Bakhtiar
Abstrak. Tuberkulosis pada anak masih merupakan penyakit dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas yang tinggi. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan kesulitan dalam
menegakkan diagnosis, terutama diagnosis pasti, yaitu ditemukannya M. Tuberculosis dari
spesimen penderita. Kemajuan teknologi diagnostik memang telah berkembang pesat,
namum hanya bisa dilakukan di pusat pelayanan kesehatan yang lengkap. Untuk
mengatasi permasalahan ini, terutama di sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas
terbatas, dapat diterapkan suatu sistem skoring. Dalam penerapannya, sistem skoring ini
terdiri dari 8 parameter, yaitu: adanya kontak dengan penderita TB dewasa, uji tuberkulin,
keadaan gizi, demam ≥ 2 minggu, batuk lebih dari 3 minggu, pembesaran kelenjar linfe,
pembengkakan tulang/sendi, dan foto toraks. Nilai skor masing-masing berkisar 0-3.
Dengan sistem skoring ini, diagnois TB pada anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6. Sistim
skoring merupakan pendekatan diagnosis TB pada anak secara umum. Untuk diagnosis
spesifik berdasarkan organ yang terlibat dibutuhkan analisis gambaran klinis yang spesifik
dari organ tersebut dan pemeriksaan penunjang yang spesifik (JKS 2016; 2: 122-128)
Abstract. Tuberculosis in children is still a disease with high morbidity and mortality rate.
It is estimated that relates to the difficulty in establishing the diagnosis, especially a
definite diagnosis, namely the discovery of M. tuberculosis from the patient specimen.
Advances in technology diagnostic indeed been growing rapidly, but can only be done at
the center complete health. To solve this problem, especially for services in health facilities
with limited facilities, can be applied to a scoring system. In practice, the system of scoring
is comprised of eight parameters: their contact with adult patients, tuberculin test,
nutritional state, fever more than two weeks, the cough of more than three weeks, enlarged
lymph nodes, swelling of bones and joints, and chest x-ray. The score of the eight
parameters ranging from 0-3. With this scoring system, the diagnosis of TB in children is
established when the total score is more than 6. Scoring System is an approach to
diagnosing TB in children generally. For specific diagnosis based on the organs involved in
the analysis required specific clinical features of these organs and specific investigations.
(JKS 2016; 2: 122-128)
122
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16Nomor 2 Agusus 2016
menegakkan diagnosis sangat mungkin preparat apus, belum tentu tidak ada BTA
untuk diterapkan. 2,3 sama sekali karena untuk mendapatkan hasil
positif diperlukan sekitar 5.000−10.000
Etiologi bakteri per mL sputum. Baku emas
Tuberkulosis merupakan penyakit menular pemeriksaan M. Tuberculosis adalah dengan
yang disebabkan oleh M. Tuberculosis. biakan. Hal tersebut disebabkan karena
Bakteri ini dikenal sebagai bakteri tahan hanya dengan 10−100 BTA hidup per mL
asam (BTA). Penamaan ini didasarkan pada sputum, masih dapat diperiksa secara
kemampuan M. tuberculosis untuk mikrobiologis dengan metode biakan
mempertahankan ikatan dengan fuschin kuman.7,8
yang disebabkan oleh tingginya kandungan
lipid pada dinding sel. Pewarnaan dengan Pendekatan Diagnosis
carbol fushin ini dikembangkan oleh Ziehl Berbeda dengan orang dewasa, diagnosis
dan Neelsen untuk pewarnaan preparat apus penyakit TB anak merupakan hal yang sulit
M. tuberculosis.4,5 karena TB anak merupakan TB primer yang
seringkali tidak menunjukkan gejala yang
Mycobacterium tuberculosis merupakan khas. Upaya pemeriksaan bakteriologis
bakteri yang tumbuh secara lambat di dalam sebagai diagnosis pasti TB pada anak sulit
sel (intraselular). Karakteristik utama untuk dilakukan.7,8 Tuberkulosis paru pada
Mycobacterium yang membedakan dengan anak jarang memproduksi sputum.
