Anda di halaman 1dari 13

Judul : Generalized pustular psoriasis: a review and update on treatment

Penulis : Hoegler KM, John AM, Handler MZ, Schwartz RA


Diambil dari : Hoegler KM, John AM, Handler MZ, Schwartz RA. Generalized
pustular psoriasis: a review and update on treatment. Journal of
the European Academy of Dermatology and Venereology.
2018;32(10):1645-51.
Penerjemah : Muhammad Zuldan Karami

PSORIASIS PUSTULAR GENERALISATA :


TINJAUAN DAN PERKEMBANGAN TERAPI
ABSTRAK
Psoriasis pustular generalisata (PPG) merupakan subtipe psoriasis pustular yang memiliki
karakteristik gejala berupa nyeri dan manifestasi kulit pada beberapa kasus, dengan gejala sistemik
yang menyerupai sepsis. PPG dapat bermanifestasi bersamaan dengan psoriasis lain atau
bermanifestasi secara tunggal, dan dapat mempengaruhi individu dari segala ras dan usia.
Sejumlah stimuli yang memicu flare antara lain obat-obatan, infeksi dan pemicu lingkungan.
Famili interleukin dan keluarga domain rekrutmen caspase juga dikemukakan terlibat dalam
patogenesisnya. Bentuk psoriasis pustular lainnya antara lain impetigo herpetiformis, psoriasis
pustular palmoplantar, psoriasis pustular annular, dan akrodermatitis continua Hallopeau. Regimen
terapi standarnya hingga saat ini belum tersusun, namun pilihan dan kombinasi terapinya antara
lain termasuk penggunaan retinoid, metotreksat, siklosporin, kortikosteroid, inhibitor TNF-alpha,
terapi topikal dan fototerapi. Penggunaan inhibitor TNF-alpha dapat memicu pembentukan
antibodi antidrug dan harus diberikan bersamaan dengan metotreksat.
Pendahuluan

Psoriasis pustular generalisata (PPG) merupakan varian psoriasis pustular


yang cenderung kurang umum ditemukan dalam kondisi klinis. Kondisi ini
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1910 oleh von Zumbusch, dengan
klasifikasi episode akut, subakut dan kronis berupa kulit eritematosa dengan
pustula, yang bermanifestasi dalam bentuk "danau" nanah. PPG umumnya dipicu
oleh penggunaan obat atau infeksi. PPG merupakan varian psoriasis pustular yang
lebih berbahaya bila dibandingkan dengan varian psoriasis pustular lainnya.
Pilihan terapinya hingga saat ini masih bervariasi.

1
Epidemiologi

Psoriasis pustular generalisata dapat bermanifestasi pada individu dari


segala usia, namun median onset usia manifestasi adalah dalam dekade lima
kehidupan. Pada pasien dengan riwayat keluarga psoriasis atau mutasi homozigot
IL36RN, usia onsetnya akan cenderung lebih awal bila dibandingkan dengan
populasi umum. PPG cenderung lebih banyak terjadi pada wanita berdasarkan
prevalensi kasus yang terdokumentasikan. Pada populasi pediatrik, PPG mencapai
0,6% hingga 7% dari keseluruhan kasus psoriasis yang terdokumentasikan. Usia
onsetnya berkisar antara 3 hingga 16 tahun dengan dominasi laki-laki. Pada
kehamilan, PPG juga dikenal sebagai impetigo herpetiformis. Impetigo
herpetiformis diklaim sebagai kondisi dermatologis paling berbahaya dalam
kehamilan karena morbiditas ibu dan janinnya yang tinggi. Manifestasinya
umumnya mulai muncul selama trimester ketiga dan membaik selama periode
postpartum. Namun, pada beberapa kasus keluhannya dapat kambuh pada periode
menstruasi pertama setelah melahirkan. Bayi lahir mati, janin mati dalam
kandungan dan kematian neonatal merupakan sejumlah risiko terkait PPG oleh
karena adanya kecenderungan insufisiensi plasenta pada kondisi ini.

