Anda di halaman 1dari 94

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE

PENGARUH TERAPI RELAKSASI BENSON DAN TEKNIK RELAKSASI GENGGAM


JARI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI POST OPERASI
APPENDIKTOMI PADA An. A DENGAN APENDIKSITIS DI RUANG AYYUB 3 RS
ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Oleh:

Sri Anggraini (G3A018091)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering (Dermawan & Rahayuningsih,2010).

Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus
yang buntu sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam system
imun sektorik di saluran pencernaan. Namun, pengangkatan apendiks tidak menimbulkan
efek fungsi system imun yang jelas (syamsyuhidayat, 2005). Peradangan pada apendiks
selain mendapat intervensi farmakologik juga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi dan memberikan implikasi pada perawat dalam bentuk asuhan
keperawatan.

Berlanjutnya kondisi apendisitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan


pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk
ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau
terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan
memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan
memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005). Insiden
apendisitis di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara berkembang. Namun, dalam
tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini di duga
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat pada diit harian
(Santacroce,2009).

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang mengalami apendiksitis atau yang
sering dikenal dengan sebutan usus buntu adalah penanggulangan konservatif, hingga
terapi bedah (prosedur operasi) guna untuk mengangkat apendiks.

Pada pasien-pasien apendiksitis sering mengalami nyeri pada abdomen kanan bawah,
baik nyeri sebelum operasi dan nyeri pasca operasi dikarenakan luka insisi. Penanganan
nyeri dapat diberikan kepada pasien dengan terapi farmakologi dan nonfarmakologi yaitu
berupa terapi komplementer. Terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan yaitu dengan
menggunakan terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari. Terapi relaksasi
benson adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan perhatian
kepada relaksasi sehingga kesadaran pasien terhadap nyeri-nya berkurang, relaksasi ini
2
dilakukan dengan cara menggabungkan relaksasi yang diberikan dengan kepercayaan
yang dimiliki pasien dan terapi relaksasi progresif adalah salah satu metode manajemen
nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri. Teknik relaksasi genggam
jari adalah suatu teknik menggenggam jari tangan guna membuat pasien mampu
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri maupun stress fisik dan emosi
pada nyeri. Terapi tidak hanya bermanfaat untuk menghilangkan atau menurunkan
intensitas nyeri namun juga dapat menciptakan ketentraman batin, mengurangi rasa
cemas, mengurangi khawatir atau gelisah, menjadikan detak jantung lebih rendah,
mengurangi tekanan darah tinggi, serta mampu mengurangi rasa nyeri (Handayono,
2006).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pengaplikasian Evidence Based Nursing Practice:


Pengaruh Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Post Operasi Appendiktomi pada An. A dengan Apendiksitis
di Ruang Ayyub 3 RS Roemani Muhammadiyah Semarang

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien Apendiksitis


b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien Apendiksitis
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien Apendiksitis
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada pasien Apendiksitis
e. Mahasiswa mampu menerapkan Evidence Based Nursing Practice Terapi Relaksasi
Benson dan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Post Operasi Appendiktomi
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil aplikasi Evidence Based Nursing
Practice.

3
C. Sistematika Penulisan
BAB I
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II
Konsep dasar berisi konsep penyakit, Terapi Relaksasi Benson Dan Teknik Relaksasi
Genggam Jari
BAB III
Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, pathways
keperawatan, dan intervensi pasien Apendiksitis
BAB IV
Aplikasi Evidence Based Nursing Riset
BAB V
Pembahasan terkait aplikasi Evidence Based Nursing Riset yang diterapkan
BAB V
Penutup berisi kesimpulan dan saran

4
BAB II

KONSEP DASAR

A. Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab


abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne(2001), Apendisitis adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen
dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat
disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan
merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Jadi, dapat disimpulkan
apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan
penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.

B. Klasifikasi

a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.

5
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.

6
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

C. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor


pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
(Sjamsuhidayat, 2005).

D. Anatomi Usus Besar


1. Usus Besar
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah
sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat
sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk
merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus
besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa
berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada
pada usus halus dan tidak memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa

7
kelenjar tubuler dalam usus dan dilapisi oleh epitelium silinder yang memuat sela
cangkir.
Usus besar terdiri dari :
a. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit,
berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulia dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu :
 Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
 Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung sampai ke
tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada flkesura
splenik.
 Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon
sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum
Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior
di anus.

E. Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar


0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada
pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis,
apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit
dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan
parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar
umbilikus.

8
F. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat basa
mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung
menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).

G. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

9
H. Manifestasi Klinik

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran bawah terasa
dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah
pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior.
Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak
tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar
dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada
pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada
defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya
kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi
menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit
lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks.
Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-
pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih
muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

I. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan


dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-
15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks
yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:

10
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen

11
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

K. Pengkajian Fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit.

1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik
daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan
memperingan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b. Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan
apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan
bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign).
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak apendiks
apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri,
maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika

12
d. Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini
akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika
(Akhyar Yayan, 2008 ).
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah sebagai
berikut :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal.Diare (kadang-kadang).
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan.: Penurunan atau
tidak ada bising usus.
d. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia, Mual/muntah.
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang
ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri
berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai
rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh :
retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda :
Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk.
Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki
kanan/ posisi duduk tegak. : Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
f. Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.
g. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).

13
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi
usus halus atau batu ureter kanan.

14
h. Pathway Keperawatan

Idiopatik Makan tak teratur Kerja fisik yang keras

Massa keras feces

Obstruksi lumen

Suplai aliran darah


menurun

Mukosa terkikis

- Perforasi
Peradangan pada Distensi abdomen
- Abses
apendiks
- peritonitis
Menekan gaster
Nyeri Akut
appendiktomy
Peningkatan prod HCL
Pembatasan intake
cairan
Insisi bedah
Mual muntah

Terputusnya
kontinuitas jaringan Resiko kekurangan
Resiko Infeksi volume cairan

Nyeri Akut

15
I. Diagnosa Keperawatan
Post Operasi
a) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Prosedur
Operasi)
b) Resiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan Efek Prosedur Invasif

16
J. Intervensi Keperawatan
Post Operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri Akut NOC : NIC :
berhubungan dengan  Pain Level - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Tindakan  Pani Control termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pembedahan  Comfort Level kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : - Observasi raksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab - Berikan penanganan nyeri (farmakologi,
nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi, dan inter personal)
nonmarmakologi untuk mengurangi nyeri, - Kaji tipe dn sumber nyeri untuk menentukan
mencari bantuan) intervensi
 Melaporkan bahwa nyri berkurang dengan - Ajarkan tentang tehnik non farmakologi : napas
menggunakan manajemen nyeri dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) - Evaluasi keefektifan control nyeri
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri - Anjurkan istirahat cukup
berkurang - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

17
2. Resiko Infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan  Immune Status - Kaji tanda-tanda terjadinya infeksi : suhu tubuh
efek peosedur  Knowledge : Infection Control yang meningkat, adanya nyeri, terjadinya
invasive  Risk Control perdarahan, serta pemeriksaan dari hasil
Kriteria Hasil : laboratorium dab radiologi
 Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Mendeskripsikan penularan penyakit, faktor - Berikan asupan gizi dan cairan yang cukup sesuai
yang mempengaruhi penularan serta dengan kebutuhan pasien
penatalaksanaannya - Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman
 Menunjukkan kemmpuan untuk mencegah - Batasi pengunjung bila diperlukan guna mencegah
timbulnya infeksi terjadinya penyebaran infeksi baik dari pengunjung
 Jumlah leukosit dalam batas normal ke pasien atau dari pasien ke pengunjung
 Menunjukkan perilaku hidup sehat - Berikan edukasi terkait pengetahuan tanda dan
gejala infeksi kepada pasien dan keluarga
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait
cara meminimalisir terjadinya infeksi
- Berikan antibiotic sesuai terapi medic
- Kolaborasi dengan tim medis terkait terapi medic
yanga akan diberikan

18
K. Terapi Relaksasi Benson

1. Definisi
Relaksasi Benson adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan
mengalihkan perhatian kepada relaksasi sehingga kesadaran klien terhadap
nyeri-nya berkurang, relaksasi ini dilakukan dengan cara menggabungkan
relaksasi yang diberikan dengan kepercayaan yang dimiliki pasien.

Relaksasi benson merupakan teknik relaksasi yang digabungkan dengan


keyakinan yang dianut oleh pasien. Kata atau kalimat tertentu yang dibaca
berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan akan
menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan relaksasi
tanpa melibatkan unsur keyakinan. Ungkapan yang di pakai dapat berupa
nama tuhan atau kata-kata lain yang memiliki makna menenangkan bagi
pasien. (Benson & Proctor, 2000).
2. Manfaat

a) Mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan


intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan serta menurunkan tekanan
darah sistolik dan diastolic.
b) Ketentraman hati, Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
c) Meningkatkan keyakinan
d) Mampu menghilangkan insomnia
e) Meningkatkan kualitas tidur

2. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Benson


a) Ambil posisi senyaman mungkin
b) Pejamkan mata
c) Tenang dan relaksasikan tubuh, dari kepala sampai kaki
d) Lakukan nafas dalam dengan menghirup udara dari hidung dan
membuangnya melalui mulut secara perlahan ulangi sebanyak tiga kali

19
e) Ucapkan ekspresi kata atau kalimat atas nama Tuhan, atau dengan kata-kata
yang menenangkan seperti dzikir bagi yang beragama islam secara berulang
setelah melakukan nafas dalam
f) Lakukan selama 10-15 menit dan setelahnya bias membuka mata secara
perlahan
g) Relaksasi benson dapat dilakukan setiap nyeri terasa.

