Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PORTOFOLIO

Topik : Snake Bite

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di RSUD Simo Boyolali

Disusun oleh :

dr. Anneke Nandia Paramitha

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAHSAKIT UMUM DAERAH SIMO

KABUPATEN BOYOLALI

2018

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

SNAKE BITE

Disusun oleh :
dr. Ridwan

Telah dipresentasikan pada


Tanggal, 26 Maret 2019

Pembimbing,

dr. Dwi Putri Yulianita


BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

To p i k : S n a k e B i t e
Ta n g g a l M R S : 21 Maret 2019
Presenter : d r . R i d w a n .
Ta n g g a l P e r i k s a : 2 1 M a r e t 2 0 1 9
Tanggal Presentasi : 2 6 M a r e t 2 0 1 9 Pendamping : d r. D w i P u t r i Yu l i a n i t a
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ K e i l m u a n □ K e t e r a m p i l a n □ P e n y e g a r a n □ Tinjauan Pustak a
□ D i a g n o s t i k □ M a n a j e m e n □ M a s a l a h □ I s t i m e w a
□ Neonatus □ Bayi □ A n a k □ Remaja □ D e w a s a □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : W a n i t a , 5 5 t a h u n l u k a p o s t t e r k e n a g i g i t a n u l a r
□ T u j u a n : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas .
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ R i s e t □ K a s u s □ A u d i t
Cara Membahas : □ D i s k u s i □ Presentasi dan Diskusi □ E - m a i l □ P o s
Data Pasien : N a m a : T n . M , 5 5 t a h u n N o . R e g i s t r a s i : 1 9 0 3 1 2 4 x x x
N a m a R S : R S U D S I M O T e l p : T e r d a f t a r s e j a k :
D a t a U t a m a u n t u k B a h a n D i s k u s i :
1 . D i a g n o s i s / G a m b a r a n
K l i n i s :
Pasien laki - laki usia 55 tahun, dengan keluhan luka pada tangan kanan setelah tergigit
ular 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus menjalar ke lengan atas dan mengganggu
aktivitas, luka terlihat bengkak dan terasa panas diarea sekitar gigitan.Keluhan lain hanya
berupa keringat dingin, keluhan lain disangkal seperti kekakuan (-) sesak (-) kelemahan
anggota gerak (-), mual (-), muntah (-).
Pasien tergigit ular ketika sedang bercocok-tanam di sawah 1 jam yang lalu, luka terasa
semakin nyeri, belum mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengurangi nyerinya,
kemudian pasien langsung dibawa ke IGD.
2 . R i w a y a t
P e n g o b a t a n :
-
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit
sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal, Riwayat hipertensi di keluarga
(+)
5 . R i w a y a t P e k e r j a a n : P a s i e n b e r t a n i d i
s a w a h
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :Status ekonomi keluarga pasien termasuk dalam golongan menengah kebawah. Suami pasien juga bekerja sebagai petani, anak pasien bekerja di pabrik. Pasien sehari-hari bertani disawah hingga siang hari kemudian melanjutkan pekerjaan rumah
setelahnya.
7. L a i n - l a i n :
Sosial ekonomi kurang, pasien menggunakan fasilitas KIS

D a f t a r P u s t a k a :
1. Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article :Current Concept Bites
Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1, 2002
2. WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The South East Asia
Region.
3. Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran A, et al.
2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature Analysis and Modelling Based on
Regional Estimates of Envenoming and Deaths. PLoS Med 5(11): e218.
doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4. SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan. Availabke from :
www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5. Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan Keracunan Akibat
Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id (diakses pada 30 Maret 2012)
6. Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan Ular. Buku Ajar
Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
7. Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
8. Emedicine Health. 2005. Snakebite. available from :
http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite
9. Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes RI.
Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
10. Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management : Experience From Gulu
Regional Hospital Uganda.

H a s i l P e m b e l a j a r a n :
1. S n a k e
b i t e
2 . P e n e g a k a n d i a g n o s i s S n a k e
b i t e
3 . T a t a l a k s a n a S n a k e
b i t e
Keterangan Umum :
Nama : Tn. M
Usia : 55 tahun
No RM :1903124xxx
Alamat : Serangan 01/01 Jaten Klego
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
Pekerjaan : buruh
Status pernikahan : Menikah
A. ANAMNESIS
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : luka post digigit ular.
Pasien laki-laki usia 55 tahun, dengan keluhan luka pada tangan kanan
setelah tergigit ular 1 jam yang lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus
menjalar ke lengan atas dan mengganggu aktivitas, luka terlihat bengkak
dan terasa panas diarea sekitar gigitan. Keluhan lain hanya berupa keringat
dingin, keluhan lain disangkal seperti kekakuan (-) sesak (-) kelemahan
anggota gerak (-), mual (-), muntah (-). Pasien tergigit ular ketika sedang
bercocok-tanam di sawah 1 jam yang lalu, luka terasa semakin nyeri, belum
mengkonsumsi obat apapun sebelumnya untuk mengurangi nyerinya,
kemudian pasien langsung dibawa ke IGD.
B. PEMERIKSAAN FISIK
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital sign
o Tekanan Darah : 140/80 mmHg
o Nadi: 70x/menit
o RR: 22x/menit
o Temp: 36,7 C
o GDS 106
 Kepala leher:
o Mata : Reflek pupil +/+ , Pupil isokor 2mm/2mm , konjunctiva anemis
-/-, ikterus -/-.

o THT :

 Telinga: sekret (-)


 Hidung : nafas cuping hidung (-)
 Tenggorokan : dbn

o Bibir: sianosis (-)


o pembesaran KGB (-)
 Thorax:
o Pulmo:
 Inspeksi : simetris, retraksi (-)
 Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
o Cor:
 Inspeksi: tak tampak ictus cordis
 Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
 Perkusi: batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi: s1 s2 tunggal m- g- regular
 Abdomen:
o Inspeksi : flat, distensi (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : Hepar/lien tidak teraba
o Perkusi : tymphani (+)
o Turgor (+) baik
 Ekstrimitas : Hangat, Cappilary Refill Time < 2, edem dan hiperemis
regio antebrachii dextra

Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap


H b 11,8 g/dl H b s A g -
L e u k o s i t 7.600 sel/mm3 U r 2 5
Tr o m b o s i t 203.000sel/mm3 C r 0 , 7 9
M C V 7 7 , 6 f L G D S 1 3 9
M C H 2 7 , 8 p g C T 4 , 3 0
M C H C 3 5 , 8 g / d l B T 2
E r i t r o s i t 4,25 jutasel/mm3 Gol Darah B
Hematokrit 3 3 , 0 %

Pemeriksaan Fisik Luka Gigitan


Hasil EKG
C. DIAGNOSIS BANDING
Vulnus excoriatum

D. DIAGNOSIS KERJA
Snake bite

E. PENATALAKSANAAN
a) Planning Therapy
1. IVFD D5 250 cc + ABU 1 amp
2. Inj. Cefuroxime /12 jam
3. Inj. Methylprednisolon 125 mg (extra)
4. Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
5. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
b) Planning Monitoring
1. Keluhan Subyektif
2. Tanda Vital

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB I
PENDAHULUAN
Diperkirakan 15 persen dari 3000 spesies ular yang ditemukan di seluruh
dunia dianggap berbahaya bagi manusia. Dalam tiga tahun terakhir, American
Association of Poison Control Centers telah melaporkan rata-rata terdapat 6000
kasus gigitan ular (snake bites) per tahun nya, dan 2000 kasus diantaranya
disebabkan oleh ular berbisa1.
Untuk Indonesia, tidak terdapat data reliabel yang tersedia untuk
mengetahui angka mortalitas dan morbiditas gigitan ular.Gigitan ular dan
kematian di laporkan pada beberapa pulau, namun kurang dari 20 kematian dicatat
setiap tahunnya2.
Gigitan ular yang disebabkan oleh famili Viperidae( contohnya pit viper)
dan Elapidae ( contohnya krait dan kobra) adalah yang utama berbahaya bagi
manusia. Pengobatan terbaik untuk gigitan ular manapun adalah membawa korban
ke rumah sakit secepat mungkin di mana antibisa (campuran antibodi yang
menetralkan bisa) dapat diberikan3.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kami menulis mengenaigigitan
ular, agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bahaya dan cara
penanganan terhadap gigitan ular, khususnya ular berbisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Luka gigitan adalah cidera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan
atau manusia.Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang kala
dapat mengakibatkan infeksi.Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan,
sedang beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan
sendirinya.Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka
ini dapat menyebabkan4 :
a. Kerusakan jaringan secara umum,
b. perdarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. awal dari peradangan
Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa.Ular
berbisa yang bermakna medis memiliki sepasang gigi yang melebar, yaitu taring,
pada bagian depan dari rahang atasnya.Efek toksik bisa ular pada saat menggigit
mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi
mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta
banyaknya serangan yang terjadi5.

B. JENIS ULAR DAN CARA MENGIDENTIFIKASINYA


Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada
umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah.Contoh ular yang termasuk
famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular
tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).Ular
berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae,
Hydropiidae, atau Viperidae.Elapidae memiliki taring pendek dan tegak
permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungaruscandidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan
ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Tabel 1. Perbedaan Ular Berbisa dan Ular Tidak Berbisa
T i d a k b e r b i s a B e r b i s a
Bentuk Kepala B u l a t E l i p s , s e g i t i g a
G i g i Ta r i n g G i g i K e c i l 2 gigi taring besar
Bekas Gigitan L e n g k u n g s e p e r t i U Te r d i r i d a r i 2 t i t i k
W a r n a W a r n a - w a r n i G e l a p

C. BISA ULAR
Bisaadalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri.Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar
khusus.Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar
ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang
mata.Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan
campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik5.
a. Komposisi Bisa Ular
Bisa ular mengandung lebih dari 20 unsur penyusun, sebagian besar adalah
protein, termasuk enzim dan racun polipeptida. Berikut beberapa unsur bisa ular
yang memiliki efek klinis2 :
a. Enzim prokoagulan (Viperidae) dapat menstimulasi pembekuan darah
namun dapat pula menyebabkan darah tidak dapat berkoagulasi. Bisa dari
ular Russel mengandung beberapa prokoagulan yang berbeda dan
mengaktivasi langkah berbeda dari kaskade pembekuan darah. Akibatnya
adalah terbentuknya fibrin di aliran darah. Sebagian besar dapat dipecah
secara langsung oleh sistem fibrinolitik tubuh. Segera, dan terkadang
antara 30 menit setelah gigitan, tingkat faktor pembekuan darah menjadi
sangan rendah (koagulopati konsumtif) sehingga darah tidak dapat
membeku.
b. Haemorrhagins (zinc metalloproteinase) dapat merusak endotel yang
meliputi pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan sistemik spontan
(spontaneous systemic haemorrhage).
c. Racun sitolitik atau nekrotik – mencerna hidrolase (enzim proteolitik
dan fosfolipase A) racun polipentida dan faktor lainnya yang
meningkatkan permeabilitas membran sel dan menyebabkan
pembengkakan setempat. Racun ini juga dapat menghancurkan membran
sel dan jaringan.
d. Phospholipase A2 haemolitik and myolitik – ennzim ini dapat
menghancurkan membran sel, endotel, otot lurik, syaraf serta sel darah
merah.
e. Phospolipase A2 Neurotoxin pre-synaptik (Elapidae dan beberapa
Viperidae) – merupakan phospholipases A2 yang merusak ujung syaraf,
pada awalnya melepaskan transmiter asetilkolin lalu meningkatkan
pelepasannya.
f. Post-synaptic neurotoxins (Elapidae) –polipeptida ini bersaing dengan
asetilkolin untuk mendapat reseptor di neuromuscular junction dan
menyebabkan paralisis yang mirip seperti paralisis kuraonium2

Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A,


hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,
fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi
jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau
pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis.Hialuronidase merusak
bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun6.
b. Sifat Bisa Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan
menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem
pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf
dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematotoksik)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehinggga sel darah merah menjadi hancur dan larut (hemolysis) dan
keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput mukosa (lendir) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat racun terhadap saraf (neurotoksik)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka tampak kebiruan dan hitam
(nekrotik).Penyebaran dan peracunan selanjut nya mempengaruhi susunan
saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernapasan dan jantung.Penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh melalui
pembuluh limfe4.

C. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR BERBISA


Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di
bawah mata.Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang
atasnya.Taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar.Dosis bisa
ular tiap gigitan bergantung pada waktu yang terlewati sejak gigitan pertama,
derajat ancaman yang diterima ular, serta ukuran mangsanya.Lubang hidung
merespon terhadap emisi panas dari mangsa, yang dapat memungkinkan ular
untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan.
Bisa biasanya berupa cairan.Protein enzimatik pada bisa menyalurkan
bahan-bahan penghancurnya.Protease, kolagenase, dan arginin ester hidrolase
telah diidentifikasi pada bisa pit viper.Efek lokal dari bisa ular merupakan
penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem organ.Salah satu
efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat
venomasi.Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan
cairan interstitial di paru-paru.
Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan.Efek akhirnya
berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder
terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute
ventilasi.Efek blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan
diafragma.Gagal jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan
hipotensi.Myonekrosis disebabkan oleh myoglobinuria dan gangguan ginjal7.
D. TANDA DAN GEJALA GIGITAN ULAR BERDASARKAN JENIS
ULAR
Gigitan Elapidae
(misalnya : ular kobra, ular weling, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral
snake, mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit rusak
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit : muncul gejala sistemik
b. 10 jam : paralisis otot-otot wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
berbicara, susah menelan, otot lemas, ptosis, sakit kepala, kulit dingin,
muntah, pandangan kabur, parestesia di sekitar mulut. Kematian dapat
terjadi dalam 24 jam

Gigitan Viporidae/Crotalidae
(misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, setelah beberapa jam berupa bengkak
di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota tubuh.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

Gigitan Hydropiridae
(misalnya ular laut)
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobinuria yang ditandai dengan urin berwarna coklat gelap (penting
untuk diagnosis), kerusakan ginjal, serta henti jantung

E. DIAGNOSA KLINIK
Anamnesis2 :
Anamnesis yang tepat seputar gigitan ular serta progresifitas gejala dan tanda baik
lokal dan sistemik merupakan hal yang sangat penting.
Empat pertanyaan awal yang bermanfaat :
1. pada bagian tubuh mana anda terkena gigitan ular?
Dokter dapat melihat secara cepat bukti bahwa pasien telah digigit ular (misalnya,
adanya bekas taring) serta asal dan perluasan tanda envenomasi lokal.
2. kapan dan pada saat apa anda terkena gigitan ular?
Perkiraan tingkat keparahan envenomasi bergantung pada berapa lama waktu
berlalu sejak pasien terkena gigitan ular.Apabila pasien tiba di rumah sakit segera
setelah terkena gigitan ular, bisa didapatkan sebagian kecil tanda dan gejala
walaupun sejumlah besar bisa ular telah diinjeksikan. Bila pasien digigit ular saat
sedang tidur, kemungkinan ular yang menggigit adalah Kraits (ular berbisa), bila
di daerah persawahan, kemungkinan oleh ular kobra atau russel viper (ular
berbisa), bila terjadi saat memetik buah, pit viper hijau (ular berbisa), bila terjadi
saat berenang atau saat menyebrang sungai, kobra (air tawar), ular laut (laut atau
air payau).
3. perlakuan terhadap ular yang telah menggigit anda?
Ular yang telah menggigit pasien seringkali langsung dibunuh dan dijauhkan dari
pasien. Apabila ular yang telah menggigit berhasil ditemukan, sebaiknya ular
tersebut dibawa bersama pasien saat datang ke rumah sakit, untuk memudahkan
identifikasi apakah ular tersebut berbisa atau tidak. Apabila spesies terbukti tidak
berbahaya (atau bukan ular samasekali) pasien dapat segera ditenangkan dan
dipulangkan dari rumah sakit.
4. apa yang anda rasakan saat ini?
Pertanyaan ini dapat membawa dokter pada analisis sistem tubuh yang
terlibat.Gejala gigitan ular yang biasa terjadi di awal adalah muntah. Pasien yang
mengalami trombositopenia atau mengalami gangguan pembekuan darah akan
mengalami perdarahan dari luka yang telah terjdi lama. Pasien sebaiknya
ditanyakan produksi urin serta warna urin sejak terkena gigitan ular.Pasien yang
mengeluhkan kantuk, kelopak mata yang serasa terjatuh, pandangan kabur atau
ganda, kemungkinan menandakan telah beredarnya neurotoksin.

Pemeriksaan fisik
Tidak ada cara yang sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa yang
berbahaya. Beberapa ular berbisa yang tidak berbahaya telah berkembang untuk
terlihat hampir identik dengan yang berbisa.Akan tetapi, beberapa ular berbisa
yang terkenal dapat dikenali dari ukuran, bentuk, warna, pola sisik, prilaku serta
suara yang dibuatnya saat merasa terancam.2.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kelapa segitiga, ukuran gigi taring kecil,
dan pada luka bekas gigitan tedapat bekas gigi taring.

