Anda di halaman 1dari 3

Nama : Sukmawati

NIM : 50400118019

Kelas : Manajemen Dakwah A

1.Definisi utang piutang secara bahasa dan istilah :

Qardh (hutang piutang)secara etimologi merupakan bentuk masdar

Dari qaradhaasy-syai’-yaqridhuhu, yang berarti dia memutuskanya. Qardha dalah

bentuk masdar yang berarti memutus. Dikatakan qaradhtu asy-syai’a bil-miqradh, aku memutus
sesuatu dengan gunting. Al-Qardh adalah sesuatu yang

diberikan oleh pemilik untuk dibayar.

Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada

orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.

2. Dasar hukum utang piutang :

a. Hukum orang yang berhutang adalah mubah (boleh) sedangkan orang yang memberikan hutang
hukumnya sunah sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. b. Hukum orang yang
berhutang menjadi sunah dan hukum orang yang menghutangi menjadi wajib, jika peminjam itu
benar-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang
uang untuk biaya pengobatan dan lain sebagainya, maka Rasulullah saw bersabda : ‫ض‬ ُْ ‫َما مِنْ ُمسلِمْ يُض ِر‬
‫ص َدقَتِ َها َم َّرْةً (رواه ابن ماجه‬ َ ‫ن إِلَّْ كَانَْ َك‬ِْ ‫ ُمس ِل ًما قَرضًا َم َّرتَي‬Artinya : "Tidak ada seorang muslim yang memberi
pinjaman kepada seorang muslim dua kali kecuali seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya dua
kali". (HR. Ibnu Majah) c. Hukum memberi hutang bisa menjadi haram, misalnya memberi hutang
untuk hal-hal yang dilarang dalam ajaran Islam seperti untuk membeli minuman keras, menyewa
pelacur dan sebagainya. Adapun yang menjadi dasar hutang piutang dapat dilihat pada ketentuan
Al-Qur’an dan Al-Hadits, dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi :
…‫ب‬ِْ ‫شدِيدُ ال ِعقَا‬
َ َ‫ّللا‬ َّْ ‫ان َواتَّقُوا‬
َّْ َّْ‫ّللاَ إِن‬ ِْ ‫اْلث ِْم َوالعُد َو‬ ِ ‫علَى‬ َ ‫اونُوا‬ َْ ‫…“ َو‬Dan tolong-menolonglah kamu dalam
َ َ‫ل تَع‬
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran." (QS. al-Maidah : 2) Dalam hutang piutang dilarang memberikan syarat dalam
mengembalikan hutang. Contoh : Fatimah menghutangi Ahmad Rp. 100.000,- dalam waktu 3 bulan
Ahmad harus mengembalikan hutangnya menjadi Rp.110.000,-. Tambahan ini termasuk riba (tidak
halal). Tetapi jika tambahan ini tidak disyaratkan waktu aqad tetapi sukarela dari peminjam sebagai
bentuk terima kasih, maka hal ini tidak termasuk riba bahkan dianjurkan. Rasulullah bersabda : ْ‫عن‬ َ
﴿‫ضا ًْء ﺪﻤﺤاهاﻮﺮ‬ َ َ‫اركُمْ اَ َحا ِسنُكُمْ ق‬ َْ ‫طى ِسنًا خَي ًرا مِنْ سُنَّ ِْة َوقَا‬
ُ َ‫ل خِ ي‬ َ ‫سلَّ َْم ِسنًا فَاَع‬
َ ‫علَي ِْه َو‬ ُْ ‫صلَّى‬
َ ‫هللا‬ َ ‫هللا‬
ِ ُ
ْ
‫ل‬ ‫ُو‬ ‫س‬‫ر‬َ ْ
‫ض‬َ ‫ر‬
َ ‫َق‬ ‫ت‬ ‫ِس‬ ‫ا‬: ْ
‫ل‬
َ ‫ا‬َ ‫ق‬ َ ْ
‫ة‬‫ر‬ ‫ي‬
َ َ‫ُر‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ب‬
ِ َ ‫ا‬
‫ ﻮالﺘرﻤﻴنﻯ ﻮﺼﺤﺤه‬Artinya :“Dari Abu Hurairah ia berkata Rasulullah SAW telah berhutang binatang
ternak, kemudian Beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya dari binatang yang
Beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda : Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang
yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad At-Turmudzi dan telah
menshohehkannya).

Hikmah utang piutang :


Hikma hutang-piutang

• Dengan hutang kebutuhan mendesak akan terpenuhi


• Utang dapat mencegah perbuatan menyimpang dari agama, misalnya mencuri atau menipu.
• Utang dapat dijadikan modal usaha namun ini hanya untuk pengusaha kecil atau yang baru
memulai usaha. Untuk pengusaha yang sudah mampu pembiayaan yang lebih islami dengan
akad Mudharabah atau musyarakah.
• Utang dapat menumbuhkan motivasi untuk bekerja keras. Dengan tuntutan membayar
hutang seseorang termotivasi bekerja keras agar utangnya segera dibayar.

3. Alasan percepatan pelunasan utang sebelum meninggal :

orang yang meninggal dunia dan memiliki tanggungan utang, kelak di akhirat akan dituntut untuk
melunasinya dengan kebaikan-kebaikan yang ia miliki untuk diberikan kepada pemberi utang. Jika
kebaikannya masih saja belum mampu melunasi utang tersebut, keburukan-keburukan pemberi
utang akan dilimpahkan kepadanya. "Barang siapa meninggal dunia, sedangkan ia masih memiliki
tanggungan utang, di sana tidak ada dinar dan dirham, tetapi hanya ada kebaikan dan keburukan."
(HR Ahmad).

Ketika meninggal orang yang berhutang akan terkatung-katung jiwanya atau tidak mendapat tempat
yang layak. "Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab utangnya sampai utangnya
dilunasi"

4. Definisi gadai menurut bahasa dan istilah

Gadai dalam bahasa arab disebut ar-rahn, secara istilah gadai adalah penyerahan suatu benda yang
berharga dari seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan hutang. Benda tersebut dijadikan
jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib membayarnya,
jika dia gagal (berhalangan) melunasinya.

5. Rukun dan syarat gadai

Rukun gadai ada tiga, yaitu:

• Shighat (ijab dan qabul).


• Al-‘aqidan (dua orang yang melakukan akad ar-rahn), yaitu pihak yang menggadaikan (ar-
râhin) dan yang menerima gadai/agunan (al- murtahin).
• Al-ma’qud ‘alaih (yang menjadi obyek akad), yaitu barang yang digadaikan/diagunkan (al-
marhun) dan utang (al-marhun bih).

Syarat gadai: Disyaratkan dalam transaksi gadai hal-hal berikut:

• Syarat yang berhubungan dengan orang yang bertransaksi yaitu Orang yang menggadaikan
barangnya adalah orang yang memiliki kompetensi beraktivitas, yaitu baligh, berakal dan
rusyd (kemampuan mengatur).
• Syarat yang berhubungan dengan Al-Marhun (barang gadai) ada tiga: a) Barang gadai itu
berupa barang berharga yang dapat menutupi hutangnya, baik barang atau nilainya ketika
tidak mampu melunasinya. b) Barang gadai tersebut adalah milik orang yang
manggadaikannya atau yang dizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai.
c) Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis dan sifatnya, karena gadai adalah
transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.
• Syarat berhubungan dengan Al-Marhun bihi (hutang) adalah hutang yang wajib atau yang
akhirnya menjadi wajib.

6. Hukum gadai

Hukum asal gadai adalah mubah atau diperbolehkan,Hal ini berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Al-
Hadits, yaitu: a. Al-Qur’an: َْ‫ضكُمْ بَعضًا فَليُ َؤ ِْد الَّذِي اؤتُمِن‬ ُْ ‫ضةْ فَإِنْ أَمِنَْ بَع‬ َ ‫سفَرْ َولَمْ ت َِجدُوا كَاتِبًا ف َِرهَانْ َمقبُو‬
َ ْ‫علَى‬
َ ْ‫َو ِإنْ كُنتُم‬
ْ‫علِيم‬ ُ َُّْ ‫ل تَكتُ ُموا الشَّ َها َدْةَ َو َمنْ يَكتُم َها فَإِنَّهُ آثِمْ قَلبُهُ َو‬
َ َْ‫ّللا بِ َما تَع َملون‬ َْ ‫ّللاَ َربَّهُ َو‬
َّْ ‫ق‬ َ
ِْ َّ‫ أ َمانَتَهُ َوليَت‬Artinya: “Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
Maka hendaklah ada barang tanggungan (borg) yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Baqarah: 283

b. Al-Hadits: ‫ َو َرهَنَهُ دِرعًا‬، ْ‫طعَا ًما مِنْ يَ ُهودِﻯْ إِلَى أَ َجل‬ َّْ ِ‫شةَْ – رضى هللا عنها – أَنَّْ النَّب‬
َ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – اشت ََرﻯ‬ َ ِ‫عائ‬
َ ْ‫عن‬
َ
ْ‫ مِنْ َحدِيد‬Artinya:Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya
baju besi.

7. Berakhirnya Akad Gadai

Ikatan akad gadai dalam pandangan syara’ berakhir atau habis masanya dengan berbagai hal sebagai
berikut.

1. Pembatalan akad gadai dari pihak penggadai walaupun tanpa adanya restu dari pihak pegadai,
dikarenakan hak gadai adalah milik penggadai, sedangkan gadai dari jalur penggadai bersifat tidak
mengikat.

2. Adanya pelunasan semua hutang. Menurut ijma’ ulama, apabila hutang masih tersisa meski
sedikit, akad gadai belum berakhir. Hal ini sama seperti hak penahanan barang yang diperjual
belikan karena gadai merupakan jaminan semua bagian terkecil dari hutang.

3. Binasa atau rusaknya barang gadaian karena akad gadai akan berakhir karena hilangnya objek
akad atau tersia-sianya barang gadaian.

4. Barang gadaian berubah menjadi barang yang tidak lagi berharga, yakni sesuatu yang tidak mubah
untuk diambil kemanfaatannya. Sebagaimana contoh barang gadaian berupa perasan anggur, yang
berubah menjadi arak ketika sebelum jatuh tempo pelunasan, maka akad gadai menjadi batal
seketika bersamaan dengan berubahnya barang gadaian itu.

Anda mungkin juga menyukai