L. Teknik Relaksasi Genggam Jari


1. Definisi
Menurut Liana (2008) dalam Pinandita (2011), teknik relaksasi genggam jari
(finger hold) merupakan teknik relaksasi dengan jari tangan serta aliran energi
didalam tubuh.
Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf
aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor mengakibatkan “gerbang”
tertutup sehingga stimulus pada kortek serebri dihambat atau dikurangi akibat
counter stimulasi relaksasi dan mengenggam jari. Sehingga intensitas nyeri akan
berubah atau mengalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari yang
lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pinandita, 2012).
2. Manfaat
Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang
akan membuat tubuh menjadi rileks. Adanya stimulasi pada luka bedah
menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls
disepanjang serabut aferen nosiseptor ke substansi gelatinosa (pintu gerbang) di
medula spinalis untuk selanjutnya melewati thalamus kemudian disampaikan ke
kortek serebri dan di interpretasikan sebagai nyeri (Pinandita, 2012).
3. Langkah-langkah Teknik Relaksasi Genggam Jari
Menurut Wong (2011), prosedur penatalaksanaan teknik relaksasi genggam jari
dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain:

a. Berikan posisi senyaman mungkin.


b. Tenang dan relaksasikan tubuh
c. Kemudian pejamkan mata sambil mulai menggenggam jari

20
d. Usahakan focus dan tarik nafas perlahan dari hidung, tahan sebentar kemudian
hembuskan perlahan lewat mulut langi gerakan ini sebanyak tiga kali selama 5-
10 menit
e. Lepaskan genggaman jari dan membuka mata secara perlahan
f. Teknik relaksasi genggam jari dapat dilakukan setiap nyeri terasa

21
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
1. Nama Anak : An. A
2. Umur : 9 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki – laki
4. Nama Orangtua/Wali : Ny. S
5. Alamat : Kota Semarang, Jawa Tengah
6. Suku : Jawa
7. Agama : Islam
8. Kewarganegaraan : Indonesi
9. Tanggal Masuk RS : 30 Juni2019
10. Tanggal pengkajian : 1 Juli 2019
11. Tanggal operasi : 1 Juli 2019
12. Pemberi Informasi : Ny. S
13. Hubungan dengan anak : Ibu Kandung

GENOGRAM KELUARGA (3 GENERASI)

BAB IV

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET


HT
Identitas Klien
Ny.S (54 tahun) beragama Islam, suku Jawa, menikah, alamat Semarang, pekerjaan
mengurus rumah tangga, masuk ke rumah sakit pada tanggal 23 November 2018 dengan
Diabetes Mellitus.

Keterangan Genogram :
15 Tahun 9 Tahun
atau : Pria, wanita sehat

atau : Pasien

atau : Meninggal
22
B. KELUHAN UTAMA
Post Operasi
Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ibu pasien mengatakan sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien mengalami nyeri pada perut
bagian bawah, nyeri dirasakan sudah 3 hari yang lalu disertai dengan mual dan demam.
Selama 3 hari tersebut tersebut ibu pasien hanya memberikan obat sakit perut yang dibelinya
di warung, namun karena tidak ada perubahan akhirnya pada tanggal 30 Juni 2019 pukul
21.10 wib ibu pasien membawa pasien ke Rs Roemani Muhammadiyah Semarang untuk
dilakukan pengobatan lebih lanjut.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Juli 2019 pukul 09.00 wib hari ke-2 pasien
dirawat, ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah dilakukan tindakan operasi
appendiktomy pada tanggal 1 Juli 2019 pukul 07.00 wib, setelah dikaji pasien An. A juga
mengatakan perutnya terasa nyeri pada bagian luka operasi, di dapatkan hasil pengkajian :
An.A mengatakan nyeri pada bagian luka operasi, nyeri dirasakan saat bergerak, nyeri terasa
seperti teriris, nyeri pada bagian luka operasi dengan skala nyeri 4, nyeri timbul mendadak
saat bergerak,nyeri juga dirasakan selama 30 menit dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital di dapatkan hasil TD : 110/70 mmHg, Nadi : 90x/menit, Pernafasan : 22x/menit,
Suhu : 37,6ºC, SpO2 : 98%, dan didapatkan hasil pemeriksaan fisik : BB sebelum sakit :
35kg, BB setelah sakit : 34kg, TB : 135cm.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki riwayat penyakit lain hanya pernah demam
dan batuk pilek seperti pada umumnya. Sebelumnya pasien tidak pernah dirawat di Rumah
sakit serta tidak ada riwayat operasi pembedahan pada pasien dan pasien juga tidak memiliki
alergi makanan, cuaca maupun obat-obatan.

23
1. Kehamilan Ibu
a. Gestasi : Aterm (40 minggu)
b. Kesehatan Ibu Selama Kehamilan : Tidak ada keluhan saat
hamil
c. Obat-obatan Yang Digunakan :hanya mengkonsumsi
vitamin dan fe
2. Persalinan
a. Tipe Persalinan : Spontan Pervagina

b. Tempat Melahirkan : Puskesmas

3. Penyakit sebelumnya
a. Insiden penyakit pada anggota keluarga : ibu pasien mengatakan di dalam keluarga tidak ada
yang mengalami penyakit serupa, hanya ayah pasien yang memiliki riwayat Hipertensi.
b. Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya: ibu pasien mengatakan anaknya
meringis saat nyeri terasa
4. Imunisasi
JENIS IMUNISASI KETERANGAN

BCG Usia 1 bulan

DPT Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Hep B Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Polio Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Campak Usia 9 bulan

E. PENGKAJIAN FISIK
1. Pengukuran Antropometri
a. Berat badan : sebelum sakit 35kg saat sakit : 34kg
b. Tinggi badan : 135 cm

24
2. Tanda Vital
a. Suhu : 37,6oC
b. Frekuensi Jantung : 90 x/menit
c. Frekuensi Pernafasan : 22 x/menit
3. Kepala
a. Bentuk kepala : Simetris
b. Fontanel anterior : Tertutup
c. Fontanel posterior : Tertutup
d. Warna Rambut : Hitam
e. Tekstur Rambut : Halus
f. Bentuk wajah : Simetris
4. Kebutuhan Oksigenisasi
Hidung

a. Patensi nasal : Kanan dan kiri paten


b. Bentuk : Simetris
Dada
a. Bentuk : Simetris
b. Retraksi interkostal : Tidak
c. Suara perkusi dinding dada : Sonor
d. Perkembangan payudara : Simetris
Paru-paru
a. Pola pernapasan : Reguler
b. Suara nafas tambahan : Tidak ada
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Mulut

a. Membran Mukosa : Lembab

b. Gusi : Pink

c. Warna Gigi : Putih

d. Warna Lidah : Pucat kotor

25
e. Tonsil : Tidak ada pembesaran

f. Tes pengecapan : Tidak terkaji

Abdomen

a. Bentuk : Simteris

b. Umbilikus : Bersih

c. Bising usus : Mengalami penurunan

d. Pembesaran hepar : Tidak

e. Pembesaran Limpa : Tidak

f. Perkusi dinding perut : Timpani

Pola nutrisi dan cairan Sehat Sakit


Jam makan Makan pagi Makan nasi, Diet lunak dari RS
tahu, tempe, (tapi tidak hbis
ayam
Makan siang Makan nasi, Diet lunak dari RS
tahu, sayur, (tapi tidak hbis
ayam
Makan malam Nasi, sayur, Diet lunak dari RS
ayam (tapi tidak hbis
Porsi makan 3x sehari 3x sehari
Jenis makanan pokok - -
Jumlah air yang diminum 1000 cc 600 cc perhari
perhari

26
6. Kebutuhan Eliminasi
Pola buang air besar (BAB) Sehat Sakit
Frekuensi 1 x/hari Belum BAB
Konsistensi Padat -
Warna Kuning -
kecoklatan
Keluhan saat BAB Tidak ada Konstipasi

Pola buang air kecil (BAK) Sehat Sakit


Frekuensi 3 x/hari 2 x/hari
Warna Kuning Kuning
Volume Tidak Terkaji Tidak Terkaji
Keluhan saat BAK Tidak ada Tidak ada
Istilah anak yang digunakan Pipis Pipis
saat BAK

7. Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat

Pola aktivitas Sehat Sakit


Bermain Bersepeda, Main PS Terbaring di kasur
Temperamen anak Ramah Ramah

Pola tidur Sehat Sakit


Jam tidur bangun Malam 19.00 19.00
Siang 11.00 11.00
Ritual sebelum tidur Mendengarkan Mendengarkan
music music
Enuresis
Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

27
8. Kebutuhan Interaksi sosial
Komunikasi
a. Anak – Orangtua : baik dan tidak rewel

b. Anak – Teman : baik dan tidak rewel

c. Anak – Keluarga : baik dan tidak rewel

d. Anak – Orang lain : baik dan tidak rewel

9. Kebutuhan Higiene Personal


a. Frekuensi mandi : saat sehat pasien mandi 2 kali dalam sehari
(pagi dan sore) di kamar mandi, pasien mandi secara
mandiri. Namun saat sakit pasien hanya di lap di tempat
tidur, berpakaian, dan berhias total dibantu oleh ibunya.
b. Kuku:
1. Warna Kuku : pink
2. Higiene : bersih
3. kondisi kuku : pendek
c. Genetalia : bersih dan tidak ada lecet atau kemerahan

10. Organ Sensoris


Mata

a. Penempatan dan kesejajaran : simetris


b. Warna sklera : anikterik
c. Warna iris : hitam
d. Konjungtiva : ananemis
e. Ukuran pupil : simetris
f. Refleks pupil : rangsang terhadap cahaya baik
g. Refleks berkedip :berkedip saat ada sentuhan tangan
dan cahaya (dalam batas normal)
h. Gerakan kelopak mata : baik, dalam batas normal

28
Telinga

a. Penempatan dan kesejajaran pinna : sejajar


b. Higiene telinga : kanan dan kiri bersih
Kulit

a. Warna kulit : kulit kemerahan


b. Tekstur : halus
c. Kelembaban : lembab
d. Turgor : baik, kembali segera saat di tekan
e. Integritas Kulit : utuh
f. Edema : tidak ada
g. Capillary Refill : kurang dari 3 detik

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal test : 30 Juni 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 13,0 gr/dL 10,8 – 15,7
Hematokrit 40,5 % 33 – 45
Leukosit 13.500 /mm3 3.800 – 10.600
Trombosit 427.000 /mm3 156.000 – 408.000
Eritrosit 5,01 Juta/ mm 3
3,4 – 5,9
RDW 12,4 % 11,5 – 14,5
Indekx Eritrosit
MCV 75.0 fl 69-93
MCH 24.9 pg 22-34
MCHC 33.1 g/dL 32-36
RDW 13.7 % 11.5-14.5
MPV 8.2 fL 7.0-11.0
Hitung Jenis (diff) :
Eosinophil 1.8 % 2-4

29
Basophil 0.3 % 0-1
Neutrofil 69.3 % 50-70
Limfosit 23.7 % -
Monosit 4.9 % 2-8
Koagulasi 2’00” Menit 1-3
Waktu perdarahan (BT)
Waktu pembekuan (CT) 3’00” Menit 2-6
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 105 mg/dL 60-100
Imunologi/Serologi Negative : < 0,13
HBsAg Negative - Positif : > = 0,13

2. Pemeriksaan Radiologi
Tanggal test : 30 Juni 2019
Konvensional Dengan Kontras Appendicogram (5x11)
X foto apendicogram
Kontras masuk sudah mengisi caecum. Colon ascendens. Colon transversusm. Colon decendens
dan rectumapendik tidak terisi kontras
Kesan : apendik sulit dievakuasi (ec tak terisi kontras)

G. TERAPI
IVFD KDN 1 15 tpm mikro
Ceftriaxone IV 1 gr/12 jam
Ranitidine IV 1 amp/12 jam
Ketorolac IV 30 mg/8 jam
Sucralfat IV 1 cth/12 jam
Pamol IV 1tab/8 jam