Gambar 3.Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring (Sumber :Sentra Informasi Keracunan Nasional
adan POM, 2012)
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya.Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke
tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi
kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan
bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang
diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda
gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan
kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan
(terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae)2.
Tanda dan Gejala Lokal pada daerah gigitan2:
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal
c. Perdarahan lokal
d. Kemerahan
e. Limfangitis
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis
Tanda dan gejala sistemik2 :
a. Umum (general)
mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
b. Kardiovaskuler (viperidae)
gangguan penglihatan, pusing, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
paru, edema konjunctiva (chemosis)
c. Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (Viperidae)
perdarahan yang berasal dari luka yang baru saja terjadi (termasuk perdarahan
yang terus-menerus dari bekas gigitan (fang marks) dan dari luka yang telah
menyembuh sebagian (oldrus-mene partly-healed wounds), perdarahan sistemik
spontan – dari gusi, epistaksis, perdarahan intrakranial (meningism, berasal dari
perdarahan subdura, dengan tanda lateralisasi dan atau koma oleh perdarahan
cerebral), hemoptisis, perdarahan perrektal (melena), hematuria, perdarahan
pervaginam, perdarahan antepartum pada wanita hamil, perdarahan mukosa
(misalnya konjunctiva), kulit (petekie, purpura, perdarahan diskoid, ekimosis),
serta perdarahan retina.
d. Neurologis (Elapidae, Russel viper)
mengantuk, parestesia, abnormalitas pengecapan dan pembauan, ptosis,
oftalmoplegia eksternal, paralisis otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi
nervus kranialis, suara sengauatau afonia, regurgitasi cairan melaui hidung,
kesulitan untuk menelan sekret, paralisis otot pernafasan dan flasid generalisata.
e. destruksi otot Skeletal ( sea snake, beberapa spesies kraits, Bungarus niger and
B. candidus, western Russell’s viper Daboia russelii)
nyeri seluruh tubuh, kaku dan nyeri pada otot, trismus, myoglobinuria,
hiperkalemia, henti jantung, gagal ginjal akut.
f. Sistem Perkemihan
nyeri punggung bawah, hematuria, hemoglobinuria, myoglobinuria,
oligouria/anuria, tanda dan gejala uremia ( pernapasan asidosis, hiccups, mual,
nyeri pleura, dan lain-lain)
g. gejala endokrin
insufisiensi hipofisis/kelenjar adrenal yang disebabkan infark hipofisis anterior.
Pada fase akut : syok, hipoglikemia. Fase kronik (beberapa bulan hingga tahun
setelah gigitan) : kelemahan, kehilangan rambut seksual sekunder, kehilangan
libido, amenorea, atrofi testis, hipotiroidism
G. PENATALAKSANAAN KERACUNAN AKIBAT GIGITAN ULAR
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah5:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan
ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh
korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan
pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan
bisa,mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum
mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini
yang membahayakan, memastikan rujukan ke perawatan rumah sakit
lanjutan yang tersedia anti bisa ular, dan yang terpenting adalah do no
harm.

2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang
aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot
untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. Beberapa alat transportasi
yang dapat digunakan untuk membawa pasien adalah tandu, sepeda,
motor, kuda, kereta, kereta api, atau perahu, atau pasien dapat dipikul
(dengan fireman’s metode). Pasien diposisikan miring (recovery posotion)
bila ia muntah dalam perjalanan.

3. Pengobatan gigitan ular


Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan
ular.Metodepenggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga
menghambat peredaran darah),insisi (pengirisan dengan alat tajam),
pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerahyang digigit.

4. Terapi yang dianjurkan meliputi:


a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasimenggunakan perban katun
elastis denganlebar + 10 cm, panjang 45 m, yangdibalutkan kuat di
sekeliling bagian tubuhyang tergigit, mulai dari ujung jari kakisampai
bagian yang terdekat dengangigitan. Bungkus rapat dengan perbanseperti
membungkus kaki yang terkilir,tetapi ikatan jangan terlalu kencang
agaraliran darah tidak terganggu.Penggunaan torniket tidak dianjurkan
karena dapat mengganggu aliran darahdan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang
meliputipenatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi
pernafasan;penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu
dilaksanakan bilakondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan,kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba
memburuk akibatterlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat
rusaknya otot rangka, sertakerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara
intramuskular.
f. Pemberian analgesik untuk menghilangkan nyeri.
g. Pemberian serum antibisa.

SERUM ANTI BISA ULAR


Gunannya untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.Serum anti bisa ular
merupakan serum polivalen yang dimurnikan dan dipekatkan, berasal dari plasma
kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik dan
hematotoksik, yang kebanyakan ada di Indonesia.
Kandungan Serum Anti Bisa Ular
Tiap ml dapat menetralisasi :
a. Bisa ular Ankystrodon rhodosoma 10-50 LD50
b. Bisa ular Bungarus fascinatus 25-50 LD50
c. Bisa Ular Naya sputatrix 25-50 LD50
d. Dan mengandung Fenol 0,25% sebagai pengawet

Cara Penyimpanan Serum Anti Bisa Ular


Penyimpanan serum antibisa ular adalah pada suhu 20-80 C dengan waktu
kadaluwarsa 2 tahun.

Cara Pemakaian Serum Anti Bisa Ular


1. Pemilihan antibisa ular tergantung dari spesies ular yang
menggigit.Dosis yang tepat untuk ditentukan karena tergantung dari
jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah dan keadaan korban sewaktu
menerima anti serum.Pemberian secara injeksi intravena, 1 ampul ABU
dilarutkan dalam 10 ml aquadest kemudian injeksi pelan tidak lebih dari
2ml/menit sambil melihat adanya kemingkinan reaksi anafilaktik.
2. Infus intravena, ABU diencerkan dalam 5-10 ml/kgbb larutan isotonic
(250-500cc larutan saline atau dextrose 5% untuk pasien dewasa) dan
diberikan selama 1 jam
3. Pemberian suntik lokal diarea gigitan sudah tidak direkomendasikan,
meskipun terlihat rasional tetapi tidak efektif. Hal ini akan menambah
angka kesakitan juga kemungkinan peningkatan tekanan kompartemen.
4. Pemberian ABU dengan cara IM tidak terlalu direkomendasikan karena
sifat molecul ABU yang terlalu besar akan sulit atau lambat melewati
aliran limfatik.