Etiologi

Etiologi psoriasis pustular hingga saat ini belum dapat ditentukan secara
pasti. Onsetnya hingga saat ini seringkali dikaitkan dengan obat-obatan, antara
lain terbinafine, ramipril, rituximab, clopidogrel, amoksisilin, kalsipotriol topikal
dan kombinasi steroid, NSAID, aspirin, sulfonamid, lithium, morfin, tar batubara
topikal, kalium iodida, progestin dan hydroxychloroquine. Inhibitor TNF-alpha
juga pada beberapa kasus dikaitkan dengan flare pustular paradoks, yang mungkin
disebabkan oleh ketidakseimbangan sitokin yang memungkinkan interferon-alfa
diaktifkan dalam suatu mode tanpa antagonis. Penghentian mendadak penggunaan
kortikosteroid secara sistemik maupun topikal, serta siklosporin juga diperkirakan
memicu GPP pada sejumlah kasus. Sejumlah infeksi lainnya, seperti Trichophyton
rubrum, cytomegalovirus, Streptococcus sp., virus varicella zoster dan Epstein-
Barr juga dikaitkan dengan presipitasi PPG. Munculnya PPG dikaitkan dengan

2
vaksin influenza musiman H1N1, hipokalsemia (terutama pada pasien hamil),
terbakarnya kulit akibat sinar ultraviolet (UV) dan matahari, transplantasi sel
induk, stres emosional dan menstruasi.
Pada populasi pediatrik, anak-anak dengan psoriasis vulgaris yang terjadi
bersamaan dengan penyakit lainnya mungkin mengalami flare yang disebabkan
oleh penghentian penggunaan kortikosteroid, sedangkan anak-anak tanpa psoriasis
vulgaris biasanya mengalami flare yang dipresipitasi oleh infeksi, misalnya
streptokokus faringitis.
Kondisi terkait lainnya antara lain hipoparatiroidisme, pemfigoid dan
kolitis ulserativa. Kolitis ulserativa juga dapat dipicu oleh pengobatan
kortikosteroid, yang dapat menyebabkan flare PPG. Selain itu, 30% dari pasien
dengan GPP juga mengalami manifestasi plak yang khas ditemukan pada psoriasis
vulgaris. Sindrom metabolik, yang berkontribusi terhadap manifestasi bentuk
psoriasis lain, sepertinya tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PPG.

Patogenesis

Patogenesis GPP hanya dimengerti sebagian. PPG dapat hadir pada pasien
dengan psoriasis vulgaris yang ada atau sebelumnya (PV;‘PPG dengan PV’) atau
pada pasien tanpa riwayat PV (hanya PPG). Lebih dari setengah kasus PPG saja
disebabkan oleh mutasi resesif (homozigot atau majemuk heterozigot mutasi) di
IL36RN; sangat sedikit kasus PPG dengan PV yang disebabkan karena mutasi
IL36RN resesif. Selain itu, dikemukakan bahwa mutasi CARD14. p. Asp176His
merupakan faktor predisposisi yang berkontribusi terhadap manifestasi GPP
dengan PV. Mutasi CARD14 tidak terkait dengan manifestasi PPG tunggal pada
populasi Jepang. CARD14 mengkodekan famili domain rekrutmen caspase,
member 14 (CARD14). Penelitian yang mengeksplorasi kegunaan IL36RN dan
CARD14 menunjukkan adanya perbedaan dalam etiologi PPG tunggal dan PPG
dengan PV.
IL36RN mengkodekan antagonis reseptor interleukin-36 (IL-36Ra), yang
merupakan antagonis tiga sitokin interleukin (IL-1F6,IL-1F8 dan IL-1F9) yang
terlibat dalam aktivasi jalur sinyal proinflamasi, seperti misalnya jalur sinyal

3
faktor nuklir-xB (NF-xB). Mutasi IL36RN menyebabkan adanya disinhibisi yang
tidak terkendali dari ketiga sitokin ini dan aktivasi lanjutan jalur pro-inflamasi.
Pada PPG tunggal, ditemukan mutasi homozigot, heterozigot campuran dan
heterozigot tunggal pada IL36RN. Setta-Kaffetziet al.mencatat bahwa tingkat
keparahan penyakit tidak memiliki perbedaan signifikan pada pasien dengan
mutasi heterozigot tunggal bila dibandingkan dengan mutasi
homozigot/heterozigot campuran. Pada literatur-literatur yang telah
dipublikasikan sebelumnya hanya sedikit perbedaan fenotipikal yang
terdokumentasikan berkaitan dengan kasus-kasus mutasi IL36RN-positif dan
mutasi IL36RN-negatif. Namun, baru-baru ini, Hussain et al. mengemukakan
bahwa pasien dengan mutasi positif IL36RN menunjukkan manifestasi fenotip
klinis lebih berat yang ditandai dengan usia onset yang lebih dini dan peningkatan
risiko inflamasi sistemik bila dibandingkan dengan pasien mutasi negatif IL36RN.
CARD14 memfasilitasi pembentukan protein yang mengandung CARD14
dalam proses apoptosis, mengaktifkan jalur pensinyalan NF-xB dan terlokalisasi
dalam keratinosit. NF-xB terlibat dalam ekspresi gen molekul proinflamasi,
termasuk TNF alpha, IL-1, IL-6 dan IL-8 dan memodulasi diferensiasi keratinosit
serta proliferasi. Mutasi perolehan fungsi CARD14 mengakibatkan aktiasi NF-xB
berlebihan dan flare psoriatik.

Presentasi Klinis

Psoriasis pustular generalisata biasanya muncul dengan manifestasi klinis


berupa pustula steril berukuran 2 sampai 3 mm yang tersebar melapisi kulit yang
terasa nyeri dengan permukaan eritematosa . Pasien tampak sakit, dengan demam
suhu tinggi, malaise, leukositosis neutrofilik, peningkatan kadar protein C-reaktif
dan eosinofilia perifer. Pustula muncul di tepi lesi plak eritematosa yang semakin
meluas atau di atas kulit dengan permukaan eritematosa. Manifestasi kulit sangat
bermanfaat dalam penegakan diagnosis segera, namun karakteristik yang
menjamin keputusan perawatan rumah sakit individu didasarkan pada manifestasi
ekstrakutan. Manifestasi ekstrakutan yang menjadi parameter antara lain
kolestasis, kolangitis, nyeri epigastrium, artritis, pneumonitis interstitial, lesi oral,

4
gagal ginjal akut dan otitis media. Selain itu, infeksi bakteri polimikroba juga
dapat ditemukan dalam lesi plak itu sendiri.
Pada pasien hamil, plak eritematosa biasanya cenderung simetris, dimulai
pada area lipatan dan menyebar secara sentrifugal. Pustula-pustula barunya
terletak di pinggiran plak dengan tampilan pustula lama yang sudah
bertransformasi menjadi sisik atau krusta di bagian tengah. Pustula subungual
dapat berkembang lebih lanjut menjadi onikolisis. Plak yang erosif juga dapat
muncul di area esofagus. Pasien hamil dengan PPG umumnya tampak sakit,
dengan gejala tambahan berupa demam, delirium, diare, muntah dan tetani karena
hipokalsemia. Serum kalsium, fosfat, dan vitamin D biasanya cenderung rendah
pada pasien-pasien ini. Kasus yang terjadi dalam jangka panjang dapat mengalami
hiperpigmentasi kulit dan deskuamasi (Gambar 1 dan 2).

Gambar 1. Psoriasis pustular generalisata: Pustula steril tersebar di atas


kulit eritematosa.