bakteri lain adalah kemampuannya Umumnya anak belum mampu untuk
mempertahankan warna merah fuchsin saat mengekspektorasi sputum. Upaya untuk
dilakukan dekolorisasi dengan asam dan mendapatkan sputum pada anak dilakukan
alkohol pada pewarnaan preparat apus.4,6 dengan menggunakan metode bilas
lambung, namun demikian hasil BTA (+)
Struktur dinding Mycobacterium tuberculosis tetap rendah, yaitu berkisar 20−40%. WHO
bersifat kompleks dan antigenik. Dinding melaporkan BTA (+) pada anak usia 0−14
sel M. tuberculosis ini mempunyai peranan tahun di Indonesia tahun 2003 hanya
penting untuk interaksi dengan sel-sel imun 2/100.000 populasi.2,8
pejamu.4 Substansi antigenik yang terdapat
pada dinding sel tersebut antara lain Karena sulitnya menemukan M. Tuberculosis
lipoarabinomanan (LAM), sulfolipid, asam sebagai etiologi dari penyakit tuberculosis
mikolat yang mengandung glikolipid., dan pada anak, maka salah satu yang diterapkan
lipoprotein 19 kDa. Protein yang terdapat di sarana pelayanan kesehatan dengan
pada dinding M. tuberculosis yang terikat fasilitas terbatas adalah dengan
2,7
pada lemak dapat membangkitkan reaksi menggunakan sistim skoring. Parameter
tuberkulin. Sebagian besar antigen pada yang digunakan dalam sistem skoring ini
dinding sel tersebut menimbulkan adalah: rirayat kontak dengan penderita
hipersensitivitas tipe lambat.4,6 dewasa, keadaan gizi, demam yang tidak
diketahui penyebabnya, batuk kronik.
Diagnosis Pasti Parameter lainnnya, dari aspek pemeriksaan
Diagnosis pasti tuberkulosis pada anak fisik adalah: pembesaran kelenjar limfe,
ditegakkan dengan ditemukan M. pembengkakan sendi panggul, lutut, falang.
Tuberculosis sebagai kuman penyebab. Parameter dari aspek pemeriksaan
Namun, penemuan M. Tuberculosis dari pemeriksaan penunjang berupa: uji
sputum, misalnya, sangat sulit didapatkan. tuberkulin dan foto thoraks.2,5,8
Hal ini berkaitan dengan kesulitan pada
pemeriksaan BTA dari bahan sputum pada Pada kriteria UKK Respirologi IDAI tahun
anak. Karena itu, tidak terdapatnya BTA 2007, adanya kontak dengan penderita TB
pada pemeriksaan mikrobiologis dengan paru dewasa dibedakan menjadi tiga
123
Bakhtiar, Pendekatan Diagnosis Tuberkulosis pada Anak di Sarana
Pelayanan Kesehatan dengan Fasilitas Terbatas
golongan, yaitu: (1) kontak tidak jelas, (2) pada anak tidak menunjukkan gejala batuk
laporan keluarga dengan BTA (-) atau tidak kronik, kecuali bila terjadi limfadenitis
jelas, (3) kontak dengan penderita dewasa regional yang menekan bronkus sehingga
BTA (+). Uji tuberkulin dibedakan menjadi merangsang reseptor batuk.2,3,9
“positif” bila ukuran diameter >10 mm atau
>5 mm pada keadaan imunosupresi dan Kelenjar limfe superfisialis TB sering
disebut “negatif” bila tidak memenuhi dijumpai terutama pada regio koli anterior,
kriteria “positif” tersebut.2,3,8 submandibula, supraklavikula, aksila, dan
inguinal. Biasanya kelenjar yang terkena