Efek Samping Serum Anti Bisa Ular


Meskipun pemberian antiserum akan menimbulkan kekebalan pasif dan
memberikan perlindungan untuk jangka waktu pendek, tapi pemberiannya harus
hari-hati, mengingat kemungkinan terjadinya reaksi sampingan yang dapat berupa
:
1. Reaksi anafilaktik (anaphylactic shock)
Dapat timbul dengan segera atau beberapa jam setelah suntikan
2. Penyakit serum (serum sickness)
Dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan dan dapat berupa kenaikan suhu,
gatal-gatal, sesak nafas dan lain-lain gejala alergi. Reaksi ini jarang timbul
bila digunakan serum yang sudah dimurnikan
3. Kenaikan suhu (demam) dengan menggigil
Biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena
4. Rasa nyeri pada tempat suantikan
Biasanya timbul pada penyuntikan serum dengan jumlah besar reaksi ini
terjadi dalam pemberian 24 jam
Oleh karena itu, pemberian serum harus berdasarkan atas indikasi yang tajam.

Hal-hal yang harus diperhatikan bila akan menyuntik serum


1. Siapkan alat suntik, adrenalin 1:1000, sediakan kortikosteroid dan
antihistamin
2. Jangan menyuntik serum dalam keadaan dingin, yang baru dikeluarkan
dari lemari es, apalagi dalam jumlah besar. Hangatkan lebih dahulu hingga
suhunya sama dengan suhu badan
3. Waktu disuntik penderita harus dalam keadaan “relax”
4. Penyuntikan harus perlahan-lahan, sesudahnya amati penderita paling
sedikit 30 menit

Tes hipersentivitas subkutan


Untuk mengetahui apakah serum dapat diberikan kepada seseorang, terlebih
dahulu harus dilakukan tes hipersensitifitas sbukutan sebagai berikut :
Suntikan 0,2 ml serum encerkan 1: 10, subkutan dan amati 30 menit.
 Bila timbul reaksi : serum jangan diberikan.
Reaksi yang mungkin timbul dapat berupa tanda-tanda reaksi anafilaktik
yang dini seperti pucat, kepala pusing, perasaan panas, batuk-batuk,
kenaikan suhu, mual atau muntah-muntah, pembengkakan lidah atau bibir,
denyut nadi cepat, tekanan darah menurun, gatal-gatal, rasa tidak nyaman
di perut, sesak nafas, kesadaran menurun atau kejang.
Reaksi tersebut biasanya ringan dan mudah diatasi dengan adrenalin
1:1000.
 Bila tidak timbul reaksi : suntikkan lagi serum yang tidak diencerkan 0,2
ml subkutan dan amati lagi selama 30 menit.
 Bila timbul reaksi : serum jangan diberikan
 Bila tidak timbul reaksi, suntikkan serum dalam dosis penuh secara
perlahan-lahan dan amati lagi paling sedikit 30 menit.

Syarat-syarat pemberian serum secara intravena


1. Pada penderita harus dilakukan tes hipersensitivitas subkutan lebih
dahullu, kemudian dicoba dengan suntikan intramuskuler, baru intravena.
2. Pemberiannya harus perlahan-lahan, dan siapkan adrenalin 1:1000.
3. Setelah dsuntik intravena penderita harus diamati sedikitnya selama satu
jam.
Tindakan terhadap reaksi sampingan
1. Reaksi anafilaktik (anaphyilactic shock)
Penderita harus dibaringkan dengan kepala lebih rendah, jangan diberi
selimut atau botol berisi air panas. Suntikkan 0,3-0,5 ml adrenalin 1:1000
intramuskuler.
Periksa tekanan darah secara teratur. Bila tekanan darah tetap rendah, beri
lagi 0,3-0,5 adrenalin 1:100 intravena, bila perlu sediaan kortikosteroid
intramuskuler.
Bila keadaan belum teratasi, segera kirim ke rumah sakit.
2. Penyakit serum (serum sickness)
Beri antihistamin selama beberapa hari dan penderita sebaiknya
istirahat.Bila sangat mengganggu dapat diberikan sediaan kortikosteroid.
3. Kenaikan suhu (demam) dengan menggigil
Keadaaan ini tidak memerlukan tindakan apa-apa, karena akan cepat
menghilang dalam 24 jam.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan
Keadaan ini tidak memerlukan tindakan apa-apa, karena akan menghilang
dengan sendirinya.

INDIKASI PEMBERIAN SERUM ANTI BISA ULAR2 :


Pemberian serum anti bisa ular direkomendasikan bila dan saat pasien terbukti
atau dicurigai mengalami gigitan ular berbisa dengan munculnya satu atau lebih
tanda berikut :

