Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum,wr.wb

Segala puji bagi Allah tuhan semesta Alam,yang maha pengasih lagi
maha penyayang. Yang telah memberikan kesehatan,kerahmatan dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah kelompok saya yang berjudul
“Dengue Hemoragic Fever”. Tak lupa pula kami panjatkan Shalawat serta Salam
kepada Nabiullah dan para sahabatnya karna beliaulah yang membawa serta
mengajarkan Islam sampai dengan saat ini.
Semoga Makalah kami dapat memberikan banyak manfaat,terutama dalam
penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF) . Masukan dan saran dari semua
pendengar sangat di nantikan, muda-mudahan kedepan akan memperbaiki mutu
dan kualitasnya. Saya ucapkan banyak terima kasih

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang 4
B. RumusanMasalah 4
C. TujuanPenulisan 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Defiisi Dengue Hemoragic Fever 5
B. Etiologi Dengue Hemoragic Fever 5
C. Patofisiologi Dengue Hemoragic Fever 6
D. Gejala klinik Dengue Hemoragic Fever 7
E. diagnosis Dengue Hemoragic Fever 8
F. Terapi Dengue Hemoragic Fever 11
G. Pencegahan Dengue Hemoragic Fever 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) merupakan penyakit endemis


di Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue
yang akut dan ditandai dengan panas mendadak selama 2 – 7 hari tanpa sebab
yang jelas disertai dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis
kadang disertai muntah darah, berak darah, kesadaran menurun, dan syock
(Soegijanto, 2006).

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) ialah


penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Merebaknya kasus DHF ini
menimbulkan reaksi dari berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi
karena kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi
menganggap karena pemerintah lambat dalam mengantisipasi dan merespon kasus
ini (http;//www.litbang.depkes.go.id, 2005).

3
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
2. Apa etiologi Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
4. Bagaimana gejala klinik Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
5. Apa diagnosis Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
6. Bagaimana terapi Dengue Hemoragic Fever (DHF)?
7. Bagaimana pencegahan Dengue Hemoragic Fever (DHF)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Dengue Hemoragic Fever (DHF)
2. Mengetahui etiologi Dengue Hemoragic Fever (DHF)
3. Mengetahui patofisiologi penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF)
4. Mengetahui gejala klinik Dengue Hemoragic Fever (DHF)
5. Mengetahui diagnosis Dengue Hemoragic Fever (DHF)
6. Untuk mengetahui terapi Dengue Hemoragic Fever (DHF)
7. Untuk mengetahuai pencegahan Dengue Hemoragic Fever (DHF)

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan


oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2- 7 hari, nyeri otot dan atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik (Suhendro, 2009).
Tidak semua yang terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi
DHF berat. Ada yang hanya bermanifestasi demam ringan yang akan sembuh
dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit
(asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak
menimbulkan kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian (Kemenkes RI,
2013).

B. Etiologi

Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat


serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 dapat
dibedakan dengan metodologi serologi. Infeksi pada manusia oleh salah satu
serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap infeksi ulang oleh
serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial
terhadap serotipe yang lain (Soedarmo, 2012).

Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan


flavivirus lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh
nukleotida ikosahedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai
panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan urutan genom lengkap dikenal untuk
mengisolasi keempat serotipe, mengkode nukleokapsid atau protein inti (C),
protein yang berkaitan dengan membrane (M), dan protein pembungkus (E) dan
tujuh gen protein nonstruktural (NS) (WHO 2009).

5
C. Patofisiologi

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan


Dengue Hemoragic Fever dengan dengue klasik ialah tingginya permabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada
penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak
dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit.
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis Dengue
Hemoragic Fever hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar
menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan
bahwa DHF dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka
waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
ananmestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer
tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita
renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan
berlangsung selama 24 -48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekwat
akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DHF ialah perdarahan saluran pencernaran
hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat

6
diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar penderita DHF. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah tromosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari
ke 10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab


perdarahan pada penderita DHF. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk
faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun.
Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang
fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.
Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat
terjadi juga pada penderita DHF tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM
akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irrevesible
disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan
kematian.

D. Gejala Klinik
Gejala klinis utama pada DHF adalah demam dan menifestasi perdarahan
baik yang timbul secara spontan maupun setelah uji tourniquet. Untuk
menegakkan diagnosis klinis DHF, WHO (1983)3 menentukan beberapa patokan
gejala klinis dan laboratorium (Soegijanto S, 2006).
1. Demam tinggi mendadak yang berlangsungan selama 2-7 hari
2. Menifestasi perdarahan
a. Uji tourniquet positif
b. Perdarahan spontan berbentuk peteki, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena.
3. Hepatomegali
4. Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau
nadi tak teraba , kulit dingin, dan anak gelisah (Soegijanto S, 2006)

7
D. Diagnosis
Ditandai demam akut, trombositopenia, perdarahan ringan-berat,
kebocoran plasma : hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia. Diagnosis
DHF (menurut kriteria WHO 1999) Secara Klinis :
1. demam tinggi mendadak selama 2 – 7 hari
2. manifestasi perdarahan minimal tes torniquet + (petekia, epistaksi,
matemesis dll)
3. hepatomegali
4. tanda-tanda syok : nadi kecil & cepat, hipotensi, gelisah, akral dingin,
sianosis sekitar mulut.

Laboratorium :
1. Hemokonsentrasi (Ht fase akut meningkat >20%fase konvalesen)
2. Trombositopenia (< 100.000/uL) Diagnosis DHF/SSD ditegakkan
bila ditemukan minimal 2 gejala klinik + 2 kelainan lab.
Menurut WHO beratnya DHF dikelompokkan :
Derajat (grade) I : demam tanpa gejala khas + tes tourniquet (+)
Derajat (grade) II : derajat I + manifestasi perdarahan spontan
Derajat (grade) III : derajat II + hipotensi (SSD)
Derajat (grade) IV : derajat III + syok (SSD)
Inilah yang biasanya disertakan dalam gejala klinis atau diagnosis sementara di
blanko laboratorium oleh diagnosis dokter yang merawat pasien. Kata yang
muncul : suspek DHF, DHF grade II, atau DSS (dengue shock syndrome).
Pada awal perjalanan penyakit, DHF dapat menyerupai kasus DD dengan
kecenderungan perdarahan yang berupa satu atau lebih manifestasi di bawah ini,
yaitu :
1. Uji bendungan (Tourniquet) positif
2. Perdarahan kulit (Petekie, ekimosis atau purpura)
3. Perdarahan mukosa (perdarahan hidung (epistaksis), perdarahangusi)
4. Muntah darah (hematemesis) atau buang air besar darah (melena).

8
5. Hitung trombosit rendah (trombositopenia = hitung trombosit
<100.000/mm3)
6. Pemekatan darah (hemokonsentrasi) sebagai akibat dari peningkatan

permeabilitas kapiler dengan manifestasi satu atau lebih yaitu:


Peningkatan hematokrit (Ht) sesuai umur dan jenis kelamin > 20% dibandingkan
rujukan atau lebih baik lagi data awal pasien.
Penurunan hematokrit 20 % setelah medapat pengobatan cairan.Tanda
perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinuria. Sindrom Syok
Dengue Terdapat kriteria DHF seperti diatas, ditambah dengan manifestasi
kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan nadi menurun ( < 20
mmHg ), hipotensi (serta sesuai umur), kulit dingin dan lembab serta pasien
tampak gelisah. Diagnosis Laboratorium
a. Pemeriksaan Hematologi Rutin.
1). Hemoglobin Terjadi peningkatan 20% dari normal sesuai umur dan
jenis kelamin yang sebanding dengan kenaikan nilai hematokrit.
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk puskesmas yang tidak memiliki alat
untuk memeriksa hematokrit. Hasil ini berkorelasi dengan hematokrit,
dengan asumsi bahwa Hb x 3 = hematokrit.
2). Hitung Leukosit Jumlah leukosit penderita bervariasi dari 2.200-18.400
sel/mm3 darah. Leukopenia ditemukan pada sebagian besar penderita
DHF pada hari ketiga demam dan mencapai nilai terendah pada hari
keempat. Lalu meningkat lagi beberapa hari kemudian. Pada
konvalesen bahkan tidak jarang ditemukan leukositosis.
3). Hematokrit Pada penderita terjadi peningkatan 20% dari nilai normal
pada masa akut. Biasanya saat pengambilan darah penderita saat
demam onset sakit, maka akan didapatkan kenaikan 20%, tanpa
mendapatkan terapi cairan infus. Rentang nilai hematokrit yang
umumnya didapatkan 42-47% pada anak, sedang pada dewasa 45-
51%. Hal ini dapat bervariasi karena lamanya terkena infeksi DHF
saat dihitung mulai demam pertama.

