BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah
persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu
akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi ibu
maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika
komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu, tersedianya sarana dan
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa
kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin. Setiap wanita hamil, dan nifas
menyebabkan kematian ibu. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi
dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak
kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan mengalami mengalami masalah
kesehatan yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, diperlukan tndakan yang tepat dan
1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1 % dari seluruh persalinan. Dari laporan-
laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar
antara 5 % sampai 15 %. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain :
BAB II
I. Pengertian
ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor
dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, inversio uteri,
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta
yang tertinggal.
III. Etiology
1. Atonia uteri ( 50 – 60 % )
2. Sisa plasenta ( 23 – 24 % )
3. Retensio Plasenta ( 16 – 17 % )
IV. Insiden :
V. Faktor predisposisi
previous PPH
c. Antepartum haemorraghic
h. Chorioamnionitis
k. General anastesia
m. Operative delivery
n. Solutio placenta
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun
pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi daripada
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk multigravida
kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi mengalami penurunan
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan
lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam
ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan
nifas.
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental
ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga angka
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko
tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan yang
dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin
dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat
VI. Patofisiologi :
2. Partus lama
6. penggunaan tokolitik
8. Reaksi HPP
1. Laserasi vagina
2. Laserasi serviks
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
Gejala klinis berupa pendarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir.
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan
lain-lain. Penderita tanpa disadari dapat kehilangan banyak darah sebelum ia tampak
Perdarahan yang langsung terjadi setelah anak lahir tetapi plasenta belum lahir
biasanya disebabkan oleh robekan jalan lahir. Perdarahan setelah plasenta lahir,
biasanya disebabkan oleh atonia uteri. Atonia uteri dapat diketahui dengan palpasi
uterus ; fundus uteri tinggi di atas pusat, uterus lembek, kontraksi uterus tidak baik.
Sisa plasenta yang tertinggal dalam kavum uteri dapat diketahui dengan memeriksa
plasenta yang lahir apakah lengkap atau tidak kemudian eksplorasi kavum uteri
terhadap sisa plasenta, sisa selaput ketuban, atau plasenta suksenturiata (anak
plasenta). Eksplorasi kavum uteri dapat juga berguna untuk mengetahui apakan ada
robekan rahum. Laserasi (robekan) serviks dan vagina dapat diketahui dengan
laboratorium antara lain pemeriksaan Hb, COT (Clot Observation Test), kadar
Pemeriksaan laboratorium
buruk
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal
waktu pembekuan
Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
IX. Diagnosis
Gangguan kardiovaskular
Kesadaran menurun
Syok - kematian
Robekan rahim
KKS OBGYN RSUD DR.RM.Djoelham Binjai 17
Cut Sabrina NPM 05171035 / UNAYA
Agustus,
[ PPH E.C. ATONIA UTERI] 2011
Placenta suksenturiata
f. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks dan vagina serta varises yang
pecah
Jika perdarahan masif, diagnosis relatif lebih mudah. HATI-HATI pada perdarahan
Volume
Tekanan Darah Gejala dan
Kehilangan Derajat Syok
(sistolik) Tanda
Darah
Palpitasi,
500-1000 mL
(10-15%)
pusing
Lemah,
1000-1500 mL Penurunan ringan
takikardia, Ringan
(15-25%) (80-100 mm Hg)
berkeringat
Plasenta lengkap
segera ( P3 )
lahir )
perdarahan ( sekunder / P3 )
bila infeksi
adanya perdarahan yang akan menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal
ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan
dicatat.
di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba
uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya
kadang kala dengan urine. Darah terserap spons, handuk, linen, tertampung
X. Komplikasi
Syok hipovolemik
1. Anemia
2. Sheehans syndrom
3. Asherman’s Syndrom
4. Reksi transfuse
nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian
Hentikan pendarahan
Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu
dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post
partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin
(NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan
cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di
hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi
kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang
normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik
dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan
oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat
kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan
Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat
menyebabkan penjendalan.
Penatalaksanaan umum :
2. Lakukan evaluasi kondisi umum ibu dengan cepat, termasuk tanda-tanda vital (
3. Jika dicurigai syok, segera mulai terapi syok. Walaupun tidak ada tanda syok,
tetap pikirkan tentang syok saat anda mengevaluasi ibu lebih lanjut karena
statusnya dapat memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, penting untuk
4. Massase uterus untuk mengeluarkan darah dan bekuan darah. Bekuan darah
8. Periksa untuk melihat apakah placenta telah keluar dan periksa kelengkapan
placenta
Jika Hb < 7 gr% atau Ht < 20%, siapkan transfuse dan berikan zat besi
Diagnosis
- perdarahan > 500 cc
- ada gejala klinis
- evaluasi tanda vital
Syok ?
