Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DIABETES MELITUS

NAMA : COK ISTRI ARISA PUSPA DEWI


NIM : 15C11538

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2018

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan
atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus
merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2002).

2. Etiologi
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
1) Factor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
2) Factor Immunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Factor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

b. Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi
pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008).
Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

3. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan
kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan
normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari
asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi
insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
4. Manifestasi Klinis
a. Diabetes Tipe I
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
3) Keletihan dan kelemahan
4) Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
1) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
2) Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
3) Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit
vaskular perifer)

5. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus)
digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
1) Hipoglikemia/ Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula
darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai
keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah
koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak
diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin.
Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau
olahraga yang berlebih.
2) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (Hhnc/ Honk).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa
terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg
bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi
melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan
fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 –
150 mEq per liter kalium bervariasi.
3) Ketoasidosis Diabetic (Kad)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang
ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
b. Komplikasi Kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai
sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah
untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetic

6. Pemeriksaan Diagnostic/Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa >
200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I.
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II).
j. Urine: gula dan aseton positif.
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

7. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan
a. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:

a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi


atau ditambah.
b) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c) Jenis makanan yang manis harus dihindari.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan


oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat
badan normal) dengan rumus :

a) Kurus (underweight) BBR < 90 %


b) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
c) Gemuk (overweight) BBR > 110%
d) Obesitas apabila BBR > 120%

§ Obesitas ringan BBR 120 % - 130%

§ Obesitas sedang BBR 130% - 140%

§ Obesitas berat BBR 140% - 200%

§ Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk


penderita DM yang bekerja biasa adalah :

a) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari


b) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
c) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
d) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,


adalah :
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
b) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
d) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein.
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3) Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.
4) Obat
a) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
b) Insulin.
c) Cangkok pankreas
d) Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor
hidup saudara kembar identic

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci
adalah sebagai berikut :
1) Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
- Airway + cervical control
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/
darah pada rongga mulut
b) Cervical Control
Breathing + Oxygenation
c) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

- KAD : Pernafasan kussmaul


- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
d) Oxygenation : Kanula, tube, mask
Circulation + Hemorrhage control
e) Circulation :

- Tanda dan gejala schok


- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
f) Hemorrhage control : -

Disability : pemeriksaan neurologis GCS

A: Allert : sadar penuh, respon bagus

V: Voice Respon : kesadaran menurun, berespon terhadap suara

P: Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon terhadap


suara, berespon terhadap rangsangan nyeri

U: Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,


tdk bersespon thd nyeri
2) Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi:
a) AMPLE: alergi, medication, past illness, last meal, event.
b) Pemeriksaan seluruh tubuh: Head to toe.
c) Pemeriksaan penunjang: lebih detail, evaluasi ulang.

8. Asuhan Keperawatan Teoritis


a. Pengkajian
1) Data Subjektif
a) Pasien mengatakan banyak minum.
b) Pasien mengatakan sering kencing, sering makan.
c) Pasien mengatakan penglihatannya mulai kabur.
d) Pasien mengatakan sering kesemutan.
e) Pasien mengatakan konsentrasinya mulai terganggu.

2) Data Objektif
a) Nafas bau aseton.
b) Poliuri, polipagi, polidipsi.

b. Perencanaan
1) Prioritas
Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b) Kekurangan volume cairan
c) Nyeri akut
d) Perfusi jaringan perifer tidak efektif

Intervensi
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
 Tentukan program diet dan pola makan pasien
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen
atau perut.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti tingkat
kesadaran, kulit lembab atau dingin, denyut nadi cepat,
cemas, peka rangsang
 Berikan pengobatan insulin secara teratur
 Lakukan pemeriksaan gula darah secara rutin

b) Kekurangan volume cairan


 Pantau tanda-tanda vital
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan
membrane mukosa
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit
2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri
abdomen, muntah dan distensi lambung
 Berikan terapi cairan sesuai indikasi
 Pantau pemeriksaan laboratorium
c) Nyeri akut
 Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat
atau meringankan nyeri.
 Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat
aktivitas yang dapat di toleran.
 Ajarkan tehnik distraksi relaksasi
 Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
c. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan.

d. Evaluasi
 Nutrisi pasien terpenuhi
 Pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan
 Pasien tidak nyeri
WOC

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Ideopatik, usia, genetik

Sel  pancreas hancur Jumlah sel pancreas menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme Liposis meningkat


protein meningkat

Hiperglikemia Pembatasan
diet Penurunan BB

Fleksibilitas
darah merah Poliuria Intake tidak Ketidakseimbangan
adekuat nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Pelepasan Kekurangan
O2 volume
cairan
Hipoksia
Perifer
Perfusi jaringan
perifer tidak
efektif
Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol


3.Jakarta:EGC

Carpenito, L.J.2000.Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi


6.Jakarta:EGC

Corwin, EJ. 2009.Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi.Jakarta:EGC

Mansjoer, A dkk.2007.Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.Jakarta:Media


Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai