Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DENGUE HAEMORAGIC FEVER

Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi
Demam dengue/DHF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemoragic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis haemoragic
(Nursalam, 2012).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh arbovirus (arthropodbom virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
(Aedes albopictus dan Aedes aegypti) (Suddart, 2013).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan
oleh 4 tipe serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manisfestasi perdarahan, hepatomegali dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya rejatan (sindrom rejatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2007).
B. Etiologi
1. Virus dengue
Deman dengue dan demamm berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam
aribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak
(Nursalam, 2012).
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi,
sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus
berperan melalui kemampuan virus untuk menginfeksi lebih banyak sel,
membentuk virus progenik, menyebabkan reaksi inflamasi hebat, menghindari
respon imun mekanisme efektor.
2. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis
yang lainnya (Nursalam, 2012).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti)
maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam
potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes
Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada
siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari (Nursalam, 2012).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika
seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu
mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula
terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya
jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta
(Mansjoer, 2007).
C. Klasifikasi
WHO mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (
>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( £ 120 mmHg ), tekanan darah menurun,
4. Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur ( denyut jantung ³ 140x/mnt )
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru (Mansjoer,
2007).
D. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan ( pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
Histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma
dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia
dapat terjadi akibat dari, penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani, 2012).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka
akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari
(Murwani, 2012).
Menurut Nursalam (2012) virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan
nyamuk aedes aeygypty. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita menalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal
pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (hepatomegali). Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan
terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem
komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan akan di lepas C3a dan C5a dua peptida
yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai
faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibtkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran
plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningatan hematokrit >20%) menunjukan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Noersalam, 2005).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lam
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik (Corwin, 2014).
E. Manifestasi Klinis
1. Demam : demam tinggi timbul mendadak, terus menerus, berlangsung dua
sampai tujuh hari turun secara cepat menuju suhu normal atau lebih rendah.
Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik
misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala
dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan: perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit
(trombositopeni) serta gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat
metamorfosis trombosit. Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
a. Uji torniquet positif
b. Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
c. Epistaksis dan perdarahan gusi
d. Hematemesis, melena
e. Hematuri
3. Hepatomegali :
a. Biasanya dijumpai pada awal penyakit
b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
c. Nyeri tekan pada daerah ulu hati
d. Tanpa diikuti dengan ikterus
e. Pembesaran ini diduga berkaitan dengan strain serotipe virus dengue
4. Syok : Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan
kebocoran plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak.
Sedangkan tanda-tanda syok adalah:
a. Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
b. Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
c. Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
d. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang dari 80 mmHg)
e. Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
5. Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya
terjadi pada hari ke tiga sampai ke tujuh.
6. Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator
kemungkinan terjadinya syok.
7. Gejala-gejala lain :
a. Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
b. Penurunan kesadaran (Murwani, 2012)
F. Komplikasi
1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue
dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut (Mansjoer, 2007).
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila
syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-
dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera
ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi
udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila
terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak
dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat
yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat
diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada
masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek (Murwani,
2012).
2. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom
uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok
belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai akute
tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin (Mansjoer, 2007).
3. Edema paru
Edem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi
pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan
diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin
dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami
distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran udem paru pada foto rontgen dada (Mansjoer, 2007).
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin
beratnya bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock
syndrome. Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai
berikut: dehidrasi, pendarahan, jumlah platelet yang rendah, hipotensi,
bradikardi, kerusakan hati.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/ tes kerapuhan kapiler merupakan metode
diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada pasien.
Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidentifikasi
trombositopinia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menurut WHO.
Langkah tes torniquet (Mansjoer, 2007):
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien : tidak memerlukan persiapan khusus
2) Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah vena.
Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan internal akan
terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan kapiler turun akan
timbul petechie dikulit
3) Alat bahan : tensimeter, stetoskop, timer, spidol
b. Analitik
1) Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan sistolik
(TS) dan tekanan diastolik (TD)
2) Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3cm,
3) Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar ½ x (TS+TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
4) Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang dibuat
c. Post Analitik
1) < 10 : normal/negatif
2) 10-20 : dubia (ragu-ragu)
3) >20 : abnormal (positif)
2. Labolatorium
a. Hb dan PCV meningkat ( ³ 20% )
b. Leukopeni ( mungkin normal atau lekositosis )
c. Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder
d. Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau
4-6 jam apabila sudah menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis,
FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.
e. Hemokonsentrasi yaitu terjadi peningkatan nilai hematokrit > 20 %.
Meningginya hematokrit sangat berhubungan dengan beratnya renjatan.
Hemokonsentrasi selalu mendahului perubahan tekanan darah dan nadi,
oleh kerena itu pemeriksan hematokrit secara berkala dapat menentukan sat
yang tepat penghentian pemberian cairan atau darah.
f. Trombositopenia, akan terjadi penurunan trombosit sampai dibawah
100.000 mm3
g. Sediaan hapusan darah tepi, terdapat fragmentosit, yang menandakan
terjadinya hemolisis
h. Sumsum tulang, terdapatnya hipoplasi sistem eritropoetik disertai
hiperplasi sistem RE dan terdapatnya makrofag dengan fagositosis dari
bermacam jenis sel
i. Elektrolit, : hiponatremi (135 mEq/l). terjadi hiponatremi karena adanya
kebocoran plasma,anoreksia, keluarnya keringat, muntah dan intake yang
kurang
j. Hiperkalemi , asidosis metabolic
k. Tekanan onkotik koloid menurun, protein plasma menurun, Serum
transaminasi meningkat.
H. Penatalaksanaan
1. Indikasi rawat tinggal
a. Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang )
atau kejang-kejang.
b. Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif /
negatif, kesan sakit keras ( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.
c. Panas disertai perdarahan
d. Panas disertai renjatan (Mansjoer, 2007).
2. Fase Demam
Hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, inguinal. Bila cairan
oral tidak dapat diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut
yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang-kadang diperlukan, namun antipiretik tidak dapat mengurangi lama
demam pada DBD (Murwani, 2012).
3. Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Cairan intravena diperlukan,
apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan
natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan
yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu
cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%) (Murwani, 2012).
4. Syok Sindrom Dengue
a. Penggantian volume segera
1) Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg BB.
Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal danumur
10 mm/kg BB/jam.
2) Bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan
koloid. Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan
kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam.