Gejala venerasi sistemik


Kelainan hemostatik : perdarahan spontan (klinis), koagulopati, atau
trombositopenia.
Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia eksternal, paralisis, dan lainnya.
Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, syok, arritmia (klinis), kelainan EKG.
Cidera ginjal akut (gagal ginjal) : oligouria/anuria (klinis), peningkatan
kreatinin/urea urin (hasil laboratorium). Hemoglobinuria/mioglobinuria : urin
coklat gelap (klinis), dipstik urin atau bukti lain akan adanya hemolisis
intravaskuler atatu rabdomiolisis generalisata (nyeri otot, hiperkalemia) (klinis,
hasil laboratorium). Serta adanya bukti laboratorium lainnya terhadap tanda
venerasi.
Gejala venerasi lokal :
Pembengkakan lokal yang melibatkan lebih dari separuh bagian tubuh yang
terkena gigitan (tanpa adanya turniket) dalam 48 jam setelah gigitan.
Pembengkakan setelah tergigit pada jari-jari ( jari kaki dan khususnya jari tangan).
Pembengkakan yang meluas ( misalnya di bawah pergelangan tangan atau mata
kaki pada beberapa jam setelah gigitan pada tangan dan kaki), pembesaran
kelenjar getah bening pada kelenjar getah bening pada ekstremitas yang terkena
gigitan.
Anti bisa ular harus diberikan segera setelah memenuhi indikasi.Anti bisa ular
dapat melawan envenomasi (keracunan) sistemik walaupun gejala telah menetap
selama beberapa hari, atau pada kasus kelainan haemostasis, yang dapat
belangsung dua minggu atau lebih.Untuk itu, pemberian anti bisa tepat diberikan
selama terdapat bukti terjadi koagulopati persisten. Apakah antibisa ular dapat
mencegah nekrosis lokal masih menjadi kontroversi, namun beberapa bukti
klinins menunjukkan bahwa agar antibisa efektif pada keadaan ini, anti bisa ular
harus diberikan pada satu jam pertama setelah gigitan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium :
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7. Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

b. Pemeriksaan radiologis :
1. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
2. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

c. Pemeriksaan lainnya :
a. Tekanan kompartemen dapat perlu diukur. Secara komersialtersedia alat
yang steril, sederhana untuk dipasang atau dibaca, dan dapat dipercaya
(seperti Styker pressure monitor). Indikasi pengukuran tekanan
kompartemen adalah bila terdapat pembengkakan yang signifikan, nyeri
yang sangat hebat yang menghalangi pemeriksaan, dan jika parestesi
muncul pada ekstremitas yang tergigit

TINDAK LANJUT
Perawatan pasien lebih lanjut di rumah sakit :
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper, observasi di
Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam; namun, hal ini sering tidak mungkin
dilaksanakan.Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat
membutuhkan perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan
nafas.Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.Buat evaluasi
serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan sindroma
kompartemen.Tergantung pada skenario klinik, ukur tekanan kompartemen setiap
30-120 menit.Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40
mmHg.Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit, dan level
fibrinogen.

OBSERVASI DAN EVALUASI RESPON TERHADAP PEMBERIAN


ANTIBISA ULAR
Bila dosis adekuat dari antibisa yang tepat telah diberikan, beberapa respon di
bawah ini dapat diobservasi.
a. Umum : pasien merasa lebih baik, mual, muntah dan nyeri secara
keseluruhan dapat hilang secara cepat.
b. Perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi) : biasanya terhenti pada
15-30 menit.
c. Koagulasi darah : biasanya terhenti dalam 3-9 jam. Perdarahan dari luka
yang menyembuh sebagian terhenti lebih cepat
d. Pada pasien syok : tekanan darah dapat meningkat antara 30-60 menit
pertama dan aritmia seperti sinus bradikardi dapat teratasi
e. Pada pasien dengan neurotoksisitas tipe post sinaps (gigitan ular kobra)
akan membaik dalam 30 menit setelah pemberian antibisa, namun
biasanya membutuhkan waktu bebeerapa jam. Pada keracunan tipe pre
sinaps (Kraits dan ular laut) tidak tampak respon.
f. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis menurun dalam beberapa jam dan
warna urin akan kembali ke warna normal.

Pada pasien yang terkena bisa ular viper, setelah terjadi respon awal
terhadap antibisa ular (perdarahan berkurang, koagulopati darah terhenti), tanda
keracunan sistemik dapat terjadi kembali dalam 24-48 jam.Hal ini dapat terjadi
karena :
a. Absorbsi bisa yang berlanjut dari ‘depot’ pada lokasi gigitan,
kemungkinan didukung oleh peningkatkan aliran darah setelah koreksi
syok, hipovolemia, dsb, setelah terjadi eliminasi antibisa (tergantung
waktu paruh antibisa : IgG 45 jam, F(ab’)2 80-100 jam; Fan 12-18 jam)
b. Redistribusi bisa dari jaringan ke dalam ruang intravaskuler, diakibatkan
oleh terapi antibisa.

kriteria pengulangan dosis inisiasi anti bisa ular :


a. koagulopati menetap atau berulang setelah 6 jamatau perdarahan
setelah 1-2 jam, terdapat perburukan gejala neurotoksik atau gejala
kardiovaskuler setelah 1-2 jam.
b. Bila darah tetap tidak koagulasi, 6 jam setlah pemberian dosis awal
antibisa, dosis yang sama harus diulang. Hal ini berdasarkan observasi
bahwa, bila dosis besar antibisa diberikan ( lebih dari cukup untuk
menetralisasi enzim pro koagulan bisa ular) diberikan pada awal, waktu
yang dibutuhkan oleh hepar untuk memperbaiki tingkat koagulasi
fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya adalah 3-9 jam.
c. Pada pasien yang tetap mengalami perdarahan cepat, dosis antibisa
harus diulang antara 1-2 jam.
d. Pada kasus perburukan gejala neurotoksik atau gejala
kardiovaskuler, dosis awal antibisa harus diulang setelah 1-2 jam dan
perawatan pendukung harus dipertimbangkan.