5
Gambar 2. Psoriasis pustular generalisata: Pustula steril tersebar
di atas kulit eritematosa pada lengan bawah pasien. Perhatikan
pustula seukuran kepala jarum dan krusta sentral.

Bentuk-bentuk lain dari psoriasis pustular mungkin tidak menjadi bukti


pertama dengan demam dan keterlibatan ekstrakutan. Psoriasis vulgaris dengan
pustula (PVP) dapat muncul dalam bentuk erupsi pustula steril plak psoriatik
vulgaris yang sudah ada sebelumnya. Psoriasis pustular annular (PPG) ditandai
dengan erupsi polisiklik steril pustula pada kulit eritematosa dengan deskuamasi
perifer. Psoriasis pustular lokalisata biasanya diklasifikasikan sebagai pustular
psoriasis palmoplantar (PPPP) atau acrodermatitis continua Hallopeau (ACH).
PPPP adalah bentuk psoriasis pustular yang paling sering ditemukan dan ditandai
oleh erupsi pustula steril pada telapak tangan dan telapak kaki, menyebabkan
hiperkeratosis dan fisura kulit. ACH umumnya menunjukkan manifestasi pustula
tegang diatas kulit eritematosa pada satu atau lebih jari. Karakteristik penyerta
lainnya antara lain paronikia, onikodistrofi dan osteolisis pada area distal jari-jari
tangan dan kaki yang melibatkan dasar dan matriks kuku, yang mengarah ke
onikodistrofi. Kasus-kasus kronis dapat berkembang hingga menyebabkan
anonychia. Selain itu, osteitis dari falang juga dapat menyebabkan osteolisis.
Penyakitnya seringkali menyebar ke tangan, lengan dan kaki. Pasien dengan
psoriasis pustular lokalisata memiliki risiko lebih tinggi dalam mengembangkan
PPG.

6
Diagnosa

Kriteria diagnostik yang diusulkan oleh Umezawa dkk. dikemukakan pada


Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk psoriasis pustular generalisata, diusulkan oleh Umezawa et al.
1. Pustula steril multipel yang tersebar diatas kulit eritematosa.
2. Demam, malaise dan gejala sistemik lainnya
3. Pustula spongiform Kogoj pada analisis histopatologis
4. Kelainan laboratorium, termasuk leukositosis yang bergeser ke kiri, peningkatan laju
sedimentasi eritrosit, peningkatan CRP, peningkatan kadar antibodi antistreptolysin O,
peningkatan kadar IgG atau IgA, hipoproteinemia, hipokalsemia.
5. Rekurensi karakteristik klinis/histopatologisnya
Kelima kriterianya diperlukan untuk diagnosis, dan oleh karena itu, biopsi
kulit diindikasikan sebagai salah satu alat bantu diagnostik. Pewarnaan gram,
persiapan kalium hidroksida dan kultur in vitro dibutuhkan pada beberapa kasus
untuk mengesampingkan berbagai etiologi infeksius. Pemeriksaan septik dapat
dilakukan karena adanya peradangan sistemik.
Oleh karena ada sedikit perbedaan fenotip antara kasus-kasus IL36RN
mutasi positif dan IL36RN mutasi negatif, analisis genetik dapat digunakan untuk
menentukan status IL36RN dan memandu rencana perawatan. Selain itu,
identifikasi mutasi resesif IL36RN dapat membantu menegakkan diagnosis dini
GPP, bahkan pada episode pertama pustulosis. Individu dengan mutasi IL36RN
sangat rentan terhadap GPP atau pustulosis generalisata terkait GPP yang
diinduksi oleh obat-obatan (mis. amoksisilin), infeksi, kehamilan atau menstruasi,
oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mengetahui status IL36RN.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding psoriasis pustular cukup luas dan dirangkum pada


