Disusun Oleh :
Sri Anggraini
(NIM.G3A018091)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke dianggap sebagai masalah besar yang dihadapi hampir seluruh
dunia. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi bahwa kematian akibat stroke
akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker tulang
lebih dari 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta ditahun 2030 (Anonim, 2011).
American Heart Assosiation (AHA) diperkirakan menjadi 3 juta penderita stroke
pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika Serikat adalah
50-100/100000 penderita pertahun (Iskandar 2008).
Di Indonesia belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi
proporsi penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat
dari laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 2005 s/d 2011 yang
semakin meningkat. Dari rentan waktu 2005 sampai dengan 2011 angka kejadian
stroke sebanyak 2463 penderita dengan pembagian kasus stoke hemoregik 711 dan
stroke non hemoregik 1.756 penderita (Irdawati, 2008).
Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak dimana serangan terjadi
secara mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kematian jaringan otak secara permanen ( Feigin, 2006). Gejala
awal biasanya adanya kelemahan dari sistem alat gerak dan bicara tidak jelas atau
pelo (Anonim, 2011). Akibat tingkat lanjut pasca stroke adalah menurun atau
hilangnya rasa, gangguan bahasa hingga status mental, pasien mengalami
kerusakan hampir dua kali lipat termasuk pelemahan kognitif ringan yang
menyertakan memori (Avicena, 2010).
Pasien stroke akan mengalami gangguan-gangguan yang bersifat
fungsional. Gangguan sensoris dan motorik post stroke mengakibatkan gangguan
keseimbangan termasuk kelemahan otot, penurunan fleksibilitas jaringan lunak,
serta gangguan kontrol motorik dan sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan
kontrol motorik pada pasien stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya
kemampuan keseimbangan tubuh dan postur (kemampuan untuk mempertahankan
posisi tertentu) (Irfan, 2010).
Pasien stroke yang mengalami berbagai keterbatasan sehingga pasien
banyak mengalami ketergantungan dalam beraktivitas. Pada pasein – pasien stroke
yang di rawat di ruang perawatan intensif sering kali dirawat dengan penyakit
komplikasi serta diiringi dengan penurunan kesadaran sehingga reflek menelan
pada pasien – pasien yang mengalami penurunan kesadaran tidak ada yang
mengakibatkan asupan nutrisi berkurang. Maka pada pasien-pasien yang
mengalami penurunan kesadaran akan dilakukan pemasangan NGT atau selang
makan sering disebut juga dengan sonde yang dipasang melalui hidung hingga ke
lambung guna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada pasien tersebut. Oleh
karena itu penulis ingin mengaplikasikan Evidence Based Nursing (EBN) terkait
Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral dengan Menggunakan Metode Intermittent
Feeding dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung Pada Pasien Kritis
Di Ruang ICU Rumah Sakit Roemani.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari review literatur ini adalah untuk mengidentifikasi hasil
penelitian terkaitEfektifitas Pemberian Nutrisi Enteral dengan Menggunakan
Metode Intermittent Feeding dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung
Pada Pasien Kritis Di Ruang ICU Rumah Sakit Roemani.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien Sroke
a. Mahasiswa mampu mengaplikasikantindakan pemberian nutrisi enteral
dengan menggunakan metode intermittent feeding dan gravity drip terhadap
volume residu lambung pada pasien Stroke di ruang ICU RS Roemani
Muhammadiyah Semarang.
b. Mahasiswa mampu menganalisa hasil tindakan pemberian nutrisi enteral
dengan menggunakan metode intermittent feeding dan gravity drip terhadap
volume residu lambung pada pasien Stroke di ruang ICU RS Roemani
Muhammadiyah Semarang.
c. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil pemberianpemberian nutrisi enteral
dengan menggunakan metode intermittent feeding dan gravity drip terhadap
volume residu lambung pada pasien Stroke di ruang ICU RS Roemani
Muhammadiyah Semarang.
C. Metode
Penelusuran ini dilakukan dengan metode review jurnal yang didapat
melaui media masa (Internet). Jurnal yang digunakan dalam penelusuran literatur
ini adalah Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral dengan Menggunakan Metode
Intermittent Feeding dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung Pada
Pasien Kritis Di Ruang ICU
D. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari poin poin yang penting,
diantaranya:
BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Konsep Dasar yang berisi Definisi Stroke, Etiologi, Tanda Gejala,
Patofisiologi, Pemeriksaan Penunjang dan hasilnya dan Pathways.
BAB III : Tinjauan Kasus yang berisi Pengkajian Fokus, Diagnosa
Keperawatan, Pathways Keperawatan Kasus dan Fokus Intervensi
beserta Rasionalnya.
BAB IV : Aplikasi jurnal EBN
BAB V : Pembahasan
BAB VI : Penutup yang berisi Simpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Stroke adalah kehilangan fungsi otot yang diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak ( Brunner, 2013).Stroke adalah sindrom klinis yang awalnya
timbulnya mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal dan atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian
dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
hemoragik( Mansjoer, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa
kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh sistem pembuluh
darah otak ( Doenges, 2010)
B. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
trombosisi ibi terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat oedema dan kongesti
disekitarnya
b. Atherosklerosis
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas
pembuluh darah
c. Hypercoagulasi pada polysistemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat
memperlambat aliran darah serebral areteritis (radang pada arteri)
d. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
Penyumbatan pembuluh darah otak oleh darah, lemak dan udara. Pada umunya
emboli berasal dari trombusdi jantung yang terllepas dan menyumbat sistem
arteri serebral. Emboli itu berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-
30 detik.
e. Hipoksia Umum
Hipertensi yang parah
Cardiac pulmonary arrest
CO turun akibat aritmia
f. Hipoksia Setempat
Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aracnoid
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain
(Smeltzer C. Suzanne, 2012)
C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat diubah :
a. Usia
b. Jenis Kelamin laki laki
c. Ras
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat TIA atau Stroke
f. Penyakit jantung koroner
g. Fibrilasi atrium
h. Heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria
Faktor yang dapat diubah
a. Hipertensi
b. DM
c. Merokok
d. Penyalahgunaan alcohol dan obat
e. Kontasepsi oral
f. Hemotokrit meningkat
g. Hiperurisenia
h. Dislipidemia
( Mansjoer, 2002; 18 )
D. Tanda dan Gejala
a. Defisit lapang pandang ( pengelihatan )
1) Hemonimus, hemianopsia ( kehilangan setengah lapang pengelihatan)
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan pengelihatan.