9
4). Trombosit terjadi penurunan hitung trombosit dari nilai normal.
Umumnya pada masa akut jumlah trombosit 100.000 /mm3 darah
untuk patokan rawat inap dan rawat jalan 150.000 /mm3. Padaa saat
awal infeksi, trombosit dlm jumlah normal, kemudian menurun
drastis, hingga saat fase demam, fase syok mencapai puncak terendah
(bisa mencapai 20.000), setelah itu perlahan naik kembali pada fase
konvalescen, setelah itu 7-10 setelah onset sakit maka akan kembali
normal.
5). Memeriksa adanya Limfosit Plasma Biru (LPB) pada hapusan darah.
Secara Hematologis di darah tepi dengan pengecatan Wright, giemsa,
May Grunwald, Romanowsky dan lainnya ditemukan Limposit Plasma
Biru (LPB). LPB berbentuk bulat atau amoeboid, sitoplasma biru tua
sampai gelap dengan vakuolasasi halus, inti berbentuk bulat, oval, atau
seperti ginjal, kromatin renggang, kadang ada nucleoli, eksentrik, ditepi
nucleus ada perinuklear jernih, ditemukan dalam berbagai tingkat
mitosis. LPB 4% sensitifitas dan spesifitas 68-83% pada hari keempat.
Sebetulnya perubahan pada limfosit tersebut sudah diamati lama. Stitt
(1970) mengamati pada awal penyakit dengue proporsi limfosit
meningkat, lalu diikuti limfosit yang dominan. Setelah itu muncul
mononuklear yang besar dan transitional cell. Karena bentuk LPB
menyerupai plasma sel, dan pada saat itu muncul kenaikan
imunoglobulin dan kenaikan limfosit-B, maka diduga LPB adalah
termasuk populasi limfosit-B. Hasil imunoperoksidase dengan
menggunakan monoklonal antibodi CD4, CD7, CD8, CD22, Ia dan DR
didapatkan LPB tersebut merupakan campuran dari limfosit-T dan
limfosit-B dengan perbandingan 1:1, sedang perbandingan T helper dan
T supressor 2:3. pada kasus-kasus yang berat jumlah T supressor
terdapat kecenderungan lebih meningkat.

10
E. Terapi

1. Terapi umum
Mirip perawatan penderita diare, banyak diminum, cairan cukup.
a. Istrahat :
1. Tirah baring
2. Kompres dingin
b. Diet
1) Makanan lunak
c. Medikamentosa
1) Simptomatis
2) Parasetamol (asetosal dihindari) (Mubin,H. 2013).
2. Terapi komplikasi
a. Syok segera diatasi
b. Minum banyak (lebih baik bila oralit/air kelapa)
c. Diinfus ringer laktat : salin 9(NaCl 0,9%)
d. WHO memberi pilihan: dekstrose 5%+ saline (aa) pada DHF, sedang
pada DSS: Ringer Laktat (RL), dekstrose 5% + saline, dekstrose 5%
+ 0,5 saline (Ds-0,5S), dekstrose 5% + 0,5 RL (D5 + 0,5RL) atau
dekstrose 5% + 1/3 saline
e. Bila ada pendarahan, transfuse darah segar
f. Bila hanya DDS tanpa pendarahan, berikan plasma darah saja
g. Larutan koloid golongan karbohidrat (dekstran atau HES/hexaethy
starch)
h. Albumin (Mubin,H. 2013).

11
F. Pencegahan

Terdapat dua vaksin yang telah disetujui sebagai vaksin untuk mencegah
manusia agar tidak terserang virus dengue. Untuk mencegah infeksi, World
Health Organization (WHO) menyarankan pengendalian populasi nyauk dan
melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk.

Berikut ini adalah Gerakan 3M Pencegahan Demam Berdarah :


1. Menutup
Tutuplah rapat-rapat bak mandi, agar nyamuk tidak masuk dan
bersarang di dalamnya, karna nyamuk senang menetas di air bersih yang
menggenang.
2. Menguras
Kuraslah bak mandi, minimal 1 minggu sekali, agar nyamuk tidak
masuk dan bersarang didalamnya.
3. Menimbun
Timbun kaleng atau wadah kosong yang berisi air ke dalam tanah,
agar nyamuk tidak menemukan tempat untuk bertelur.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyebaran penyakit DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes


aegypti dan Aedes albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui
adanya serangan penyakit DHF akan mungkin ada penderita lainnya bahkan akan
dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi penduduk disekitarnya.

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi


sampai sore, karena nyamuk aedes aktif di siang hari (bukan malam hari).
Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak nyamuknya di siang hari,
terutama di daerah yang ada penderita DHF nya.
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DHF adalah mengatasi
perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok atau presyok, yaitu dengan
mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam
24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).

B. Saran
Beberapa ada cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DHF
melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah:
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat. perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia,
dan perbaikan desain rumah.
2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada
tempat air kolam, dan bakteri (Bt.H-14).
3. Pengasapan atau fogging (dengan menggunakan malathion dan
fenthion).
4. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra,A. 2010. “Dengue Hemoragic Fever: Epidemiologi, Patogenesis,


dan Faktor Risiko Penularan”. Vol.2 no.2 110-119.
2. Sudoyo,A dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Hanim,D. 2013. “Program Pengendali Penyakit Menular Dengue
Hemoragic Fever”. Fakultas kedokteran UNS. Surakarta
4. Chen K, Pohan H, Sinto R. 2009. “Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Dengue Hemoragic Fever”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS. Dr Cipto mangunkusumo Jakarta. Vol:22 3-8.
5. World Health Organization. 2012. Dengue Hemoragic Fever: Diagnosis,
Pengobatan, Pencegahan dan Pengendalian. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran.
6. Mubin H. 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis dan
Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
7. Soegijanto,S. 2006. Dengue Hemoragic Fever Edisi 2. Surabaya: Penerbit
Erlangga University Press.

14

Anda mungkin juga menyukai