3) Bila tidak ada perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid
(dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian
koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500
ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.
4) Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih
menetap sedangkan kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi
perdarahan; maka dianjurkan pemberian transfusi darah segar.
5) Apabila kadar hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam
volume kecil (10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24
jam.
6) Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai
keadaan klinis dankadar hematokrit.
7) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan
menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan tergantung dari
kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam (Murwani, 2012).
b. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD,
maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada
DBD berat.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian yang efektif pada DHF ataupun DSS di ruang IGD didasarkan
pada kemampuan analisis kritis perawat untuk memprediksikan, mengenali dan
menentukan dengan cepat pasien dengan DSS atau potensial DSS sehingga dapat
diberikan penanganan yang cepat pula, karena keterlambatan resusitasi dapat
meningkatkan resiko mortalitas. Hal ini sangat didukung oleh pengetahuan perawat
tentang hal-hal yang harus dikaji pada pasien dengan DHF atau DSS, termasuk
manifestasi klinis yang mungkin muncul dalam setiap tahap dari penyakit tersebut.
Secara umum munculnya tanda dan gejala nyeri atau tenderness pada abdomen,
muntah terus menerus, akumulasi cairan misalnya efusi pleura atai
asites,perdarahan mukosa,penurunan kesadaran : letargi, gelisah, pembesaran liver
(≥2cm),peningkatan hematokrit dengan penurunan jumlah platelet secara cepat
merupakan indikator bahwa diperlukan evaluai medis segera. CDC (Center Disease
Control and Prevention) menjelaskan bahwa fokus pengkajian untuk kegawatan
pada DHF yang dikenal dengan DSS adalah sebagai berikut (Nursalam, 2012):
1. Riwayat demam
Riwayat demam yang akurat penting untuk ketepatan diagnosis dan membantu
prediksi kehilangan cairan, dan fase penyakit. Terdapat perbedaan karakteristik
demam pada :
a. DF demam akut biasanya 2 hari atau lebih
b. DHF : 2-7 hari
c. DSS :penurunan temperatur yang tiba-tiba (>38.0°C menjadi temperatur
normal atau subnormal)
2. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda kegawatan/kritis adalah ketika didapatkan nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi yang sempit (TD sistolik-TD diastolik <20mm Hg) atau hipotensi
berdasarkan tekanan darah sesuai usia.
3. Pemeriksaan fisik fokus dan manifestasi perdarahan
Kondisi pasien mulai kritis ketika didapatkan tanda-tanda manifestasi klinis
perdarahan atau tes torniquet positif disertai tanda munculnya asites dan atau
efusi pleura, kulitdan ekstremitas teraba dingin, basah, kesadaran menurun
(letargi atau gelisah),CRT>2 detik, oliguria, tanda-tanda shock (Murwani,
2012).
4. Pemeriksaan laboratorium
Untuk kewaspadaan ,didapatkannya leukopenia dengan onset baru (WBC
<5,000 cells/mm3) limfositosis danpeningkatan limfosit yang bersifat atypical,
mengindikasikan dalam 24 jam berikutnya pasien potensial akan masuk dalam
fase kritis. Sedangkan tanda-tandapasien telah masuk fase kritis adalah ketika
tanda dan gejalapada pengkajian riwayat dan pemeriksaa fisik diatas
disertaitemuan onset yang baru dari hasil lab sebagai berikut (Nursalam, 2012):
a. Thrombocytopenia (≤100,000 cells per mm3)
b. Hemokosentrasi ( peningkatan hematocrit ≥20% diatas rata-rata sesuai usia
atau penurunan hematocrit ≥20% dari terapi cairan yang diperlukan,
hipoproteinemia, hipokolesterolemia
Deteksi dini menjadi sangat penting karena kesalahan dalam mengenali tanda-
tanda kritis dapat menyebabkan keterlambatan reusitasi cepat yang dapat
menyebabkan pasien masuk kedalam komplikasi atau yang ditandai dengan
perdarahan masif dan gangguan metabolisme seperti hipokalsemia,
hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis laktat, dan hiponatremia (CDC).
Sehingga monitor ketat oleh perawat terhadap volume intravaskular, fungsi
organ vital, dan respon pasien terhadap treatment, jenis cairan yang masuk,
serta kemungkinan sumber perdarahan lainnya menjadi sangat penting. Maka,
untuk keperluan tersebut maka perawat sebagai petugas yang 24 jam didekat
pasien memiliki peran yang signifikan dalam efektifitas observasi tersebut
(Nursalam, 2012).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d dehidrasi, penyakit, peningkatan laju metabolism d.d gelisah,
kulit kemerahan, takikardia, takipnea, kulit terasa hangat.
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme
regulasi d.d haus, kelemahan, kulit kering, membrane mukosa kering,
peningkatan frekuensi nadi, peningkatan hematocrit, peningkatan suhu tubuh,
penurunan tekanan darah, penurunan turgor kulit, perubahan status mental.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis,
kurang asupan makanan d.d bising usus hiperaktif, cepat kenyang setelah
makan, membrane mukosa pucat, nyeri abdomen, sariawan rogga mulut.
4. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi, keletihan d.d bradipnea,
dyspnea, fase ekspansi memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan cuping hidung, pola nafas abnormal.
5. Resiko syok b.d hypovolemia, infeksi, sepsis (NANDA, 2015-2017).
C. Rencana Keperawatan

