Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di RSUD Simo Boyolali
Disusun oleh :
KABUPATEN BOYOLALI
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO
SNAKE BITE
Disusun oleh :
dr. Ridwan
Pembimbing,
To p i k : S n a k e B i t e
Ta n g g a l M R S : 21 Maret 2019
Presenter : d r . R i d w a n .
Ta n g g a l P e r i k s a : 2 1 M a r e t 2 0 1 9
Tanggal Presentasi : 2 6 M a r e t 2 0 1 9 Pendamping : d r. D w i P u t r i Yu l i a n i t a
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ K e i l m u a n □ K e t e r a m p i l a n □ P e n y e g a r a n □ Tinjauan Pustak a
□ D i a g n o s t i k □ M a n a j e m e n □ M a s a l a h □ I s t i m e w a
□ Neonatus □ Bayi □ A n a k □ Remaja □ D e w a s a □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : W a n i t a , 5 5 t a h u n l u k a p o s t t e r k e n a g i g i t a n u l a r
□ T u j u a n : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas .
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ R i s e t □ K a s u s □ A u d i t
Cara Membahas : □ D i s k u s i □ Presentasi dan Diskusi □ E - m a i l □ P o s
Data Pasien : N a m a : T n . M , 5 5 t a h u n N o . R e g i s t r a s i : 1 9 0 3 1 2 4 x x x
N a m a R S : R S U D S I M O T e l p : T e r d a f t a r s e j a k :
D a t a U t a m a u n t u k B a h a n D i s k u s i :
1 . D i a g n o s i s / G a m b a r a n
K l i n i s :
Pasien laki - laki usia 55 tahun, dengan keluhan luka pada tangan kanan setelah tergigit
ular 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus menjalar ke lengan atas dan mengganggu
aktivitas, luka terlihat bengkak dan terasa panas diarea sekitar gigitan.Keluhan lain hanya
berupa keringat dingin, keluhan lain disangkal seperti kekakuan (-) sesak (-) kelemahan
anggota gerak (-), mual (-), muntah (-).
Pasien tergigit ular ketika sedang bercocok-tanam di sawah 1 jam yang lalu, luka terasa
semakin nyeri, belum mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengurangi nyerinya,
kemudian pasien langsung dibawa ke IGD.
2 . R i w a y a t
P e n g o b a t a n :
-
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal, Riwayat hipertensi di keluarga
(+)
5 . R i w a y a t P e k e r j a a n : P a s i e n b e r t a n i d i
s a w a h
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :Status ekonomi keluarga pasien termasuk dalam golongan menengah kebawah. Suami pasien juga bekerja sebagai petani, anak pasien bekerja di pabrik. Pasien sehari-hari bertani disawah hingga siang hari kemudian melanjutkan pekerjaan rumah
setelahnya.
7. L a i n - l a i n :
Sosial ekonomi kurang, pasien menggunakan fasilitas KIS
D a f t a r P u s t a k a :
1. Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article :Current Concept Bites
Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1, 2002
2. WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region.
3. Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran A, et al.
2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature Analysis and Modelling Based on
Regional Estimates of Envenoming and Deaths. PLoS Med 5(11): e218.
doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4. SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke from :
www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5. Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan Akibat
Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id (diakses pada 30 Maret 2012)
6. Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan Ular. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
7. Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
8. Emedicine Health. 2005. Snakebite. available from :
http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite
9. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
10. Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management : Experience From Gulu
Regional Hospital Uganda.
H a s i l P e m b e l a j a r a n :
1. S n a k e
b i t e
2 . P e n e g a k a n d i a g n o s i s S n a k e
b i t e
3 . T a t a l a k s a n a S n a k e
b i t e
Keterangan Umum :
Nama : Tn. M
Usia : 55 tahun
No RM :1903124xxx
Alamat : Serangan 01/01 Jaten Klego
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
Pekerjaan : buruh
Status pernikahan : Menikah
A. ANAMNESIS
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : luka post digigit ular.
Pasien laki-laki usia 55 tahun, dengan keluhan luka pada tangan kanan
setelah tergigit ular 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus
menjalar ke lengan atas dan mengganggu aktivitas, luka terlihat bengkak
dan terasa panas diarea sekitar gigitan. Keluhan lain hanya berupa keringat
dingin, keluhan lain disangkal seperti kekakuan (-) sesak (-) kelemahan
anggota gerak (-), mual (-), muntah (-). Pasien tergigit ular ketika sedang
bercocok-tanam di sawah 1 jam yang lalu, luka terasa semakin nyeri, belum
mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengurangi nyerinya,
kemudian pasien langsung dibawa ke IGD.
B. PEMERIKSAAN FISIK
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign
o Tekanan Darah : 140/80 mmHg
o Nadi: 70x/menit
o RR: 22x/menit
o Temp: 36,7 C
o GDS 106
Kepala leher:
o Mata : Reflek pupil +/+ , Pupil isokor 2mm/2mm , konjunctiva anemis
-/-, ikterus -/-.
o THT :
D. DIAGNOSIS KERJA
Snake bite
E. PENATALAKSANAAN
a) Planning Therapy
1. IVFD D5 250 cc + ABU 1 amp
2. Inj. Cefuroxime /12 jam
3. Inj. Methylprednisolon 125 mg (extra)
4. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
5. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
b) Planning Monitoring
1. Keluhan Subyektif
2. Tanda Vital
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Diperkirakan 15 persen dari 3000 spesies ular yang ditemukan di seluruh
dunia dianggap berbahaya bagi manusia. Dalam tiga tahun terakhir, American
Association of Poison Control Centers telah melaporkan rata-rata terdapat 6000
kasus gigitan ular (snake bites) per tahun nya, dan 2000 kasus diantaranya
disebabkan oleh ular berbisa1.
Untuk Indonesia, tidak terdapat data reliabel yang tersedia untuk
mengetahui angka mortalitas dan morbiditas gigitan ular.Gigitan ular dan
kematian di laporkan pada beberapa pulau, namun kurang dari 20 kematian dicatat
setiap tahunnya2.
Gigitan ular yang disebabkan oleh famili Viperidae( contohnya pit viper)
dan Elapidae ( contohnya krait dan kobra) adalah yang utama berbahaya bagi
manusia. Pengobatan terbaik untuk gigitan ular manapun adalah membawa korban
ke rumah sakit secepat mungkin di mana antibisa (campuran antibodi yang
menetralkan bisa) dapat diberikan3.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kami menulis mengenaigigitan
ular, agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bahaya dan cara
penanganan terhadap gigitan ular, khususnya ular berbisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan
atau manusia.Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi.Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedang beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan
sendirinya.Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka
ini dapat menyebabkan4 :
a. Kerusakan jaringan secara umum,
b. perdarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. awal dari peradangan
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa.Ular
berbisa yang bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring,
pada bagian depan dari rahang atasnya.Efek toksik bisa ular pada saat menggigit
mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi
mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi5.
C. BISA ULAR
Bisaadalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri.Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus.Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar
ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata.Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan
campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik5.
a. Komposisi Bisa Ular
Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah
protein, termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa ular
yang memiliki efek klinis2 :
a. Enzim prokoagulan (Viperidae) dapat menstimulasi pembekuan darah
namun dapat pula menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari
ular Russel mengandung beberapa prokoagulan yang berbeda dan
mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade pembekuan darah. Akibatnya
adalah terbentuknya fibrin di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah
secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang
antara 30 menit setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi
sangan rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah tidak dapat
membeku.
b. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel yang
meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan
(spontaneous systemic haemorrhage).
c. Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik
dan fosfolipase A) racun polipentida dan faktor lainnya yang
meningkatkan permeabilitas membran sel dan menyebabkan
pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran
sel dan jaringan.
d. Phospholipase A2 haemolitik and myolitik – ennzim ini dapat
menghancurkan membran sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah
merah.
e. Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (Elapidae dan beberapa
Viperidae) – merupakan phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf,
pada awalnya melepaskan transmiter asetilkolin lalu meningkatkan
pelepasannya.
f. Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) –polipeptida ini bersaing dengan
asetilkolin untuk mendapat reseptor di neuromuscular junction dan
menyebabkan paralisis yang mirip seperti paralisis kuraonium2
Gigitan Viporidae/Crotalidae
(misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota tubuh.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiridae
(misalnya ular laut)
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobinuria yang ditandai dengan urin berwarna coklat gelap (penting
untuk diagnosis), kerusakan ginjal, serta henti jantung
E. DIAGNOSA KLINIK
Anamnesis2 :
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya,
adanya bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2. kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?
Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu
berlalu sejak pasien terkena gigitan ular.Apabila pasien tiba di rumah sakit segera
setelah terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala
walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit ular saat
sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular berbisa), bila
di daerah persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau russel viper (ular
berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit viper hijau (ular berbisa), bila terjadi
saat berenang atau saat menyebrang sungai, kobra (air tawar), ular laut (laut atau
air payau).
3. perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari
pasien. Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular
tersebut dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk memudahkan
identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila spesies terbukti tidak
berbahaya (atau bukan ular samasekali) pasien dapat segera ditenangkan dan
dipulangkan dari rumah sakit.
4. apa yang anda rasakan saat ini?
Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada analisis sistem tubuh yang
terlibat.Gejala gigitan ular yang biasa terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang
mengalami trombositopenia atau mengalami gangguan pembekuan darah akan
mengalami perdarahan dari luka yang telah terjdi lama. Pasien sebaiknya
ditanyakan produksi urin serta warna urin sejak terkena gigitan ular.Pasien yang
mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau
ganda, kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.
Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang
berbahaya. Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk
terlihat hampir identik dengan yang berbisa.Akan tetapi, beberapa ular berbisa
yang terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta
suara yang dibuatnya saat merasa terancam.2.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil,
dan pada luka bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.
Gambar 3.Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring (Sumber :Sentra Informasi Keracunan Nasional
adan POM, 2012)
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya.Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan
bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae)2.
