaya masyarakat.
VIII. PERAN DINAS KESEHATAN PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DALAM
PENGEMBANGAN KLINIK SANITASI
1. Peran Unit Kesehatan Provinsi
Seperti diketahui yang menangani masalah kesehatan di provinsi adalah Dinas Kesehatan
Provinsi yang secara administrative dan taktis operasional di bawah Pemerintah Daerah
Provinsi.
Adapun tugas dinas Kesehatan Provinsi dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi adalah :
a. Memberi dukungan politis agar klinik sanitasi diakui sebagai bagian penting dalam
pembangunan kesehatan dan proses pembangunan pada umumnya.
b. Menyiapkan dukungan teknologi untuk memungkinkan pengelolaan Klinik Sanitasi
menjadi suatu kegiatan operasional dalam proses pembangunan lingkungan dan
perilaku sehat, termasuk pengembangan Teknologi Tepat Guna (TTG), dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
c. Merintis kemitraan (partnership) antara pemerintah dengan sektor swasta (private
sector) dalam mengembangkan dan memperluas gagasan klinik sanitasi di berbagai
unit pelayanan kesehatan lingkungan.
d. Melibatkan organisasi profesi kesehatan (HAKLI, IAKMI, dsb) dalam pengembangan
program klinik sanitasi terutama dalam supervise dan monitoring/evaluasi.
e. Mengembangkan sistem informasi manajemen yang berkaitan dengan Klinik Sanitasi.

2. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


Seperti halnya di provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan
program kesehatan di wilayah kabupaten/kota. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya secara administratif dan taktis operasional dibawah Pemerintah
Kabupaten/Kota.
Tugas Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi adalah :
a. Melaksanakan perencanaan, penggerakan, pengawasan, pengendalian, dan
penilaian.
b. Melakukan koordinasi dengan Bappeda Kabupaten/Kota dalam merencanakan
kebutuhan dan mengusulkan dana.
c. Menetapkan strategi dan kebijaksanaan operasional.
d. Mengembangkan indikator keberhasilan, penetapan standar keberhasilan, sistem
informasi manajemen, dan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah yang
dihadapi oleh kabupaten/kota.
e. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyusun buku pedoman teknis pelaksanaan di
tingkat Puskesmas tentang tugas-tugas spesifik.
f. Dinas kesehatan Kabupaten/Kota mendorong Puskesmas untuk melaksanakan dan
mengembangkan kegiatan klinik sanitasi.
g. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam melaksanakan kegiatan Klinik
Sanitasi (pelatihan, seminar, studi banding)
3. Peran Puskesmas dan Masyarakat
a. Peran Puskesmas
Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya.
Pembangunan kesehatan meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat dan keluarga, serta pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan kegiatan klinik sanitasi Puskesmas mempunyai tugas dan fungsi
sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pelaksanaan dan penilaian kegiatan Klinik Sanitasi di dalam
maupun di luar gedung Puskesmas.
2) Melakukan pengumpulan pengolahan dan analisis data tentang kualitas
lingkungan (data sarana air bersih dan sanitasi), penyakit berbasis lingkungan
dll.
3) Pengawasan, penilaian dan perbaikan kualitas lingkungan.
4) Mencari menggali dan mengelola sumber pembiayaan yang berasal dari
pemerintah, masyarakat, swasta, dan sumber lain untuk kegiatan Klinik Sanitasi.
5) Melakukan pencegahan dan penanggulangan pada kasus-kasus penyakit
berbasis lingkungan.
6) Memberikan pelatihan dan bantuan teknis (pemanfaatan, pemeliharaan dan
perbaikan) bagi tokoh-tokoh masyarakat, kader, swasta, dsb.
7) Menyiapkan tenaga, ruang klinik sanitasi/bengkel sanitasi dan peralatannya
termasuk pengadaan media penyuluhan.
8) Melakukan pembinaan masyarakat melalui penyuluhan dan konseling, dll.
9) Mendayagunakan tenaga lapangan PPM & PL dan bidan di desa untuk
mendukung kegiatan klinik sanitasi.
10) Koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor dalam kegiatan Klinik
Sanitasi termasuk membina kemitraan dengan unsur terkait (LSM, Pengusaha,
swasta, PKK, Pramuka) di wilayahnya.
11) Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang pelaksanaan Klinik Sanitasi.
b. Peran Masyarakat
Masyarakat melalui kelompok-kelompok masyarakat seperti Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), tokoh masyarakat, dan tokoh
agama, juga mempunyai tugas dan fungsi dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui Klinik Sanitasi sebagai berikut:
1) Membina keluarga binaan
2) Ikut serta melakukan inventarisasi data sarana kesehatan lingkungan: jamban,
air bersih, limbah, perumahan, dan lain sebagainya.
3) Menggali dan memanfaatkan sumber daya setempat untuk kepentingan
intervensi kesehatan lingkungan.
4) Melakukan pengorganisasian dan pendanaan masyarakat untuk upaya
meningkatkan kualitas lingkungan.
5) Mengembangkan cara penilaian dan pemantauan oleh masyarakat sendiri.
IX. HAMBATAN, TANTANGAN DAN PELUANG
1. Hambatan
Beberapa hambatan yang mungkin dijumpai dalam pelaksanaan Klinik Sanitasi :
a. Masih terbatasnya tenaga Puskesmas untuk melaksanakan klinik sanitasi, termasuk
terbatasnya tenaga dengan latar belakang pendidikan kesehatan lingkungan di
Puskesmas sebagai tenaga Klinik Sanitasi. Kegiatan Klinik Sanitasi belum menjadi
prioritas bagi Puskesmas.
b. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa yang berada
dalam wilayah Puskesmas (ratio Puskesmas – desa : 9,6) hal ini disebabkan oleh
berbagai hal antara lain jumlah desa, luas wilayah, kondisi geografis dan terbatasnya
sarana transportasi.
c. Terbatasnya dana yang berasal dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan
masyarakat untuk kegiatan klinik sanitasi.
2. Peluang
Beberapa peluang yang mungkin ditemui antara lain :
a. Adanya dana operasional di Puskesmas yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
klinik sanitasi.
b. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.
c. Adanya mekanisme mini lokakarya di Puskesmas yang dapat digunakan untuk
pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi
d. Pendayagunaan tenaga kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar bidang
tugasnya untuk pelaksanaan Klinik Sanitasi.
e. Adanya program sektor lain yang terkait dialokasikan di desa yang dapat menunjang
kegiatan Klinik Sanitasi.
f. Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat di bidang pembangunan di desa akibat
dari pemberdayaan masyarakat sebagai subyek pembangunan yang diterapkan
selama ini.
g. Telah tersedianya alat (water test kit, media penyuluhan)
h. Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan Klinik Sanitasi.
X. KRITERIA KEBERHASILAN
Keberhasilan pelaksanaan Klinik Sanitasi ini dapat ditunjukkan dengan beberapa indikator:
1. Langsung
a. Meningkatnya kunjungan klien dan menurunnya kunjungan pasien Klinik Sanitasi
b. Meningkatnya cakupan dan jumlah sarana air bersih dan sanitasi yang memenuhi
syarat dari swadaya masyarakat.
c. Meningkatnya kunjungan petugas Klinik Sanitasi ke rumah pasien/klien.
2. Tak Langsung
a. Menurunnya angka kejadian penyakit yang berbasis lingkungan seperti Diare /
Cacingan / Penyakit Kulit, ISPA / TB-Paru, Demam Berdarah, Malaria, Penyakit akibat
kerja, penyakit saluran pencernaan dan keracunan.
b. Terciptanya hubungan dan kerjasama yang baik antara lintas program dan lintas
sektor di wilayah kerja Puskesmas.
XI. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI
1. Pencatatan
a. Petugas Klinik Sanitasi mencatat kegiatan-kegiatan yang dikerjakan baik dalam
gedung maupun luar gedung, dalam format pencatatan Klinik Sanitasi (register, kartu
status kesehatan). Kartu Status Kesehatan Lingkungan, Kartu Rumah dan formulir lain
yang diperlukan.
b. Petugas Klinik Sanitasi mengolah data kegiatan di dalam dan luar gedung.
c. Petugas Klinik Sanitasi membuat penyajian/visualisasi data dalam bentuk peta, grafik
atau tabel yang diperbaharui secara periodik (bulanan, kuartalan, dan tahunan).
2. Pelaporan
a. Puskesmas yang melaksanakan kegiatan ini melaporkannya kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai format yang telah ada.
b. Laporan diberikan secara periodik (bulanan, kuartalan, dan tahunan).
3. Pemantauan dan Penilaian
a. Pemantauan untuk mengetahui hambatan serta peluang dilaksanakan tiap bulan
saat mini lokakarya Puskesmas, yang akan dipakai untuk perbaikan pelaksanaan
Klinik Sanitasi sebagai bahan untuk peningkatan kinerja petugas Klinik Sanitasi.
b. Evaluasi dilaksanakan secara lintas program/lintas sektor pada akhir tahun yang
hasilnya dapat digunakan untuk penyusunan program kerja tahun berikutnya.
XII. PERANAN BERBAGAI PIHAK DALAM TINDAK LANJUT PERBAIKAN
KUALITAS LINGKUNGAN

Berbeda dengan masalah penyakit yang timbul akibat lingkungan yang tidak sehat yang
dapat diatasi/ditangani sektor kesehatan sendiri mulai dari penemuan kasus sampai pada
pengobatan sehingga penderita memperoleh kesembuhan, namun untuk faktor lingkungan
tidak dapat ditangani sendiri oleh sektor kesehatan. Dalam hal ini diperlukan peran dari
berbagai pihak untuk memperbaiki kualitas, sebab bilamana kualitas lingkungan tidak
diperbaiki, akan berpengaruh terhadap kesembuhan penyakit yang dialami penderita.
Perwujudan dalam pelaksanaan perbaikan kualitas lingkungan dapat dilakukan melalui
pertemuan/rapat koordinasi pembangunan baik di kabupaten/kota atau kecamatan.

Anda mungkin juga menyukai