No Diagnose Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


1 Hipertermi b.d dehidrasi, Setelah dilakukan asuhan NIC :Fever treatment
penyakit, peningkatan laju keperawatan selama …x…jam a. Monitor suhu sesering mungkin
metabolism d.d gelisah, diharapkan suhu tubuh kembali b. Monitor IWL
kulit kemerahan, takikardia, normal dengan kriteria hasil: c. Monitor warna dan suhu kulit
takipnea, kulit terasa NOC : Thermoregulation d. Monitor tekanan darah, nadi dan
hangat. Kriteria Hasil : RR
a. Suhu tubuh dalam rentang e. Monitor penurunan tingkat
normal kesadaran
b. Nadi dan RR dalam rentang f. Monitor WBC, Hb, dan Hct
normal g. Monitor intake dan output
c. Tidak ada perubahan warna h. Berikan anti piretik
kulit dan tidak ada pusing
i. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam
j. Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
Temperature regulation
a. Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
b. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
c. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Vital sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
c. Monitor pola pernapasan
abnormal
d. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
2. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan NIC : Fluid management
b.d kehilangan cairan aktif, keperawatan selama …x…jam a. Pertahankan catatan intake dan
kegagalan mekanisme diharapkan caian tubuh kembali output yang akurat
regulasi d.d haus, normal dengan kriteria hasil: b. Monitor status hidrasi (
kelemahan, kulit kering, NOC: kelembaban membran mukosa,
membrane mukosa kering, a. Fluid balance nadi adekuat, tekanan darah
peningkatan frekuensi nadi, b. Hydration ortostatik ), jika diperlukan
peningkatan hematocrit, c. Nutritional Status : Food and
peningkatan suhu tubuh, Fluid Intake
penurunan tekanan darah, Kriteria Hasil : c. Monitor hasil lab yang sesuai
penurunan turgor kulit, a. Mempertahankan urine output dengan retensi cairan (BUN ,
perubahan status mental. sesuai dengan usia dan BB, BJ Hmt , osmolalitas urin )
urine normal, HT normal d. Monitor vital sign
b. Tekanan darah, nadi, suhu e. Monitor masukan makanan /
tubuh dalam batas normal cairan dan hitung intake kalori
c. Tidak ada tanda tanda harian
dehidrasi, Elastisitas turgor f. Monitor status nutrisi
kulit baik, membran mukosa g. Berikan cairan
lembab, tidak ada rasa haus h. Berikan cairan IV pada suhu
yang berlebihan ruangan
i. Dorong masukan oral
j. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan NIC :
kurang dari kebutuhan keperawatan selama …x…jam Nutrition Management
tubuh b.d factor biologis, diharapkan nutrisi tubuh dapat a. Kaji adanya alergi makanan
kurang asupan makanan d.d terpenuhi dengan kriteria hasil: b. Monitor jumlah nutrisi dan
bising usus hiperaktif, cepat NOC : kandungan kalori
kenyang setelah makan, a. Nutritional Status : food and c. Anjurkan pasien untuk
membrane mukosa pucat, Fluid Intake meningkatkan intake Fe
nyeri abdomen, sariawan b. Nutritional Status : nutrient d. Anjurkan pasien untuk
rogga mulut. Intake meningkatkan protein dan
c. Weight control vitamin C
Kriteria Hasil : e. Berikan makanan yang terpilih (
a. Adanya peningkatan berat sudah dikonsultasikan dengan
badan sesuai dengan tujuan ahli gizi)
b. Berat badan ideal sesuai dengan f. Ajarkan pasien bagaimana
tinggi badan membuat catatan makanan
c. Mampumengidentifikasi harian.
kebutuhan nutrisi g. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
d. Tidak ada tanda tanda menentukan jumlah kalori dan
malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan pasien.
e. Menunjukkan peningkatan Nutrition Monitoring
fungsi pengecapan dari a. BB pasien dalam batas normal
menelan b. Monitor adanya penurunan berat
f. Tidak terjadi penurunan berat badan
badan yang berarti c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
d. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
e. Monitor turgor kulit
f. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
g. Monitor mual dan muntah
h. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
i. Monitor makanan kesukaan
j. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
k. Monitor kalori dan intake nuntrisi
4. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan asuhan a. Posisikan pasien untuk
b.d hiperventilasi, keletihan keperawatan selama …x…jam memaksimalkan ventilasi
d.d bradipnea, dyspnea, diharapkan pola nafas kemali
fase ekspansi memanjang, normal dengan kriteria hasil:
penggunaan otot bantu NOC: b. Identifikasi pasien perlunya
pernafasan, pernafasan a. Respiratory status: ventilation pemasangan alat jalan nafas
cuping hidung, pola nafas b. Respiratory status: airway buatan
abnormal. patency c. Lakukan fisioterapi dada jika
c. Vital sign status perlu
Kriteria hasil: d. Keluarkan sekret dengan batuk
a. Mendemonstrasikan batuk atau suction
efektif dan suara nafas yang e. Auskultasi suara nafas, catat
bersih adanya suara tambahan
b. Menunjukkan jalan nafas yang f. Atur intake untuk cairan
paten mengoptimalkan keseimbangan.
c. Vital sign dalam batas normal g. Monitor respirasi dan status O2
h. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
i. Pertahankan jalan nafas yang
paten
j. Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
k. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
5. Resiko syok b.d Setelah dilakukan asuhan a. Monitor tanda dan gejala adanya
hypovolemia, infeksi, keperawatan selama …x…jam perdarahan yang persisten
sepsis diharapkan syok tidak terjadi b. Catat nilai Hb dan HT sebelum
dengan kriteria hasil: dan sesudah kehilangan darah
Kriteria hasil: c. Berikan produk darah sesuai
a. Vital sign dalam batas normal. instruksi (platelet or fresh frozen
b. Natrium seum, kalium serum, plasma)
kalsium serum, magnesium d. Cegah kehilangan darah dengan
serum dalam batas normal. menekan sisi perdarahan
c. Hematocrit dalam batas e. Monitor TTV, tekanan darah
normal. ortostatik, status mental dan urine
output
f. Berikan cairan IV kristaloid
sesuai dengan kebutuhan (NaCl
0,9%; RL; D5%W)
g. Monitor frekuensi jantung fetal
(bradikardia bila HR <110
kali/menit) atau (takikardia bila
HR >160 kali per menit)
berlangsung lebih lama dari 10
menit
h. Monitor tanda dan gejala gagal
nafas (rendahnya PaO2,
peningkatan PCO2, kelumpuhan
otot pernafasan)
i. Monitor kadar glukosa darah dan
tangani bila ada abnormalitas
j. Monitor fungsi ginjal (nilai BUN
dan creatinin)
k. Lakukan pemasangan kateter
urinaria
(Gloria M. Bulechek, 2013 ; Soe M. Marion J. Meridean, 2013)

D. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan. Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas.
Pengkualifikasian seperti bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya
memberikan isi dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat
dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu dilakukan oleh perawat dan kolaboratif
yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.
E. Evaluasi
1. Diagnose 1:
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
2. Diagnose 2:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
3. Diagnose 3:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
4. Diagnosa 4:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten
c. Vital sign dalam batas normal
5. Diagnosa 5:
a. Vital sign dalam batas normal.
b. Natrium seum, kalium serum, kalsium serum, magnesium serum dalam
batas normal.
c. Hematocrit dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J. E. (2014). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Gloria M. Bulechek, H. K. (2013). Nursing Interventions Clasification (NIC).


Philadelphia: Elsevier Global Rights.

Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Murwani, A. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Imunitas. Jakarta: Salemba


Medika.

NANDA. (2015-2017). Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Nursalam, D. N. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Imunhematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Soe M. Marion J. Meridean, M. E. (2013). Nursing Outcomes Clasification (NOC).


Phildelphia: Elsevier Global Rights.

Suddart, B. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y.


Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai