BAB I
PENDAHULUAN
Alergi terhitung sebagai keluhan utama dari 50% pasien baru pada
bidang THT. Keahlian dalam menatalaksana masalah alergi dari saluran
pernafasan bagian atas adalah keahlian yang sangat berharga sebagai seorang
ahli THT.1
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh
perempuan dan laki-laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa
saluran hidung dan sinus yang disebabkan alergi terhadap partikel, seperti debu,
asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. Meskipun bukan penyakit berbahaya
yang mematikan, rinitis alergi harus dianggap penyakit yang serius karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Tak hanya aktivitas sehari-hari yang
menjadi terganggu, biaya yang akan dikeluarkan untuk mengobatinya pun akan
semakin mahal apabila penyakit ini tidak segera diatasi karena telah menjadi
kronis.2
BAB II
ANATOMI HIDUNG
2.1. ANATOMI
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:1
sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:1
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
dibelakang nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk
oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os
etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian
tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.1
Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka
media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut
konka suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.1
2.2. PENDARAHAN
2.3. PERSARAFAN
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal
dari n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina.1
Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.1
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga
hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo
stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat
sel-sel goblet.1
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh
palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan
oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.1
BAB III
FISIOLOGI HIDUNG
1. Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.
2. Fungsi penghidu
Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu.
3. Fungsi fonetik
Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.
5. Reflex nasal.
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan
terjadi sebaliknya.1
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius.
Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di
bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.1
Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring dihidung oleh: 1
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b. Silia
c. Palut lender
Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan
partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan reflex
bersin.
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).1
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses
pembentukan konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara.1
BAB IV
RHINITIS ALERGI
4.1 DEFINISI
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).1
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh
IgE.1
4.2 ETIOLOGI
Rhinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari
pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik
secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 – 30% semua populasi dan pada 10
– 15% anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi
menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50%. Peran lingkungan dalam dalam
rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan
Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk
bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu
binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.1
4.3 PREVALENSI
Rhinitis alergi merupakan bentuk yang paling sering dari semua penyakit
atopi, diperkirakan mencapai prevalensi 5-22%.4 Rhinitis alergi telah menjadi
problem kesehatan global, mempengaruhi 10% sampai lebih dari 40% seluruh
penduduk dunia. Rhinitis alergi juga telah menjadi 1 dari 10 alasan utama pasien
datang berobat ke dokter. Namun, prevalensi ini bisa menjadi lebih tinggi, hal ini
dikarenakan banyaknya pasien yang mengobati diri sendiri tanpa berkonsultasi
ke dokter, maupun penderita yang tidak terhitung pada survey resmi.3
4.4 PATOFISILOGI
dalam reaksi ini, penting bagi dokter untuk memiliki pemahaman umum tentang
hal tersebut.4
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta pengingkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan
Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada
sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah
akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti
Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein(E DP ), Major
Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain
faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat
gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi.1
Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran,
sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang member
gejala asma bronchial dan rhinitis alergi. 1
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga
kemungkinan ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau
keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,
reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari
sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh.
Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari
daya eliminasi Ag oleh tubuh.
4.6 KLASIFIKASI
1. Intermiten (kadang-kadang)
Bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
2. Persisten/menetap
Bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi :1
1. Ringan
Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang
mengganggu.
DIANA NIRMALASARI 02310044 19
RHINITIS ALERGI
2. Sedang-berat
Bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
4.7 DIAGNOSIS
4.7.1 Anamnesis
Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak,
hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Rinitis alergi sering disertai
oleh gejala konjungtivitis alergi. Sering kali gejala yang timbul tidak
lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat
merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh
pasien.1 Gejala klinis lainnya dapat berupa ‘popping of the ears’,
berdeham, dan batuk-batuk lebih jarang dikeluhkan.5
a. In vitro
b. In vivo
1. Rhinitis Non-alergik
4.9 TATALAKSANA
2. Medikamentosa
a. Antihistamin
b. Dekongestan
c. Antikolinergik
d. Kortikosteroid
e. Lainnya
3. Operatif
4. Imunoterapi
4.10 KOMPLIKASI
1. Polip hidung.
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung
merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung
dan kekambuhan polip hidung.
3. Sinusitis paranasal.
BAB IV
KESIMPULAN
Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang
disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: debu, asap, serbuk/tepung sari
yang ada di udara. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat,
bersin-bersin, keluar ingus cair seperti air bening. Seringkali gejala meliputi
mata, yaitu : berair, kemerahan dan gatal. RA merupakan penyakit umum dan
sering dijumpai.
Pemeriksaan alergi dengan tes kulit (tes cukit) terhadap berbagai allergen
mungkin dapat menunjang penegakan diagnosis RA.Bila hasil belum dapat
mengetahui mungkin diperlukan tes alergi intra dermal. Pemeriksaan kadar lgE di
darah meningkat (tidak spesifik). Pemeriksaan terhadap lgE spesifik terhadap
alergen tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI