Anda di halaman 1dari 17

Management Menyusui

short url : http://capc.us/OqoCa


 Share

Sesudah memposting tulisan tentang makanan untuk ibu menyusui, berikut ini artikel yang saya
dapat dari sebuh sumber tentang cara-cara dan hal-hal yang berkaitan dengan menyusui.
Sekiranya dapat dijadikan sebuah pengetahuan, sehingga penyampaian gizi yang terbaik bagi
bayi oleh sang ibu dapat dilakukan dengan baik dan dengan cara yang baik pula.

Perempuan mendapat anugrah Tuhan untuk dapat mengandung, melahirkan dan menyusui.
Kodrat pada perempuan ditandai oleh perangkat reproduksi yakni rahim, kandung telur serta
payudara sebagai organ penunjang. Sayangnya tidak semua perempuan bisa memahami dan
menghayati kodratnya, seorang ibu lebih memilih susu formula daripada ASI, padahal s/d
sekarang ASI belum ada tandingannya.

Beberapa mitos tentang menyusui yang beredar di masyarakat :

 Menyusui membuat tubuh ibu sukar kembali ke bentuk semula ( faktanya, timbunan
lemak akan mudah lenyap saat menyusui )
 ASInya tak mencukupi ( faktanya, ASI diproduksi sesuai dengan permintan,makin
sering menyusui makin banyak produksi yang dihasilkan)
 Ukuran payudara ( >Besar kecilnya payudara tidak berkaitan dengan kemampuan
memberikan ASI. >ASI diproduksi oleh jaringan kelenjar susu(alveolus),bukan jaringan
lemak (pada payudara besar). Asal normal produksi ASI akan sesuai dengan kebutuhan
bayi.)
 ASI pertama bisa menimbulkan penyakit (Pada hari pertama s/d kelima banyak
mengandung protein tinggi,zat kekebalan tubuh,serta laktosa dan lemak yang rendah
sehingga mudah dicerna.)
 Menyusui membuat bentuk payudara tidak bagus (Bagus tidaknya bentuk payudara
dipengaruhi oleh faktor keturunan dan usia)
 Menyusui itu merepotkan Sebenarnya menyusui lebih praktis,buka payudara tinggal
sodorkan ke mulut bayi pasti suhunya pas, takaranya pas daripada membersihkan botol,
menakar,membawa perlengkapan susu kemana-mana saat pergi.

Manfaat dan keunggulan ASI


Manfaat ASI untuk ibu :

1. Isapan bayi pada payudara merangsang hormon oxytocin yang diproduksi kelenjar
hipofise meningkat, sehingga mengecilnya rahim kebentuk semula( involusi )lebih cepat.
Mencegah perdarahan pasca melahirkan dan Resiko kanker payudara lebih rendah.
2. Menyusui secara murni ( eklusive ),akan menunda kehamilan karena hormon menyusui
akan menghambat proses ovulasi.
3. Kedekatan psikologis dengan anak, kasih sayang lebih tercurah, bayi merasa aman ada di
dekapan ibu.

Manfaat untuk keluarga :

1. Aspek Ekonomis : Lebih menghemat ( Kuranglebih Rp 800.000,0/bln untuk membeli


susu Formula )
2. Aspek Psikologis : Kebahagiaan bertambah dengan kelahiran jarang.

Manfaat untuk negara :

1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak ( ASI mengandung zat kekebalan )
2. Mengurangi subsidi untuk RS
3. Bayi yang diberi ASI lebih jarang dirawat di RS daripada bayi yang mendapat susu
formula.
4. Mengurangi pengeluaran negara untuk import susu formula
5. Kuranglebih Rp 8,6 Milyar/th yang digunakan untuk membeli susu formula.
6. Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa. Anak bisa tumbuh dan berkembang
secara optimal.

Kerugian susu formula :

1. Pengenceran yang salah, bila kental terjadi hipernatrium, hipertensi,kegemukan,infeksi


usus. Bila encer : Malnutrisi ( kurang gizi dan gangguan pertumbuhan)
2. Kontaminasi mikroorganisme.
3. Alergi.
4. Diare kronis

Teknik menyusui

Posisi dan perlekatan menyusui

Ada beberapa macam posisi menyusui:duduk, berdiri, atau berbaring.

Posisi : Bayi lurus sejajar, menghadap ibu, telinga dan lengan pada satu garis lurus, dagu bayi
setinggi aerola,ada bonding antara ibu dan bayi.Perlekatan : hidung menempel payudara,
sebagaian besar aerola bawah masuk mulut,mulut terbuka lebar, bibir bawah ndower

Langkah menyusui yang benar :

1. sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putimg susu dan
aerola sekitarnya.Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga
kelembaban puting susu.
2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara.
3. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang dibawah, jangan
menekan puting susu atau aerolanya saja.
4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara : 1.
menyentuh pipi dengan puting susu atau, 2.menyentuh sisi mulut bayi
5. Setelah bayi membuka mulut,dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu
dengan puting serta aerola dimasukkan ke mulut bayi; a. Usahakan sebagaian besar
aerola dapat masuk kemulut bayi,sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan
lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak
dibawah aerola. b. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau
disangga lagi

Cara pengamatan Teknik menyusui Yang Benar :

Menyusui dengan tehnik yang tidak benar bisa menyebabkan puting susu menjadi lecet, ASI
keluar tidak optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan
menyusu.Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan benar, perhatikan :

 Bayi tampak tenang


 Badan bayi menempel pada perut ibu,
 Mulut bayi terbuka lebar,
 Dagu bayi menempel pada payudara ibu,
 Sebagaian besar aerola masuk kedalam mulut bayi,aerola bawah lebih banyak yang
masuk,
 Bayi nampak mengisap dngan kuat dengan irama perlahan,
 Puting susu ibu tidak terasa nyeri,
 Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus,
 Kepala agak menengadah.

Melepas isapan bayi :

Setelah meyusui pada satu payudara sampai terasa kosong,sebaiknya mengganti denagn
payudara yang lain.Cara melepas isapan bayi :

# jari kelingking ibu dimasukkan kemulut bayi melalui sudut mulut atau,

# dagu bayi ditekan kebawah.

 Setelah selesai menyusui,ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu
dan aerola sekitarnya,biarkan kering dengan sendirinya.
 Menyendawakan bayi,dengan tujuan mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak
muntah(gumoh)setelah menyusui.dengan cara: Bayi digendong tegak dengan bersandar
pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan atau, Bayi tidur tengkurap
dipangkuan ibu,kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan.

Lama dan frekwensi menyusui

Sebaiknya bayi disusui secara sesuai keinginan bayi(on demand),karena bayi akan menentukan
sendiri kebutuhannya.Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan
ASI dalam lambung akan kosong dalam 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat
kurang baik,karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangssangan produksi
berikutnya.menyusui malam hari juga akan memacu produksi ASI.
Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan BH (kutang) yang dapat menyangga
payudara,tetapi tidak terlalu ketat.

ASI
Pengeluaran ASI

Apabila ASI berlebihan, sampai keluar memancar,maka sebelum menyusui sebaiknya ASI
dikeluarkan lebih dahulu untuk menghindari bayi tersedak atau enggan menyusu.Pengeluaran
ASI juga berguna bagi ibu yang bekerja bisa meninggalkan ASI untuk bayinya.

Pengeluaran ASI dapat dilakukan dengan dua cara :

 Pengeluaran dengan tangan : tangan ibu dicuci dengan bersih,menyiapkan cangkir/gelas


tertutup yang telah dicuci dengan air mendidih.ibu melakukan pemijatan payudara
dengan kedua telapak tangan dari pangkal ke arah aerola.dilakukan pemijatan secara
merata mengelilingi payudara.
 Pengeluaran dengan pompa
 Bila payudara bengkak/ terbendung dan puting susu terasa nyeri,maka akan lebih baik
bila ASI dikeluarkan dengan pompa payudara.Pompa baik digunakan bila ASI benar-
benar penuh,tetapi pada payudara yang lunak akan lebih sukar.Ada dua macam
pompa,pompa tangan dan pompa listrik,yang biasa digunakan adalah pompa Payudara
tangan.

Penyimpanan ASI

ASI yang dikeluarkan dapat disimpan untuk beberapa saat.Ada perbedaan lamanya disimpan
dikaitkan dengan tempat penyimpanan:
- Di udara bebas/terbuka : 6-8 jam

- Di lemari Es : 24 jam

- Di lemari pendingin/beku (-18° C) : 6 bulan

ASI yang didinginkan tidak boleh direbus bila akan dipakai,karena kualitsnyaakan
menurun,yaitu unsur kekebalannya.ASI tersebut cukup didiamkan beberapa saat didalam suhu
kamar,agar tidak terlalu dingin,atau dapat pula direndam di dalam wadah yang telah terisi air
panas.

Pemberian ASI peras

Perlu diperhatikan,jangan diberikan dengan botol/dot,karena hal ini akan menyebabkan bayi
“bingung puting”.Berikan pada bayi dengan cangkir atau sendok,sehingga saat ibu menyusui
langsung,bayi tidak menolak menyusu.

Cara pemberian dengan menggunakan cangkir :

 Ibu atau yang memberi minum bayi,duduk dengan memangku bayi.


 Punggung bayi dipegang dengan lengan.
 Cangkir diletakkan pada bibi bawah bayi.
 Lidah bayi berada diatas pinggir cangkir dan biarkan bayi mengisap ASI dari dalam
cangkir(saat cangkir dimiringkan).
 Beri sedikit waktu istirahat saat bayi menelan.