H. DIIT
Lunak

30
A. Analisa Data

Post Operasi
Data Problem Etiologi
DS: Nyeri Akut Agen Pencedera Fisik
- Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi (Prosedur Operasi Luka
DO: Insisi)
- Pengkajian nyeri post operasi :
P : Nyeri dirasakan saat bergerak
Q : Nyeri terasa seperti teriris
R : Nyeri pada bagian luka operasi
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri dirasakan selama ± 30 menit
- Pasien tampak lemah
TTV :
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 38,1ºC
Ds : Resiko Infeksi Efek Prosedur Invasif
- Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi
Do :
- Pasien post operasi appendiktomy
- Tekanan Darah post operasi 110/70 mmHg
- Tampak luka tertutup kassa
- Panjang luka 10cm

31
- Kulit tampak kemerahan disekitar area luka operasi
- Jumlah leukosit 13.500/mm3
- Suhu : 37,6ºC

B. Diagnose Keperawatan
Post Operasi
a) Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Prosedur Operasi Luka Insisi)
b) Resiko Infeksi (D.0142) berhubungan dengan Efek Prosedur Invasif

32
C. Pathway Keperawatan

Hiperplasia Folikel Limfoit, fekalit, benda asing, cacing, peradangan

Obstruksi lumen apendiks

Pembengkakan jaringan limfoid

Peningkatan produksi mucus

Bendungan pada dinding apendiks

Peningkatan tekanan intraluminal sehingga


Menghambat saluran limfe yang mengeluarkan mucus

Edema dan alserasi apendiks

Apendiksitis akut

Penatalaksanaan
Apendiktomi

Luka post operasi

Insisi bedah Nyeri

Terputusnya kontinuitas jaringan

Penurunan pertahanan primer tubuh

33
D. Fokus Intervensi

Post Operasi
No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan asuhan 1) Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui karakteristik nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam secara komprehensif termasuk serta untuk memilih intervensi yang
Agen Pencedera diharapkan nyeri berkurang atau lokasi, karakteristik, durasi, cocok dan untuk mengevaluasi
Fisik (Prosedur hilang dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan faktor keefektifan dari terapi yang diberikan
Operasi)  Mampu mengontrol presipitasi 2. Untuk mengetahui ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab 2) Observasi reaksi nonverbal yang pasien rasakan
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan 3. Melakukan penanganan nyeri dengan
menggunakan tehnik 3) Berikan penanganan nyeri non farmakologi dapat membantu
nonmarmakologi untuk (farmakologi, nonfarmakologi, mengurangi rasa nyeri
mengurangi nyeri, dan inter personal) 4. Untuk mengetahui penyebab nyeri agar
mencari bantuan) 4) Kaji tipe dan sumber nyeri dapat memberikan intervensi yang tepat
 Melaporkan bahwa nyri untuk menentukan intervensi 5. Melakukan penanganan nyeri dengan
berkurang dengan 5) Ajarkan tentang tehnik non non farmakologi dapat membantu
menggunakan farmakologi : Terapi Relaksasi mengurangi rasa nyeri
manajemen nyeri Benson dan Teknik Relaksasi 6. Analgetik dapat mengurangi atau
 Mampu mengenali nyeri Genggam Jari menghilangkan rasa nyeri
(skala, intensitas, 6) Berikan analgetik untuk 7. Untuk mengetahui tingkat keefektifan
frekuensi dan tanda mengurangi nyeri control nyeri
nyeri) 7) Evaluasi keefektifan control 8. Untuk meningkatkan system kekebalan

34
 Menyatakan rasa nyaman nyeri tubuh
setelah nyeri berkurang 8) Anjurkan yang istirahat cukup 9. Untuk mendapatkan intervensi lebih
9) Kolaborasikan dengan dokter lanjut serta untuk memberikan
dan tim medis terkait intervensi yang tepat
pemberian terapi obat
penghilang rasa nyeri
2. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji tanda-tanda terjadinya infeksi 1. Untuk mengetahui terjadinya infeksi
(D.0142) keperawatan selama 3x7 jam : suhu tubuh yang meningkat, serta untuk memberikan intervensi
berhubungan dengan diharapkan tidak terjadi infeksi adanya nyeri, terjadinya yang tepat
Efek Prosedur dengan kriteria hasil: perdarahan, serta pemeriksaan dari 2. Untuk mengetahui keadaan umum
Invasif  Pasien bebas dari tanda- hasil laboratorium dan radiologi pasien
tanda infeksi 2) Monitor tanda dan gejala infeksi 3. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
 Mendeskripsikan sistemik dan local serta cairan sesuai kebutuhan tubuh
penularan penyakit, 3) Berikan asupan gizi dan cairan pasien
faktor yang yang cukup sesuai dengan 4. Guna memberikan kenyaman serta
mempengaruhi penularan kebutuhan pasien keamanan terhadap pasien
serta penatalaksanaannya 4) Berikan lingkungan yang bersih 5. Guna mencegah terjadinya
 Menunjukkan kemmpuan dan nyaman penyebaran infeksi baik dari
untuk mencegah 5) Batasi pengunjung bila diperlukan pengunjung kepasien atau dari pasien
timbulnya infeksi guna mencegah terjadinya ke pengunjung
 Jumlah leukosit dalam penyebaran infeksi baik dari 6. Guna untuk meningkatkan
batas normal pengunjung ke pasien atau dari pengetahuan pasien beserta keluarga

35
 Menunjukkan perilaku pasien ke pengunjung terkaid tanda dan gejala dari proses
hidup sehat 6) Berikan edukasi terkait terjadinya infeksi
pengetahuan tanda dan gejala 7. Guna memanimalisir tejadinya
infeksi kepada pasien dan infeksi
keluarga 8. Antibiotic digunakan sebagai obat
7) Berikan edukasi kepada pasien untuk melawan infeksi
dan keluarga terkait cara 9. Untuk memberikan intervensi yang
meminimalisir terjadinya infeksi tepat agar dapat membantu
8) Berikan antibiotic sesuai terapi menghentikan perdarahan dengan
medis cepat
9) Kolaborasi dengan tim medis
terkait terapi medis yanga akan
diberikan

36
E. Implementasi

Post Operasi
No Diagnose Hari/Tanggal Implementasi Respon TTD
Keperawatan
1. Nyeri Akut Senin 1 Juli 1. Melakukan pengkajian nyeri 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
(D.0077)
2019
09.00
secara komprehensif termasuk O : Pengkajian Nyeri ⨐
berhubungan lokasi, karakteristik, durasi, - Pasien mengeluh nyeri
dengan Agen frekuensi, kualitas dan faktor - P : Nyeri dirasakan saat bergerak
Pencedera Fisik presipitasi - Q : Nyeri terasa seperti teriris
(Prosedur 2. Mengobservasi reaksi - R : Nyeri pada bagian luka operasi
09.00
Operasi) nonverbal dari - S : Skala nyeri 4
ketidaknyamanan - T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri
09.00 3. Mengajarkan tentang tehnik dirasakan selama 30 menit
non farmakologi : Terapi TTV:
Relaksasi Benson dan Teknik - TD : 110/70 mmHg
Relaksasi Genggam Jari - Nadi : 90x/menit
09.00 4. Mengkaji tipe dan sumber - RR : 22x/menit
nyeri untuk menentukan - Suhu : 37,60 C
intervensi 2. S : Pasien mengatakan tidak nyaman dengan rasa nyeri
5. Memberikan analgetik untuk yang dirasakan
09.30
mengurangi nyeri O : Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak meringis
6. Memberikan penanganan
09.30 - Pasien tampak memegang area yang sakit

37
nyeri (farmakologi, 3. S : -
O : Pasien kooperatif saat di ajarkan untuk melakukan
nonfarmakologi, dan inter
Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi
personal) Genggam Jari
7. Mengevaluasi keefektifan
09.30 4. S : -
control nyeri O : Saat dilakukan pengkajian pasien kooperatif
8. Menganjurkan yang istirahat
09.30 5. S :-
cukup O : Pasien Kooperatif
6. S :-
9. Mengkolaborasikan dengan
09.30 O : pasien kooperatif
dokter dan tim medis terkait
7. S :-
pemberian terapi obat
O : Saat di evaluasi terkait keefektifan control nyeri
penghilang rasa nyeri pasien tampak kooperatif

8. S : -
O : Pasien kooperatif

9. S :-
O:-
Selasa 2 Juli 1. Melakukan pengkajian nyeri 1. S : Pasien mengatakan masih terasa nyeri dibagian luka
2019
07.30
secara komprehensif termasuk operasi ⨐
lokasi, karakteristik, durasi, O : Pengkajian Nyeri
frekuensi, kualitas dan faktor - Pasien mengeluh nyeri
presipitasi - P : Nyeri dirasakan saat bergerak
2. Mengkaji tanda-tanda vital - Q : Nyeri terasa seperti teriris
07.30
3. Mengajarkan tentang tehnik - R : Nyeri pada bagian luka operasi
08.00

38
non farmakologi : Terapi - S : Skala nyeri 3
Relaksasi Benson dan Teknik - T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri
Relaksasi Genggam Jari dirasakan selama 15 menit
4. Memberikan analgetik untuk 2. S :-
09.00
mengurangi nyeri O : TTV:
5. Memberikan penanganan - TD : 110/70 mmHg
09.00
nyeri (farmakologi, - Nadi : 80x/menit
nonfarmakologi, dan inter - RR : 22x/menit
personal) - Suhu : 37,20 C
3. S : -
O : Pasien kooperatif dan dapat mendemonstrasikan
Terapi Relaksasi Benson dan Terapi Relaksasi Progresif

4. S :-
O : Pasien kooperatif

5. S : Pasien mengatakan masih nyeri namun sudah sedikit


dapat dikendalikan dengan menejemen nyeri terapi
relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari serta
di bantu dengan obat yang diberikan
O : Pasien kooperatif
2. Resiko Infeksi Senin 1 Juli 1. Mengkaji tanda-tanda 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi
(D.0142)
berhubungan
2019
09.00
terjadinya infeksi : suhu tubuh O : pasien post operasi appendiktomy ⨐
dengan Efek yang meningkat, adanya - Tekanan darah 110/70 mmHg
Prosedur Invasif
nyeri, terjadinya perdarahan, - Kulit di sekitar luka tampak kemerahan
serta pemeriksaan dari hasil - Panjang luka 10cm

39
laboratorium dan radiologi - Jumlah leukosit 13.500/mm3
2. Memonitor tanda dan gejala - Suhu 37,6ºC
09.00
infeksi sistemik dan local 2. S : -
3. Memberikan asupan gizi dan O : pasien kooperatif
09.00
cairan yang cukup sesuai 3. S :-
dengan kebutuhan pasien O : pasien kooperatif
09.15 4. Memberikan lingkungan yang 4. S : pasien mengatakan nyaman dengan lingkungan yang
bersih dan nyaman bersih
5. Membatasi pengunjung bila O : pasien tampak nyaman dengan lingkungan yang
09.15
diperlukan guna mencegah bersih
terjadinya penyebaran infeksi 5. S :-
baik dari pengunjung ke O : pasien kooperatif
pasien atau dari pasien ke 6. S :-
pengunjung O : Pasien dan keluarga kooperatif saat perawat
09.15 6. Memberikan edukasi terkait memberikan edukasi terkait tanda dan gejala infeksi
pengetahuan tanda dan gejala 7. S :-
infeksi kepada pasien dan O : Pasien dan keluarga kooperatif saat perawat
keluarga memberikan edukasi terkait cara mmanimalisisr
09.15 7. Memberikan edukasi kepada terjadinya infeksi
pasien dan keluarga terkait 8. S :-
cara meminimalisir terjadinya O : Pasien kooperatif
infeksi 9. S :-

40
09.30 8. Memberikan antibiotic sesuai O : pasien kooperatif
terapi medis
09.30 9. Mengkolaborasikan dengan
tim medis terkait terapi medis
yanga akan diberikan
Selasa 2 Juli 1. Mengkaji tanda-tanda 1. S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi
2019
07.30
terjadinya infeksi : suhu tubuh O : pasien post operasi appendiktomy hari ke 2 ⨐
yang meningkat, adanya - Tekanan darah 110/70 mmHg
nyeri, terjadinya perdarahan, - Kulit di sekitar luka tampak kemerahan
serta pemeriksaan dari hasil - Panjang luka 10cm
laboratorium dan radiologi - Jumlah leukosit 12.100/mm3
08.00 2. Memberikan asupan gizi dan - Suhu 37,2ºC
cairan yang cukup sesuai 2. S : -
dengan kebutuhan pasien O : pasien kooperatif
3. Mempertahankan lingkungan 3. S : pasien mengatakan sangat senang dan nyaman
08.00
yang bersih dan nyaman dengan lingkungan yang bersih
4. Memberikan antibiotic sesuai O : pasien tampak nyaman dengan lingkungan yang
09.30
terapi medis bersih dan rapih serta dengan adanya gambar-gambar
5. Mengkolaborasikan dengan yang ada di dinding RS membuatnya senang
09.30
tim medis terkait terapi medis 4. S :-
yanga akan diberikan O : pasien kooperatif
5. S :- O : -

41
F. Evaluasi

Post Operasi
No Tanggal Evaluasi TTD
Diagnosa & waktu
1. Senin 1 Juli 2019 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
O : Pengkajian Nyeri ⨐
- Pasien mengeluh nyeri
- P : Nyeri dirasakan saat bergerak
- Q : Nyeri terasa seperti teriris
- R : Nyeri pada bagian luka operasi
- S : Skala nyeri 4
- T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri dirasakan selama 30 menit
TTV:
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- RR : 22x/menit
- Suhu : 37,60 C
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

42
- Ajarkan tentang tehnik non farmakologi : Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi
Genggam Jari
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Berikan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan inter personal)
- Evaluasi keefektifan control nyeri
- Anjurkan yang istirahat cukup
- Kolaborasikan dengan dokter dan tim medis terkait pemberian terapi obat penghilang rasa
nyeri
Selasa 2 Juli S : Pasien mengatakan masih terasa nyeri dibagian luka operasi
2019
O : Pengkajian Nyeri
- Pasien mengeluh nyeri
- P : Nyeri dirasakan saat bergerak
- Q : Nyeri terasa seperti teriris
- R : Nyeri pada bagian luka operasi
- S : Skala nyeri 3
- T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri dirasakan selama 30 menit
TTV:
- TD : 110/70 mmHg
- Nadi : 80x/menit
- RR : 22x/menit
- Suhu : 37,20 C

43
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Kaji tanda-tanda vital
- Ajarkan tentang tehnik non farmakologi : Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi
Genggam Jari
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Berikan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan inter personal)
2. Senin 1 Juli 2019 S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka post operasi
O : Pasien post operasi appendiktomy
- Pada area sekitar luka operasi kulit tampak berwarna kemerahan

- Jumlah leukosit 13.500/mm3
- Suhu 37,6ºC
- Panjang luka 10cm
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda terjadinya infeksi : suhu tubuh yang meningkat, adanya nyeri, terjadinya
perdarahan, serta pemeriksaan dari hasil laboratorium dan radiologi
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
- Berikan asupan gizi dan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan pasien
- Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman
- Batasi pengunjung bila diperlukan guna mencegah terjadinya penyebaran infeksi baik dari
pengunjung ke pasien atau dari pasien ke pengunjung
- Berikan edukasi terkait pengetahuan tanda dan gejala infeksi kepada pasien dan keluarga
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait cara meminimalisir terjadinya infeksi
Selasa 2 Juli S : Pasien mengatakan pada area luka operasi tampak kemerahan serta terasa nyeri pada luka
2019 O : Pada sekitar area luka operasi kulit tampak berwarna kemerahan
- Jumlah leukosit 12.100/mm3

44
- Suhu 37,2ºC
A : Masalah keperawatan belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda terjadinya infeksi : suhu tubuh yang meningkat, adanya nyeri, terjadinya
perdarahan, serta pemeriksaan dari hasil laboratorium dan radiologi
- Berikan asupan gizi dan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan pasien
- Pertahankan lingkungan yang bersih dan nyaman
- Berikan antibiotic sesuai terapi medis
- Kolaborasi dengan tim medis terkait terapi medis yanga akan diberikan

45
BAB IV

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Pasien
An. A 9 Tahun
B. Data Fokus Pasien
DS:
Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
DO:
- Pengkajian nyeri post operasi :
P : Nyeri dirasakan saat bergerak
Q : Nyeri terasa seperti teriris
R : Nyeri pada bagian luka operasi
S : Skala nyeri 4
T : Nyeri timbul mendadak saat bergerak, nyeri dirasakan selama ± 30 menit
- Pasien tampak lemah
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernapasan : 22x/ menit
Suhu : 37,60 C

C. Diagnose Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal yang Diaplikasikan


Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Prosedur
Operasi)

D. Eviden Based Nursing yang Diterapkan


Pengaruh Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi Genggam jari Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Appendiktomi
E. Analisa Sintesa

Proses Pembedahan Post Operasi Appendiktomy Luka Insisi Post Nyeri Akut Pasca
(Apendiksitis) Operasi Appendiktomy Operasi

Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi Genggam Jari

Merelaksasikan syaraf yang tegang

Nyeri Berkurang

Memperlambat denyut jantung dan menurunkan tekanan darah

Rileks
F. Landasan Teori

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat
disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks
dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Jadi, dapat
disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks
dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi
dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat
diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung
apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung
apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan
melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri
yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi
menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien
memburuk.

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang actual dan potensial. Rasa nyeri
merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang timbul bila ada jaringan rusak dan
hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri,
nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses distruktif, jaringan seperti ditusuk-
tusuk, panas terbakar dll.

Reseptor nyeri terletak pada semua saraf bebas yang terletak pada kulit,
tulang, persendian, dinding arteri, membran yang mengelilingi otak, dan usus
(Solehati & Kokasih, 2015). Nosiseptor (reseptor nyeri) akan aktif bila dirangsang
oleh rangsangan kimia, mekanis dan suhu. Bila sel-sel tersebut mengalami
kerusakan maka zat-zat tersebut akan keluar merangsang reseptor nyeri sedangkan
pada mekanik umumnya karena spasme otot dan kontraksi otot. Spasme otot akan
menyebabkan penekanan pada pembuluh darah sehingga terjadi iskemia pada
jaringan, sedangkan pada kontraksi otot terjadi ketidakseimbangan antara
kebutuhan nutrisi dan suplai nutrisi sehingga jaringan kekurangan nutrisi dan
oksitosin yang mengakibatkan terjadinya mekanisme anaerob dan menghasilkan
zat besi sisa, yaitu asam laktat yang berlebihan kemudian asam laktat tersebut
merangsang serabut rasa nyeri. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk meringankan atau menghilangkan rasa nyeri adalah dengan menggunakan
Terapi Relaksasi Benson dan Teknik Relaksasi Genggam Jari (Solehati & Kokasih,
2015).

Terapi relaksasi benson merupakan teknik relaksasi pernafasan dengan


melibatkan keyakinan, relaksasi benson adalah salah satu cara untuk mengurangi
nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada relaksasi yang dilakukan sehingga
kesadaran pasien terhadap nyeri-nya berkurang sedangkan relaksasi progresif
adalah salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi
penanggulangan nyeri. Teknik Relaksasi Genggam Jari atau (finger hold)
merupakan teknik relaksasi dengan jari tangan serta aliran energi didalam tubuh.

Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut


saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf non-nosiseptor mengakibatkan
“gerbang” tertutup sehingga stimulus pada kortek serebri dihambat atau dikurangi
akibat counter stimulasi relaksasi dan mengenggam jari. Sehingga intensitas nyeri
akan berubah atau mengalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jari
yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pinandita, 2012).

Relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari dapat mengurangi rasa
nyeri, menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi serta menjadikan tubuh lebih
rileks memberikan perasaan tenang dan nyaman. Perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus untuk menghasilkan conticothropin releaxing factor (CRF). CRF akan
merangsang kelenjar dibawah otak untuk meningkatkan produksi proopiod
melanocorthin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal
meningkat. Kelenjar dibawah otak juga menghasilkan endorphine sebagai
neurotransmitter (Yusliana, 2015).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Triwibowo dkk (2016) dan pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Aprina Yowanda dkk (2017) diperoleh hasil,
bahwa dengan meditasi dan relaksasi terjadi penurunan konsumsi oksigen, output
CO2, ventilasi selular, frekuensi napas, dan kadar laktat sebagai indikasi penurunan
tingkat stress, selain itu ditemukan bahwa PO2 atau konsentrasi oksigen dalam
darah tetap konstan, bahkan meningkat sedikit. Benson (2000) mengatakan, bahwa
jika individu mulai merasa cemas, maka akan merangsang saraf simpatis sehingga
akan memperburuk gejala-gejala kecemasan sebelumnya. Kemudian, daur
kecemasan dan nyeri dimulai lagi dengan dampak negatif semakin besar terhadap
pikiran dan tubuh (Solehati & Kokasih, 2015).

1
Endorphine muncul dengan cara memisahkan diri dari deyoxyribo nucleid
acid (DNA) yaitu substansi yang mengatur kehidupan sel dan memberikan perintah
bagi sel untuk tumbuh atau berhenti tumbuh. Pada permukaan sel terutama sel saraf
terdapat area yang menerima endorphine. Ketika endorphine terpisah dari DNA,
endorphine membuat kehidupan dalam situasi normal menjadi tidak terasa
menyakitkan. Endorphine mempengaruhi impuls nyeri dengan cara menekan
pelepasan neurotransmitter di presinap atau menghambat impuls nyeri dipostsinap
sehingga rangsangan nyeri tidak dapat mencapai kesadaran dan sensorik nyeri tidak
dialami (Solehati & Kokasih, 2015).