2) Kehilangan pengelihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari
3) Diplopia Penglihatan ganda
b. Defisit motorik
1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
2) Hemiplegia
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama ( karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan )
3) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak.
4) Disartia
Kesulitan dalam membentuk kata.
5) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit sensorik
Parestesia ( terjadi pada sistem berlawanan dari lesi )
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
d. Defisit verbal
1) Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
2) Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi
tidak masuk akal.
3) Afasia global
e. Defisit Kognitif
1) Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
2) Penurunan lapang perhatian.
3) Perubahan penilaian
f. Defisit emosional
1) Kehilangan kontrol diri.
2) Depresi, menarik diri.
3) Perasaan isolasi.
( Brunner, 2012 )
E. Klasifikasi
a. Hemoragi serebral adalah hemoragi dapat terjadi diluar durameter
(hemoragi ekstradural/epidural) dibawah dura meter (hemoragi subdural),
diruang subaraknoid (hemoragi subaraknoid) / didalam substansi otak
(hemoragi intraserebral)
b. Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan
arteri tengah/arteri meninges lain.Pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
c. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan hemorasi epidural,kecuali
bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya
periode pembentukan hematoma lebih lama (Interval jelas lebih lama) dan
menyebabkan tekanan pada otak.
d. Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma/hipertensi tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus
willisi dan malformasi arteri vena congenital pada otak.
e. Hemoragi intraserebral : Hemoragi / perdarahan disubstansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral
karena perbahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan
ruptur pembuluh darah. (Brunner, 2002 ; 2132-2133).
F. Patofisologi
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah
otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah
pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi
fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama
dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula
terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan
dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh
hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok
berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun
atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi
cukup ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah
tersebut tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini
menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul
perdarahan. Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat
hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala
neurologik berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara
mendadak. Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya
bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau
dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh
tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-
macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang
terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak
dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat,
mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya
iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada
satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa
jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari
serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian
berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya
pembuluh darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
G. Komplikasi
Komplikasi stroke merupakan diagnosis- diagnosis atau penyakit- penyakit
yang muncul pada pasien stroke setelah dirawat. Komplikasi stroke meliputi
infeksi thorax, konstipasi, pneumonia,UTI (Urinary Tract Infection), Depresi,
Kejang, stroke berulang, jantung kongestif, luka tekan (Dekubitus).
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik kolusi / ruptur.
b. Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya
infark. Catat mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan
tersebut.
c. Fungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis emboli, serebral dan TIA
d. MRI :menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi
arteriovena (MA)
e. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
s.arteri karotis (aliran darah / muncul plak)
f. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gel otak dan mungkin
memperlihatkan darah lesi yang spesifik
g. Sinar x tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosis serebral : klasifikasi persial dinding aneurisma
pada perdarahan sub arachnoid (Doenges, 2012).
I. Penatalaksanaan
a. Bantuan kepatenan jalan nafas
Ventilasi berbantuan O2
Trakeostomi
b. Tirah baring
c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi
d. Obat-obatan :
Anti hipertensi
Anti fibrinditi
Anti spasmodic
Anti konvulson
Anti pinetik
Kortika steroid
e. EEG dan pemantauan jantung
f. Hipotema
g. Pantau TIK
h. Pemasangan kateter indwelling
i. Rehabilitas neurologis (Tucker, 2013)
L. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipertensi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
c. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
M. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
NOC NIC
1. Gangguan perfusi NOC : NIC :
jaringan cerebral
1. Circulation status Peripheral Sensation Management
berhubungan dengan
2. Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
hipertensi
Kriteria Hasil :
1. Monitor adanya daerah tertentu
1. mendemonstrasikan status yang hanya peka terhadap
sirkulasi yang ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
a. Tekanan systole dan diastole 2. Monitor adanya paretese
dalam rentang yang 3. Instruksikan keluarga untuk
diharapkan mengobservasi kulit jika ada lsi
b. Tidak ada ortostatik atau laserasi
hipertensi 4. Gunakan sarun tangan untuk
c. Tidak ada tanda tanda proteksi
peningkatan tekanan 5. Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak lebih dari leher dan punggung
15 mmHg) 6. Monitor kemampuan BAB
2. mendemonstrasikan 7. Kolaborasi pemberian analgetik
kemampuan kognitif yang 8. Monitor adanya tromboplebitis
ditandai dengan: 9. Diskusikan menganai penyebab
a. berkomunikasi dengan jelas perubahan sensasi
dan sesuai dengan
kemampuan
b. menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
c. memproses informasi
d. membuat keputusan dengan
benar
e. menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
1. Joint Movement :Active
fisik berhubungan Exercise therapy : ambulation
2. Mobility Level
dengan kerusakan 1. Ubah posisi minimal 2 jam
3. Self care : ADLs
neuromuscular (mika-miki)
4. Transferperformance
2. Mulailah melakukan latihan
Kriteria hasil:
rentang gerak aktif dan pasif
1. Klien meningkat dalam
pada semua ekstrimitas
aktivitas fisik
3. Monitoring vital sign
2. Mengerti tujuan dari
sebelum/sesudah latihan dan
peningkatan mobilitas
lihat respon pasien saat latihan
3. Memverbalisasikan perasaan
4. Kaji kemampuan pasien dalam
dalam meningkatkan kekuatan
mobilisasi
dan kemampuan berpindah
5. Latih pasien dalam pemenuhan
4. Memperagakan penggunaan
kebutuhan ADLs secara mandiri
alat Bantu untuk mobilisasi
sesuai kemampuan
(walker)
6. Dampingi dan Bantu pasien
saatmobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
7. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
8. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3. Gangguan menelan NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Nutritional Status Nutrision Management
gangguan 2. Nutritional Status : food and 1. Pantau tingkat kesadaran, reflek
serebrovaskular fluid intake batuk, dan kemampuan menelan
3. Nutritional Status : nutrient 2. Berikan atau gunakan alat bantu
intake berupa pemasangan NGT jika
4. Weight control diperlukan
Kriteria Hasil : 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
1. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi untuk menentukan jumlah kalori
2. Menunjukkkan peningkatan dan nutrisi yang dibutuhkan
fungsi pengecapan dari menelan pasien dan Kolaborasi tentang
3. Kemampuan menelan adekuat makanan yang mudah ditelan
4. Berikan informasi tentang
manfaat pemasangan NGT pada
pasien atau keluarga
Nutrition Monitoring
N. Pemberian Nutrisi
1. Definisi nutrisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan
dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk
menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan
menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya
serta mengeluarkan zat sisa. Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, aksi, reaksi, keseimbangan
yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto & Wartonah.
2006). Nutrien adalah suatu unsur yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi
tubuh.
Nutrisi berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh, mengatur
proses-proses dalam tubuh sebagai sumber tenaga, serta untuk melindungi
tubuh dari serangan penyakit. Dengan demikian, fungsi utama nutrisi adalah
untuk memberikan energi bagi aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka
dan jaringan tubuh, serta mengatur berbagai proses kimia dalam tubuh (Suitor
& Hunter, 2008).
2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Sistem yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem
pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ aksesori. Saluran
pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, sedangkan
organ aksesori terdiri atas hati, kantung empedu, dan pankreas. Ketiga organ
ini membantu terlaksananya sistem pencernaan makan secara kimiawi.
(Hidayat & Uliyah 2015).
a) Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan dan terdiri atas
dua bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut,
makanan mengalami proses mekanis melalui pengunyahan yang akan
membuat makanan dapat hancur sampai merata, dibantu oleh enzim
amilase yang akan memecah amilum yang terkandung dalam makanan
menjadi maltosa.
RESUME ASKEP
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama Klien : Ny.C
Usia : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No.Register : 5542xx
Tanggal Masuk : 13 September 2019
Tanggal Pengkajian : 13 September 2019
Diagnosa Medik : SNH
Penanggung jawab
Nama : Nn. A
Umur : 18 Tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Siswi/Pelajar
Hubungan dengan pasien : Anak
2. Pengkajian Primer
a. Airway (Jalan nafas) : Terpasang ETT no 6,5 terdapat penumpukkan
secret, secret kental dan berwarna kekuningan.
b. Breathing (pernafasan) : Terpasang ventilator mekanik VM Mode
PSIMV dengan RR 28, IP 10, PEEP 5, PS 8, IT1,0, FiO2 80%, Respon
VTE 488, Ppeak 20, RR 26, WOB-C, pola nafas reguler, auskultasi
terdengar ronchi basah halus
c. Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer
TD : 190/111 mmHg
MAP : 160 mmHg
HR : 115 x/m
RR: 28 x/m
CVP : tidak terpasang
Ekstermitas : Hangat
SPO2 : 100%
S : 36,70C
d. Disability
Kesadaran : Coma
Reaksi terhadap cahaya Ka (+) Ki (+)
GCS : 3 (E : 1, M : 1, V : ET)
Tonus otot lemah: 0
e. Exposure
BAK : Terpasang kateter no 16
Warna : Kuning pekat
BAB : Encer
Warna : Kuning
Terpasang NGT no 14
Mukosa mulut : Kering
Klien tampak lemah, klien tampak hemiparese
Tidak terdapat lesi
3. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
b. Alasan MRS :
Keluarga pasien mengatakan sebelum pasien masuk rumah sakit,
pada hari Senin malam 9 september pasien mengeluh mual dan ingin
muntah. Badan terasa lemas dan tidak nafsu makan serta pasien mengeluh
kepalanya terasa berat dan dada terasa sesak. Keluarga juga mengatakan
bahwa pada hari senin tanggal 9 september 2019 pasien terjatuh di kamar
mandi saat ingin muntah keluarga menemukan pasien sudah terlentang di
lantai dengan muntahan yang berceceran, keesokan harinya pada selasa 10
september 2019 keluarga pasien mengatakan pasien di pijit di tukang pijit
karena pasien mengeluh badanya terasa tidak enak dan pada 12 september
2019 pasien kembali di pijit namun tidak ada perubahan Akhirnya keluarga
memutuskan untuk membawa pasien ke RS Bhayangkara keluarga pasien
mengatakan pada saat dilakukan pemeriksaan di RS Bhayangkara tekanan
darah pasien sangat tinggi dan pada tanggal 13 september 2019 oleh pihak
RS Bhayangkara pasien diberikan surat rujukan ke poli penyakit dalam RS
Roemani Muhammadiyah Semarang, dan oleh dokter pasien di instruksikan
untuk dirawat di RS Roemani setelah pasien di rawat diruang ayyub 2
ternyata kondisi pasien mengalami penurunan sehingga dokter memberikan
advis untuk dirawat di ruang ICU guna mendapatkan penanganan yang
lebih intensif
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pada saat tiga tahun yang
lalu pasien pernah dirawat di RS Elisabeth Semarang dengan penyakit
stroke ringan selama 7 hari. Keluarga pasien juga mengatakan pasien
memiliki riwayat darah tinggi dan diabetes mellitus.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Berdasarkan dari keterangan keluarga pasien, ayah kandung pasien
mempunyai riwayat penyakit DM.
4. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Bentuk mesochepal, rambut berwarna hitam
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
kurang dari 2mm, reflek cahaya mata kanan dan kiri (+)
- Hidung : Tidak ada pembesaran polip, terpasang NGT dengan ukuran no
14
- Telinga : Bersih, tidak ada serumen
- Mulut : Mukosa bibir agak kering, bau mulut
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar lympa dan tyroid
Paru paru
- I : Simetris, tampak penggunaan otot bantu napas
- Pa : Tidak ada nyeri tekan, taktil fremitus jelas pada kedua lapang paru
- Pe : Sonor pada kedua lapang paru
- Au: Vesikuler, ada suara tambahan ronchi basah
Jantung
- I : Iktus cordis tak tampak pada ICS 5
- Pa : Iktus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula
- Pe : Pekak
- Au : Bunyi jantung reguler, mur mur atau bising jantung negatif
Abdomen
- I : Datar, tak tampak asites
- Au : Bising usus 25 kali per menit
- Pa : Tympani
- Pe : Tidak ada nyeri tekan
Genitalia : terpasang DC dan pampers
Ekstremitas
- Atas : akral hangat, terpasang infus
- Bawah : akral hangat, tidak ada varises
5. Data Penunjang
13 September 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Darah lengkap
Hemoglobin 10.0 g/dl 11.7-15.5
Lekosit 4400 /mm3 3600-11000
Hematocrit 31.4 % 35-47
Trombosit 263000 /mm3 150000-440000
Eritrosit 3.77 Juta/mm3 3.8-5.2
MCV 83.0 Fl 80-100
MCH 26.4 Pg 26-34
MCHC 31.7 g/dl 32-36
RDW 13.5 % 11.5-14.5
MPV 7.4 Fl 7.0-11.0
Hitung Jenis (diff)
Eosinophil 1.3 % 2-4
Basophil 0.5 % 0-1
Neutrofil 47.7 % 50-70
Limfosite 39.1 % 25-40
Monosit 11.4 % 2-8
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 172 mg/dl 75-140
Ureum 85 mg/dl 10-50
Creatinin 4.8 mg/dl 0.45-0.75
Kolesterol Total 335 mg/dl <200
Trigliserida 235 mg/dl 70-140
HDL-Kolesterol 62 mg/dl 34-87
LDL-Kolesterol 226 mg/dl <30
Kalium 3.1 mEq/l 3.5-5.0
Natrium 144 mEq/l 135-147
Chloride 108 mEq/l 95-105
Calcium 8.0 mEq/l 8.8-10.0
Albumin 2.46 g/dl 3.4-4.8
Radiologi
Tanggal : 13 september 2019
- Konvensional : Thorak A(1 x 8 inch)
Hasil/kesan : Kardiomegali berat (pankardiomegali)
Suspek gambaan edema pulmo grade 2 efusi pleura sinistra
minimal (kardiogenik) elongation aorta dan klasifikasi arcus
aorta ujung ETT setinggi vertebra torak 4-5
C. Diagnose Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipertensi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
c. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
D. Pathway Keperawatan
Faktor-Faktor Risiko Stroke
Faktor yang tidak dapat diubah : Trombus Emboli Iskemia Faktor yang dapat diubah
Intake tidak
adekuat Konstipasi
Gangguan
eliminasi
fekal
E. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Paraf
1. Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x7 1) Kaji keadaan umum pasien Sri
jaringan cerebral jam diharapkan kadar gangguan perfusi jaringan 2) Monitor adanya paretese
berhubungan dengan cerebral tidak terjadi dengan kriteria hasil : 3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
hipertensi 1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang jika ada lsi atau laserasi
ditandai dengan : 4) Gunakan sarun tangan untuk proteksi
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang 5) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
yang diharapkan 6) Kolaborasi pemberian analgetik
- Tidak ada ortostatik hipertensi 7) Monitor adanya tromboplebitis
- Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 8) Diskusikan menganai penyebab perubahan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) sensasi
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan dengan benar
- Menunjukkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh : tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan involunter
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x7 1) Ubah posisi minimal 2 jam (mika-miki) Sri
fisik jam diharapkan gangguan mobilitas fisik tidak 2) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif
berhubungan dengan terjadi dengan kriteria hasil : dan pasif pada semua ekstrimitas
kerusakan - Klien meningkat dalam aktivitas fisik 3) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan
neuromuscular - Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas dan lihat respon pasien saat latihan
- Memverbalisasikan perasaan dalam 4) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan dan kemampuan 5) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
berpindah ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk 6) Dampingi dan Bantu pasien saatmobilisasi dan
mobilisasi (walker) bantu penuhi kebutuhan ADLs
7) Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
8) Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan
berikan bantuan jika diperlukan
3. Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x7 1) Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk, dan Sri
berhubungan dengan jam diharapkan gangguan menelan tidak terjadi kemampuan menelan
gangguan dengan kriteria hasil : 2) Berikan atau gunakan alat bantu berupa
serebrovaskular - Tidak ada tanda-tanda malnutrisi pemasangan NGT jika diperlukan
- Menunjukkkan peningkatan fungsi pengecapan 3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
dari menelan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
- Kemampuan menelan adekuat pasien dan Kolaborasi tentang makanan yang
mudah ditelan
4) Berikan informasi tentang manfaat pemasangan
NGT pada pasien atau keluarga
4. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x7 1) Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning. Sri
tidak efektif jam diharapkan bersihan jalan nafas dapat efektif 2) Berikan O2 1-3liter/menit
berhubungan dengan dengan kriteria hasil : 3) Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
sekresi yang tertahan - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara dalam (bagi pasien yang sadar)
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 4) Lakukan suction jika pasien terpasang
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, endotracheal tube (ETT)
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 5) Posisikan pasien untuk memaksimalkan
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak ventilasi
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi 6) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada 7) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
suara nafas abnormal) 8) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
- Mampu mengidentifikasikan dan mencegah tambahan
faktor penyebab. 9) Berikan bronkodilator
10) Monitor status hemodinamik
11) Berikan antibiotik
12) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
13) Monitor respirasi dan status O2
14) Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
15) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan :O2, Suction, Inhalasi.