Demikian sedikit informasi yang bisa saya sampaikan, semoga ada manfaatnya dan berguna bagi
temen-temen yang mempunyai bayi. Semoga anak-anak kita menjadi generasi yang lebih baik
dari kita dan tentunya menjadi anak yang sholeh & sholehah….Amien.

PENGEMBANGAN MODEL PEMBINAAN ANAK JALANAN MELALUI


RUMAH SINGGAH DI JAWA TIMUR
Tanggal: 26 Oct 2005
Laporan: DWI ASTUTIK, S.Ag
Keberadaan anak jalanan semakin marak semenjak krisis moneter
berlangsung pada tahun 1997, ditambah dengan terungkapnya
kasus KKN. Hal ini berdampak pada tingginya nilai jual kebutuhan
pokok, banyak orang di PHK, masalah pengangguran tak
terelakkan, karena kondisi ekonomi tidak stabil-tidak diragukan
lagi bermunculan kasus perceraian, dan sebagainya. Kondisi ini
semakin terpuruk dengan terjadinya bencana alam dan kasus
pengungsi akibat perang antar suku. Semuanya berakibat buruk
pada nasib anak. Banyak anak yatim, yatim piatu, keterlantaran,
kekerasan, eksploitasi anak di bidang ekonomi dan bahkan pelecehan seksual terhadap anak
perempuan, sodomi dan masih banyak perlakuan salah lainnya yang menimpa pada anak-anak.
Kondisi ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak hanya mengalami masalah krisis
ekonomi saja akan tetapi lebih buruk lagi mengalami masalah krisis moral. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan model pembinaan anak jalanan yang diterapkan
selama ini melalui rumah singgah dan untuk mengetahui model pembinaan yang tepat sesuai
kebutuhan dan harapan anak jalanan serta pengembangannya.

Oleh:
DWI ASTUTIK, S.Ag
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2005

SAMPUL DEPAN
Sampul Dalam
Prasyarat Gelar
Persetujuan
Penetapan Panitia
Ucapan Terima Kasih
Ringkasan
Summary
Abstract
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
Perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi, teknologi, serta pertumbuhan penduduk yang
cukup cepat, langsung atau tidak langsung, telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya suatu
bangsa. Secara material arus pertumbuhan dan perkembangan tersebut seolah-olah berjalan
dengan mulus dan menjadi kebanggaan suatu bangsa.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian


1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa penelitian
terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Karnaji 1999, dengan judul Anak Jalanan dan Upaya
Penanganannya di Kota surabaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan hasil
yang menggambarkan karaketeristik anak jalanan yang heterogen dan adanya alternatif untuk
menyusun pengembangan dan kebijakan untuk mengatasinya yang disesuaikan dengan
karakteristik anak jalanan yang ada di Surabaya.

2.2 Tinjauan Teoritis


2.2.1 Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan
2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Timbul dan Tumbuhnya Gejala Anak Jalanan
2.2.3 Proses Terjadinya Anak Jalanan
2.2.4 Potensi Anak Jalanan dan Peluang
2.2.5 Kelemahan Anak Jalanan dan Hambatan
2.2.5.1 Teori Radikalisme
2.2.5.2 Kaum Marginal dan Teori Marginalitas
2.2.5.3 Teori Kemiskinan
2.2.6 Hak Anak Dalam Konsep HAM
2.2.6.1 Konvensi Hak Anak (KHA)
2.2.6.2 Pihak-Pihak yang Berkaitan dengan KHA
2.2.6.3 Pelanggaran Hak Anak
2.2.7 Konsep dan Pendekatan Upaya Penanganan Anak Jalanan
2.2.8 Model Penanganan Anak Jalanan

BAB 3. KERANGKA PIKIR PENGEMBANGAN MODEL


Pada semua penelitian jenis apapun pasti diperlukan kerangka pikir sebagai pijakan dalam
menentukan arah penelitian, hal ini menghindari terjadinya perluasan bidang garapan yang
mengakibatkan penelitian semakin tidak terfokus.

BAB 4. METODE PENELITIAN


4.1 Jenis Penelitian
Menurut pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini
diambil karena dalam penelitian ini sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data-data yang
diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar dalam penelitian ini tidak dimungkinkan
adanya pelebaran obyek penelitian. Penelitian dilakukan langsung di lapangan, rumusan masalah
juga di temukan dilapangan, juga memungkinkan berubah-ubah sesuai data yang ada sehingga
akan ditemukan sebuah teori baru di tengah lapangan.

