Anda di halaman 1dari 8

Latar belakang

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia

mengalami perkembangan yang tidak dapat dihindarkan. Termasuk perkembangan di bidang

Hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat

membutuhkan aturan yang dapat membatasi perilaku manusia sendiri yang telah banyak

menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju.

Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan

yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, dalam suatu negara hukum sangat

perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan

hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak

boleh bertentangan dengan tertib hukum yang lain.

Sebagai mahasiswa yang belajar ditingkat perguruan tinggi, penting bagi kita untuk

mengetahui apa tujuan mempelajari ilmu hukum. Mempelajari ilmu hukum umumnya

dilaksanakan di perguruan tinggi yang dimaksudkan sebagai upaya untuk membentuk


kepribadian manusia yang mengacu pada nilai-nilai tertentu. Kepribadian diartikan sebagai

pola pikir, bersikap, merasa, dan bertindak secara terapdu dalam diri individu. Pendidikan

bukan sekedar mempelajari fenomena yang tampak dari luar saja, tetapi juga langsung

memahami konsep dasarnya kemudian menganalisanya secara nalar.

Berbicara mengenai hukum sebenarnya adalah berbicara tentang “hak dan kewajiban”

karena keseluruhan bangunan hukum disusun dari keduanya. Dengan demikian hukum harus

menentukan apa dan siapa yang bisa menjalankan hak dan kewajiban tersebut.

Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu

diterapkan terhadap peristiwa konkrit, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama

lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada subjek

hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh

hukum selalu mempunyai dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedangkan di pihak lain

kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya juga tida ada kewajiban tanpa hak.

Rumusan masalah
Apa itu hukum?

Apa itu tanggung jawab hukum?

Bagaimana tanggung jawab hukum terapis gigi dan mulut?

Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar mahasiswa mengetahui apa saja yang menjadi tanggung
jawab hukum dari seorang terapis gigi dan mulut sebelum nantinya terjun langsung kedalam masyarakat
sebagai tenaga medis

TANGGUNG JAWAB HUKUM

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya. Berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab,

menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab hukum adalah

kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun tidak

disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan

kewajiban.

Menurut Ridwan Halim, 1988, tanggung jawab hukum adalah sebagai sesuatu akibat

lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban

ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan
sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan
yang telah ada.

Purbacaraka juga berpendapat bahwa tanggung jawab hukum bersumber atau lahir

atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk

menggunakan hak dan/atau melaksanakan kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan,

setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak

memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai

dengan pertanggung jawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan (Purbacaraka,

2010).

Prinsip tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum

perlindungan konsumen. dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-

hatian dalam menganlisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggng

jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait (Shidarta, 2000).


Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai

berikut (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008):

1. Kesalahan (liability based on fault)

2. Praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability)

3. Praduga tidak selalu bertanggung jawab (presumption of nonliability)

4. Tanggung jawab mutlak (strict liability)

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability)

Adapun penjelasan dari prinsip-prinsip tanggung jawab:

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan adalah prinsip yang cukup umum

berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPer, khususnya pasal 1365,

1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang

baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur

kesalahan yang dilakukannya. Dalam pasal 1365 KUHPer yang lazim dikenal sebagai
pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhnya empat unsur

pokok, yaitu:

a. Adanya perbuatan;

b. Adanya unsur kesalahan;

c. Adanya kerugian yang diterima;

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

2. Prinsip Praduga untuk Selalu Bertanggung Jawab (presumption of liability), Prinsip ini

meyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia membuktikan ia

tidak berselah. Jadi beban pembuktian ada ada si tergugat.

3. Prinsip Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab (presumption of nonliability),

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip ini untuk tidak selalu

bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat
terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan.

Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah hukum pengangkutan, kehilngan atau kerusakan pada bagasi
kabin atau bagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi

oleh si penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini,

pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta pertanggung jawaban.

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak (strict liability), Prinsip tanggung jawab mutlak sering

diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati

demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi diatas. Strict liability

adalah prinip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang

menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk

dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeur. Sebaliknya, absolute

liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualian.

5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan (limitation of liability principle), prinsip

tanggung jawab dengan pembatasan sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk
mencantumkan sebagai klasula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuat.

Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film ingin dicuci/dicetak itu

hilang dan/atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas),maka konsumen hanya

dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung

jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku

usaha. Dalam UUPK seharusnya pelaku usaha tidakboleh secara sepihak menetukan

klausul yang merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung

jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang jelas

Anda mungkin juga menyukai