F. Implementasi Keperawatan
No Diagnose Hari/Tanggal Implementasi Respon TTD
Keperawatan
1 Gangguan perfusi jaringan Jumat 13 1. Mengkaji keadaan umum pasien 1. S :- Sri
September 2019 O : pasein mengalami penurunan
cerebral berhubungan dengan 2. Memonitor adanya paretese
kesadaran, GCS 3
hipertensi 3. Menginstruksikan keluarga untuk TD : 190/111 mmHg
MAP : 160 mmHg
mengobservasi kulit jika ada lesi atau
HR : 115x/menit
laserasi RR: 28 x/menit
SPO2 : 100%
4. Membatasi gerakan pada kepala, leher
S : 36,70C
dan punggung 2. S :-
O : pasien tampak mengalami
5. Mengkolaborasi pemberian analgetik
paretese atau kelumpuhan dimana
sesuai terapi medis yang telah semua gerakan hilang
3. S :-
ditentukan
O: tidak adanya luka pada tubuh
6. Monitor adanya tromboplebitis pasien
4. S :-
7. Diskusikan menganai penyebab O : pasien mengalami penurunan
kesadaran
perubahan sensasi
5. S :-
O : pemberian lisinopine 10mg/24
jam
6. S :-
O : tidak terdapat pembengkakan
7. S :-
O :-
Sabtu 14 1. Mengkaji keadaan umum pasien 1. S :- Sri
September 2019 O : pasien mengalami penurunan
2. Memonitor adanya paretase
kesadaran, GCS 3
3. Mengobservasi kulit jika ada lesi atau - Adanya kelumpuhan/kelemahan
pada gerak badan
laserasi
- TD : 172/80 mmHg
4. Mengkolaborasi pemberian analgetik - MAP : 105 mmHg
- HR : 105x/menit
sesuai terapi medis yang telah
- RR: 30 x/menit
ditentukan - SPO2 : 100%
- S : 36,50C
5. Monitor adanya tromboplebitis
2. S :-
O : pasien tampak mengalami
kelemahan gerak badan
3. S :-
O :tidak ada luka, hanya tampak
bekas pengambilan darah vena pada
tangan kanan
4. S :-
O :-
5. S :-
O :pada hari kedua pasien dirawat
tidak tampak adanya pembengkakan
Senin 16 1. Mengkaji keadaan umum pasien 1. S: Sri
September 2019 O : pasien mengalami penurunan
2. Memonitor adanya paretase
kesadaran, GCS 3
3. Mengkolaborasi pemberian analgetik - Adanya kelumpuhan/kelemahan
pada gerak badan
sesuai terapi medis yang telah
- TD : 174/84 mmHg
ditentukan - MAP : 105 mmHg
- HR : 119x/menit
- RR: 32x/menit
- SPO2 : 100%
- S : 36,30C
2. S :-
O :pasien tampak mengalami
kelemahan gerap badan
3. S:
O :- telah diberikan terapi medic
sesuai indikasi
2 Gangguan fisik Jumat 13
mobilitas 1. mengubah posisi minimal 2 jam 1. S :- Sri
September 2019 O :- posisi pasien diubah minimal
berhubungan dengan kerusakan (mika-miki)
setiap 2 jam sekali untuk mencegah
neuromuscular 2. Memulai melakukan latihan rentang terjadinya luka tekan akibat tirah
baring yang lama
gerak aktif dan pasif pada semua
2. S :-
ekstrimitas O :-untuk melatih sendi tubuh
sehingga tidak kaku
3. Memonitoring vital sign
3. S :-
sebelum/sesudah latihan dan lihat O :TD : 190/111 mmHg
MAP : 160 mmHg
respon pasien saat latihan
HR : 115x/menit
4. Mengkaji kemampuan pasien dalam RR: 28 x/menit
SPO2 : 100%
mobilisasi
S : 36,70C
5. Mendampingi dan Bantu pasien saat 4. S :-
O : pasien dengan keadaan
mobilisasi dan bantu penuhi
penurunan kesadaran,
kebutuhan ADLs 5. S :-
O :tidak ada ekspresi saat dilakukan
6. Memberikan alat Bantu jika klien
mika-miki
memerlukan. 6. S :-
O :-
Sabtu 14 1. Mengubah posisi minimal 2 jam 1. S :- Sri
September 2019 O :- mencegah terjadinya luka
(mika-miki)
tekan
2. Memulai melakukan latihan rentang 2. S :-
O :- mencegah kekakuan sendi
gerak aktif dan pasif pada semua
3. S :-
ekstrimitas - O : TD : 172/80 mmHg
- MAP : 105 mmHg
3. Memonitoring vital sign
- HR : 105x/menit
sebelum/sesudah latihan dan lihat - RR: 30 x/menit
- SPO2 : 100%
respon pasien saat latihan
- S : 36,50C
4. Mengkaji kemampuan pasien dalam 4. S :-
O : pasien dalam posisi tirah baring
mobilisasi
Senin 16 1. Mengubah posisi minimal 2 jam 1) S :- Sri
September 2019 O :-mencegah terjadinya luka tekan
(mika-miki)
2) S :-
2. Memulai melakukan latihan rentang O :- untuk mencegah terjadinya
kekakuan pada sendi
gerak aktif dan pasif pada semua 3) S :-
O : TD : 174/84 mmHg
ekstrimitas
- MAP : 105 mmHg
3. Memonitoring vital sign - HR : 119x/menit
- RR: 32x/menit
sebelum/sesudah latihan dan lihat
- SPO2 : 100%
respon pasien saat latihan - S : 36,30C
4) S :-
4. Mengkaji kemampuan pasien dalam
O :penurunan sesadaran
mobilisasi
5) S :-
5. Memberikan baby oil pada bagian
O : untuk mencegah terjadiya luka
punggung pasien
tekan
3 Gangguan menelan berhubungan Jumat 13 1. Memantau tingkat kesadaran, reflek 1. S :- Sri
September 2019 O : reflek menelan (-)
dengan gangguan batuk, dan kemampuan menelan
2. S :-
serebrovaskular 2. Memberikan atau gunakan alat bantu O :pemberian NGT dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
berupa pemasangan NGT jika
- pemberian nutrisi secara enteral
diperlukan dapat membantu memenuhi
kebutuhan nutrisi secara lebih
3. Sebelum dilakukan pemberian nutrisi
optimal
menggunakan metode gravity drip 3. S:-
O :- pada tanggal 13 september
atau menggunakan metode
2019 jam 07.00 telah dilakukan
intermittent feeding lakukan pengukuran residu sebelum
diberikannya pemberian nutrisi
pengukuran residu pada lambung
secara gravity drip di dapatkan hasil
terlebih dahulu pengukuran residu sebanyak 30cc
- Dan pada tanggal 13 september
4. Melakukan pemberian nutrisi secara
jam 10.00 sebelum diberikannya
enteral dengan menggunakan metode nutrisi menggunakan metode
gravity drip dan menggunakan metode intermittent feeding dilakukan
pengukuran residu didapatkan
intermittent feeding
hasil pengukuran residu
5. Mengkolaborasi dengan ahli gizi sebanyak 15cc
- Pada tanggal 13 september jam
untuk menentukan jumlah kalori dan
12.00 dilakukan kembali
nutrisi yang dibutuhkan pasien dan pengukuran residu sebelum
diberikannya nutrisi secara
mengolaborasi tentang makanan yang
gravity drip didapatkan hasil
mudah ditelan pengukuran residu sebanyak
10cc
6. Memerikan informasi tentang manfaat
4. S :-
pemasangan NGT pada pasien atau O : pasien diberikan diit diabetasol
40 gram yang sudah diarutkan
keluarga
menggunakan air mineral sebanyak
100cc dengan metode gravity drip
pada tanggal 13 september jam
07.00 pagi
Dan diberikan diit kembali pada
jam 10.00 menggunakan metode
intermittent feeding
Serta pada jam 12.00 kembali
diberikan pemberian nutrisi
menggunakan metode gravity drip
5. S :-
O :- pasien diberikan diit berupa
diabetasol 40 gram
6. S :-
O :- keluarga kooperatif saat
diberikan edukasi tentang manfaat
dilakukan pemasangan NGT
Sabtu 14 1. Memantau tingkat kesadaran, reflek 1. S :- Sri
September 2019 O :- reflek menelan tidak ada
batuk, dan kemampuan menelan
2. S :-
2. Sebelum dilakukannya pemberian O : pada tanggal 14 september 2019
jam 14.00 telah dilakukan
nutrisi secara gravity drip dan secara
pengukuran residu sebelum
intermittent feeding dilakukan diberikannya pemberian nutrisi
secara gravity drip di dapatkan hasil
terlebih dahulu pengukuran residu
pengukuran residu sebanyak 10cc
pada lambung dengan cara aspirasi - Dan pada tanggal 14 september
jam 16.00 sebelum diberikannya
3. Melakukan pemberian nutrisi secara
nutrisi menggunakan metode
enteral dengan menggunakan metode intermittent feeding dilakukan
pengukuran residu didapatkan
gravity drip dan menggunakan
hasil pengukuran residu
metode intermittent feeding sebanyak 5cc
- Pada tanggal 14 september jam
4. Memberikan nutrisi sesuai jam dan
19.00 dilakukan kembali
ukuran pemberian nutrisi yang sesuai pengukuran residu sebelum
diberikannya nutrisi secara
indikasi
gravity drip didapatkan hasil
pengukuran mencapai 3cc
3. S :-
O :- pasien diberikan diit diabetasol
40 gram yang sudah dilarutkan
dnegan air mineral sebanyak 100cc
dengan metode gravity drip pada
tanggal 14 september jam 14.00 pagi
Dan diberikan diit kembali pada
jam 16.00 menggunakan metode
intermittent feeding
Serta pada jam 19.00 kembali
diberikan pemberian nutrisi
menggunakan metode gravity drip
4. S :-
O :-pemberian nutrisi sesuai dengan
jumlah yang sama
Senin 16 1.Sebelum dilakukannya pemberian nutrisi 1.S :- Sri
September 2019 O : pada tanggal 16 september 2019
secara gravity drip dan secara intermittent
jam 14.00 telah dilakukan
feeding dilakukan terlebih dahulu pengukuran residu sebelum
diberikannya pemberian nutrisi
pengukuran residu pada lambung dengan
secara gravity drip di dapatkan hasil
cara aspirasi pengukuran residu sebanyak 15cc
- Dan pada tanggal 16 september
2.Melakukan pemberian nutrisi secara
jam 16.00 sebelum diberikannya
enteral dengan menggunakan metode nutrisi menggunakan metode
intermittent feeding dilakukan
gravity drip dan menggunakan metode
pengukuran residu didapatkan
intermittent feeding hasil pengukuran residu
sebanyak 5cc
3.Memberikan nutrisi sesuai jam dan
- Pada tanggal 16 september jam
ukuran pemberian nutrisi yang sesuai 19.00 dilakukan kembali
pengukuran residu sebelum
indikasi
diberikannya nutrisi secara
gravity drip tidak didapat residu
dalam lambung
2.S :-
O :- pasien diberikan diit diabetasol
40 gram yang sudah dilarutkan
dengan air mineral sebanyak 100cc
dengan metode gravity drip pada
tanggal 16 september jam 14.00 pagi
Dan diberikan diit kembali pada
jam 16.00 menggunakan metode
intermittent feeding
Serta pada jam 19.00 kembali
diberikan pemberian nutrisi
menggunakan metode gravity drip
3.S :-
O :-pemberian nutrisi sesuai dengan
jumlah yang sama
4 Bersihan jalan nafas tidak efektif Jumat 13 1.Berikan O2 1-4liter/menit sesuai 1. S :- Sri
September 2019 kebutuhan pasien
berhubungan dengan sekresi O :pasien diberikan bantuan
yang tertahan 2.Lakukan suction jika pasien terpasang pernafasan menggunakan
endotracheal tube (ETT) ventilator dengan pemberian O2
3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan 4liter/menit
ventilasi 2. S :-
G. Evaluasi Keperawatan
A. Identitas Pasien
Ny. C (46 Tahun)
B. Data Fokus Pasien
DS:-
DO:
- Pasien tampak lemah
- Kesadaran tampak menurun GSC 3
- TD : TD : 190/111 mmHg
- MAP : 160 mmHg
- HR : 115 x/m
- RR: 28 x/m
- SPO2 : 100%
- S : 36,70C
- Pasien tampak hemiparese
C. Diagnosa Keperawatan yang Berhubungan dengan Jurnal yang Diaplikasikan
Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
D. EBN yang Diterapkan
Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral dengan Menggunakan Metode Intermittent Feeding
dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung Pada Pasien Kritis Di Ruang ICU
Rumah Sakit Roemani.
E. Analisa Sintesa
Pasien stroke
Kesdaran menurun
Penurunan control
volunter
Gangguan menelan
Dilakukan pemasangan
NGT
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh
darah serebral pada seluruh sistem pembuluh darah otak ( Doenges, 2010). Tanda dan gejala
yang sering terjadi pada pasein stroke adalah sulit berjalan, berbicara, serta kelumpuhan atau
mati rasa pada wajah lengan, atau tungkai.
Pada pasien-pasien stroke yang dirawat di ruang perawatan intensif dengan penurunan
kesadaran tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral maka akan
dilakukan tindakan pemasangan selang nasogatric tube (NGT) melalui lubang hidung hingga
kedalam lambung sehingga pemberian nutrisi dapat tetap diberikan guna untuk memenuhi
kebutuhan asupan nutrisi bagi tubuh.