4.2 Teknik Pemilihan Informan


4.3 Batasan Konseptual
4.4 Instrumen Pengumpulan Data Penelitian
4.5 Prosedur Pengumpulan Data
4.5.1 Jenis dan Sumber Data
4.5.2 Teknik Pengumpulan Data
4.6 Cara Pengolahan dan Analisis Data

BAB 5. ANALISIS HASIL PENELITIAN


5.1 Gambaran Umum Rumah Singgah di Jawa Timur
5.2 Bentuk Pelaksanaam Model Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah Yang Ada
Secara umum rumah singgah di Jawa Timur mempunyai latar belakang dan program
pembinaannya antara satu dengan yang lainnya hampir sama. Kesamaan ini dianalisa dan
dipandang dari sudut kondisi kebutuhan anak jalanan yakni kondisi fisik dan rohani yang kurang
berdaya atau bahkan dikatakan tidak berdaya karena memang tidak diberdayakan dan tidak ada
yang dipakai untuk memberdayakan. Jadi implementasi program pada rumah singgah di Jawa
Timur ini fokusnya pada pemberdayaan baik untuk anak jalanan, orangtua atau keluarga anak
jalanan serta masyarakat yang ada disekitar anak jalanan dengan harapan masyarakat dapat
memahami kondisi anak jalanan dan selanjutnya akan mendukung segala program yang
direalisasikan oleh rumah singgah tersebut.

5.2.1 Rumah Singgah A


5.2.2 Rumah Singgah B
5.2.3 Rumah Singgah C
5.2.4 Rumah Singgah D
5.2.5 Rumah Singgah E
5.2.6 Rumah Singgah F
5.2.7 Rumah Singgah G
5.2.8 Deskripsi Umum Bentuk Pelaksanaan Rumah Singgah di Jawa Timur
5.3 Model Pembinaan yang Ideal Bagi Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah
5.3.1 Kapasitas Rumah Singgah
5.3.2 Profil Anak Jalanan Yang Akan di Bina
5.3.3 Fasilitas Rumah Singgah
5.3.4 Sistem Pendanaan Rumah Singgah
5.3.5 Manajemen Rumah Singgah
5.3.6 Pembinaan Yang Ideal bagi Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah

BAB 6. PEMBAHASAN
6.1 Pengembangan Model Pembinaan Anak Jalanan di Jawa Timur berdasarkan Analisa SWOT
Dalam merancang sebuah program akan nampak ideal jika diketahui terlebih dahulu adanya
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman / hambatan yang dalam hal ini biasa dikenal dengan
Analisa SWOT. Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman ini jika difahami dan dijadikan
dasar pijakan akan didapat solusi yang tepat dalam mendapatkan sebuah perencanaan yang
strategis. Jika dikaitkan dengan masalah mencari model pembinaan bagi anak jalanan maka
didapatkan sebuah perencanaan strategis layanan dalam bentuk model pembinaan yang tepat
bagi sasaran program yakni anak jalanan.

6.2 Pengembangan Model Pembinaan Anak Jalanan di Jawa Timur berdasarkan Kebutuhan dan
Harapan Anak Jalanan

BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan
Program pembinaan anak jalanan selama ini melalui rumah singgah di wilayah Jawa Timur
berjalan sesuai standart layanan dari Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Dan terdapat variasi
konsep dan pendekatan sesuai kebutuhan kondisi dilapangan dan daerah setempat. Karena
mustahil jika seluruh rumah singgah yang ada hanya kaku mengikuti standart layanan yang
ditentukan dari Dinas terkait. Dari variasi konsep dan pendekatan yang muncul sesuai kebutuhan
kondisi dilapangan tersebut diharapkan akan memunculkan pengembangan model pembinaan.

7.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ciri-Ciri Fisik dan Psikis
Tabel 4.1 Kondisi Pembangunan Jawa Timur
Tabel 6.1 Beberapa Kombinasi Valensi, Harapan dan Instrumentalitas

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Keterkaitan Pihak-Pihak dalam Konteks KHA
Gambar 2.2 Beberapa Alternatif Tempat Rujukan
Gambar 4.1 Proses
Gambar 5.1 Standar Layanan Anak Jalanan
Gambar 6.1 Analisa SWOT
Gambar 6.2 Hirarki Kebutuhan Manusia Menurut Maslow

DEFINISI ANAK AUTISTIK April 8, 2010


Diarsipkan di bawah: Uncategorized — melly fitria @ 2:43 pm

Autistik merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi beberapa aspek bagaimana


anak melihat dunia dan bagaimana belajar melalui pengalamannya. Anak-anak dengan gangguan
autistik biasanya kurang dapat merasakan kontak sosial. Mereka cenderung menyendiri dan
menghindari kontak dengan orang. Orang dianggap sebagai objek (benda) bukan sebagai subjek
yang dapat berinteraksi dan berkomunikasi.

