Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

ALUR DIAGNOSIS, TATALAKSANA DAN JENIS ANEMIA


DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ......................................................................................... 1

Kata pengantar ................................................................................................. 2

Daftar isi............................................................................................................ 3

BAB I Pendahuluan ...................................................................................... 4

BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5

BAB III Penutup ............................................................................................. 29

Daftar Pustaka .................................................................................................. 30

1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb)
di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. Anemia merupakan kelainan yang sering
dijumpai. Anemia dapat diklasifikasikan menurut etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan
morfologi erirosit. Gabungan kedua klasifikasi ini sangat bermanfaat untuk diagnosis. Dalam
pemeriksaan anemia diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik. Pendekatan
terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan patofisiologi
anemia, serta ketrampilan dalam memilih, menganalisis serta merangkum hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.1

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang. Kelainan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang
mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi serta kesehatan fisik.
Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia terutama anemia ringan seringkali
tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek klinik.1
Anemia merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam
diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar penyebab anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit
dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi
ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Selain itu, penentuan penyakit dasar juga
penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari
anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit (red cell
mass) sehingga tidak dapat memnuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang
cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). Secara praktis anemia
ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atu hitung eritrosit (red cell count).
Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin, kemudian hematokrit.Harus diingat
bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan
dengan massa ertitrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Permasalahan
yang timbul adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling rendah
yang dianggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat bervariasi tergantung pada
usia,jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal seta keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya
kehamilan.1
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM,kuantitas
hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) perl 100 ml darah. Dengan
demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik
yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan
konfirmasi laboratorium.2

2.2 Kriteria Anemia


Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit.Pada umumnya ketiga
parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar
hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara
fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12
gr/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberi angka berbeda yaitu
12 gr/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11g/dl (hematokrit 36%) untuk

3
perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa. WHO menetapkan cut off point anemia untuk
keperluarn penelitian lapangan yaitu1

Tabel 1. Kriteria Anemia Menurut WHO1


Kelompok Kriteria Anemia (Hb)
Laki-laki Dewasa < 13 g/dl
Wanita Dewasa tidak hamil < 12 g/dl
Wanita Hamil < 11 g/dl

Untuk keperluan klinik (rumah sakit atau praktek dokter) di Indonesia dan negara
berkembang lainnya, kriteria WHO sulit dilaksanakan karena tidak praktis. Apabila kriteria
WHO dipergunakan secara ketat maka sebagian besar pasien yang mengunjungi poliklinik atau
dirawat di Rmuah Sakit akan memerlukan pemeriksaan work up anemia lebih lanjut. Oleh
karena itu bebrapa peneliti di Indonesia mengambil jalan tengah dengan memakai kriteria
hemoglobin kurang dari 10 g/dl sebagai awal dari work up anemia, atau di India dipakai angka
10-11 g/dl.1

2.3 Etiologi dan Klasifikasi Anemia


Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh
sumsum tulang; 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan): 3) Proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya(hemolisis),gambaran lebih rinci tetntang etiologi
anemia dapat dilihat ada tabel di bawah :1
Klasifikasi Anemia menurut Etiopatogenesis
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik

4
c. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastik
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1) Anemia Hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan ensim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan Hemoglobin (hemoglobinopati)
 Thalassemia
 Hemoglobinopati struktural : HbS,HbE,dll
2) Anemia Hemolitik ekstrakorpuskular
a. Anemia Hemolitik autoimun
b. Anemia Hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks1

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan :
1. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV<80fl dan MCH <27pg:
2. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg:
3. Anemia makrositer bila MVC > 95 fl.
Klasifikasi etiologi dan morfologi bila digabungkan akan sangat menolong dalam
mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.seperti terlihat pada
tabel di bawah ini :
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
I. Anemia hipokromik mikrositer

5
a. Anemia Defisiensi Besi
b. Thalasemia Mayor
c. Anemia akibat Penyakit Kronik
d. Anemia Sideroblastik

II. Anemia normokromik normositer


a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mielodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia permisiosa
b) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik.1

2.4. Patofisiologi dan Gejala Anemia


Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang
timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyeabnya, apabila kadar hemoglobin turun di
bawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena : anoksia jaringan, mekanisme
kompensasi tubuh terrhadap berkurangnya daya angkut oksigen.1
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar hemoglobin
telah turun di bawah 7 gr/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada
a. Derajat penurunan hemoglobin,
b. Kecepatan penurunan hemoglobin
c. Usia
d. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala, yaitu :

6
1) Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia
organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7bg/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki
terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Pada pemerikaan, pasien tampak pucat yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut,telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan yang berat (Hb<7
gr/dl).
2) Gejala khas masing-masing anemia
Gelaja ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, sebagai contoh :
 Anemia defisiensi Besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angular, dan kuku
sendok (koilonychia).
 Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12.
 Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali
 Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3) Gejala penyakit dasar : timbul akibat dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi
tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing
tambang: sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan.
Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya paa
anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus
anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia
memerlukan pameriksaan laboratorium.1

7
2.5 Pemeriksaan untuk Diagnosis Anemia
Pemeriksaan Laboratorium
Pendekatan laboratorium merupakan penunjang diagnostik pokok dalam diagnosis
anemia. Pemeriksaan ini terdiri dari: 1) Pemeriksaan penyaring (screening test); 2)
Pemeriksaan darah seri anemia; 3) Pemeriksaan sumsum tulang; 4) Pemeriksaan khusus.1

Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pegukuran kadar hemoglobin,
indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis
morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.1

8
Pemeriksaan Darah Seri Anemia
Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit
dan laju endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang
dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.1

Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
keadaan sistem hemapoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada
bebrapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia
aplastik, anemia megaloblastik serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem
eritroid.1

Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada :
 Anemia Defisiensi Besi: serum iron, TIBC (total iron biding capacity), saturasi
transferin, protoporfirin eritrosit,feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi
pada sumsum tulang ( Perl’s stain).
 Anemia Megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksirudin, dan
tes Schiling.
 Anemia Hemolitik : bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain –
lain.
 Anemia Aplastik : biopsi Sumsum tulang
Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti nisalnya pemeriksaan faal hati,
faal ginjal atau faal tiroid.1

2.6 Pendekatan Diagnosis


Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit, (disease entire), yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting
diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia,
tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia
tersebut.Maka tahap-tahap dalam diagnosis anemia adalah :
 Menentukan adanya anemia
 Menentukan jenis anemia

9
 Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
 Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
pengobatan.1

Pendekatan Diagnosis Anemia


Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia antara lain adalah
pendekatan tradisional,morfologik, fungsional dan probabilistik serta pendekatan klinis.1

Pendekatan Tradisional, Morfologik, Fungsional, dan Probabilistik


Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, hasil laboratorium, setelah dianalisis dan sintesis maka disimpulkan sebagai sebuah
diagnosis, baik diagnosis tentatif ataupun diagnosis definitif.
Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, fisiologi dan probabilistik. Dari aspek
morfologi maka anemia berdasarkan hapusan darah tepi atau indeks eritrosit diklasifikasikan
mejadi anemia hipokromik mikrositer, anemia normokromik normositer dan anemia
makrositer.Pendekatan fungsional bersandar pada fenomena apakah anemia disebabkan karena
penurunan produksi eritrosit di sumsum tulang, yang bisa dilihat dari penurunan angka
retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, yang ditandai oleh penigkatan
angka retikulosit. Dari kedua pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan
kemungkinan penyebabnya. Hasil ini dapat diperkuat dengan pendekatan probabilistik
(prndekatan berdasarkan pola etiologi anemia), yang bersandar pada data epidemiologi yaitu
pola etiologi anemia di suatu daerah.1

Pendekatan Probablistik atau Pendekatan Berdasarkan Pola Etiologi Anemia


Secara umum jenis anemia yang paling sering dijumpai di dunia adalah anemia defisiensi
besi, anemia akibat penyakit kronik dan thalasemia. Pola etiologi anemia pada orang dewasa
pada suatu daerah perlu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis anemia
defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan
thalassemia. Pada perempuan hamil, anemia karena defisiensi folat perlu juga mendapat
perhatian. Pada daerah tertentu anemia akibat malaria masih cukup sering dijumpai. Pada anak-
anak tampaknya thalassemia lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan anemia akibat
penyakit kronik. Sedangkan di Bali mungkin juga Indonesia, anemia aplastik merupakan salah
satu anemia yang serinf dijumpai. Jika kita menjumpai anemia di suatu daerah, maka penyebab

10
yang dominan di daerah tersebutlah yang menjadi perhatian kita pertama-tama.Dengan
penggabungan bersama gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium sederhana, maka
usaha diagnosis selanjutnya akan lebih terarah.1

Pendekatan Klinis
Dalam pendekatan klinis yang menjadi perhatian adalah 1) kecepatan timbulnya penyakit
(awitan anemia), 2) Berat ringannya derajat anemia, 3) Gejala yang menonjol.1

Pendekatan Berdasarkan awitan Penyakit


Anemia yang timbul cepat (dalam beberapa hari sampai minggu) biasanya disebabkan
oleh :1) Perdarahan akut, 2) Anemia hemolitik yang didapat seperti halnya pada AIHA terjadi
penurunan Hb >1 g/dl per minggu. Anemia Hemolitik intravaskular juga sering terjadi dengan
cepat, seperti misalnya akibat salah transfusi, atau episode hemolisis pada anemia akibat
defisiensi G6PD 3) Anemia yang timbul akibat leukemia akut, 4) krisis Aplastik pada anemia
hemolitik kronik.
Anemia yang timbul pelan – pelan biasanya disebabkan oleh : anemia defisiensi besi,
anemia defisiensi folat dan vitamin B12, anemia akibat penyakit kronik, anemia hemolitik
kronik yang bersifat kongenital.1

Pendekatan Berdasarkan Beratnya Anemia


Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk ke arah etiologi. Anemia berat biasanya
disebabkan oleh: anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia pada leukimia akut, aneia
hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major, anemia pasca
perdarahan akut, anemia pada GGK stadium terminal.
Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang, jarang sampai derajat
berat ialah anemia akibat penyakit kronik, anemia pada penyakit sistemik, thalasemia
thrait.Jika pada keriga anemia tersebut di atas dijumpai anemia berat,maka harus dipikirkan
diagnosa lain. Atau adanya penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia tersebut.1

Pendekatan Berdasarkan Sifat Gejala Anemia


Sifat-sifat gejala anemia dapat dipakai untuk membantu diagnosis.Gejala anemia dapat
dipakai untuk membantu diagnosis. Gejala anemia lebih menonjol dibandingkan gejala
penyakit dasar dijumpai pada: anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia hemolitik.
Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya (anemia akibat

11
penyakit sistemik, penyakit hati, atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih
menonjol.1

Pendekatan Diagnosis Berdasarkan Tuntunan Hasil laboratorium


Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik
merupakan cara yang ideal tetapi memerlukan fasilitas dan ketrampilan klinis yang cukup. Di
bawah ini diajukan algoritma pendekatan diagnostik anemia berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium.1

Algoritme Pendekatan Diagnosis Anemia1

ANEMIA

Hapusan darah tepi dan


indeks eritrosit
(MCV,MCH,MCHC)

Anemia Anemia Anemia


hipokromik normokromik makrositer
mikrositer normositer

12
Algoritme Pendekatan Diagnosis Pasien dengan Anemia Hipokromik Mikrositer1

ANEMIA HIPOKROMIK
MIKROSITER

Besi serum

normal
menurun
Feritin normal

TIBC TIBC
Elektroforesis Ring sideroblast
FERITIN FERITIN Hb dalam sumsum
tulang

Besi sumsum tulang Besi sumsum tulang


negatif positif Hb A2

HbF

Anemia defisiensi Anemia akibat Thalasemia beta Anemia


besi penyakit kronik sideroblastik

13
Algoritme Diagnosis Anemia normokromik normositer1

ANEMIA NORMOKROMIK
NORMOSITER

Retikulosit

Meningkat Normal/menurun

Tanda Riwayat Sumsum Tulang


hemolisis Perdarahan
positif Akut

Hipoplastik displasti infiltrasi Normal


Tes coomb
k

negatif Faal hati


positif Tumor Limfoma Faal ginjal
ganas kanker Faal tiroid
hematologi Penyakit
Riwaya (leukimia,mi kronik
t eloma)
keluarg
a positif
Anemia Anemia pada Anemia
Enzimopati,
aplastik leukimia mieloptisi
akut/mieloma
Membranopati k Anemia
Hemaglobinop
ati AIHA pada GGK
Penyakit
Hati Kronik
Hipotiroid
peny.kronik