Tabel 2

Tabel 2. Diagnosis banding psoriasis pustular generalisata


Pustulosis exanthematous generalisata akut (AGEP)
Psoriasis pustular annular (APP)
Psoriasis pustular Palmoplantar (PPPP)
Acrodermatitis continua Hallopeau (ACH)
Psoriasis vulgaris dengan pustula (PVT)
Dermatitis dengan infeksi sekunder
Pemphigus foliaceus
Miliaria pustular
Erythema multiforme pustular

7
Erupsi obat pustular generalisata
Dermatosis pustular subkornea
Pemfigus IgA
Tinea korporis
Dermatitis herpetiformis

Secara khusus, diperlukan diferensiasi psoriasis pustular dengan pustulosis


akut exanthematous generalisata (AGEP). AGEP cenderung muncul dan
mengalami remisi dalam durasi yang cepat dan sering dikaitkan dengan
penggunaan antibiotik.

Histopatologi

Psoriasis pustular memiliki karakteristik pustula spongiform Kogoj yang


terletak di epidermis. Pustula-pustula ini dibentuk oleh infiltrasi neutrofil ke
epidermis nekrotik dalam jaringan yang memiliki struktur seperti spons .
Karakteristik lain dari epidermis pada psoriasis pustular antara lain tidak adanya
lapisan granular, parakeratosis, mikroabses Munro, penipisan suprapapiler dan
hiperplasia psoriasiform. Dermis memiliki karakteristik berupa pelebaran
pembuluh darah dengan neutrofil dalam jumlah yang cenderung lebih sedikit.
Berbeda dengan PPG, APP memiliki karakteristik berupa pustula subkorneal pada
beberapa kasus, dan PPPP umumnya memiliki karakteristik berupa sebaran
eosinofil dan sel mast di area dermis superfisial (Gambar 3).

Gambar 3. Psoriasis pustular


generalisata: Histologi psoriasis
pustular generalisata, dengan panah
yang menunjuk ke pustula.

8
Terapi
Sejumlah faktor perlu dipertimbangkan ketika mempertimbangkan rencana
terapi.

PPG dewasa

Pilihan pengobatan lini pertama untuk PPG dewasa antara lain retinoid,
siklosporin dan metotreksat. Meskipun retinoid, seperti acitretin, memiliki efikasi
tertinggi di antara berbagai pilihan pengobatan lini pertama, golongan substansi
ini memiliki insidensi komplikasi terkait dosis yang cenderung lebih tinggi,
seperti sindrom kebocoran kapiler dan efek teratogenik berat. Siklosporin
memiliki onset aksi yang relatif cepat dengan perbaikan yang mulai terlihat sekitar
2 minggu sejak inisiasi terapi. Methotrexate memiliki onset aksi yang lebih lambat
serta potensi hepatotoksisitas dan toksisitas hematologis yang cenderung lebih
tinggi. Methotrexate direkomendasikan untuk pasien dengan PPG yang tidak
merespon terhadap atau tidak dapat mentoleransi acitretin. Oleh karena infliximab
memiliki onset aksi yang cukup cepat, infliximab merupakan lini pertama pilihan
pengobatan pada pasien dengan PPG akut derajat berat. Efikasi infliximab sebagai
terapi pemeliharaan hingga saat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut;
kegagalan sekunder masih mungkin terjadi selama proses pengobatan.
Terapi lini kedua meliputi adalimumab, etanercept, agen topikal serta
fototerapi. Etanercept dapat menyebabkan hepatotoksisitas; oleh karena itu, enzim
hepar harus dipantau secara ketat bila regimen terapi menggunakan etanercept.
Agen topikal, seperti kalsipotrien dan tacrolimus, dapat digunakan dalam
kombinasi dengan terapi sistemik untuk mengobati penyakit dengan derajat parah
atau secara tunggal untuk mengobati PPG lokalisata. Sebagai tambahan,
triamcinolone dengan balutan tubuh basah dapat mengurangi ketidaknyamanan
pasien. Fotokemoterapi, terutama psoralen plus cahaya ultraviolet (PUVA), dapat
digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk PPG yang terkontrol dengan baik.
Inhibisi IL-1 berperan dalam patogenesis PPG, oleh karena itu sejumlah
penelitian mulai menggunakan inhibitor IL-1 untuk mengobati PPG. Sebagai
contoh, inhibitor IL-1b, seperti gevokizumab dan canakinumab juga digunakan

9
sebagai salah satu pilihan terapi dengan hasil efikasi yang relatif baik. Meskipun
penggunaan inhibitor IL-1b menunjukkan efek yang cukup signifikan pada
sejumlah kasus, penelitian kontrol prospektif acak diperlukan untuk secara lebih
lanjut mengevaluasi tingkat keamanan dan efikasi terapi PPG. Sejumlah kasus
berhasil diterapi dengan anakinra, sebuah substansi IL-1Ra. Tingkat efikasi yang
cukup baik dilaporkan pada penggunaan secukinumab dan ixekizumab, yang
merupakan antibodi monoklonal anti-IL-17. Pilihan terapi baru yang menjanjikan
dengan onset aksi yang cepat antara lain brodalumab, sebuah antibodi monoklonal
anti-IL-17-reseptor A. Baru-baru ini, granulosit dan monositapheresis (GMA) juga
digunakan dalam kasus yang resisten terhadap obat-obatan lain, atau dalam
populasi khusus, seperti populasi sangat muda atau tua, populasi hamil dan
populasi terinfeksi hepatitis. GMA mengeliminasi leukosit yang teraktivasi
dengan menggunakan manik-manik selulosa asetat, yang memicu reduksi
interleukin dan level TNF darah.

PPG pada anak

Pada anak-anak dengan GPP, pengobatan lini pertamanya serupa dengan


terapi lini pertama dewasa, termasuk penggunaan acitretin, cyclosporine,
methotrexate dan etanercept. Retinoid dapat menyebabkan penutupan epifisis
prematur, hiperostosis skeletal dan kalsifikasi ekstraosa, sehingga bukan terapi lini
pertama yang ideal untuk anak-anak. Siklosporin memiliki efek samping yang
lebh sedikit dan seringkali merupakan terapi pertama yang digunakan sebelum
retinoid. Penggunaan methotrexate tidak disetujui pada anak di bawah usia 2
tahun. Baik metotreksat dan siklosporin harus digunakan dengan hati-hati karena
potensi onkogenik jangka panjangnya. Siklosporin juga terkait dengan
hipertrikosis. Terapi lini keduanya antara lain adalimumab, infliximab dan
fototerapi UVB yang dikombinasi dengan terapi sistemik. Kortikosteroid
harusdigunakan dengan hati-hati, terutama pada pasien yang mengalami psoriasis
vulgaris secara bersamaan karena potensi pemicu flare yang lebih tinggi. PUVA
tidak boleh digunakan pada anak di bawah usia 12 tahun.

10
Impetigo herpetiformis

Retinoid dikontraindikasikan pada pasien hamil, dan lini pertama


pengobatannya adalah siklosporin, kortikosteroid oral, dan infliximab. Obat-
obatan ini dapat menimbulkan sejumlah efek terhadap janin. Sebagai contoh,
steroid pada beberapa kasus dikaitkan dengan makrosomia, diabetes gestasional
dan ketuban pecah dini. Siklosporin dapat mengalami perpindahan melalui
plasenta dan dikaitkan dengan ketuban pecah dini. Kortikosteroid topikal dan
kalsipotrien merupakan pengobatan lini kedua untuk kasus dengan derajat
moderat. Fototerapi juga terbukti efektif bila digunakan sebagai terapi
pemeliharaan. Pada kasus-kasus resisten di periode pascanatal, ibu dapat diberikan
retinoid atau metotreksat jika ibu tidak menyusui. Terapi pilihan baru untuk
impetigo herpetiformis adalah granulosit dan monositapheresis (GMA). Salah satu
laporan kasus mengamati bahwa GMA dapat meningkatkan risiko erupsi impetigo
herpetiformis, serta meningkatkan berat lahir bayi (table 3).