Metode pemberian nutrisi enteral dan parenteral. Metode pemberian nutrisi enteral ada 2
yaitu gravity drip (pemberian menggunakan kateter tip 50cc yang disambungkan ke selang
nasogastric dengan kecepatan mengikuti gaya gravitasi) dan intermittent feeding (pemberian
nutrisi secara bertahap yang diatur kecepatannya menggunakan syringe pump). Pemberian
nutrisi enteral atau enteral nutrition (EN) adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral. Formula nutrisi diberikan
kepada pasien melalui tube kedalam lambung (gastric tube), nasogastric tube (NGT), atau
jejunum, dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin. Rute pemberian nutrisi
secara enteral diantaranya melalui nasogastric, transpilorik, perkutaneus. Tujuan dari
pemberian nutrisi secara enteral adalah untuk memberikan asupan nutrisi yang adekuat pada
pasien yang belum mampu menelan atau absorbsi fungsi nutrisinya terganggu. Pemberian
nutrisi secara enteral juga berperan menunjang pasien sebagai respons selama mengalami
keradangan, trauma, proses infeksi, pada sakit kritis dalam waktu yang lama.
BAB V
PEMBAHASAN
Alasan mahasiswa menerapkan aplikasi evidence based nursing practice pada Ny. C
yakni berdasarkan jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Maria Ulfa, dkk terkait
Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral dengan Menggunakan Metode Intermittent Feeding dan
Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung. Enteral nutrition memelihara dan
mempertahankan fungsi pencernaan makanan, sebagai imunologik, mencegah organisme
dalam usus menyerang tubuh, mengurangi sepsis dan respon hipermetabolik pada trauma.
Dalam jurnal Maria Ulfa dijelaskan berbagai penelitian membuktikan bahwa peranan nutrisi
enteral memberikan keuntungan secara klinis yaitu mencegah atrofi saluran cerna dan
mempertahankan gut barrier yang mencegah translokasi bakteri, menurunkan angka
mortalitas dan pneumonia serta dapat mempertahankan fungsi imunitas pada pencernaan, juga
memberikan nutrisi yang adekuat bagi tubuh (Doig,2013) dalam Maria Ulfa (2016).
B. Mekanisme Penerapan EBN
Mekanisme penerapan dari EBN yang dilakukan adalah:
Pemberian Nutrisi Secara Enteral Menggunakan Metode Gravity Drip
a. Pastikan pasien sudah tepasang NGT
b. Siapkan alat-alat yang diperlukan berupa kateter tip 50cc serta cairan nutrisi yang akan
diberikan kepada pasien sesuai dengan dosis yang telah ditentukan yaitu sebanyak
100cc dan pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan jam/waktu pemberian nutrisi
sesuai dengan indikasi (frekuensi pemberian diit sonde di ruang ICU sebanyak 6 kali
dalam waktu 24 jam/setiap 4 jam sekali).
c. Siapkan nutrisi (susu bubuk) : diabetasol 40 gram, dan air mineral sebanyak 100cc
kemudian campur susu bubuk dengan air mineral aduk hingga merata secara
keseluruhan tanpa ada gumpalan.
d. Sebelum memasukkan larutan susu bubuk melalui kateter tip dengan menggunakan
metode gravity drip lakukan terlebih dahulu pengukuran residu pada lambung dengan
cara aspirasi menggunakan kateter tip.
e. Kemudian pasang/sambungkan kateter tip dengan selang nasogatric tube (NGT),
setelah kateter tip terpasang pada selang NGT masukkan larutan susu bubuk diabetasol
sebanyak 50cc kedalam kateter tip 50cc dan lakukan pemberian nutrisi dengan
menggunakan metode gravity drip atau dengan metode gravitasi.
f. Tunggu dan ulang kembali pemberian nutrisi menggunakan metode gravity drip hingga
selesai. karena menggunakan kateter tip 50cc maka pemberian nutrisi atau (pemberian
larutan susu diabetasol) di ulang kembali dengan metode yang sama yaitu dengan
metode gravity drip.
g. Tunggu hingga pemberian nutrisi melalui metode gravity drip selesai diberikan.
h. Sebelum melakukan pemberian nutrisi pada jam pemberian terapi nutrisi yang
selanjutnya terlebih dahulu dilakukan valuasi kembali dengan cara melakukan
pengukuran residu pada lambung dengan cara aspirasi menggunakan kateter tip,
kemudian dapat dilakukan pemberian nutrisi melalui metode gravity drip.
Pemberian Nutrisi Enteral Menggunakan Metode Grafity Intermittent Feeding
a. Pastikan pasien sudah tepasang NGT
b. Siapkan alat-alat yang diperlukan berupa syringe pump, kateter tip 50cc serta cairan
nutrisi yang akan diberikan kepada pasien sesuai dengan dosis yang telah ditentukan
yaitu sebanyak 100cc dan pemberian nutrisi diberikan sesuai dengan jam/waktu
pemberian nutrisi sesuai dengan indikasi (frekuensi pemberian diit sonde di ruang ICU
sebanyak 6 kali dalam waktu 24 jam/setiap 4 jam sekali).
c. Siapkan nutrisi (susu bubuk) : diabetasol 40 gram, dan air mineral sebanyak 100cc
kemudian campur susu bubuk dengan air mineral aduk hingga merata secara
keseluruhan tanpa ada gumpalan.
d. Sebelum memasukkan larutan susu bubuk melalui syringe pump dengan menggunakan
metode inttermitent feeding lakukan terlebih dahulu pengukuran residu pada lambung
dengan cara aspirasi menggunakan kateter tip.
e. Kemudian masukkan larutan susu bubuk diabetasol sebanyak 50cc kedalam kateter tip
50cc. Pasang/sambungkan kateter tip dengan selang nasogatric tube (NGT), setelah
kateter tip terpasang pada selang NGT kemudian pasang kateter tip pada pompa
elektronik (syringe pump) dengan setting 100cc/jam karena menggunakan kateter tip
50cc maka pemberian nutrisi atau (pemberian larutan susu diabetasol) di ulang kembali
dengan waktu penyetingan yang sama pada pompa elektronik (syringe pump).
f. Tunggu hingga pompa elektronik (syringe pump) selesai.
g. Sebelum melakukan pemberian nutrisi pada jam pemberian terapi nutrisi yang
selanjutnya terlebih dahulu dilakukan valuasi kembali dengan cara melakukan
pengukuran residu pada lambung dengan cara aspirasi menggunakan kateter tip,
kemudian dapat dilakukan pemberian nutrisi melalui metode intermittent.
C. Hasil yang Dicapai
Pemberian Nutrisi Secara Enteral Menggunakan Metode Gravity Drip
Hari Gravity Drip Intermittent Feeding
Hari ke-1 Ds :- Ds :-
Jumat Tanggal 13 Do : Do :
September 2019 Pada tanggal 13 september 2019 jam Dan pada tanggal 13 september jam
07.00 telah dilakukan pengukuran
10.00 sebelum diberikannya nutrisi
residu sebelum diberikannya pemberian
nutrisi secara gravity drip di dapatkan menggunakan metode intermittent
hasil pengukuran residu sebanyak 30cc
feeding dilakukan pengukuran residu
Pada tanggal 13 september jam 12.00 didapatkan hasil pengukuran residu
dilakukan kembali pengukuran residu
sebanyak 15cc
sebelum diberikannya nutrisi secara
gravity drip didapatkan hasil
pengukuran residu sebanyak 10cc
Hari ke-2 Ds :- Ds :-
Sabtu Tanggal 14 Do : Do :
September 2019 Pada tanggal 14 september 2019 jam Dan pada tanggal 14 september jam 16.00
14.00 telah dilakukan pengukuran
sebelum diberikannya nutrisi
residu sebelum diberikannya pemberian
nutrisi secara gravity drip di dapatkan menggunakan metode intermittent feeding
hasil pengukuran residu sebanyak 10cc
dilakukan pengukuran residu didapatkan
Pada tanggal 14 september jam 19.00 hasil pengukuran residu sebanyak 5cc
dilakukan kembali pengukuran residu
sebelum diberikannya nutrisi secara
gravity drip didapatkan hasil
pengukuran mencapai 3cc
Hari ke-3 Ds :- Ds :-
Do :
Senin Tanggal 16 Do :
September 2019 Pada tanggal 16 september 2019 jam Dan pada tanggal 16 september jam 16.00
14.00 telah dilakukan pengukuran sebelum diberikannya nutrisi
residu sebelum diberikannya pemberian menggunakan metode intermittent feeding
nutrisi secara gravity drip di dapatkan dilakukan pengukuran residu didapatkan
hasil pengukuran residu sebanyak 15cc hasil pengukuran residu sebanyak 5cc
Hasil penerapan yang dilakukan mahasiswa dengan penelitian dan teori yang telah ada
sebelumnya adalah sejalan, di mana dari hasil penerapan bahwa terdapat perbedaan antara
jumlah residu lambung pada pemberian nutrisi secara enteral menggunakan metode gravity
drip dan metode intermittent feeding terhadap jumlah volume residu lambung. Metode
intermittent feeding lebih efektif dibandingkan metode gravity drip, hal ini dapat dilihat dari
jumlah volume residu lambung yang dihasilkan pada intermittent feeding lebih sedikit
dibandingkan gravity drip. Hal ini dikarenakan kondisi lambung yang penuh akibat pemberian
secara gravity drip akan memperlambat motilitas lambung dan menyebabkan isi lambung
semakin asam sehingga akan mempengaruhi pembukaan spinkter pylorus.
D. Kelebihan, Kekurangan Dan Hambatan Yang Ditemui Selama Aplikasi Evidence Based
Nursing Practice
1. Kelebihan
Pemberian nutrisi secara enteral untuk memberikan asupan nutrisi yang adekuat pada
pasien yang belum mampu menelan atau absorbsi fungsi nutrisinya terganggu.
Pemberian nutrisi secara enteral juga berperan menunjang pasien sebagai respons
selama mengalami keradangan, trauma, proses infeksi, pada sakit kritis dalam waktu
yang lama.
Pemberiaan nutrisi secara enteral menggunakan metode intermittent feeding lebih
efektif diberikan pada pasien kritis atau pada pasien yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi secara oral serta pemberian nutrisi menggunakan metode
intermittent feeding lebih efektif untuk mencegah residu lambung dalam pemberian
nutrisi kepada pasien-pasien kritis yang dirawat di ruang ICU RS Roemani
Muhammadiyah Semarang.
2. Kekurangan
Pemberian nutrisi secara enteral menggunakan metode gravity drip tidak begitu
efektif terhadap penyerapan lambung dikarenakan kondisi lambung yang penuh
akibat pemberian secara gravity drip akan memperlambat motilitas lambung dan
menyebabkan isi lambung semakin asam sehingga akan mempengaruhi pembukaan
spinkter pylorus.
3. Hambatan
Tidak dalam pengawasan 24 jam dikarenakan pergantian shif jaga
Terbatasnya alat (syringe pump) untuk pemberiaan nutrisi secara enteral dengan
metode intermittent feeding di ruangan sehingga pemberian nutrisi secara enteral
menggunakan metode intermittent feeding tidak dapat dilakukan pada pasien kritis
yang terpasang selang NGT.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penerapan yang telah dilakukan di dapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan
antara jumlah residu lambung pada pemberian nutrisi secara enteral menggunakan metode
gravity drip dan metode intermittent feeding terhadap jumlah volume residu lambung. Metode
intermittent feeding lebih efektif dibandingkan metode gravity drip, hal ini dapat dilihat dari
jumlah volume residu lambung yang dihasilkan pada intermittent feeding lebih sedikit
dibandingkan gravity drip. Hal ini dikarenakan kondisi lambung yang penuh akibat pemberian
secara gravity drip akan memperlambat motilitas lambung dan menyebabkan isi lambung
semakin asam sehingga akan mempengaruhi pembukaan spinkter pylorus.
B. Saran
1. Diharapkan ke depannya pada pasien-pasien kritis atau pada pasien-pasien yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral dapat dilakukan pemberian nutrisi melalui
selang NGT mengnggunakan metode intermittent feeding dengan bantuan alat (syringe
pump) dalam pemenuhan atau pemberian kebutuhan nutrisi pasien.
2. Penambahan alat medis berupa (syringe pump) demi terlaksanannya penerapan pemberian
nutrisi secara enteral menggunakan metode intermittent feeding khususnya diruang
perawatan intensif.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin. Elizabert. J. 2014.Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih Bahasa Tim
penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta
Harsono. 2011. Kapita Selekta Neurologi, Gadja Mada University Press, Yogyakarta
Hudak. C.M., Gallo B.M. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI,Volume II,
ECG, Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC, 2012.
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan SistemPersyarafan,
Jakarta, EGC, 2014