- kulit dingin
- pernafasan tidak teratur
- takikardi Tanggulangi
- Nadi kecil/tak teraba syok
- Urin <<
o DD placenta
inkarserata
o Segera darah
o Uterus berkontraksi
o Anemia
XII. Pencegahan
Jangan memijat dan mendorong uterus kebawah sebelum placenta lepas dari
Oksitosin / uterotonika
Tingkatkan KB
masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut
membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran
masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan
cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa
7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak
penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis
BAB III
ATONIA UTERI
I. PENDAHULUAN
Perdarahan pospartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu 3
diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi
Penyebab yang sering perdarahan pospartum dini adalah atonia uteri. Faktor risiko
terjadinya atonia uteri: paritas yang tinggi, overdistended uterus (kehamilan multiple,
polihidramnion), persalinan lama atau terlalu cepat, riwayat induksi, dan penggunaan
magnesium sulfat. Tonus uteri biasanya dinilai dengan palpasi abdomen setelah
persalinan; walaupun kontraksi uterus normal, tetap dilakukan terapi untuk mencegah
II. PENGERTIAN
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
tidak berkontraksi.
Grandemultipara
Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak sangat besar
(BB >4000gram)
Partus precipitates
Infeksi uterus
Anemi berat
IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif
protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip
100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang
Satu unit Volume per unit Per unit mengandung Efek pd perdarahan
obsterri
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
Darah Lengkap Sekitar 500 mL ; Ht SDM, plasma, 600-700 mg Memulihkan TBV dan
meningkatkan Ht 3-4
Packed RBC Sekitar 250 mL plus Hanya SDM, tidak ada meningkatkan Ht 3-4
sekitar 55-80%
Plasma Beku segar Sekitar 250 mL; Koloid plus sekitar 600-700 Memulihkan volume
selama 30menit
sebelum digunakan
Kriopresipitat Sekitar 15 mL, beku Sekitar 200 mg fibrinogen Diperlikan sekitar 3000-
disimpan pada suhu hitung trombosit sekitar sebanyak 6-10 unit jika
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.
Dengan memakai sarung tangan yang steril atau yang didesinfeksi tingkat
tinggi , masukan satu tangan kedalam vagina dan keluarkan bekuan darah dari
Letakan kepalan tangan di forniks anterior dan beri tekanan pada dinding
anterior uterus.
Dengan tangan yang lain , tekan abdomen dibelakang uterus dalam dalam
promontorium.
Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa
keadekuatan kompresi
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat
diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan
langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini
menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hipertensi.
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat
diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat
ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping
bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping
serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-
96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka
pemberian kewaspadaan
dan
kontraindikasi
IM : 10 unit
Ergometrin / IM atau IV secara Ulangi 0,2 mg Lima dosis (1mg) Tekanan darah
0,2 mg melalui
IM atau IV secara
perlahan setiap 4
jam
F2α
cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2
liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan
operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin,
diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi
cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas
3. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-
90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus
setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm
Untuk melakukan ligasi Arteri uterine, diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular
ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa
uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu
penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika
langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.
Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter.
Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri
2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri,
dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas
berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri
iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
• Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B
• Histerektomi
mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
Gambar Histerektomi
BAB IV
KESIMPULAN
1. Perdarahan pospartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu dari 3
diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi
dampak tersebut.
perdarahan pospartum dini, identifikasi faktor risiko, dan ketersediaan fasilitas untuk
4. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
Atonia uteri
Infus
Uterotonika
Tindakan mekanis ( massase)
Kompresi bimanual Eastman
Perasat Dickinson
Kompresi aorta abdominalis
Tamponade uterovaginal
Dilatasi kuretase
Perdarahan Perdarahan
terus berhenti
Histerektomi Konservatif
- Ligasi arteri - antibiotic
hipogastrika KKS OBGYN- RSUD DR.RM.Djoelham Binjai 63
uterotonic
- Umur > 35 thn Cut Sabrina NPM 05171035
- Suportif (Fe dan/ Vit)
UNAYA
- Grandemultipara
- Paritas kecil
- Perawatan post OP
Agustus,
[ PPH E.C. ATONIA UTERI] 2011
DAFTAR PUSTAKA
2005
4) Delfi Lutan Sp.OG,dr. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi.
6) Prof. dr. Abdul bari saifudin, SpOG, MPH, buku acuan nasional pelayanan
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, hal 169 – 171, 2000. Jakarta.
7) Http://puskesmas_palaran.worldpress.com/2006
8) http://cakulOb.geocities.com
9) Http://www.tempo.co.id
10) http://www.scribd.com/doc/8649214/PENDARAHAN-PASCA-PERSALINAN
11) http://free-medical.com
12) http://books.google.co.id