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan2:
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal
c. Perdarahan lokal
d. Kemerahan
e. Limfangitis
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis
Tanda dan gejala sistemik2 :
a. Umum (general)
mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
b. Kardiovaskuler (viperidae)
gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
paru, edema konjunctiva (chemosis)
c. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan
yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah
menyembuh sebagian (oldrus-mene partly-healed wounds), perdarahan sistemik
spontan – dari gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism, berasal dari
perdarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh perdarahan
cerebral), hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan
pervaginam, perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa
(misalnya konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis),
serta perdarahan retina.
d. Neurologis (Elapidae, Russel viper)
mengantuk, parestesia, abnormalitas pengecapan dan pembauan, ptosis,
oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi
nervus kranialis, suara sengauatau afonia, regurgitasi cairan melaui hidung,
kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.
e. destruksi otot Skeletal ( sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and
B. candidus, western Russell’s viper Daboia russelii)
nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria,
oligouria/anuria, tanda dan gejala uremia ( pernapasan asidosis, hiccups, mual,
nyeri pleura, dan lain-lain)
g. gejala endokrin
insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior.
Pada fase akut : syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan
libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidism
G. PENATALAKSANAAN KERACUNAN AKIBAT GIGITAN ULAR
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah5:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan
ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan
pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan
bisa,mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini
yang membahayakan, memastikan rujukan ke perawatan rumah sakit
lanjutan yang tersedia anti bisa ular, dan yang terpenting adalah do no
harm.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot
untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi
yang dapat digunakan untuk membawa pasien adalah tandu, sepeda,
motor, kuda, kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul
(dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion)
bila ia muntah dalam perjalanan.
b. Pemeriksaan radiologis :
1. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
2. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal
c. Pemeriksaan lainnya :
a. Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersialtersedia alat
yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya
(seperti Styker pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan
kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri
yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi
muncul pada ekstremitas yang tergigit
TINDAK LANJUT
Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit :
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di
Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin
dilaksanakan.Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat
membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan
nafas.Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.Buat evaluasi
serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindroma
kompartemen.Tergantung pada skenario klinik, ukur tekanan kompartemen setiap
30-120 menit.Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40
mmHg.Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan level
fibrinogen.
Pada pasien yang terkena bisa ular viper, setelah terjadi respon awal
terhadap antibisa ular (perdarahan berkurang, koagulopati darah terhenti), tanda
keracunan sistemik dapat terjadi kembali dalam 24-48 jam.Hal ini dapat terjadi
karena :
a. Absorbsi bisa yang berlanjut dari ‘depot’ pada lokasi gigitan,
kemungkinan didukung oleh peningkatkan aliran darah setelah koreksi
syok, hipovolemia, dsb, setelah terjadi eliminasi antibisa (tergantung
waktu paruh antibisa : IgG 45 jam, F(ab’)2 80-100 jam; Fan 12-18 jam)
b. Redistribusi bisa dari jaringan ke dalam ruang intravaskuler, diakibatkan
oleh terapi antibisa.
2
RESPON TERHADAP PEMBERIAN ANTIBISA ULAR
a. Umum : pasien merasa lebih baik, mual, muntah dan nyeri secara
keseluruhan dapat hilang secara cepat.
b. Perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi) : biasanya terhenti pada
15-30 menit.
c. Koagulasi darah : biasanya terhenti dalam 3-9 jam. Perdarahan dari luka
yang menyembuh sebagian terhenti lebih cepat
d. Pada pasien syok : tekanan darah dapat meningkat antara 30-60 menit
pertama dan aritmia seperti sinus bradikardi dapat teratasi
e. Pada pasien dengan neurotoksisitas tipe post sinaps (gigitan ular kobra)
akan membaik dalam 30 menit setelah pemberian antibisa, namun
biasanya membutuhkan waktu bebeerapa jam. Pada keracunan tipe pre
sinaps (Kraits dan ular laut) tidak tampak respon.
f. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis menurun dalam beberapa jam dan
warna urin akan kembali ke warna normal.
* OBSERVASI
Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular,
pemeriksaan penunjang,
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper,
observasi di Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam, dilanjutkan
observasi di ruangan
Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan
perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan
nafas.
Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.
Evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen.
- Ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
- Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg.
Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit,
dan level fibrinogen
** PERAWATAN KONSERVATIF
1. Bed rest
2. Perawatan luka dengan iodine, hibitane
3. Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
4. Pemberian obat-obatan sedatif (Diazepam, Promethazine)
5. Pemberian obat-obatan analgesik (ASA, Paracetamol, Ibuprofen,
Indomethacin, Petidine)
6. Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin,
Gentamicin)
7. Pemberian toxoid Tetanus
8. Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)
DAFTAR PUSTAKA
1) Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article :Current
Concept Bites Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1,
2002
2) WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The
South East Asia Region.
3) Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK,
Pathmeswaran A, et al. 2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature
Analysis and Modelling Based on Regional Estimates of Envenoming and
Deaths. PLoS Med 5(11): e218. doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4) SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan.
Availabke from : www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5) Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan
Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id
(diakses pada 30 Maret 2012)
6) Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan
Ular. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
7) Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
8) Emedicine Health. 2005. Snakebite. available from :
http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite
9) Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen
POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
10) Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management :
Experience From Gulu Regional Hospital Uganda.