Monks dkk. (1988) menuliskan bahwa autistik berasal dari kata “Autos” yang berarti “Aku”.
Dalam pengertian non ilmiah dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yang mengarah kepada
dirinya sendiri disebut autistik. Berk (2003) menuliskan autistik dengan istilah “absorbed in the
self” (keasyikan dalam dirinya sendiri). Wall (2004) menyebutnya sebagai “aloof atau withdraw
an” dimana anak-anak dengan gangguan autistik ini tidak tertarik dengan dunia disekitarnya. Hal
yang senada diungkapkan oleh Tilton (2004) bahwa pemberian nama autistik karena hal ini
diyakini dari “keasyikan yang berlebihan” dalam dirinya sendiri. Jadi, autistik dapat diartikan
secara sederhana sebagai anak yang suka menyendiri/ asyik dengan dunianya sendiri.

Gangguan pada anak autistik terdapat kelompok ciri-ciri yang tersedia sebagai kreteria untuk
mendiagnosis autistik. Hal ini terkenal dengan istilah “Wing’s Triad of Impairment” yang
dicetuskan oleh Lorna Wing dan Judy Gould. (Jordan, 2001; Jordan & Powell, 1995; Wall, 2004;
Yuwono, 2006). Tiga gangguan yang ditulis oleh Wing dijabarkan secara berbeda dalam tulisan
Jordan (2001) dan Wall (2004) meskipun secara diskriptif memiliki kesamaan. Jordan
menuliskan tiga gangguan tersebut terdiri dari interaksi sosial, bahasa dan komunikasi, dan
pikiran dan perilaku. Sedang Wall menuliskan interaksi sosial, komunikasi dan imajinasi.

Perbedaanya hanya pada istilah pikiran dan perilaku dengan imajinasi. Tetapi keduanya
menjabarkan dalam manifestasi yang tidak jauh berbeda.

Berbagai definisi tentang autistik telah dituliskan oleh berbagai ahli. Menurut Treatment and
Educational of Autistik and Communication Handicapped Children Program (TEACCH) dalam
Wall (2004) dituliskan:
Autism is a lifelong developmental disability that prevents individuals from properly
understanding what they see, hear and otherwise sense. This results in severe problem of sosial
relationships, communication and behaviour.

Autistik dipahami sebagai gangguan perkembangan neurobiologis yang berat sehingga ganguan
tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, berkomunikasi, keberadaan anak dalam
lingkungan dan hubungan dengan orang lain. (The Association for Autistik Children in WA,
1991). Berdasarkan konsep dan definisi yang semula dikembangkan oleh Ritvo dan Freeman
(1978) dan The Autism Society of America (2004) mendefinisikan bahwa autistik merupakan
gangguan perkembangan yang komplek dan muncul selama tiga tahun kehidupan pertama
sebagai akibat gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak.
Definisi yang lebih operasional dinyatakan oleh The Individuals With Disabilities Education Act
(1997).

Autistik berarti gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi


verbal dan non-verbal dan interaksi sosial, yang pada umumnya terjadi sebelum usia 3 tahun, dan
dengan keadaan ini sangat mempengaruhi performa pendidikannya. Karakteristik lain yang
sering diasosiasikan dengan autistik adalah keterikatan dalam aktivitas yang diulang-ulang dan
gerakan-gerakan stereotype, menolak perubahan lingkungan/perubahan rutinitas sehari-hari dan
tidak biasa merespon pengalaman-pengalaman sensorik. Sedang dalam buku The Son-Rise
Programme Autism, Hogan (2001)menuliskan:

Autism is complex developmental disability that typically appears during the first 3 years of life.
It can result in challenges in language, communication, emotion, behavior, fine and gross motor
skills and sosial interaction.
Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa autistik adalah
gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek/berat dalam kehidupan yang
panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa,
serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Gejala autistik
muncul pada usia sebelum 3 tahun.

Anak autistik ditinjau dari masa kemunculannya/kejadiannya dapat terjadi dari sejak lahir yang
disebut dengan autistik klasik dan sesudah lahir dimana anak hingga usia 1-2 tahun menunjukkan
perkembangan yang normal. Tetapi pada masa selanjutnya menunjukkan perkembangan yang
menurun/ mundur. Hal ini disebut dengan autistik regresi.

Analisis Masalah Anak Jalanan di Indonesia


Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah
sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai
suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang
menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku
kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu
menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi.

Dalam lingkungan bermasyarakat akan banyak sekali ditemukannya masalah sosial. Masalah sosial tidak
hanya melibatkan diri sendiri sebagai pelaku, melainkan juga akan memberikan banyak pengaruh bagi
lingkungan dan masyarakat banyak. Salah satu masalah lingkungan yang akan saya gali lebih dalam
adalah masalah lingkungan mengenai anak jalanan. Di Indonesia komunitas anak jalanan begitu banyak,
tersebar tidak hanya di kota-kota besar saja, di daerah-daerah juga banyak sekali anak-anak jalanan.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam paper ini rumusan masalah yang akan di bahas adalah:
1. Bagaimana kehidupan anak-anak jalanan?
2. Bagaimana strategi dan cara penanggulangan anak-anak jalanan?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Memberi gambaran mengenai kehidupan anak jalanan.
2. Memberi gambaran dalam strategi dan cara penanggulangan anak jalanan.

1.4 Manfaat
Dengan pemahaman yang baik mengenai masalah sosial dan segala hal mengenai masalah sosial yang
salah satu contohnya adalah masalah anak jalanan, diharapkan kita bisa mengambil ilmu dan
pengalaman. Yang kemudian akan mengarahkan kita kepada pemahaman akan pentingnya pemahaman
masalah sosial sebagai salah satu unsur penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kehidupan Anak Jalanan

Sebutan anak jalanan digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup di jalanan yang umumnya sudah
tidak memiliki ikatan dengan keluarga dan bekerja dijalanan bagi mereka yang masih memiliki ikatan
dengan keluarganya. Walaupun pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif, namun pada
dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan yang bukan hanya sekedar
bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak yang karena
pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmani,
rohani dan intelektualnya. Hal ini disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan,
lingkungan kerja dan lain sebagainya.

Setiap harinya berita tentang anak jalanan seolah-olah tidak ada hentinya. Derita dan penyiksaan yang
mereka alami sering muncul dalam berita. Anak jalanan di bawah umur kebanyakan diperas, ditindas
dan dipaksa untuk bekerja oleh para preman dan hasil kerja yang mereka peroleh dipaksa untuk
disetorkan kepada preman tesebut. Anak jalanan harus berjuang ditengah-tengah kota yang kejam
untuk mendapatkan sejumlah uang agar mereka bisa bertahan hidup dan tidak kelaparan. Pekerjaan
yang mereka kerjakan misalnya menjual rokok, membersihkan bus umum, penjaja koran, atau juga
mengamen.

Keuntungan yang mereka dapat tidak seberapa, namun harus mereka lakukan agar dapat tetap hidup di
kota metropolis ini. Anak-anak jalanan ini biasanya mangkal di terminal atau di persimpangan-
persimpangan jalan. Apa yang mereka lakukan adalah sebenarnya karena faktor ekonomi. Keadaan
ekonomi yang memaksa mereka harus bekerja, dan pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk seusia
mereka adalah pekerjaan di sektor informal.

Penggusuran yang sering kali dilakukan oleh Satpol PP terhadap anak jalanan ini akan memperparah
keadaan. Akan timbul masalah sosial yang lebih besar. Anak-anak yang digusur akan kehilangan mata
pencaharian, sedangkan secara ekonomi, mereka harus mencari lapangan usaha yang mampu
memenuhi kebutuhannya.

Bila lapangan usaha tersebut hilang, maka mereka akan mencari lapangan usaha lain, dan bila ini tidak
didapatkan, mereka akan melakukan tindakan apa saja yang penting bagi mereka bisa menghasilkan
uang. Hal inilah yang menimbulkan dampak sosial. Sebab apa yang mereka lakukan sudah tidak
memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku.
Bila ini sudah terjadi tentunya aparat keamanan akan semakin disibukkan kembali. Pencopetan,
perampokan, penodongan dan tindak kriminal lainnya akan menjadi suatu tindak pidana baru yang
pelakunya adalah anak-anak di bawah umur.

2.2 Strategi dan Cara Penanggulangan

Masalah anak jalanan adalah masalah yang sangat kompleks yang menjadi masalah kita bersama.
Pemerintah harus konsen dalam menyelesaikan masalah sosial tersebut. Masalah ini tidak dapat
ditangani hanya oleh satu pihak saja melainkan harus ditangani bersama-sama oleh berbagai pihak yang
perduli terhadap permasalahan ini dan juga dapat diatasi dengan suatu program yang komprehensi dan
tidak akan dapat tertangani secara efektif bila dilaksanakan secara persial.

Penanggulangan dapat dilakukan dengan membuat program peningkatan kesadaran masyarakat.


Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat agar mulai tergerak dan peduli terhadap masalah
anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan
masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan sebagainya.

Program penanggulangan diatas diharapkan bisa memberikan kesadaran penuh kepada anak-anak
jalanan bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir
tindakan kolektif dan tindakan kolektif tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan
perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.

BAB III
KESIMPILAN

Bangsa Indonesia tidak akan bisa maju selama bangsa ini belum bisa menyelesaikan masalah-masalah
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Penyelesaian tersebut tidak akan bisa tercapai selama para
pemimpin pusat dan para pemimpin daerah hanya sibuk memanfaatkan kepercayaan yang masyarakat
berikan sebagai aset untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dengan cara tidak menyalurkan
dana yang seharusnya diberikan untuk kesejahteraan masyarakat.

