Anda di halaman 1dari 9

Laporan

Literature Review
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
Sri Rahayu Permata Sari
NIM : 5017041111

Kasus/Diagnosa Medis: Vertigo


Jenis Kasus : Trauma / Non Trauma
Ruangan : UGD RSUD CILEGON
Kasus ke : 2

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(…………………………………………………………) (………………………..……...………………………….)
LAPORAN
LITERATURE REVIEW

BAB I Pendahuluan

Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi sesama
manusia maupun lingkungan, baik secara langsung mupun tidak langsung.Untuk itu manusia
harus memiliki kondisi fisik yang baik dalam beraktivitas. Dalam melakukan aktivitas itu
semua manusia harus berada dalam kondisi tubuh yang dikatakan sehat. Sehat menurut
Menteri Kesehatan RI tahun 2009 merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dengan keadaan sehat
manusia dapat melakukan setiap aktivitasnya dengan baik dan tidak bergantung pada orang
lain sehingga tugas dan perannya sebagai makhluk sosial dapat dilakukan secara optimal.

Dilihat dari aspek kesehatan manusia mengalami berbagai kemunduran salah satu gangguan
yang sering dialami secara bertahap yaitu, kemunduran fisik, mental, dan sosial. Perubahan
fisik yang terjadi pada setiap manusia sangat bervariasi. Perubahan ini terjadi dalam
berbagai sistem, salah satu diantaranya adalah sistem neuromuskular . Jika Sistem
neuromuskular mengalami gangguan maka kondisi fisik akan melemah dan menyebabkan
aktifitas fungsional pada individu akan menurun. Sehingga peran individu sebagai makhluk
sosial terhambat . Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh trauma, atau degenerasi
sehingaa terjadi beberapa gangguan salah satunya yaitu,individu merasakan sakit di bagian
kepala seperti merasa berputar biasa di kenal masyarakat seperti berputar tujuh keliling
,yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari,yitu vertigo.

Prevalensi di Amerika yang mengalami vertigo disfungsi vestibular sekitar 35% populasi
dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang mengalami vertigo vestibular,
75% mendapatkan gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral (Chaker et
al., 2012). Prevalensi vertigo di Jerman, usia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24%
diasumsikan karena kelainan vestibuler. Penelitian di Prancis prevalensi yang mengalami
vertigo ditemukan sebesar 48% (Bissdorf, 2013).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai 50
tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh
penderita setelah nyeri kepala, dan stroke. Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari
keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2011).

Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan kualitas hidup serta mengurangi
resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien. Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi
menjadi dua yaitu penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver
didalamnya dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara
baik dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.

Tn. M di diagnosa Vertigo saat dikaji kesadaran Tn. M compos mentis, keadaan umum lemah,
Tn. M mengeluh nyeri kepala, disertai pusing berputar-putar, mual dan muntah, berkeringat
dingin.

Tujuan

Vertigo merupakan suatu fenomena yang terkadang sering ditemui di masyarakat. Vertigo
adalah suatu gejala atau perasaan dimana seseorang atau benda disekitarnya seolah-olah
sedang bergerak atau berputar, yang biasanya disertaidengan mual dan kehilangan
keseimbangan “jika sensasi atau ilusi berputar yang dirasakanadalah diri sendiri, hal
tersebut merupakan vertigo subjektif. Sebaliknya, jika yang berputar adalah lingkungan
sekitarnya, maka itu disebut vertigo objektif” (Rustinah, 2008, Mudzakir, et al, 2009).
Seseorang yang mengalami vertigo akan mempersepsikan suatu gerakan yang abnormal
atau suatu ilusi berputar. Vertigo dapat berlangsung sementara maupun berjam-jam namun
juga bisa berlangsung ketika seseorang tersebut dalam kondisi tidak bergerak sama sekali
(Mudzakir, et al, 2009).

Pada saat studi pendahuluan, pasien yang mengalami vertigo atau kekambuhan gejalanya
biasa disebabkan oleh faktor kelelahan, lesu, gangguan pada organ gastrointestinal, nyeri
otot, hipertensi (tekanan darah tinggi) dan hipotensi (tekanan darah rendah). Namun untuk
frekuensi atau seringnya angka kekambuhan gejala pada pasien yang mengalami vertigo
selalu tidak menentu, hal ini karena vertigo tersebut akan timbul jika pada pasien tersebut
muncul faktor penyababnya. Vertigo juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan
keseimbangan pada telinga bagian dalam atau bagian vestibular dan kemungkinan
disebabkan oleh gangguan pada otak. Vestibular merupakan suatu sistem dari telinga bagian
dalam yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Menurut Neurologychannel (dalam buku
menyayangi otak, 2011), sistem vestibular tersebut bertanggung jawab untuk
menghubungkan rangsangan terhadap indera dengan pergerakan tubuh dan menjaga agar
suatu objek tetap berada dalam fokus ketika tubuh bergerak. Selain disebabkan oleh
gangguan pada sistem vestibular dan gangguan pada otak, vertigo juga bisa disebabkan oleh
faktor idiopatik, trauma, fisiologis, konsumsi obat dan penyakit atau sindrom lain seperti
Meniere (Dewanto, et al.2009). Menurut Wratsongko (2006), Vertigo biasa terjadi disertai
dengan mual dan muntah, bahkan ada juga bisa disertai dengan diare. Akibat selanjutnya
vertigo dapat menyebabkan dehidrasi dan jatuh.

Latihan manuver epley di berikan untuk mengurangi pusing vertigo, manuver epley
merupakan rehabilitasi vestibular sebagai terapi latihan mandiri di rumah bagi penderita
vertigo posisi paroksimal jinak (VPPJ) yang menggunakan sistem sensori terintegrasi
(Sari,2016).

Waleem,et al.(2008), Dalam hasil penelitian, tingkat keberhasilan manuver epley setelah 1
minggu adalah 63,6%, yang meningkat menjadi 72,7% setelah 2 minggu. Sebuah meta-
analisis yang dilakukan oleh Prim-Espada,et al.(2010), Pada keefektifan manuver epley pada
vertigo posisi paroksismal jinak menggunakan tinjauan kritis terhadap literatur medis
menyimpulkan bahwa pasien yang melakukan manuver epley dilakukan memiliki enam dan
setengah kali lebih banyak kemungkinan gejala klinis mereka meningkat dibandingkan
dengan kelompok kontrol pasien.

BAB II Hasil Review & Pembahasan

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan Neurotologi
dimana 17% pasien datang dengan keluhan pusing. Pada populasi umum prevalensi BPPV
yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000 (prevalensi 2,4%). Dari kunjungan 5,6 miliar orang
ke rumah sakit dan klinik di United State dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17%
- 42% pasien didiagnosis BPPV. Dari segi onset BPPV biasanya diderita pada usia 50-70
tahun. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yaitu 2,2 : 1,5. BPPV
merupakan bentuk dari vertigo posisional.
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang berarti
kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif merupakan ilusi
gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita yang rasakan berputar (Junaidi, 2013).

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan salah satu gangguan Neurotologi.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular dimana 17%-20 %
pasien mengeluh vertigo. Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo
yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan karakteristik
nistagmus paroksimal. Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material
berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam salah satu kanul
semisirkular yang akan merespon ke saraf. Diagnosis BPPV ditinjau dari anamnesis, gejala
klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis.

Tata Laksana BPPV


1. Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu penyakit yang ringan dan
dapat sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian
yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle
Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping
dari melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal
ini terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang
lebih sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh.
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi
awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung
dari varian BPPV nya.

a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal. Pasien
diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 450, lalu pasien berbaring
dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 900 ke
sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan
30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke
posisi duduk secara perlahan.

Gambar 1. Manuver Epley

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanan posterior. Jika
kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala dimiringkan 450 ke
sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi berbaring dan dipertahankan

selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo dapat diobservasi. Setelah itu pasien
pindah ke posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.

Gambar 2. Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral. Pasien
berguling 3600, yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan kepala 900
ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu
kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien
kemudian menoleh lagi 900 dan tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali
ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk
migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.

Gambar 3. Manuver Lempert

d. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi telinga yang sakit
dan dipertahankan selama 12 jam.

e. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat dilakukan
sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap simptomatik
setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu pasien
menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.

Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis yaitu terapi


manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien. Keefektifan dari
manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-100%. Beberapa efek samping dari
melakukan manuver seperti mual, muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini
terjadi karena adanya debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih
sempit misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh. Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan
partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus
BAB III Kesimpulan

Dari hasil kesimpulan dalam intervensi manuver epley lebih efektif daripada obat-obatan
tidak hanya dalam mengobati kondisi tapi juga dalam mencegah kekambuhan. Manuver ini
memberi pemulihan di antara mayoritas pasien kasus selama kunjungan pertama mereka.
Mereka yang dirawat dengan obat-obatan memerlukan lebih banyak kunjungan dari pada
mereka yang diobati dengan latihan manuver epley. Manuver epley dianggap sebagai
prosedur yang aman dan efektif untuk mengobati vertigo posisi paroxysmal jinak pada
mayoritas pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Bisdorff,A.(2013).The Epidemiology Of Vertigo, Dizziness, And Unsteadiness And Its Links To


Co-Mordibities. Frontiers In Neurology. Vol 4 Article 2.

Bittar et al. Benign Paroxysmal Positional Vertigo: Diagnosis and Treatment. International

Tinnitus Journal. 2011;16(2): 135-45.

Chaker .Rahul,T. Eklare, Nishikant. (2012). Vertigo In Cerebrovaskuler Disease. Depkes RI.
(2009). Sistem Kesehatan Nasional, Dalam Http://Pppl.Depkes.Go.Id/_Asset/
_Regulasi/KEPMENKES_374-2009_TTG_SKN-2009.Pdf, Diakses Pada Tanggal 20
Maret 2018.

Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional, dalam http://pppl.depkes.go.id/_asset/


_regulasi/KEPMENKES_374-2009_TTG_SKN-2009.pdf, diakses pada tanggal 20 maret
2018.

Gaur, S. Sanjeev, K. A. Sunil, K. S. B. Rohit, S. Vivek, K. P. Mamta, B. (2015). Efficacy Of Epley’s


Maneuver In Treating Bppv Patients: A Prospective Observational Study.
International Journal Of Otolaryngology Volume 2015, Article Id 487160.

Junaidi,I.(2013). Sakit Kepala, Migrain Dan Vertigo Edisi Revisi. Jakarta:Bhuana Ilmu Popule.

Prim-Espada,M. P. Diego-Sastre,J.I.D. Pérez-Fernández,E. (2010). Meta-Analysis On The


Efficacy Of Epley's Manoeuvre In Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Neurologia,
Vol. 25, No. 5, Pp.295–299, 2010.

Sari,A.(2016).Perbedaan Pengaruh Terapi Reposisi Kanalit Dan Modifikasi Manuver Epley


Terhadap Vertigo.Di Akses pada 20 Maret 2018.

Sumarilyah, E.(2011). Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap Keseimbangan


Tubuh Pada Pasien Vertigo Di RS Siti Khodijah Sepanjang. RS Siti Khodijah Sepanjang:
Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai