1
Epidemiologi
Etiologi
Etiologi psoriasis pustular hingga saat ini belum dapat ditentukan secara
pasti. Onsetnya hingga saat ini seringkali dikaitkan dengan obat-obatan, antara
lain terbinafine, ramipril, rituximab, clopidogrel, amoksisilin, kalsipotriol topikal
dan kombinasi steroid, NSAID, aspirin, sulfonamid, lithium, morfin, tar batubara
topikal, kalium iodida, progestin dan hydroxychloroquine. Inhibitor TNF-alpha
juga pada beberapa kasus dikaitkan dengan flare pustular paradoks, yang mungkin
disebabkan oleh ketidakseimbangan sitokin yang memungkinkan interferon-alfa
diaktifkan dalam suatu mode tanpa antagonis. Penghentian mendadak penggunaan
kortikosteroid secara sistemik maupun topikal, serta siklosporin juga diperkirakan
memicu GPP pada sejumlah kasus. Sejumlah infeksi lainnya, seperti Trichophyton
rubrum, cytomegalovirus, Streptococcus sp., virus varicella zoster dan Epstein-
Barr juga dikaitkan dengan presipitasi PPG. Munculnya PPG dikaitkan dengan
2
vaksin influenza musiman H1N1, hipokalsemia (terutama pada pasien hamil),
terbakarnya kulit akibat sinar ultraviolet (UV) dan matahari, transplantasi sel
induk, stres emosional dan menstruasi.
Pada populasi pediatrik, anak-anak dengan psoriasis vulgaris yang terjadi
bersamaan dengan penyakit lainnya mungkin mengalami flare yang disebabkan
oleh penghentian penggunaan kortikosteroid, sedangkan anak-anak tanpa psoriasis
vulgaris biasanya mengalami flare yang dipresipitasi oleh infeksi, misalnya
streptokokus faringitis.
Kondisi terkait lainnya antara lain hipoparatiroidisme, pemfigoid dan
kolitis ulserativa. Kolitis ulserativa juga dapat dipicu oleh pengobatan
kortikosteroid, yang dapat menyebabkan flare PPG. Selain itu, 30% dari pasien
dengan GPP juga mengalami manifestasi plak yang khas ditemukan pada psoriasis
vulgaris. Sindrom metabolik, yang berkontribusi terhadap manifestasi bentuk
psoriasis lain, sepertinya tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PPG.
Patogenesis
Patogenesis GPP hanya dimengerti sebagian. PPG dapat hadir pada pasien
dengan psoriasis vulgaris yang ada atau sebelumnya (PV;‘PPG dengan PV’) atau
pada pasien tanpa riwayat PV (hanya PPG). Lebih dari setengah kasus PPG saja
disebabkan oleh mutasi resesif (homozigot atau majemuk heterozigot mutasi) di
IL36RN; sangat sedikit kasus PPG dengan PV yang disebabkan karena mutasi
IL36RN resesif. Selain itu, dikemukakan bahwa mutasi CARD14. p. Asp176His
merupakan faktor predisposisi yang berkontribusi terhadap manifestasi GPP
dengan PV. Mutasi CARD14 tidak terkait dengan manifestasi PPG tunggal pada
populasi Jepang. CARD14 mengkodekan famili domain rekrutmen caspase,
member 14 (CARD14). Penelitian yang mengeksplorasi kegunaan IL36RN dan
CARD14 menunjukkan adanya perbedaan dalam etiologi PPG tunggal dan PPG
dengan PV.
IL36RN mengkodekan antagonis reseptor interleukin-36 (IL-36Ra), yang
merupakan antagonis tiga sitokin interleukin (IL-1F6,IL-1F8 dan IL-1F9) yang
terlibat dalam aktivasi jalur sinyal proinflamasi, seperti misalnya jalur sinyal
3
faktor nuklir-xB (NF-xB). Mutasi IL36RN menyebabkan adanya disinhibisi yang
tidak terkendali dari ketiga sitokin ini dan aktivasi lanjutan jalur pro-inflamasi.
Pada PPG tunggal, ditemukan mutasi homozigot, heterozigot campuran dan
heterozigot tunggal pada IL36RN. Setta-Kaffetziet al.mencatat bahwa tingkat
keparahan penyakit tidak memiliki perbedaan signifikan pada pasien dengan
mutasi heterozigot tunggal bila dibandingkan dengan mutasi
homozigot/heterozigot campuran. Pada literatur-literatur yang telah
dipublikasikan sebelumnya hanya sedikit perbedaan fenotipikal yang
terdokumentasikan berkaitan dengan kasus-kasus mutasi IL36RN-positif dan
mutasi IL36RN-negatif. Namun, baru-baru ini, Hussain et al. mengemukakan
bahwa pasien dengan mutasi positif IL36RN menunjukkan manifestasi fenotip
klinis lebih berat yang ditandai dengan usia onset yang lebih dini dan peningkatan
risiko inflamasi sistemik bila dibandingkan dengan pasien mutasi negatif IL36RN.
CARD14 memfasilitasi pembentukan protein yang mengandung CARD14
dalam proses apoptosis, mengaktifkan jalur pensinyalan NF-xB dan terlokalisasi
dalam keratinosit. NF-xB terlibat dalam ekspresi gen molekul proinflamasi,
termasuk TNF alpha, IL-1, IL-6 dan IL-8 dan memodulasi diferensiasi keratinosit
serta proliferasi. Mutasi perolehan fungsi CARD14 mengakibatkan aktiasi NF-xB
berlebihan dan flare psoriatik.
Presentasi Klinis
4
gagal ginjal akut dan otitis media. Selain itu, infeksi bakteri polimikroba juga
dapat ditemukan dalam lesi plak itu sendiri.
Pada pasien hamil, plak eritematosa biasanya cenderung simetris, dimulai
pada area lipatan dan menyebar secara sentrifugal. Pustula-pustula barunya
terletak di pinggiran plak dengan tampilan pustula lama yang sudah
bertransformasi menjadi sisik atau krusta di bagian tengah. Pustula subungual
dapat berkembang lebih lanjut menjadi onikolisis. Plak yang erosif juga dapat
muncul di area esofagus. Pasien hamil dengan PPG umumnya tampak sakit,
dengan gejala tambahan berupa demam, delirium, diare, muntah dan tetani karena
hipokalsemia. Serum kalsium, fosfat, dan vitamin D biasanya cenderung rendah
pada pasien-pasien ini. Kasus yang terjadi dalam jangka panjang dapat mengalami
hiperpigmentasi kulit dan deskuamasi (Gambar 1 dan 2).
5
Gambar 2. Psoriasis pustular generalisata: Pustula steril tersebar
di atas kulit eritematosa pada lengan bawah pasien. Perhatikan
pustula seukuran kepala jarum dan krusta sentral.
6
Diagnosa
Diagnosis Banding
7
Erupsi obat pustular generalisata
Dermatosis pustular subkornea
Pemfigus IgA
Tinea korporis
Dermatitis herpetiformis
Histopatologi
8
Terapi
Sejumlah faktor perlu dipertimbangkan ketika mempertimbangkan rencana
terapi.
PPG dewasa
Pilihan pengobatan lini pertama untuk PPG dewasa antara lain retinoid,
siklosporin dan metotreksat. Meskipun retinoid, seperti acitretin, memiliki efikasi
tertinggi di antara berbagai pilihan pengobatan lini pertama, golongan substansi
ini memiliki insidensi komplikasi terkait dosis yang cenderung lebih tinggi,
seperti sindrom kebocoran kapiler dan efek teratogenik berat. Siklosporin
memiliki onset aksi yang relatif cepat dengan perbaikan yang mulai terlihat sekitar
2 minggu sejak inisiasi terapi. Methotrexate memiliki onset aksi yang lebih lambat
serta potensi hepatotoksisitas dan toksisitas hematologis yang cenderung lebih
tinggi. Methotrexate direkomendasikan untuk pasien dengan PPG yang tidak
merespon terhadap atau tidak dapat mentoleransi acitretin. Oleh karena infliximab
memiliki onset aksi yang cukup cepat, infliximab merupakan lini pertama pilihan
pengobatan pada pasien dengan PPG akut derajat berat. Efikasi infliximab sebagai
terapi pemeliharaan hingga saat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut;
kegagalan sekunder masih mungkin terjadi selama proses pengobatan.
Terapi lini kedua meliputi adalimumab, etanercept, agen topikal serta
fototerapi. Etanercept dapat menyebabkan hepatotoksisitas; oleh karena itu, enzim
hepar harus dipantau secara ketat bila regimen terapi menggunakan etanercept.
Agen topikal, seperti kalsipotrien dan tacrolimus, dapat digunakan dalam
kombinasi dengan terapi sistemik untuk mengobati penyakit dengan derajat parah
atau secara tunggal untuk mengobati PPG lokalisata. Sebagai tambahan,
triamcinolone dengan balutan tubuh basah dapat mengurangi ketidaknyamanan
pasien. Fotokemoterapi, terutama psoralen plus cahaya ultraviolet (PUVA), dapat
digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk PPG yang terkontrol dengan baik.
Inhibisi IL-1 berperan dalam patogenesis PPG, oleh karena itu sejumlah
penelitian mulai menggunakan inhibitor IL-1 untuk mengobati PPG. Sebagai
contoh, inhibitor IL-1b, seperti gevokizumab dan canakinumab juga digunakan
9
sebagai salah satu pilihan terapi dengan hasil efikasi yang relatif baik. Meskipun
penggunaan inhibitor IL-1b menunjukkan efek yang cukup signifikan pada
sejumlah kasus, penelitian kontrol prospektif acak diperlukan untuk secara lebih
lanjut mengevaluasi tingkat keamanan dan efikasi terapi PPG. Sejumlah kasus
berhasil diterapi dengan anakinra, sebuah substansi IL-1Ra. Tingkat efikasi yang
cukup baik dilaporkan pada penggunaan secukinumab dan ixekizumab, yang
merupakan antibodi monoklonal anti-IL-17. Pilihan terapi baru yang menjanjikan
dengan onset aksi yang cepat antara lain brodalumab, sebuah antibodi monoklonal
anti-IL-17-reseptor A. Baru-baru ini, granulosit dan monositapheresis (GMA) juga
digunakan dalam kasus yang resisten terhadap obat-obatan lain, atau dalam
populasi khusus, seperti populasi sangat muda atau tua, populasi hamil dan
populasi terinfeksi hepatitis. GMA mengeliminasi leukosit yang teraktivasi
dengan menggunakan manik-manik selulosa asetat, yang memicu reduksi
interleukin dan level TNF darah.
10
Impetigo herpetiformis
Tabel 3. Pedoman pengobatan menurut the National Psoriasis Foundation Medical Board
Lini pertama Lini kedua
Dewasa Acitretin, Siklosporin, Metotreksat, Infliximab Adalimumab, Etanercept,
PUVA, Kortikosteroid topikal,
Kalsipotrien topikal, tacrolimus
topikal
Anak Acitretin, Cyclosporine, Methotrexate, Adalimumab, Infliximab,
Etanercept fototerapi UVB
Kehamilan Siklosporin, Infliximab, Prednisone, Fototerapi UVB
kortikosteroid topikal,Kalsipotrien topikal
Lokalisata Kalsipotrien topikal, kortikosteroid topikal, Terapi fotodinamik, Tacrolimus
PUVA
Psoriasis pustular lokalisata
Terapi lini pertama untuk bentuk lokalisata didasarkan pada luasnya lesi.
Retinoid oral dapat digunakan untuk keterlibatan kuku multipel, sementara
kalsipotrien topikal dapat digunakan untuk keterlibatan kuku tunggal serta sebagai
terapi pemeliharaan. Untuk ACH, penggunaan kombinasi kalsipotrien dan
betametason menunjukkan hasil yang cukup efektif, dengan derajat yang sama
dengan penggunaan PUVA topikal. Alefacept, etanercept, adalimumab dan
fototerapi dengan UVB dapat dipertimbangkan sebagai perawatan lini kedua.
Pada PPPP, berbagai modalitas menunjukkan keberhasilan terapi, termasuk agen
11
anti-IL-6 tocilizumab, dan agen anti-IL-12 serta agen IL-23, ustekinumab. GMA
juga mungkin efektif digunakan dalam psorisis pustular lokalisata.
Antibodi antidrug
12
13