2
BAB V

PEMBAHASAN

A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan EBN


Pemilihan Evidence Based Nursing Practice terhadap diagnosa yang diangkat
pada Asuhan Keperawatan Post Operasi Appendiktomy pada pasien An. A di ruang
Ayyub 3 RS Roemani Muhammadiyah Semarang adalah penggunaan terapi
relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari untuk mengurangi rasa nyeri
Post Operasi Appendiktomy. Penggunaan terapi relaksasi benson dan teknik
relaksasi genggam jari diangkat sebagai terapi non farmakologis berbasis Evidence
Based karena keluhan utama saat pengkajian pada An. A didapatkan bahwa An. A
mengeluh nyeri dibagian post pembedahan, dan masih terasa nyeri saat
melakukanaktifitas.
Nyeri yang dirasakan oleh An. A merupakan hal yang wajar dirasakan pada
setiap pasien yang melakukan prosedur pembedahan, prosedur pembedahan
menimbulkan luka bedah yang akan mengeluarkan mediator nyeri dan
menimbulkan nyeri pasca bedah. Untuk mengurangi rasa nyeri ini dokter akan
memberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Pemberian obat analgetik
yang diberikan ini merupakan terapi farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri,
namun sebagai perawat kita dapat memberikan intervensi keperawatan untuk
mengurangi rasa nyeri melalui terapi non farmakologis salah satunya menggunakan
terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari untuk mengurangi rasa
nyeri Post Operasi Appendiktomy.
Alasan mahasiswa menerapkan aplikasi Evidence Based Nursing Practice pada An.
A yakni berdasarkan jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Frida Rasubala
dkk terkait penerapan terapi relaksasi benson dan penelitian yang telah dilakukan
oleh Naila Sulung dkk terkait penerapan terapi relaksasi progresif yang
berpengaruh terhadap penurunan intensitas nyeri post operasi appendiktomy.
Relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari dapat mengurangi rasa nyeri,
menyembuhkan ketegangan fisik dan emosi serta menjadikan tubuh lebih rileks
memberikan perasaan tenang dan nyaman. Perasaan rileks akan diteruskan ke
hipotalamus untuk menghasilkan conticothropin releaxing factor (CRF). CRF akan
merangsang kelenjar dibawah otak untuk meningkatkan produksi proopiod

3
melanocorthin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal
meningkat. Kelenjar dibawah otak juga menghasilkan endorphine sebagai
neurotransmitter (Yusliana, 2015).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Frida Rasubala dkk (2017) dan pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Neila Sulung dkk (2017) diperoleh hasil, bahwa dengan
meditasi dan relaksasi terjadi penurunan konsumsi oksigen, output CO2, ventilasi
selular, frekuensi napas, dan kadar laktat sebagai indikasi penurunan tingkat stress,
selain itu ditemukan bahwa PO2 atau konsentrasi oksigen dalam darah tetap
konstan, bahkan meningkat sedikit. Benson (2000) mengatakan, bahwa jika
individu mulai merasa cemas, maka akan merangsang saraf simpatis sehingga akan
memperburuk gejala-gejala kecemasan sebelumnya. Kemudian, daur kecemasan
dan nyeri dimulai lagi dengan dampak negatif semakin besar terhadap pikiran dan
tubuh (Solehati & Kokasih, 2015).
Endorphine muncul dengan cara memisahkan diri dari deyoxyribo nucleid acid
(DNA) yaitu substansi yang mengatur kehidupan sel dan memberikan perintah bagi
sel untuk tumbuh atau berhenti tumbuh. Pada permukaan sel terutama sel saraf
terdapat area yang menerima endorphine. Ketika endorphine terpisah dari DNA,
endorphine membuat kehidupan dalam situasi normal menjadi tidak terasa
menyakitkan. Endorphine mempengaruhi impuls nyeri dengan cara menekan
pelepasan neurotransmitter di presinap atau menghambat impuls nyeri dipostsinap
sehingga rangsangan nyeri tidak dapat mencapai kesadaran dan sensorik nyeri tidak
dialami (Solehati & Kokasih, 2015).

B. Mekanisme Penerapan EBN


Mekanisme penerapan dari EBN yang dilakukan adalah :
1. Terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari dilakukan sebelum
diberikannya terapi medic atau terapi farmakologi.
2. Sebelum dilakukannya terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari
lakukan terlebih dahulu pengukuran nyeri menggunakan Numeric rating Scale dan
berikan edukasi terkait tindakan yang akan diberikan.
3. Usahakan situasi ruangan atau lingkungan relatif tenang.
4. Berikan posisi senyaman mungkin (bisa dengan posisi tidur terlentang maupun
posisi duduk) berikan posisi yang dirasakan paling nyaman oleh pasien.

4
5. Edukasi pasien untuk memejamkan mata dan merelaksasikan tubuh dari kepala
hingga kaki kemudian instruksikan pasien untuk mulai menggenggam jari
6. Lakukan nafas dalam dengan menghirup udara dari hidung dan membuangnya
melalui mulut secara perlahan diiringi dengan mengucapkan ekspresi kata atau
kalimat atas nama Tuhan, atau dengan kata-kata yang menenangkan seperti dzikir
bagi yang beragama islam secara berulang setelah melakukan nafas dalam, ulangi
gerakan ini sebanyak tiga kali lakukan semala 5-10 menit.
7. Lepaskan genggaman jari dan membuka mata secara perlahan
8. Tiap-tiap gerakan baik dari gerakan terapi relaksasi benson maupun gerakan teknik
relaksasi genggam jari dapat diulang sebanyak tiga kali
9. Setelah selesai melakukan latihan terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi
genggam jari pasien dapat diistirahatkan selama kurang lebih 5 menit.
10. Kemudian kembali dilakukan pengukuran nyeri pada An.A dengan menggunakan
Numeric rating Scale
11. Setelah dilakukannya latihan terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam
jari serta pengukuran skala nyeri menggunakan Numeric rating Scale pada An.A
dapat diberikan terapi medic sesuai dengan program terapi medic yang diberikan.
12. Relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari dapat dilakukan setiap nyeri
terasa.

C. Hasil yang Dicapai


Post Operasi
Hari 1 2
Skala Nyeri 4 3
TD 110/70 mmHg 110/70 mmHg
Nadi 90 x/menit 80 x/menit
Suhu 37,6ºC 37,2ºC

Hasil penerapan yang dilakukan mahasiswa dengan penelitian dan teori yang telah ada
sebelumnya adalah sejalan, di mana dari hasil penerapan didapatkan nilai dari skala nyeri
mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya yang
dilakukan oleh oleh Frida Rasubala dkk (2017) dan pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Neila Sulung dkk (2017) bahwa terapi relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam
jari dapat menurunkan intensitas nyeri jika dilakukan secara kontinew dan teratur. Hal ini
dikarenakan teknik relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari yang mampu

5
menghambat impuls noxius pada system control descending dan dapat meningkatkan
control terhadap nyeri (Datak, 2008).

D. Kelebihan, Kekurangan dan Hambatan yang ditemui selama Aplikasi


Evidence Based Nursing Riset Practice
1. Kelebihan
 Latihan teknik relaksasi benson dan teknik relaksasi genggam jari adalah
latihan yang ringan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja
 Tidak membutuhkan alat bantu dan bisa dilakukan secara mandiri
 Berdasarkan jurnal penelitian yang telah dilakukan latihan teknik relaksasi
benson dan teknik relaksasi genggam jari mampu menghambat impuls noxius
pada system control descending dan dapat meningkatkan control terhadap
nyeri serta dapat melancarkan peredaran darah serta dapat menurunkan tekanan
darah tinggi
2. Kekurangan
 Pasien menerapkan latihan teknik relaksasi benson dan teknik relaksasi
progresif secara tidak berurutan sesuai dengan langkah-langkah atau tidak
sesuai dengan prosedur latihan relaksasi
3. Hambatan
 Tidak dalam pengawasan 24 jam dikarenakan pergantian shif jaga
 Dan penerapan terapi ini tidak sampai 3 hari dikarenakan pasien sudah di
perbolehkan pulang

6
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan Evidence Based Terapi Relaksasi Benson dan Teknik
Relaksasi Genggam Jari yang telah dilakukan pada pasien post operasi
Appendiktomy dengan diagnosa Apendiksitis mengalami penurunan intensitas
nyeri. Hal ini membuktikan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sehingga
dapat diaplikasikan sebagai terapi nonfarmakologis untuk menurunkan rasa nyeri,
dan dapat diterapkan untuk menurunkan rasa nyeri lainnya bukan hanya untuk
menurunkan nyeri pada post pembedahan saja serta penerapan ini dapat dilakukan
baik di rumah sakit maupun di rumah pasien.

B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Digunakan untuk menambah ilmu dan pengalaman untuk diterapakan di
lapangan saat bertemu langsung dengan pasien dengankeluhan nyeri.
2. Bagi perawat ruangan
Bagi perawat ruangan dapat diaplikasikan sebagai terapi nonfarmakologis
untuk menurunkan rasa nyeri.

7
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2000. keperawatan medical bedah, alih bahasa JoAan C


Hackley.Jakarta : EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Vol.2. Jakarta
:EGC

Brunner & Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta:
EGC.(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC.

Buecheck, M. G; Butcher, K. H; Dochterman, M. J. (2004). Nursing Intervention


Classification (NIC). Fifth Edition. Mosby.

Moorhead, S; Johnson, M; Maas, L. M; Swanson, E. (2004). Nursing Outcomes


Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Price, A. S., Wilson, M. L. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6. Jakarta: EGC.

Purnomo, B. B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.

Rasubala. F. G., Kumaat, T. L., Mulyadi. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi benson
Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post operasi di RSUP. Prof. Dr. R. D Kadou
dan RS TK II R. W Mangisidi Manado. E-Journal Keperawatan Vol 5 No 1.

Sjamsuhidayat, R., Brenda, B. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., Bare, B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Yusliana, dkk. (2015). Efektivitas Relaksasi benson Terhadap Penurunan Nyeri Pada Ibu
Post Partum Section Caersarea. Diperoleh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=385031&val=6447&title=EFE
KTIVITAS%20RELAKSASI%20BENSON%20TERHADAP%20PENURUNAN
%20NYERI%20PADA%20IBU%20POSTPARTUMSECTIO%20CAESAREA.
16 Juli 2017.

8
9
10
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

PADA An. A DENGAN DIAGNOSA THYPOID DI RUANG AYYUB 3


RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun oleh:

Sri Anggraini

G3A018091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019

11
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN THYPOID

DI RUANG AYYUB 3 RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

I. IDENTITAS
1. Nama Anak : An. A
2. Tempat/Tanggal Lahir : Brumbung/ 09 Juli 2018
3. Jenis Kelamin : Laki – laki
4. Nama Orangtua/Wali : Ny. N
5. Alamat : Brumbung, Kota Semarang, Jawa Tengah
6. Suku : Jawa
7. Agama : Islam
8. Kewarganegaraan : Indonesia
9. Tanggal Pengkajian : 4 Juli 2019
10. Tanggal Masuk RS : 3 Juli 2019
11. Pemberi Informasi : Ny. N
12. Hubungan dengan anak : Ibu Kandung

10 Bln

12
J. KELUHAN UTAMA
Demam

K. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Ibu klien mengatakan sebelum dibawa ke Rumah Sakit klien demam tinggi yang setiap
harinya demam naik turun di sertai batuk pilek dan muntah 3x berlangsung selama 1
minggu, selama 1 minggu tersebut ibu klien hanya membawa berobat klien ke
Puskesmas terdekat, namun karena tidak ada perubahan akhirnya pada tanggal 3 Juli
2019 pukul 15.45 wib ibu klien membawa klien ke Rs Roemani Muhammadiyah
Semarang untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 4 Juli 2019 pukul 07.20 wib hari ke-2
klien dirawat, ibu klien mengatakan anaknya demam disertai batuk pilek, demam
tinggi ketika malam hari dan demam turun ketika pagi hari, ibu klien mengatakan pada
saat anaknya batuk selalu menangis. Perut kembung disertai BAB cair berampas 3x
dalam sehari berwarna kuning dan berlendir. Pemeriksaan fisik didapatkan klien
tampak lemas, lesu dan kulit teraba hangat dan berwarna kemerahan, BB : 8,6 dan BB
saat sakit 8,3 kg, TB : 62,5 cm, LK : 42,5 cm, LD : 44 cm, LILA : 13 cm, S:38 0c, N :
123 x/menit, RR : 32 x/menit, SPO2 : 98%, Terpasang IFVD RL 20 tpm makro.

L. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Ibu klien mengatakan sebelumnya anaknya tidak pernah mengalami sakit seperti
sekarang, biasanya anaknya hanya batuk pilek biasa hanya 2-3 hari sembuh dengan
sendirinya, sebelumnya klien tidak pernah dirawat di Rumah sakit serta tidak ada
riwayat operasi pembedahan pada klien dan klien juga tidak memiliki alergi makanan,
cuaca maupun obat-obatan.

1. Kehamilan Ibu
a. Gestasi : Aterm (39 minggu)
b. Kesehatan Ibu Selama Kehamilan : Tidak ada keluhan saat hamil
c. Obat-obatan Yang Digunakan : hanya mengkonsumsi vitamin dan fe
2. Persalinan
a. Tipe Persalinan : Operasi

b. Tempat Melahirkan : Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang

13
3. Penyakit sebelumnya
a. Insiden penyakit pada anggota keluarga : ibu klien mengatakan di dalam keluarga tidak
ada yang mengalami penyakit serupa, hanya ayah klien yang memiliki riwayat Hipertensi.
b. Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya: ibu klien mengatakan anak
menangis jika merasa lapar dan ketika batuk.
4. Imunisasi
JENIS IMUNISASI KETERANGAN

BCG Usia 1 bulan

DPT Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Hep B Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Polio Usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

Campak Usia 9 bulan

M. PENGKAJIAN FISIK
1. Pengukuran Antropometri
a. Berat badan : 8,6 kg saat sakit : 8,3 kg
b. Tinggi badan : 62,5 cm
c. Lingkar kepala : 42,5 cm
d. Lingkar dada : 44 cm
e. Lingkar lengan atas : 13 cm
f. Interpretasi status gizi
- WAZ : Gizi kurang
- HAZ : Pendek
- WHZ : Kurus
- Kesimpulan : Klien mengalami gizi kurang dan bertubuh pendek serta
kurus

14
2. Tanda Vital
a. Suhu : 38 oC
b. Frekuensi Jantung : 123 x/menit
c. Frekuensi Pernafasan : 32 x/menit
3. Kepala
g. Bentuk kepala : Simetris
h. Fontanel anterior : Tertutup
i. Fontanel posterior : Tertutup
j. Warna Rambut : Hitam
k. Tekstur Rambut : Halus
l. Bentuk wajah : Simetris
4. Kebutuhan Oksigenisasi
Hidung

a. Patensi nasal : Kanan dan kiri paten


b. Bentuk : Simetris
Dada
a. Bentuk : Simetris
b. Retraksi interkostal : Tidak
c. Suara perkusi dinding dada : Sonor
d. Perkembangan payudara : Simetris
Paru-paru
a. Pola pernapasan : Reguler
b. Suara nafas tambahan : Tidak ada
5. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Mulut

a. Membran Mukosa : Lembab

b. Gusi : Pink

c. Jumlah Gigi : 4 (2 gigi atas dan 2 gigi bawah)

d. Warna Gigi : putih

e. Warna Lidah : Pucat kotor

15
f. Tonsil : Tidak ada pembesaran

g. Tes pengecapan : Tidak terkaji

Abdomen

a. Bentuk : Simteris

b. Umbilikus : Bersih

c. Bising usus : Hiperaktif

d. Pembesaran hepar : Tidak

e. Perkusi dinding perut : Timpani

Pola Nutrisi dan Cairan Sehat Sakit

Jam Makan - Makan Pagi ASI dan nasi tim campur ASI
sayuran

- Makan Siang ASI dan nasi tim campur ASI dan bubur
sayuran

- Makan Malam ASI dan nasi tim campur ASI dan bubur
sayuran

Porsi Makanan Habis Habis 1/4 porsi

Jenis Makanan Pokok ASI ASI

Jenis Makanan Selingan Biskuit Biskuit

Jumlah air yang diminum Tidak terkaji Aqua gelas 480 ml

Istilah yang digunakan anak Menangis Menangis


untuk makan atau minum

16
6. Kebutuhan Eliminasi
Pola Buang Air Besar (BAB) Sehat Sakit

Frekuensi 2 kali 3 kali

Konsistensi Padat Cair berampas dan


berlendir

Warna Kuning Kuning

Istilah yang digunakan anak Menangis Menangis


untuk BAB

Pola Buang Air Kecil (BAK) Sehat Sakit

Frekuensi Normal Normal

Warna kuning Kuning

Volume Tidak terkaji karna Tidak terkaji karna


menggunakan pempes menggunakan pempes

Istilah yang digunakan anak Menangis Menangis


untuk BAK

7. Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat


Pola Aktivitas Sehat Sakit

Bermain Aktif bermain dengan Anak mengalami


keluarga dan teman kelemahan fisik sehingga
sebaya, biasanya hanya di gendong dan
merangkak dan belajar terbaring di tempat tidur
merambat di dinding dan kelelahan saat belajar
merambat sendiri

Temperamen Anak Baik Kadang – kadang menangis

17
Pola Tidur Sehat Sakit

Jam Tidur – Bangun Malam 10 jam 11 jam

Siang 2 jam 6 jam

Ritual sebelum tidur Tidak ada Tidak ada

Enuresis Tidak ada Tidak ada

Gangguan Tidur Tidak ada Tidak ada

8. Kebutuhan Interaksi sosial


Komunikasi

a. Anak – Orangtua : baik dan tidak rewel

b. Anak – Teman : baik dan tidak rewel

c. Anak – Keluarga : baik dan tidak rewel

d. Anak – Orang lain : baik, namun kadang masih merasa takut dan menangis

9. Kebutuhan Higiene Personal


d. Frekuensi mandi : saat sehat klien mandi 2 kali dalam sehari (pagi dan
sore) di kamar mandi dengan dimandikan oleh
ibunya, saat sakit klien hanya di lap di tempat tidur
dan baru mandi di hari ke-4, mandi, berpakaian, dan
berhias total dibantu oleh ibunya.
e. Kuku:
1. Warna Kuku : pink
2. Higiene : bersih
3. kondisi kuku : pendek
i. Genetalia : bersih dan tidak ada lecet atau kemerahan

18
10. Organ Sensoris
Mata

a. Penempatan dan kesejajaran : simetris


b. Warna sklera : anikterik
c. Warna iris : hitam
d. Konjungtiva : ananemis
e. Ukuran pupil : simetris
f. Refleks pupil : rangsang terhadap cahaya baik
g. Refleks berkedip : berkedip saat ada sentuhan tangan
dan cahaya (dalam batas normal)
h. Gerakan kelopak mata : baik, dalam batas normal
Telinga

c. Penempatan dan kesejajaran pinna : sejajar


d. Higiene telinga : kanan dan kiri bersih
Kulit

h. Warna kulit : kulit kemerahan


i. Tekstur : halus
j. Kelembaban : lembab
k. Turgor : baik, kembali segera saat di tekan
l. Integritas Kulit : utuh
m. Edema : tidak ada
n. Capillary Refill : kurang dari 3 detik

PENGKAJIAN RISIKO MALNUTRISI


NUTRITIONAL RISK SCORE (NRS)
NO. VARIABEL SKOR PENGERTIAN
1. Nafsu makan 0 Nafsu makan baik
1 Intake berkurang, sisa makanan lebih dari ½
porsi
2 Tidak ada nafsu makan lebih dari 24 jam
2. Kemampuan 0 Tidak ada kesulitan makan, tidak diare atau

19
untuk makan muntah
1 Ada masalah makan, sering muntah, diare
ringan
2 Butuh bantuan untuk makan, muntah sedang
dan atau diare 1-2 kali sehari
3 Tidak dapat makan secara oral, disfagia,
muntah berat dan atau diare > 2 kali sehari
3. Faktor stress 0 Tidak ada
1 Pembedahan ringan atau infeksi
2 Penyakit kronik, bedah mayor, inflammatory
bowel disease atau penyakit gastrointestinal
4. Persentil berat 0 BB/TB sesuai standar
badan 1 90-99% BB/TB
2 80-89% BB/TB
3 < 79% BB/TB
TOTAL SKOR 4

Kategori risiko malnutrisi berdasarkan skor :


a) 0-3 : tidak ada risiko malnutrisi
b) 4-5 : berisiko sedang
c) >7 : risiko tinggi malnutrisi
Keterangan : klien tampak lemas, selama di rumah sakit klien mendapatkan nutrisi
melalui ASI Ibu dan bubur serta minum aqua. Berdasarkan kategori risiko
malnutrisi, klien termasuk kedalam golongan risiko sedang.

20
11

Keterangan : Klien tampak lemas dan hanya di gendong dengan ibu serta berbaring di
tempat tidur.

N. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tanggal test : 3 Juli 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11,4 gr/dL 10,7 – 14,7
Hematokrit 34,7 % 31 – 43
Leukosit 8.400 /mm3 5.000 – 14.500

21
Trombosit 505.000 (H) /mm3 156.000 – 408.000
Eritrosit 5,02 Juta/ mm3 3,7 – 5,7
RDW 14 % 11,5 – 14,5
Imunologi/ Serologi
Widal :
S. Typhi O 1/320
S. Typhi H Negatif
S. Paratyphi A Negatif
S. Paratyphi B Negatif
S. Paratyphi C Negatif

Tanggal test : 3 Juli 2019


Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
FAECES
Faeces Lengkap
Makroskopis :
Warna Kuning
Konsistensi Lembek
Darah Negatif
Lender Positif

Mikroskopis :
Telur cacing Negatif
Amoeba Negatif
Lekosit 3–6 /LPB
Eritrosit 1–2 /LPB
Sisa makanan Positif
Jamur Negatif
Lain – lain Bacteri (Positif)

22
O. TERAPI
IVFD RL 20 tpm makro
Ceftriaxone IV 150 mg/8 jam
Dexamethasone IV 1/3amp/8 jam
Paracetamol syrup Po 1 cth/8 jam
Domperidon syrup Po 1 cth/8 jam
Ambroxol syrup Po ½ cth/8 jam
Nifudiar Po 1 cth/8 jam
Zinc Po 1 cth/24 jam
L.Bio Po 1 sach/12 jam

P. DIIT
Klien minum ASI dan makan bubur. Frekuensi makan 3x sehari, makan habis ¼
porsi, dan minum aqua 480 ml perhari.

Q. ANALISA DATA
Data Fokus Masalah Etiologi
DS :
Ibu klien mengatakan anaknya demam, Hipertermia Salmonella typhi
demam tinggi ketika malam hari dan demam
turun ketika pagi hari

DO :
- Klien tampak lemas, lesu
- Kulit teraba hangat dan berwarna
kemerahan
- S:38 0c, N : 123 x/menit, RR : 32 x/menit,
SPO2 : 98%
- Pemeriksaan diagnostik : trombosit
505.000/ mm3 (H), widal : S. typhi O :
1/320

23
DS :
Ibu klien mengatakan anaknya muntah 3x Nutrisi kurang Malabsorbsi
dalam sehari serta perutnya kembung disertai dari kebutuhan nutrien
BAB cair berampas 3x dalam sehari tubuh
berwarna kuning dan berlendir. Dan batuk
pilek

DO :
 Antropometri
1. BB : 8,6 kg saat sakit : 8,3 kg
2. TB : 62,5 cm
3. Lingkar kepala : 42,5 cm
4. Lingkar dada : 44 cm
5. Lingkar lengan atas : 13 cm
6. Interpretasi status gizi
- WAZ : Gizi kurang
- HAZ : Pendek
- WHZ : Kurus
- Kesimpulan : Klien mengalami
gizi kurang dan bertubuh pendek
serta kurus
 Biochemical

24
 Clinical Sign
- Warna lidah pucat kotor
- BAB cair berampas 3x dalam
sehari berwarna kuning dan
berlendir
- Perut tampak kembung
- Batuk pilek (+)
- Muntah 3x dalam sehari
- S:38 0c, N : 123 x/menit, RR :
32 x/menit, SPO2 : 98%
 Diit
Klien minum ASI dan makan bubur.
Frekuensi makan 3x sehari, makan habis
¼ porsi, dan minum aqua 480 ml perhari.
DS :
Ibu klien mengatakan saat dirumah anaknya Intoleransi
Kelemahan
aktif bermain dengan keluarga dan teman aktivitas
sebaya, biasanya merangkak dan belajar
merambat di dinding, dan sekarang saat di
rawat di rumah sakit anaknya mengalami
kelemahan fisik sehingga hanya di gendong
dan terbaring di tempat tidur

DO :
- Klien tampak lemas, lesu dan kelelahan saat
merangkak sendiri
- Kulit teraba hangat dan berwarna
kemerahan
- S:38 0c, N : 123 x/menit, RR : 32 x/menit,
SPO2 : 98%
- Terpasang IVFD RL 20 tpm makro

R. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia b.d salmonella typhi
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d malabsorbsi nutrient
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

25
S. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Kep Hasil
Hipertermia Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 1.Mengetahui perkembangan
b.d tindakan kesehatan pasien dan
salmonella keperawatan selama memudahkan dalam
typhi 3x24 jam pasien pemberian therapi
menunjukkan suhu 2. Pantau hasil 2.Agar keluarga mengetahui
tubuh dalam batas laboratorium penyebab kenaikan suhu
normal dengan 3. Beri pasien 3.Kompres hangat mampu
KH : suhu 36 – 37 kompres air menurunkan suhu tubuh
0
C, bebas demam hangat
dan tidak ada 4. Anjurkan pasien 4.Membantu memelihara
perubahan warna banyak minum kebutuhan cairan dan
kulit menurunkan resiko dehidrasi
5. Anjurkan pasien 5.Mampu memberi rasa
memakai pakaian nyaman, pakaian tipis
tipis dan membantu mengurangi
menyerap penguapan tubuh
keringat
6. Kolaborasi 6. Antipiretik untuk mengurangi
dalam pemberian demam, antibiotik untuk
obat antipiretik, membunuh kuman dan cairan
antibiotik dan infus membantu kebutuhan
cairan infus cairan
Nutrisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status 1.Mengetahui langkah
kurang dari tindakan nutrisi pemenuhan kebutuhan nutrisi
kebutuhan keperawatan selama 2.Identifikasi 2.Untuk mengetahui penyebab
tubuh b.d 3x24 jam pasien penyebab kurangnya nutrisi dan tanda
malabsorbsi menunjukkan tidak kekurangan vital
nutrien terjadi gangguan nutrisi dan ttv
kebutuhan nutrisi 3. Monitor asupan 3.Untuk menjaga asupan
dengan KH : nafsu makanan makanan yang dibutuhkan

26
makan meningkat, tubuh
makan habis 1 porsi 4. Monitor BB 4.Mengetahui peningkatan dan
dan BB klien penurunan BB
meningkat/ stabil, 5. Beri makanan 5.Mencukupi kebutuhan nutrisi
BAB dalam batas lunak tanpa memberi beban yang
normal, kembung tinggi pada usus
hilang dan batuk 6.Anjurkan kepada 6.Meningkatkan jumlah
pilek hilang orang tua untuk masukan dan mengurangi mual
memberikan muntah
makanan dengan
teknik porsi kecil
tapi sering
7.Kolaborasi dengan 7.Untuk menentukan jumlah
ahli gizi dan kalori dan nutrisi yang sesuai
dokter serta terapi medik
Intoleransi Setelah dilakukan 1.Observasi ttv dan 1.Untuk mengetahui penyebab
aktivitas b.d tindakan keadaan umum kelemahan
kelemahan keperawatan selama pasien
3x24 jam pasien 2.Kaji intoleransi 2.Menunjukkan respon pasien
dapat melakukan terhadap aktivitas terhadap stress aktivitas
aktivitas sesuai 3.Kaji kesiapan 3.Stabilitas fisiologis pada
dengan kemampuan meningkatkan istirahat untuk memajukan
dengan KH : klien aktivitas tingkat aktivitas individu
mampu melakukan 4.Berikan bantuan 4.Menurunkan penggunaan
aktivitas dan latihan sesuai kebutuhan energi
secara mandiri 5.Dorong keluarga 5.Mencegah kelemahan
anak untuk
berpartisipasi
dalam memilih
periode aktivitas

27
T. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Implementasi Hari Ke-1
Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi
Keperawatan
Hipertermi b.d Kamis, Waktu Kegiatan Respon Pasien
salmonella 4/7/2019 07.20 Mengobservasi TTV Ds :
typhi Shift pagi wib Ibu klien mempersilahkan dilakukan pemeriksaan
Pukul 07.00 – Do :
14.00 wib Klien tampak lemas, lesu, kulit teraba hangat dan
berwarna kemerahan, S : 38 0C, N : 123 x/menit, RR :
32 x/menit, SPO2 : 98%
07.20 Memantau hasil laboratorium Ds : –
wib Do :
Trombosit 505.000/ mm3 (H)
Widal : S. typhi O : 1/320
07.25 Memberi pasien kompres air Ds :
wib hangat pada dahi dan aksila Ibu klien mempersilahkan dilakukan kompres air hangat
Do :
Tampak diberi kompres air hangat pada dahi dan aksila

07.25 Menganjurkan pasien banyak Ds :

28
wib minum Ibu klien mengatakan sudah berusaha memberikan
minum yang banyak kepada klien
Do :
Klien minum ASI dan minum aqua 480 ml perhari
07.25 Menyibin dan menganjurkan Ds :
wib pasien memakai pakaian tipis dan Ibu klien mengatakan sudah memakaikan pakaian yang
menyerap keringat bahannya tipis dan menyerap keringat
Do : –
08.00 Kolaborasi dalam pemberian obat Ds : –
wib antipiretik, antibiotik dan cairan
infus : Do :
IVFD RL 20 tpm makro Klien kooperatif, injeksi masuk ceftriaxone 150 mg,
Ceftriaxone IV 150 mg/8 jam dexamethasone 1/3 ampul dan masuk pct syrup 1 cth
Dexamethasone IV 1/3 amp/8 jam serta aliran infus lancar dan tidak ada flebitis
Paracethamol syrup Po 1 cth/8
jam

Nutrisi kurang Kamis, 07.20 Mengidentifikasi status nutrisi Ds :


dari kebutuhan 4/7/2019 wib Ibu klien mengatakan perut anaknya kembung dan anak

29
tubuh b.d Shift pagi BAB cair
malabsorbsi Pukul 07.00 – Do :
Nutrien 14.00 wib - WAZ : Gizi kurang
- HAZ : Pendek
- WHZ : Kurus
Kesimpulan : Klien mengalami gizi kurang dan
bertubuh pendek serta kurus
07.20 Mengidentivikasi penyebab Ds :
wib kekurangan nutrisi Ibu klien mengatakan anaknya muntah 3x, BAB cair
berampas , perut kembung
Do :
Warna lidah pucat kotor, BAB cair berampas 3x dalam
sehari berwarna kuning dan berlendir dan batuk pilek
serta perut tampak kembung
07.20 Memonitor asupan makanan Ds : –
wib Do :
Klien minum ASI dan makan bubur, frekuensi makan
3x sehari, makan habis ¼ porsi dan minum aqua 480 ml
perhari
07.30 Memonitor BB Ds : –
wib Do :
BB : 8,6 kg saat sakit : 8,3 kg

30
07.35 Memberi makanan lunak Ds :
wib Ibu klien mengatakan sudah memberi makan anaknya
makanan lunak yang dari RS
Do : –
07.35 Menganjurkan kepada orang tua Ds :
wib untuk memberikan makanan Ibu klien mengatakan sudah menerapkan pemberian
dengan teknik porsi kecil tapi makan dengan teknik porsi kecil tapi sering
sering Do : –
08.00 Kolaborasi dengan ahli gizi dan Ds : –
wib dokter Do :
Domperidon syrup Po 1 cth/8 jam Klien minum ASI dan makan bubur, frekuensi makan
Ambroxol syrup Po ½ cth/ 8 jam 3x sehari, makan habis ¼ porsi dan minum aqua 480 ml
Nifudiar Po 1 cth/8 jam perhari.
Zinc Po 1 cth/24 jam Masuk domperidon syrup Po 1 cth, ambroxol syrup Po
L. Bio Po 1 sach/12 jam ½ cth, Nifudiar Po 1 cth, Zinc Po 1 cth, L. Bio Po 1
IVFD RL 20 tpm makro sach. Aliran infus lancar dan tidak ada flebitis

Intoleransi Kamis, 07.20 Mengobservasi ttv dan keadaan Ds : –


aktivitas b.d 4/7/2019 wib umum pasien Do :
kelemahan Shift pagi Klien tampak lemas, lesu, kulit teraba hangat dan
Pukul 07.00 – berwarna kemerahan, S : 38 0C, N : 123 x/menit, RR :

31
14.00 wib 32 x/menit, SPO2 : 98%
07.20 Mengkaji intoleransi terhadap Ds : –
wib aktivitas Do :
Klien tampak kelelahan saat belajar merambat sendiri
07.20 Mengkaji kesiapan meningkatkan Ds : –
wib aktivitas Do :
Klien tampak lemas, lesu dan maunya di gendong
ibunya
07.30 Memberikan bantuan sesuai Ds :
wib kebutuhan Ibu klien mengatakan membantu setiapkali klien
beraktivitas merangkak
Do : –
07.30 Mendorong keluarga anak untuk Ds :
wib berpartisipasi dalam memilih Ibu klien mengatakan mulai melatih anaknya
periode aktivitas beraktivitas secara mandiri seperti merangkak secara
mandiri dalam waktu bertahap
Do : –

32
Catatan Perkembangan (Evaluasi) Hari Ke-1
Diagnosa Waktu Respon Perkembangan
Keperawatan (SOAP)
Hipertermia Kamis, S:
b.d proses 4/7/20 Ibu klien mengatakan anaknya masih demam, demam tinggi ketika malam hari dan demam turun ketika pagi hari
penyakit 19
Shift O:
pagi Klien tampak lemas, lesu, kulit teraba hangat dan berwarna kemerahan, S:38 0c, N : 123 x/menit, RR : 32 x/menit,
Pukul SPO2 : 98%, Pemeriksaan diagnostik : trombosit 505.000/ mm3 (H), widal : S. Thypi O : 1/320
07.20
A:
Masalah hipertermia belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV
2. Pantau hasil laboratorium
3. Beri pasien kompres air hangat
4. Anjurkan pasien banyak minum
5. Anjurkan pasien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
6. Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik, antibiotik dan cairan infus

33
Nutrisi Kamis, S:
kurang dari 4/5/20 Ibu klien mengatakan anaknya masih muntah 3x dalam sehari serta perutnya kembung disertai BAB cair
kebutuhan 19 berampas 3x dalam sehari berwarna kuning dan berlendir.
tubuh b.d Shift
malabsorbsi pagi O:
Nutrien Pukul Antropometri
07.20 BB : 8,6 kg saat sakit : 8,3 kg
Interpretasi status gizi
- WAZ : Gizi kurang
- HAZ : Pendek
- WHZ : Kurus
Kesimpulan : Klien mengalami gizi kurang dan bertubuh pendek serta kurus
Biochemical

Clinical Sign
Warna lidah pucat kotor, BAB cair berampas 3x dalam sehari berwarna kuning dan berlendir dan batuk pilek,
muntah 3x dalam sehari, perut tampak kembung, S:38 0c, N : 123 x/menit, RR : 32 x/menit, SPO2 : 98%,

34
Diit
Klien minum ASI dan makan bubur. Frekuensi makan 3x sehari, makan habis ¼ porsi, dan minum aqua 480 ml
perhari

A:
Masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi penyebab kekurangan nutrisi dan ttv
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor BB
5. Beri makanan lunak
6. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dan dokter
Intoleransi Kamis, S:
aktivitas b.d 4/7/20 Ibu klien mengatakan saat dirumah anaknya aktif bermain dengan keluarga dan teman sebaya, biasanya
kelemahan 19 merangkak dan belajar merambat di dinding, dan sekarang saat di rawat di rumah sakit anaknya mengalami
Shift kelemahan fisik sehingga hanya di gendong dan terbaring di tempat tidur
pagi
Pukul O:

35
07.20 - Klien tampak lemas, lesu dan kelelahan saat belajar merambat sendiri
- Kulit teraba hangat dan berwarna kemerahan
- S:38 0c, N : 123 x/menit, RR : 32 x/menit, SPO2 : 98% , Terpasang IVFD RL 20 tpm

A:
Masalah intoleransi aktivitas belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi
1. Observasi ttv dan keadaan umum pasien
2. Kaji intoleransi terhadap aktivitas
3. Kaji kesiapan meningkatkan aktivitas
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
5. Dorong keluarga anak untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas

36
37
38
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI Ny. L DENGAN DIAGNOSA HIPERBILIRUBIN DI RUANG


BBRT RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun oleh:

Sri Anggraini

G3A018091

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019

39
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. I DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG BBRT RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

IDENTITAS
1. Nama : Bayi Ny. L
2. Tanggal Lahir : 04 Juli 2019 (11 hari)
3. Jenis Kelamin : Laki – laki
4. Nama Orangtua/Wali : Ny. L
5. Alamat : Perum Serdang Asri, Kota Semarang, Jawa Tengah
6. Suku : Jawa
7. Agama : Islam
8. Tanggal Pengkajian : 15 Juli 2019
9. Tanggal Masuk RS : 13 Juli 2019
10. Pemberi Informasi : Ny. L
11. Hubungan dengan anak : Ibu Kandung

STATUS KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Bayi kuning

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 15 Juli 2019 pukul 10.00 wib, hari ke-3
klien dirawat, ibu klien mengatakan di usia 28 tahun telah melahirkan anaknya yang
pertama. Bayi berjenis kelamin laki – laki, bayi tunggal, lahir secara Caesar ditolong oleh
Dokter Bedah Kandungan pada tanggal 04 Juli 2019 pukul 07.10 wib di RS Roemani
Muhammadiyah Semarang. Berat badan lahir 3330 gram, panjang bayi lahir 45 cm,
lingkar kepala 43 cm, lingkar dada 42 cm. Plasenta lahir secara lengkap, kotiledon
lengkap dengan usia kehamilan 39 minggu, G0P1A0. Ibu klien mengatakan hari ke-9 bayi
di lahirkan bayinya kuning di bagian mata, dan dada. Sehingga pada tanggal 13 Juli 2019
pukul 17.15 wib ibu klien membawa bayinya ke RS Roemani Muhammadiyah Semarang
untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut. Pemeriksaan fisik didapatkan

40
klien tampak kuning di bagian mata dan dada, kulit tampak kemerahan dan kering
mengelupas, BB : 3340 gram, S: 370c, N : 120 x/menit, RR : 50 x/menit. Tingkat
kesadaran komposmentis, GCS: 15 E4 V5 M6

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Ny. L mengatakan selama kehamilan tidak pernah terpapar dengan orang yang terjangkit
penyakit menular seperti hepatitis, TB paru dan HIV. Di dalam anggota keluarga juga
tidak ada yang memiliki riwayat penyakit leukimia, hepatitis, TB paru dan HIV.

4. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal Test Labirat 11 Juli 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Golongan Darah B
Rhesus Faktor Positif
CBC DIFF - - -
Hemoglobin 18.1 gr/dl 15.2-24.6
Lekosit 14.8 10^3/uL 13.0-21.0
Trombosit 336 10^3/uL 150-350
Hematokrit 52.8 % 44.0-82.0
Eritrosit 5.11 10^6/uL 4.3-6.8
Hitung Jenis (Diff)
Eosinofil 6 % 0-6
Basofil 0 % 0-1
Netrofil 40 % 17-60
Limfosit 34 % 20-70
Monosit 20 (H) % 1-11
MCV 103.3 fl 98.0-150.0
MCH 35.4 pg 33.0-45.0
MCHC 34.3 g/dL 31.0-36.0
RDW 15.8 (H) % 11.6-14.8
Kimia Klinik
Bilirubin Total 18.18 (H) mg/dL < 12.6
Bilirubin Direk 0.29 mg/dL < 0.6
Bilirubin Indirek 17.89 mg/dL < 0.75

41
5. Terapi Medik
Fototerapi

6. Diit
Makan minum ASI 30 cc tiap 2 jam.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus neonatus b.d hiperbilirubin tak terkonjugasi

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa : Ikterus neonatus b.d hiperbilirubin tak terkonjugasi
Tujuan : Ikterus neonatus pada klien hilang dan bebas dari kuning

Intervensi :
12. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui perubahan suhu bayi terkait dengan penurunan/peningkatan
suhu tubuh bayi
13. Pertahankan laktasi
Rasional : Untuk mempertahankan status hidrasi yang adekuat dan untuk meningkatkan
ekskresi bilirubin melalui feses
14. Ubah posisi setiap 4 jam
Rasional : Untuk membantu proses pemecahan bilirubin dalam hati
15. Pantau hasil laboratorium
Rasional : Untuk mengetahui tingkat bilirubin
16. Kolaborasi dalam pemberian fototerapi
Rasional : Untuk menurunkan kadar bilirubin dalam darah

42
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Senin, 15 Juli 2019
07.30 wib : Monitor tanda-tanda vital (memantau k/u, mengukur suhu, nadi, pernapasan
dan menimbang BB)
Respon :Ds : –
Do : Klien tampak kuning di bagian mata dan dada, kulit tampak kemerahan
dan kering mengelupas, BB : 3340 gram, S: 37 0c, N : 120 x/menit, RR : 50
x/menit. Tingkat kesadaran komposmentis, GCS: 15 E4 V5 M6

08.00 wib : Mepertahankan laktasi (Memberi ASI 30 cc tiap 2 jam)


Respon : Ds : –
Do : Bayi Ny. L telah menghabiskan ASI

09.00 wib : Mengubah posisi setiap 4 jam (Memiringkan bayi ke kanan dan kiri)
Respon : Ds : –
Do : Bayi Ny. L tampak tenang saat di miringkan

10.30 wib : Memantau hasil laboratorium (Memantau bilirubin bayi)


Respon : Ds : –
Do : Bilirubin Total 18,18 mg/dL
Bilirubin Direk 0,29 mg/dL
Bilirubin Indirek 17,89 mg/dL

12.00 wib : Kolaborasi dalam pemberian fototerapi

Respon : Ds : -

Do : Klien tampak di sinar 24 jam

43
EVALUASI
15 Juli 2019, Pukul 13.30 wib
S :-

O:
Klien tampak kuning di bagian mata dan dada, kulit tampak kemerahan dan kering
mengelupas, BB : 3340 gram, S: 37 0c, N : 120 x/menit, RR : 50 x/menit. Tingkat kesadaran
komposmentis, GCS: 15 E4 V5 M6.
Hasil pemeriksaan laboratorium : Bilirubin Total 18,18 mg/dL
Bilirubin Direk 0,29 mg/dL
Bilirubin Indirek 17,89 mg/dL

A:
Masalah Ikterus neonatus belum teratasi

P:
Lanjutkan intervensi :
17. Monitor tanda-tanda vital
18. Pertahankan laktasi
19. Ubah posisi setiap 4 jam
20. Pantau hasil laboratorium
21. Kolaborasi dalam pemberian fototerapi

44
45

Anda mungkin juga menyukai