Anemia pada
Anemia sindrom
A.mikroangi mielodisplastik
opati pasca
obat/parasit perdarahan
akut

14
Algoritme pendekatan diagnostik anemia makrositer1

ANEMIA MAKROSITER

Retikulosit

Meningkat Normal/Menur
un

Riwayat Sumsum tulang


Perdaraha
n akut
Megaloblastik Non
Megaloblastik

Anemia Pasca B12 serum Asam


Perdarahan
rendah folat
akut
rendah
Anemia Anemia
Defisiensi Defisiensi asam
besi folat
Faal Tiroid
Anemia pada
Hipotiroidisme
Faal hati

Anemia
pada
penyakit Displastik
hati
Sindrom
mielodisplastik

Anemia Defisiensi
Besi/asam folat
dalam terapi

15
2.7 Pendekatan Terapi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah :
1) Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan
terlebih dahulu
2) Pemeberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3) Pengobatan anemia dapat berupa :
a. Terapi untuk keadaan darurat seperti misanya pada perdarahan akut akibT nemia
aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang
disertai gangguan hemodinamik
b. Terapi suportif
c. Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
d. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemi tersebut.
4) Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus), disini harus dilakukan pemantauan
yang ketat terhadap respon terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien dan dilakukan
evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis
5) Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan
hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat
simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed red cell, jangan
whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena
itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretik kerja cepat seperti
furosemid sebelum transfusi.1

Adapun Anemia yang sering kita jumpai di masyarakat yaitu seperti


Anemia Defisiensi Besi
1.Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah,
artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-
sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.3

2.Etiologi
Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah :
1. Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahan

16
makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi, kacang-
kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan
defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun
kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi makanan yang
kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.3
2. Penyerapan zat besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karena banyaknya
zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapat
menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.3
3. Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anakanak,
remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus
pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.3
4. Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi
basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui menstruasi.
Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.3

3. Diagnosis
1. Anamnesis
1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi:
a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang cepat,
menstruasi, dan infeksi kronis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,
colitis ulserativa)
2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika.3

2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah
c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung.3

17
3. Pemeriksaan penunjang
a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat.3

4. Terapi
1. Menentukan penyebab defisiensi Fe, eliminasi penyebab defisiensi Fe.
2. Terapi Fe
 Oral
- Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau
tidak maka anemia akan kambuh kembali.
- Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh :
1. Besi per oral: merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.
preparat yang tersedia, yaitu:
a. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis:
3 x 200 mg.
b. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga
lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.4

 Parenteral
Indikasi:
1. Intoleransi besi oral berat;
2. Kepatuhan berobat kurang;
3. Gangguan pencernaan seperti Kolitis ulserativa;
4. Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi
5. Kehilangan darah yang banyak, seperti pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia
6. Kebutuhan besi yang dalam waktu pendek (misal preoperasi, hamil trimester akhir)
7. Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia penyakit kronik
Preparat : kompleks Fe dekstran, mengandung 50 mg Fe/cc.1,4

18
5. Prognosis: respon pengobatan baik.

Anemia Aplastik
1. Definisi
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah pada
sumsum tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia yang disertai oleh
pansitopenia pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang
dalam bentuk aplasia atau hipoplasia. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus
bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia
hipoplastik.2 Kelainan ini ditandai oleh sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat
anemia, granulositopenia, dan trombositopenia.5
2. Etiologi
1. Didapat
 Zat kimia dan Fisika
o Zat yang selalu menyebabkan aplasia pada dosis tertentu: radiasi, bensen,
arsen, sulfur, nitrogen mustard, antimetabolit, antimitotik: kolsisin,
daunorubisin, adriamisin
o Zat yang kadang-kadang mnyebabkan hipoplasia: kloramfenicol, kuinakrin,
metilfenilhidantoin, trimetadion, fenilbutazon, senyawa emas.
 Infeksi virus : hepatitis, Epstein Barr, HIV, Dengue
 Infeksi mikobakterium
 Idiopatik
2. Familial : Sindroma Fanconi.5
3. Riwayat penyakit
o Riwayat terpapar zat kimia, obat-obatan,radiasi, virus
o Gejala anemi : pusing,lemah badan, berkunang-kunang, berdebar,pucat, ssak nafas
/gagal jantung
o Gejala infeksi: demam,batuk, dan lain-lain, terjadi di semua organ.6
4. Tanda dan gejala klinik
o Anemia
o Tanda-tanda infeksi: demam dan sebagainya
o Perdarahan : ptekie, purpura, perdarhan gusi dan sebagainya
o Tidak ada pembesaran organ/infiltrasi.6

19
5. Diagnosis
o Pansitopenia Perifer
o Anemia normokrom normositer
o Sumsum tulang : aplasia atau hipoplasia dengan infiltrasi sel lemak
o Ham’s test perlu dilakukan karena PNH dapat memperlihatkan pansitopenia perfer
dengan sumsum tulang yang hipoplastik
Kriteria anemia aplastik berat (International Aplastic Anemia Study Group)
Darah tepi :
Netrofil < 500 mm3
Trombosit < 20.000/ mm3
Retikulosit < 1% (setelah koreksi)
Sumsum tulang :
Hiposelularitas berat (selularitas <25%)
Hiposelularitas sedang (selularitas <50%) dengan sel hematopoietik < 30 %
Anemia Aplastik Berat : 2 atau 3 kriteria darah tepi dan 1 kriteria sumsum tulang.6
6. Terapi
1. Menghindari kontak dengan toksin /obat penyebab
2. Umum: hindari kontak dengan penderita infeksi, isolasi, sabun antiseptik, sikat gigi
lunak,obat pelunak buang air besar, pencegahan menstruasi : obat anovulation.
3. Transfusi
4. Penanganan infeksi
5. Transplantasi sumsum tulang
6. Imunosupresif
7. Simulasi hematopoesis dan regenerasi sumsum tulang.6
7. Prognosis
Tergantung tingkat hipoplasia, makin berat prognosis makin jelek. Pada umumnya
penderita meninggal karena infeksi, perdarahan atau akibat komplkasi transfusi. Anemia
aplastik konstitusional biasanya fatal. Anemi Aplastik karena virus hepatitis mempunyai
mortalitas >60% dalam 2 bulan setelah diagnosis. Anemi aplastik karena obat /toksin
mempunyai prognosis lebih baik. Perjalan penyakit bervariasi, 25% penderita bertahan
hidup selama 4 bulan,25% selama 4-12 bulan, 35% selama lebih dari 1 tahun dan 10-20%
penderita mengalami perbaikan spontan (parsial/komplit). Dengan transplantasi sumsum
tulang, kelangsungan hidup 6 tahun mencapai 72%, sedangkan dengan terapi
imunosupresif mencapai 45%.6

20
Anemia Megaloblastik
1. Definisi
Anemia yang disebabkan abnormalitas hematopoiesis dengan karakterisitik dismaturasi
nukleus dan sitoplasma sel mieloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.7
2. Etiologi
1. Defisiensi asam folat
 Asupan kurang:
 Gangguan Nutrisi : alkoholisme, bayi prematur, orang tua, hemodialisis,
anoreksia nervosa.
 Malabsorbsi : alkoholisme, celiac,dan tropical sprue, gastrektomi
parsial, rseksi usus halus, penyakit Crohn’s, skleroderma, obat
antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), sulfasalazine,
kolestiramine, limfoma intestinal, hipotiroidisme.
 Peningkatan Kebutuhan :kehamilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, dermatitis eksfoliativa, eritropoesis yang tidak efektif (anemia
pernisiosa, anemia sideroblastik, leukimia, anemia hemolitik,, mielofibrosis)
 Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, antagonis folat (metotreksat,
pirimetamin, trimetoprim), defisiensi enzim.
 Penurunan cadangan folat di hati : alkoholisme, sirosis non alkoholik,
hepatoma.
2. Defisiensi vitamin b12 :
 Asupan kurang : vegetarian
 Malabsorbsi :
o Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi total (parsial, gastritis
atropikan, tropical sprue, blind loop syndrome (operasi striktur,
divertikel, reseksi ileum), penyakit Crohn’s, parasit (Diphyllobothrium
latum), limfoma usus halus, skleroderma, obat-obat (asam
paraaminosalisilat, kolsisin, neomisin, etanol, KCl)
o Anak-anak: anemia pernisiosa, gangguan sekresi faktor intrinsik
lambung, gangguan fungsi faktor intrinsik lambung, gangguan reseptor
kobalamin di ileum.
 Gangguan metabolisme seluluer : defisiensi enzim, abnormalitas protein

21
pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin II), paparan nitrit oksida yang
berlangsung lama.7
3. Riwayat Penyakit
Biasanya penderita datang berobat karena keluhan neuropsikiatri, keluhan epigastrik, diare
dan bukan oleh keluhan aneminya. Penyakit biasanya berjalan secara perlahan-lahan.
Keluhan lain berupa rambut cepat memutih, lemah badan, penurunan berat badan, Pada
defisiensi B12 diagnosis ditegakkan rata-rata setelah 15 bulan dari onset gejala,biasanya
didapatkan triad : lemah badan, sore tongue, parestesi sampai gangguan berjalan.7
4. Tanda dan gejala klinik
Umumnya terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
o Pada defisiensi B12, terdapat 3 manifestasi utama : anemia megaloblastik, glositis,
dan neuropati.
Gangguan neurologis terutama mengenai substansia alba kolumna dorsalis dan
lateral medulla spinalis, korteks serebri dan degenerasi saraf perifer sehingga
disebut suacute combined degeneration / combined system disease.

Manifestasi Gangguan Neurologis pada Defisiensi B12 :


Kalsifikasi Gejala Pemeriksaan Fisik Lesi
Ringan Parestesi Normal/gangguan Saraf perifer,
rasa raba dan suhu kolumna dorsalis
Sedang Kelemahan Gangguan rasa Kolumna dorsalis
unsteady gait, vibrasi dan posisi
clums iness
Berat Kelemahan berat Hiperrefleksia Kolumna dorsalis
spastisitas klonus, refleks dan lateralis
Babinski

Pada defisiensi B12 dapat diremukan (gangguan mental, depresi, gangguan


memori, gangguan kesadaran, delusi, halusinasi, paranoid, skizopren,. Gejala
neurologis lainnya adalah : opthalmoplegia, atoni kandung kemih, impotensi,
hipotensi ortostastik (neuropati otonom) dan neuritis retrobulbar.
o Pada defisiensi asam folat, manifestasi utama : anemia megaloblastik, glositis.7

22
5. Laboratorium
 Anemia makrositer dengan peningkatan MCV
 Neutropenia dengan neutrofil berukuran besar dan mengalami hipersegmentasi
dengan granula kasar (Glant Stab-cell)
 Trombositopenia ringan (rata-rata 100-150x103/mm3)
 Sumsum tulang dengan gambaran megaloblastik
 Pada defisiensi B12 :
 Serum kobalamin rendah (<100 pg/mL)
 Schiling test : radiobeled B12 absorption test akan menunjukkan absorbsi
kobalamin yang rendah yang menjadi normal dengan pemberian faktor
intrinsik lambung.
 Cairan Lambung : sekresi berkurang, rata-rata 15ml/jam (kira-kira 10%
normal), aklorhidira,pH >6
 Masa hidup eritrosit berkurang,rata-rata 20-75 harri
 LDH meningkat karena peningkatan destruksi eritrosit akibat eritropoesis
yang tidak efektif di sumsum tulang.
 MCV: pada anemia ringan berkisar antara 100-110 fl, pada anemia berat
berkisar antara 110-130 fl.
 Pada defisiensi asam folat :
 Penurunan kadar folat serum (3-5 ng/mL)
 Biopsi jejunu.7
6. Diagnosis
 Gejala : anemia, ikterus ringan, glositis, stomatitis, purpura, neuropati
 Apus darah tepi : eritrosit yang besar dengan bentuk lonjong, trombosit dan leukosit
agak menurun, didapatkan hipersegmentasi neutrofil, Glant stab-cell, retikulosit
menurun
 Sumsum tulang, hiperseluluer dengan sel-sel eritroblast yang besar (megaloblast),
Giant stab-cell.
 Pada anemia pernisiosa : Schilling test (+).7

7. Terapi
1. Suportif : transfusi bila ada hipoksia, suspensi bila trombositopenia mengancam jiwa
2. Defisiensi B12 :

23
a. Sianokobalamin :
Dosis : 100 µg IM/ hari selama 6-7 hari, bila ada perbaikan klinis dan ada respon
retikulosit dalam 1 minggu, dosis diturunkan 100 µg Imselang sehari sebanyak 7
dosis, kemudian tiap 3-4 hari selama 2-3 minggu (dosis total 1,8-2 mg B12 dalam 5-
6 minggu). Pada saat ini kelainan hematologis harus mencapai normal. Setelah
kelainan hematologis normal, pada anemia pernisiosa diberikan sianocobalamin 100
µg IM/bulan seumur hidup.
b. Hidroksobalamin :
Diretensi dalam tubuh lebih baik daripada sianokobalamin, 28 hari setelah ineksi,
hidroksobalamin diretensi 3 kali lebih banyak daripada sianokobalamin.
Preparat : 100µg/mL, 1000 µg/mL
Dosis : 1000 µg IM setiap 5 minggu Atau 1000 µg setiap hari IM selama 1-2 minggu
lalu tiap 3 bulan
Respon terapi terhadap vitamin B12 dan folat :
Gejala klinis membaik sebelum didapatkan perubahan hematologis. Respon awal
adalah peningkatan retikulosit pada hari ke 2-3 dan maksimum pada hari ke 5-8,
dapat ditemukan normoblast pada apus darah tepi. Peningkatan hematokrit terjadi
setelah 5-7 hari terapi. Pada anemia tanpa komplikasi, hematokrit terjadi normal
dalam 4-8 minggu. Hipersegmenrasi lekosit berkurang secara bertahap secara
bertahap dan menghilang dalam 14 hari. Trombosit normal dalam waktu 1 minggu.
Pada sumsum tulang, eritropoiesis membaik dalam 24 jam terapi. Setelah 6-10jam
terapi megaloblast berkurang dan dalam 24-48 jam maturasi eritrosit menjadi
normoblastik.
3. Defisiensi asam folat :
Untuk mengisi cadangan folat dalam tubuh, diperlukan dosis 1 mg/hari selama 2-3
minggu, kemudian dosis pemeliharaan 0,25-0,5 mg/hari. Apabila diperlukan
pemakaian difenilhidantoin dalam waktu lama,diperlukan asam folat 0,5-2 mg/hari.
4. Terapi Penyakit Dasar
5. Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.7

8. Prognosis
Baik, kecuali bila tidak ada komplikasi kardiovaskuler atau infeksi yang berat.
Sebelum adanya terapi efektif, anemia pernisiosa biasanya fatal dengan mortalitas 53%
dalam bulan pertama. Pada beberapa kasus, penyakit dapat mengalami remisi dan relaps

24
dengan jangka waktu dan berat penyakit bervariasi selama 1-3 tahun. Setelah terapi relaps
terjadi bervariasi antara 21-213 bulan. Remisi didapatkan pada 86% penderita, beberapa
penderita bertahan hidup selama 14-20 tahun.7

Anemia Akibat Penyakit Kronis


1. Definisi
Merupakan anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat infeksi kronis,
peradangan trauma atau penyakit neoplastik yang telah berlangsung 1-2 bulan dan tidak
disertai penyakit hati,ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan
metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag.8
2. Etiologi
Anemia Penyakit kronik dapat dsebabkan oleh beberapa penyakit atau kondisi seperti
infeksi kronik (infeksi paru,endokarditis bakterial), inflamasi kronik (artritis reumatoid,
demam reumatik), penyakit hati alkoholik,gagal jantung kongestif dan idiopatik.8
3. Gambaran klinik
Anemia pada penyakit kronis biasanya ringan sampai dengan sedang terjadi setelah 1-
2 bulan menderita sakit.Anemianya tidak bertambah progresif atau stabil dan berat
ringannya anemia yang diderita seseorang tergantung pada beratnya penyakit yang
dideritanya dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya
sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik).Pada
pasien-pasien lansia oleh karena menderita penyakit vaskular degeneratif kemungkinan
juga dapat ditemukan gejala-gejala kelelahan lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat
dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi,angina pektoris dan gangguan
serebral.8
4. Laboratorium
Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, transferin, saturasi
transferin dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau
meningkat. Kadar reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normla. Berbeda
dengan defisiensi besi yang kadar total protein pengikat besi meningkat, sedangkan feritin
menurun, dan kadar reseptor transferin menigkat.8
5. Diagnosis
1. Tanda dan gejala klinis yang dapat dijumpai seperti kelelahan, lemah ,berdebar-debar
dan lain-lain
2. Pemeriksaan laboratorium :

25
 Derajat anemia, biasanya ringan sampai sedang
 Gambaran morfologi darah tepi biasanya normositik normokromik atau
mikrositik ringan.
 Nilai MCV biasanya normal atau menurun sedikit (≤ 80 fl)
 Besi serum (serum iron) menurun (<60 mug/dL)
 TIBC menurun (<250 mug/dL)
 Jenuh transferin (saturasi transferin) menurun (<20 %)
 Feritin serum normal atau meninggi (>100 ng/mL).8
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit kronis tidak ada yang spesifik, biasanya apabila
penyakit dasarnya telah diberikan pengobatan dengan baik maka anemianya juga akan
membaik.
Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin
dapat membantu anemia akibat penyakit kronis, antara lain :
1. Rekombinan eritropoetin (EPO), dapat diberikan pada pasien-pasien anemia penyakit
kronis yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Aquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) dan Inflamatory Bowel Disease.Dosisnya dapat dimulai 50-100 unit/
Kg,3xseminggu, pemberiannya secara intra vena (IV),atau subcutan (SC).
2. Transfusi darah berupa Packed Red Cell (PRC), dapat diberikan bila anemianya telah
memberikan keluhan atau gejala.Tetapi ini jarang diberikan karena anemianya jarang
sampai berat.
3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang.Diberikan pada pasien
anemia penyakit kronik dengan penyakit dasar artritis temporal, reumatik dan
polimialgia.Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala-
gejala polimialgia akan segera ilang dengan cepat.
4. Kobalt klorida bermanfaat untuk memperbaiki anemia penyakit kronis.cara kerjanya
yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi karena efek toksiknya obat ini tidak
dianjurkan untuk diberikan.8

26
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan
oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin
tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan
gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung,
dan gagal jantung. Anemia merupakan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan konfirmasi
laboratorium.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1) Gangguan pembentukan eritrosit
oleh sumsum tulang; 2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan): 3) Proses penghancuran
eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya(hemolisis).
Klasifikasi untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan: Anemia hipokromik mikrositer, Anemia normokromik normositer, Anemia
makrositer.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhakta IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi
ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1109-15.
2. Price, Sylvii A. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC;2005.h.534.
3. Khaidir M. Anemia defesiensi besi. Jurnal kesehatan masyarakat[internet].2007
[diunduh 20 April 2017];1(1):140-3. Diunduh dari: http://jurnal.fk.unand.ac.id
4. Dunn A, Carter J, Carter H. Anemia at the end of life: prevalence, significance, and
causes in patient receiving palliative care. J Pain Symptom Manage[internet]. 2003
[cited 2017 April 20];26(6):1132-9. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov.
5. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Beuttler E, Coller BS, Lichtman M, Kipps TJ.
Williams, editor. hematology. 6th ed. USA: McGraw-Hill;2001.p.504-10.
6. Bakta IM. Anemia karena kegagalan sumsum tulang. Dalam: hematologi klinik ringkas.
Cetakan I. Jakarta: EGC;2006.h.97-112.
7. Carmel R. Megaloblastic anemias: disorder of impaired DNA synthesis. In: Greer JP,
editor. Wintrobe’s Clinical Hematology. 12th ed. Philadelphia: Lippincott, Williams
and Wilkins;2008.p.1143-65.
8. Litchman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Kaushansky K, Prchal JT. Anemia
of chronic disease. In: Williams Hematology. 7th ed. USA: Mc.Graw-Hill; 2009.p.43.

28

Anda mungkin juga menyukai