Hal ini akan menyebebkan orang yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin dan
terpuruk, serta tidak akan tercapai selama pemerintah pusat dan daerah belum mempunyai kesadaran
untuk lebih mementingkan kesejahteraan masyarakat dibanding kesejahteraan sendiri.

Untuk dapat menyelesaikan masalah sosial khususnya masalah sosial anak jalanan tidak akan tercapai
hanya dengan mengandalkan pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah juga harus ikut andil
dalam penyelesaian tersebut.
Melirik Kondisi Kejiwaan Anak Jalanan
Senin, 17 Mei 2010 - 10:23 wib

Perkara mendasar di Tanah Air tercinta Indonesia tampaknya belum mau kunjung surut. Masih segar
dalam ingatan berbagai kasus terkait anak jalanan (anjal).

Beberapa kasus terbaru yang “tampak” terkait dengan anak jalanan di antaranya adalah kasus Babeh
dengan kelainan jiwa pedofilia yang memakan korban anak-anak jalanan. Juga kita lihat bagaimana Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuki pihak yang bersalah melibatkan anak-anak dan
menganiaya anak-anak sehingga sejumlah anak terluka dalam peristiwa bentrok makam Mbah Priok di
Koja beberapa waktu silam. Penulis pun teringat pada pengalaman masa silam saat berpraktik sebagai calon
dokter jiwa dan menangani kasus seorang perempuan dewasa dengan kasus gangguan jiwa obsesif kompulsif
yang jika dirunut riwayatnya, dia pernah mengalami pelecehan seksual oleh paman sendiri pada saat masih
berusia 13 tahun.

Selain pihak anak banyak yang takut melaporkan peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya karena
dirinya diancam dan orang tua beranggapan bahwa kasus seperti itu aib, sewajarnya juga seorang anak
(seseorang dengan usia di bawah 18 tahun) yang belum berkembang sempurna secara psikoseksual tidak
memahami bahwa dia menjadi korban kekerasan seksual. Akibatnya kekerasan seksual terhadap anak
merupakan sebuah fenomena gunung es. Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian
Sosial (2008), jumlah anak jalanan sebesar 232.984 jiwa. Jumlah tersebut cenderung meningkat bila
dibandingkan tahun 2007 sebanyak 104.000 anak dan tahun 2006 sebanyak 144.000 anak.

Dari jumlah tersebut hanya 12% saja yang tertampung dirumah singgah, sedangkan 50% anak jalanan
tinggal bersama orang tuanya. Data dari Yayasan Cinta Anak Bangsa juga menunjukkan bahwa jumlah
anak telantar di Indonesia ada sekira 3,3 juta anak dan 160.000 di antaranya adalah anak jalanan.
Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak
sepanjang 2008 meningkat 30 persen menjadi 1.555 kasus atau 4,2 kasus per hari dari 1.194 kasus pada 2007.
Menurut catatan Dinas Sosial DKI Jakarta, sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di
Jakarta.

Per definisi, anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai
kegiatan ekonomi di jalanan, tetapi masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Sementara Kementerian
Sosial RI mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lain. Ada dua hipotesis kontradiktif
tentang hal ihwal keberadaan anak jalanan di jalanan: mereka berada di jalan karena memang menikmati
berada di jalan atau karena mereka tidak punya pilihan lain.

Walau pilihan kedua tampaknya menjadi mayoritas, adakalanya kita temukan ekspresi jiwa anak jalanan
yang bermain musik dengan riang dan sepenuh hati sehingga bisa dikatakan perasaan semacam itu
menyelamatkan mereka dari “kegilaan” karena getirnya hidup. Sejauh ini anak jalanan tidak bisa dikatakan
berada di jalanan untuk “menikmati” hidup di jalanan yang keji tanpa fasilitas kecuali kerap mengonsumsi
teratur vitamin berupa polusi udara dan suara karena pada dasarnya mereka selalu menjadi korban.
Dengan begitu banyaknya dasar hukum penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia dan salah satunya
yang utama adalah UU No 23 Tahun 2002 yang juga membahas perlindungan anak dari kekerasan dan
diskriminasi, lantas kenapa jumlah anak jalanan bertambah?

Kenapa pula pada praktiknya aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan secara parsial, sektoral,
dan terfragmentasi tanpa kesinambungan waktu yang cukup memadai untuk sebuah program dapat
berjalan dan terpantau dengan evaluasi dari efektivitasnya?

Ilustrasi Kasus
Ranah kekerasan terhadap anak dapat terjadi di jalanan, tetapi juga dapat terjadi di dalam ranah keluarga
yang notabene aman dan nyaman bagi anak. Di jalanan anak-anak dipaksa menjadi pengemis, pelacur anak,
pekerja malam, dan lainnya. Untuk ruang keluarga–– seperti banyak dieksploitasi oleh sinetron kita––
adalah contoh bagaimana anak dieksploitasi menjadi pekerja rumah tangga dan mengalami penganiayaan
fisik, juga psikis. Begitu juga kekerasan seksual terhadap anak yang tidak henti-hentinya terjadi. Babeh alias
Baekuni (48 tahun) mengaku telah membunuh delapan anak jalanan, hampir semua dimutilasi setelah
sebelumnya menjadi korban pedofilia.

Kasus seperti itu menjadi repetisi dari sebuah kasus klasik yang sempat menjadi mimpi buruk, yaitu
kekejaman Robot Gedek pada pertengahan tahun sembilan puluhan. Untuk melengkapi ironi dan tragedi
dari kebengisan Robot Gedek, tentu semua korbannya adalah anak jalanan yang sepertinya memang identik
dengan penderitaan. Anak korban pedofilia dapat mengalami gangguan fisik dan mental. Bila kejadian
tersebut disertai paksaan dan kekerasan, tingkat trauma psikologis yang ditimbulkan lebih berat, bahkan
sampai usia dewasa akan sulit dihilangkan. Gangguan kejiwaan dan berbagai kelainan psikopatologis
lainnya juga tidak terelakkan.

Dikatakan bahwa gangguan pedofilia yang dialami Babe diawali oleh kejadian dirinya menjadi korban
pedofilia di usia remaja. Secara ideal, tentu kita berharap korban pedofilia dilaporkan. Jika saja korban
pedofilia tersebut terlaporkan atau nyawanya tidak melayang, pendekatan terapi sejak dini harus segera
dilakukan. Masih banyak lagi ragam kondisi kejiwaan yang bisa dialami oleh anak jalanan yang kadarnya
dianggap di atas sekadar juvenile delinquency (kenakalan remaja) seperti penyalahgunaan zat dengan
bahaya mematikan, gangguan emosi dan perilaku, gangguan afektif seperti depresi, kepribadian antisosial,
perilaku impulsif. Namun cukup dengan menelaah satu kasus Babeh saja, kita dapat membayangkan betapa
berbedanya cara hidup anak pada umumnya dan anak jalanan.

Anak-anak pada umumnya dapat hidup nyaman dan tenteram dalam lingkungan keluarga (nature) dengan
pola asuh (nurture) yang baik untuk anak, sementara anak jalanan bertanggung jawab atas tubuh dan
dirinya secara utuh. Mereka wajib kebal terhadap risiko atas kekerasan hidup dan pekerjaan fisik yang
tidak terbayangkan dapat diterima oleh anak seusianya. Seolah-olah mereka hidup dengan menggantungkan
panjang usia hidupnya pada proses seleksi alam.

Metode Terapeutik

Berbagai program telah diciptakan untuk menangani anak jalanan. Ditjen Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Kementerian Sosial RI memiliki program Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dengan salah satu
sasaran adalah anak jalanan. Pada April 2010 lalu juga dikatakan bahwa Kementerian Sosial berencana
memberikan bantuan tunai bersyarat yang besarnya antara Rp900.000 sampai dengan Rp1,8 juta per anak
per tahun. Bantuan tunai itu akan disalurkan melalui lembaga sosial anak yang ditunjuk pemerintah dan
harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak jalanan serta meningkatkan akses mereka ke
sarana pelayanan sosial dasar seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Namun, jangan diabaikan bahwa jika jiwanya sudah rapuh, tidak mudah untuk memenetrasi anak jalanan
aga mau belajar dan peduli dengan kesehatan. Pada shelter ataupun program Kota Layak Anak (KLA)
sebagai bagian dari upaya Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, perlu
diselipkan metode terapeutik seperti community intervention strategies yang ditujukan untuk memperkuat
kemampuan dari komunitas untuk meningkatkan perilaku yang prososial dan mengurangi sikap antisosial
dan kenakalan remaja. Caranya dengan mengombinasikan case management komunitas yang agresif,
pendekatan keluarga secara intensif, dan pembentukan pola perilaku yang spesifik untuk mengurangi
kriminalitas, kedekatan dengan teman sepergaulan yang menyimpang, penyalahgunaan zat, dan sebagainya.

Metode ini tampaknya mempunyai dampak jangka panjang yang paling efektif terhadap perilaku remaja,
terutama anak jalanan, sehingga keluar dari kubangan rasa ketidakberdayaan atau learned helplessness.
Anak jalanan bukan pesakitan dan tidak boleh distigma sakit jiwa. Namun, dengan menghitung logika beban
jiwLa yang harus mereka hadapi, mereka berhak untuk terganggu jiwanya.(*)

‘/k

Anda mungkin juga menyukai