Tabel 3. Pedoman pengobatan menurut the National Psoriasis Foundation Medical Board
Lini pertama Lini kedua
Dewasa Acitretin, Siklosporin, Metotreksat, Infliximab Adalimumab, Etanercept,
PUVA, Kortikosteroid topikal,
Kalsipotrien topikal, tacrolimus
topikal
Anak Acitretin, Cyclosporine, Methotrexate, Adalimumab, Infliximab,
Etanercept fototerapi UVB
Kehamilan Siklosporin, Infliximab, Prednisone, Fototerapi UVB
kortikosteroid topikal,Kalsipotrien topikal
Lokalisata Kalsipotrien topikal, kortikosteroid topikal, Terapi fotodinamik, Tacrolimus
PUVA
Psoriasis pustular lokalisata

Terapi lini pertama untuk bentuk lokalisata didasarkan pada luasnya lesi.
Retinoid oral dapat digunakan untuk keterlibatan kuku multipel, sementara
kalsipotrien topikal dapat digunakan untuk keterlibatan kuku tunggal serta sebagai
terapi pemeliharaan. Untuk ACH, penggunaan kombinasi kalsipotrien dan
betametason menunjukkan hasil yang cukup efektif, dengan derajat yang sama
dengan penggunaan PUVA topikal. Alefacept, etanercept, adalimumab dan
fototerapi dengan UVB dapat dipertimbangkan sebagai perawatan lini kedua.
Pada PPPP, berbagai modalitas menunjukkan keberhasilan terapi, termasuk agen

11
anti-IL-6 tocilizumab, dan agen anti-IL-12 serta agen IL-23, ustekinumab. GMA
juga mungkin efektif digunakan dalam psorisis pustular lokalisata.

Antibodi antidrug

Pada penggunaan inhibitor TNF-alpha, penting untuk mengenali fenomena


biologis antibodi antidrug (ADA), yang mengurangi efikasi obat ini dalam
pengendalian penyakit dan dapat menyebabkan kegagalan pengobatan sekunder.
Pembentukan ADA ditemukan terjadi pada pasien dengan baseline yang lebih
berat, dengan durasi penyakit yang lebih lama dan peningkatan CRP selama reaksi
flare. Antibodi-antibodi ini menetralkan efek obat dengan mengganggu
kemampuannya dalam mengikat reseptor. Efek menetralkan terlihat dalam
penggunaan adalimumab dan infliximab tapi tidak pada penggunaan etanercept.
Adalimumab cenderung lebih resisten terhadap pembentukan autoantibodi
daripada infliximab. Pasien yang gagal terapi infliximab sekunder mungkin dapat
merespon terapi adalimumab. ADA dapat terbentuk dengan penggunaan
etanercept, namun pembentukan ADA ini tidak menetralkan efek obat. Oleh
karena mekanismenya hingga saat ini masih belum jelas, pada kasus GPP derajat
berat, penggunaan obat dengan efek suboptimal dapat berisiko mengancam jiwa.
Metode yang diterima saat ini untuk mengurangi pembentukan ADA berupa
penggunaan bersamaan methotrexate dengan obat-obatan lainnya. Inhibitor TNF-
alpha dan methotrexate telah dikaitkan secara individual dengan reduksi atau
pencegahan penyakit kardiovaskular pada pasien dengan psoriasis vulgaris derajat
berat. Selain itu, kombinasi adalimumab dan methotrexate dapat menstabilkan
efek adalimumab terhadap munculnya ADA bahkan setelah proses
pembentukannya selesai.

Telah dibacakan tanggal 21 Mei 2019


Moderator

Dr. Buwono Puruhito, SpKK, FINSDV

12
13

Anda mungkin juga menyukai