Status gizi pada sisten skoring PP IDAI bersifat multipel, unilateral, tidak nyeri
ditentukan secara antropometris meliputi tekan, tidak panas pada perabaan, dan dapat
berat badan dan tinggi badan. Hasil saling melekat (konfluens). Manifestasi
pengukuran tersebut kemudian spesifik lain dapat melibatkan susunan saraf
dikelompokkan menjadi kelompok dengan pusat (berupa meningitis TB), tulang, kulit,
BB/TB 70−<90% atau BB/U 60−<80% dan mata, ginjal, peritoneum, dan lain-lain.2,4,10
kelompok gizi buruk dengan manifestasi
klinis gizi buruk atau BB/TB <70% atau Uji tuberkulin masih memungkinkan dilakuan di
BB/U <60%, masing-masing mendapat skor sarana pelayanan kesehatan dengan fasilitas
1 dan 2. Kelompok BB/U ≥80% atau terbatas. Uji tuberkulin dapat digunakan
BB/TB≥90% tidak mendapat skor. 2,3, sebagai penunjang diagnostik bekerja
Demam tanpa sebab jelas adalah demam berdasarkan reaksi hipersensitivitas tipe
yang tidak disertai gejala klinis lain dan lambat.4,6 Reaksi hipersensitivitas tipe
telah berlangsung >2 minggu. Batuk pada lambat ini mencapai puncaknya dalam
kriteria ini telah berlangsung >3 minggu dan 48−72 jam, sehingga indurasi yang
tidak disebabkan oleh asma atau infeksi terbentuk pada uji tuberkulin tersebut dapat
saluran napas akut. Pembesaran kelenjar berfungsi sebagai alat uji diagnostik bila
limfe adalah pembesaran kelenjar limfe diukur dalam kurun waktu tersebut.3,6,8,11
leher, aksila, dan/atau inguinal dengan
diameter >1 cm, jumlah >1, dan tidak Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat
nyeri.2 Pembengkakan tulang/sendi pada ini adalah PPD RT 23 2 TU buatan Staten
kriteria ini adalah adanya pembengkakan Serum Institut Denmark dan Biofarma.
pada tulang/sendi panggul, lutut, atau Komposisi dari PPD RT 23 2 TU tersebut
falang.2,3,7 Gambaran foto toraks dibedakan dalam tiap mL terdiri atas tuberkulin PPD
menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok 0,4 µg, natrium fosfat dihidrat 7,6 µg,
pertama adalah foto toraks normal, (2) kalium dihidrogen fosfat 1,5 µg, natrium
kelompok kedua adalah gambaran sugestif klorid 4,8 µg, kalium hidroksikinolin sulfat
TB meliputi adanya pembesaran kelenjar 100 µg, polisorben 80 50 µg, dan air 1 mL.
hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, Penambahan polisorben 80 (Twen 80)
konsolidasi segmental/lobar, milier, dalam PPD RT 23 berfungsi untuk
kalsifikasi dengan infiltrat, atelektasis, mencegah absorbsi tuberkulin oleh dinding
kavitas, dan efusi pleura. 2,7 gelas atau plastik. Dosis PPD RT 23 2 TU
Gejala sistemik yang sering timbul salah setara dengan 0,1 mL larutan.4,6
satunya adalah demam. Demam biasanya Penggunaan PPD RT 23 ini telah
tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka direkomendasikan oleh WHO pada tahun
waktu yang cukup lama.3,9 Manifestasi lain 1963 sebagai alat uji kulit tuberkulin standar
yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat dengan akurasi dan stabilitas yang tinggi.
2,6,11
badan yang tidak naik (turun, tetap, atau
naik namun tidak sesuai dengan grafik
tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, Pada uji tuberkulin, yang diukur adalah
dan lelah). Pada sebagian besar TB paru indurasi yang terbentuk. Pengukuran
124
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16Nomor 2 Agusus 2016
indurasi ini dilakukan dengan cara infeksi lain.5,11 Bacillus Calmette Guerin
mengukur indurasi pada diameter merupakan infeksi TB buatan dengan
transversal, baik secara langsung maupun bakteri M. bovis yang dilemahkan sehingga
dengan cara sokal. Untuk mengurangi bias kemampuannya dalam menyebabkan reaksi
dalam pengukuran indurasi, Sokal tuberkulin menjadi positif walaupun tidak
menggunakan bolpoin untuk menentukan sekuat infeksi alamiah. Adanya hematoma
tepi indurasi pada diameter tranversal, atau abses kecil pada daerah injeksi dapat
kemudian dilakukan pengukuran pada bekas diinterpretasi sebagai indurasi jika ada
tanda bolpoin tersebut. Berbagai penelitian trauma atau infeksi lainya pada daerah
menunjukkan bahwa pengukuran dengan injeksi.6,11
metode bolpoin memiliki reliabilitas yang
lebih baik dan bias antar pengamat yang Tabel 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan
lebih rendah bila dibandingkan dengan Hasil Uji Tuberkulin Negatif Palsu
metode pengukuran secara langsung.2,8 Pejamu
Infeksi: virus (campak, HIV, mumps),
Hasil pengukuran indurasi uji tuberkulin bakteri (tifoid, pertusis, bruselosis), fungi
dinyatakan dalam satuan milimeter. Secara Vaksinasi virus hidup
umum, indurasi >10 mm dinyatakan positif. Gagal ginjal kronik
Status protein yang rendah (KEP berat,
Hasil positif ini sebagian besar disebabkan
afibrinogenemia)
oleh infeksi TB alamiah. Apabila diameter Penyakit organ limfoid (penyakit hodgkin,
indurasi 0-4 mm, dinyatakan bahwa uji limfoma, leukemia, sarkoidosis)
tuberkulin negatif. Diameter 5−9 mm Obat-obatan (steroid dan obat
dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat imunosupresan)
disebabkan oleh kesalahan teknis, keadaan Usia (bayi baru lahir, usia lanjut)
anergi, atau reaksi silang dengan M. atipik.
Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya Tuberkulin: penyimpanan yang tidak benar,
sistem imun (imunokompromais), maka cut- denaturasi zat kimia, absopsi
off point hasil positif yang digunakan adalah Penyuntikan: terlalu sedikit, suntikan subkutan,
≥5 mm.2,8,10 Keadaan imunokompromais ini terlalu lama dalam semprit, berdekatan dengan
uji kulit lain
dapat dijumpai pada pasien dengan gizi
Pembacaan: salah pembacaan dan pencatatan
buruk, infeksi HIV, keganasan, morbili, Sumber: Mandalakas dan Starke6
pertusis, varisela, dan pasien yang mendapat
imunosupresan jangka panjang (≥2 minggu). Tuberkulin mempunyai sensivitas cukup
tinggi, yaitu 80−96%. Negatif palsu dapat
Tedapat sejumlah faktor dapat terjadi pada keadaan imunosupresi atau sakit
menyebabkan hasil uji tuberkulin negatif. kritis. Spesifisitas tuberkulin di wilayah
Karena itu, hasil uji tuberkulin negatif tidak yang mempunyai paparan tinggi terhadap
menyingkirkan diagnosis TB. Faktor-faktor berbagai jenis mikobakteri adalah 95%,
tersebut antara lain dalam masa inkubasi, sedangkan di wilayah dengan paparan
setelah mendapat vaksin hidup, campak, berbagai jenis mikobakteri yang rendah,
pertusis, keganasan, dan malnutrisi berat. Di spesifisitas tuberkulin dapat mencapai
samping itu, hasil negatif juga terjadi pada 99−99,5%. Orang yang kontak erat dengan
kesalahan penyuntikan dan faktor penderita TB paru dapat memiliki likelihood
keakuratan pembacaan. 3,7,9 ratio untuk terinfeksi TB sebesar 25−50%.
3,6,9
Hasil positif palsu pada uji tuberkulin terjadi
pada beberapa keadaan meliputi riwayat
pemberian Bacille Calmette Guerin (BCG)
sebelumnya, infeksi M. atypic lainnya, dan
pembacaan yang salah karena ada trau atau
125
Bakhtiar, Pendekatan Diagnosis Tuberkulosis pada Anak di Sarana
Pelayanan Kesehatan dengan Fasilitas Terbatas
126
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 16Nomor 2 Agusus 2016
Parameter 0 1 2 3
Pembengkakan - Ada - -
tulang/sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
Catatan:
- Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
- Diagnosis TB dibuat jika skor ≥ 6 (skor maksimal 13).
- Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma, langsung didiagnosis TB.
- Berat badan dinilai pada saat pasien datang (moment opname).
- Demam dan batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku.
- Foto toraks bukan merupakan alat diagnosti utama pada TB Anak.
127
Bakhtiar, Pendekatan Diagnosis Tuberkulosis pada Anak di Sarana
Pelayanan Kesehatan dengan Fasilitas Terbatas
Nilai skor masing-masing berkisar 0-3. 11.Marais BJ. Tuberculosis in children. Pediatr
Dengan sistem skoring ini, diagnois TB Pulmonul 2008;43:322-9.
pada anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6. 12.Melinda H. Keandalan sistem skor untuk
Namun sistim skoring ini merupakan menegakkan diagnosis tuberkulosis anak
pendekan diagnosis penyakit TB pada anak terhadap uji 99mTeknesium-etambutol
dengan pencitraan singgle photon emission
secara umum. Diagnosis spesifik sesuai
tomography/computed tomografi
dengan organ yang terlibat tetap (SPECT/CT) (disertasi). Bandung: Program
membutuhkan penunjang diagnostik yang Pascasarjana Universitas Pdjadjaran; 2008.
lebih spesifik. 13.Pediatric TB Working Group. Field
experiences in implementation of chilhood
Daftar Pustaka TB prevention and management policies.
Cape Town, South Africa; 2007.
1. WHO. WHO report 2009: global tuberculosis
control, epidemiology, strategi, financing.
Geneva: World health Organization;2009.
2. Rahajoe NR, Supriyatno R, Setyanto DB.
Respirologi IDAI. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. Edisi ke-2.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI, 2008.
3. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis
tuberkulosis pada anak. Dalam: Nastiti NN,
Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting.
Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2010; 194-213.
4. Zumla A, Raviglione M, Hafner R, von
Rayen CF. Tuberculosis. N. Engl J Med.
2013;368:745.
5. Marten G. Tuberculosis. Lancet 2007;370:2030-42.
6. Mandalakas AM, Starke JR. Tuberculosis
and nontuberculosis mycobacterial diasease.
Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmot R,
Bush A, penyunting. Kendig’s disorder of
the respiratory tract in the children. Edisi ke-
7. Philadelphia: Saunders; 2006. Hlm 507-
29.
7. Setyanto DB. Tantangan diagnosis TB pada
anak. Dalam:Trihono PP, Djer MM. Indawati
W, penyunting. Peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan anak pada tingkat
pelayanan primer. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2013.hlm.16-7.
8. World Health Organization. Guidance for
national tuberculosis programmer on the
management of tuberculosis in children,
2006.
9. Marais BJ. Obihara OC, Gie RP, Hesseling
AC, Schaff HS. Lombard C, dkk. The
prevalence of symptoms associated with
pulmonary tuberculosis in randomly selected
children frm high burden community. Arch
Dis Child 2005;90:1166-1170.
10.Mayers MM, Adam HM. Tuberculosis.
Pediatr Rev 2008;29:140-2.
128