TANDA ENVENOMASI (KERACUNAN) GIGITAN ULAR BERBISA


LOKAL ( pada bekas gigitan) S i s t e m i k
a. Tanda gigitan taring ( fang Umum (general) :mual, muntah, nyeri perut, lemah, mengantuk, lemas.
marks) Kelainan hemostatik : perdarahan spontan (klinis),
b. Nyeri lokal koagulopati, atau trombositopenia.
c. Perdarahan lokal Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia
d. Kemerahan eksternal, paralisis, dan lainnya.
e. Limfangitis Kelainan kardiovaskuler : hipotensi, syok, arritmia
f. Pembesaran kelenjar limfe (klinis), kelainan EKG.
g. Inflamasi (bengkak, merah, Cidera ginjal akut (gagal ginjal) : oligouria/anuria
panas) (klinis), peningkatan kreatinin/urea urin (hasil
h. Melepuh laboratorium). Hemoglobinuria/mioglobinuria :
i. Infeksi lokal, terbentuk abses urin coklat gelap (klinis), dipstik urin atau bukti
j. Nekrosis lain akan adanya hemolisis intravaskuler atatu
rabdomiolisis generalisata (nyeri otot,
hiperkalemia) (klinis, hasil laboratorium). Serta
adanya bukti laboratorium lainnya terhadap tanda
venerasi.
1
KRITERIA PEMBERIAN SERUM ANTI BISA ULAR

CARA PEMBERIAN SERUM ANTIBISA ULAR


5. Pemberian secara injeksi intravena, 1 ampul ABU dilarutkan dalam 10 ml
aquadest kemudian injeksi pelan tidak lebih dari 2ml/menit sambil melihat
adanya kemingkinan reaksi anafilaktik.
6. Infus intravena, ABU diencerkan dalam 5-10 ml/kgbb larutan isotonic
(250-500cc larutan saline atau dextrose 5% untuk pasien dewasa) dan
diberikan selama 1 jam
7. Pemberian suntik lokal diarea gigitan sudah tidak direkomendasikan,
meskipun terlihat rasional tetapi tidak efektif. Hal ini akan menambah
angka kesakitan juga kemungkinan peningkatan tekanan kompartemen.
8. Pemberian ABU dengan cara IM tidak terlalu direkomendasikan karena
sifat molecul ABU yang terlalu besar akan sulit atau lambat melewati
aliran limfatik.

KRITERIA PENGULANGAN DOSIS INISIASI ANTI BISA ULAR :


a. koagulopati menetap atau berulang setelah 6 jamatau perdarahan
setelah 1-2 jam, terdapat perburukan gejala neurotoksik atau gejala
kardiovaskuler setelah 1-2 jam.
b. Bila darah tetap tidak koagulasi, 6 jam setlah pemberian dosis awal
antibisa, dosis yang sama harus diulang. Hal ini berdasarkan observasi
bahwa, bila dosis besar antibisa diberikan ( lebih dari cukup untuk
menetralisasi enzim pro koagulan bisa ular) diberikan pada awal, waktu
yang dibutuhkan oleh hepar untuk memperbaiki tingkat koagulasi
fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya adalah 3-9 jam.
c. Pada pasien yang tetap mengalami perdarahan cepat, dosis antibisa
harus diulang antara 1-2 jam.
d. Pada kasus perburukan gejala neurotoksik atau gejala
kardiovaskuler, dosis awal antibisa harus diulang setelah 1-2 jam dan
perawatan pendukung harus dipertimbangkan

2
RESPON TERHADAP PEMBERIAN ANTIBISA ULAR
a. Umum : pasien merasa lebih baik, mual, muntah dan nyeri secara
keseluruhan dapat hilang secara cepat.
b. Perdarahan sistemik spontan (misalnya dari gusi) : biasanya terhenti pada
15-30 menit.
c. Koagulasi darah : biasanya terhenti dalam 3-9 jam. Perdarahan dari luka
yang menyembuh sebagian terhenti lebih cepat
d. Pada pasien syok : tekanan darah dapat meningkat antara 30-60 menit
pertama dan aritmia seperti sinus bradikardi dapat teratasi
e. Pada pasien dengan neurotoksisitas tipe post sinaps (gigitan ular kobra)
akan membaik dalam 30 menit setelah pemberian antibisa, namun
biasanya membutuhkan waktu bebeerapa jam. Pada keracunan tipe pre
sinaps (Kraits dan ular laut) tidak tampak respon.
f. Hemolisis aktif dan rhabdomyolisis menurun dalam beberapa jam dan
warna urin akan kembali ke warna normal.
* OBSERVASI
 Keadaan umum dan vital sign, tanda envenomasi (keracunan) bisa ular,
pemeriksaan penunjang,
Untuk kasus gigitan kering (bisa tidak diinjeksikan) dari ular viper,
observasi di Instalasi gawat Darurat selama 8-10 jam, dilanjutkan
observasi di ruangan
 Pasien dengan tanda envenomasi (keracunan) yang berat membutuhkan
perawatan khusus di ICU untuk pemberian produk-produk darah,
menyediakan monitoring yang invasif, dan memastikan proteksi jalan
nafas.
 Observasi untuk gigitan ular koral minimal selama 24 jam.
 Evaluasi serial untuk penderajatan lebih lanjut dan untuk menyingkirkan
sindroma kompartemen.
- Ukur tekanan kompartemen setiap 30-120 menit.
- Fasciotomi diindikasikan untuk tekanan yang lebih dari 30-40 mmHg.
Tergantung dari derajat keparahan gigitan, pemeriksaan darah lebih lanjut
mungkin dibutuhkan, seperti waktu pembekuan darah, jumlah trombosit,
dan level fibrinogen

** PERAWATAN KONSERVATIF
1. Bed rest
2. Perawatan luka dengan iodine, hibitane
3. Akses intravena (cairan dan obat-obatan)
4. Pemberian obat-obatan sedatif (Diazepam, Promethazine)
5. Pemberian obat-obatan analgesik (ASA, Paracetamol, Ibuprofen,
Indomethacin, Petidine)
6. Pemerian Antibiotika profilaksis (PPF, Amoxicillin, Ampicillin,
Gentamicin)
7. Pemberian toxoid Tetanus
8. Pemberian Steroid (Hidrocortison, Dexamethasone)

H. KOMPLIKASI GIGITAN ULAR


Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit
viper.Komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit.Komplikasi
kardiovaskuler, komplikasi hematologis, dan kolaps paru dapat terjadi.Jarang
terjadi kematian.Anak-anak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya
kematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih
kecil.Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi ularkoral.
Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi
hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis, tipe I) dan tipe lambat (serum sickness,
tipe III).Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E (IgE), berkaitan
dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi,
dan kebocoran kapiler.Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi
farmakologis.Serum sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin,
pembengkakan kelenjar lymph, dan penurunan daya tahan, muncul 1 – 2 minggu
setelah pemberian antivenin.Presipitasi dari kompleks antigen-immunoglobulin G
(IgG) pada kulit, sendi, dan ginjal bertanggung jawab atas timbulnya arthralgia,
urtikaria, dan glomerulonephritis (jarang). Biasanya lebih dari 8 vial antivenin
harus diberikan pada sindrom ini. Terapi suportif terdiri dari antihistamin dan
steroid7.

I. PROGNOSIS GIGITAN ULAR


Meskipun kebanyakan korban gigitan ular berbisa dapat tertolong dengan
baik, memprediksi prognosis pada tiap kasus individu dapat menjadi sulit.
Disamping fakta bahwa mungkin terdapat sebanyak 8000 kasus gigitan ular
berbisa, terdapat kurang dari 10 kematian, dan kebanyakan dari kasus fatal ini
tidak mencari pertolongan karena suatu alasan dan lain hal. Jarang terjadi untuk
seseorang meninggal sebelum mencapai perawatan medis di AS.Kebanyakan ular
tidak berbisa jika menggigit. Jika tergigit oleh ular tidak berbisa, korban akan
pulih. Komplikasi yang mungkin dari gigitan ular tak berbisa meliputi gigi yang
tertahan pada luka gigitan atau infeksi luka (termasuk tetanus).Ular tidak
membawaatau mentransmisikan rabies6.
Tidak semua gigitan oleh ular berbisa menghasilkan racun berbisa.Pada
lebih dari 20% gigitan oleh rattlesnake dan moccasin, sebagai contoh, tidak ada
bisa yang disuntikan.Hal ini disebut gigitan kering yang bahkan lebih umum pada
gigitan yang diakibatkan oleh elapid. Gigitan kering (tanpa injeksi bisa ular)
memiliki komplikasi yang sama dengan gigitan ular tidak berbisa.Seorang korban
yang masih sangat muda, tua, atau memiliki penyakit sistemik lain sebagian besar
tidak mampu mentoleransi jumlah injeksi bisa yang sama dengan orang dewasa
yang sehat. Ketersediaan perawatan medis darurat dan, yang paling penting,
antibisa ular, dapat mempengaruhi bagaimana keadaan korban.
Efek bisa yang serius dapat tertunda untuk beberapa jam.Seorang korban yang
awalnya terlihat baik kondisinya dapat menjadi sangat kesakitan.Seluruh korban
yang tergigit oleh ular berbisa harus segera mendapat perawatan medis tanpa
harus ditunda-tunda6.

J. PENCEGAHAN GIGITAN ULAR2


a. Mengenali ular lokal di daerah masing-masing, mengetahui tempat
tinggal dan tempat persembunyian yang disukai ular, mengetahui waktu
dan cuaca dimana ular akan lebih aktif, terutama gigitan ular setelah
hujan, saat banjir, saat panen, serta malam hari
b. Gunakan sepatu atau bots dan celana panjang, khususnya saat berjalan di
malam hari atau semak-semak
c. Gunakan cahaya (lampu senter, obor) saat berjalan di malam hari
d. Hindari ular sejauh mungkin, termasuk pertunjukan penjinak ular. Jangan
pernah menyentuh, mengancam, atau menyerang ular dan jangan pernah
menjebak dan memojokkan ular dalam tempat tertutup
e. Bila memungkinkan, hindari tidur di tanah
f. Jauhkan anak-anak dari daerah yang diketahui rawan ular
g. Hindari atau lakukan dengan saat hati-hati saat menangani ular mati, atau
ular yang terlihat mati
h. Hindari reruntuhan, sampah, gundukan anai-anai, atau hewan domestik
yang dekat dengan hunian manusia, karena dapat menarik ular
i. Memeriksa rumah secara berkala untuk ular, dan bila mungkin, hindari
jenis konstruksi rumah yang memungkinkan ular untuk bersembunyi
(misalnya dinding jerami dan tanah liat yang memiliki celah dan ruang
yang lebar, ruang tidak tertutup pada lantai)
j. Untuk mencegah gigitan ular laut, nelayan sebaiknya menghindari
menyentuh ular laut yang tertangkap jala dan terpancing. Kepala dan ekor
ular tidak mudah dibedakan. Terdapat resiko tergigit pada mereka yang
mandi dan mencuci pakaian pada air yang keruh pada muara, hulu sungai
dan pesisir pantai.

DAFTAR PUSTAKA
1) Gold, Barry S.,Richard C. Dart.Robert Barish. 2002. Review Article :Current
Concept Bites Of Venomous Snakes. N Engl J Med, Vol. 347, No. 5·August 1,
2002
2) WHO. 2010. Guidelines for The Clinical Management of Snake Bite in The
South East Asia Region.
3) Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, de Silva N, Gunawardena NK,
Pathmeswaran A, et al. 2008. The Global Burden of Snakebite: A Literature
Analysis and Modelling Based on Regional Estimates of Envenoming and
Deaths. PLoS Med 5(11): e218. doi:10.1371/journal.pmed.0050218
4) SMF Bedah RSUD DR. R.M. Djoelham Binjai. 2000. Gigitan Hewan.
Availabke from : www.scribd.com/doc/81272637/Gigitan-Hewan
5) Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan POM, 2012. Penatalaksanaan
Keracunan Akibat Gigitan Ular Berbisa. Available from : www.pom.id
(diakses pada 30 Maret 2012)
6) Hafid, Abdul, dkk., 1997. Bab 2 : Luka, Trauma, Syok, Bencana : Gigitan
Ular. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta. Hal. 99-100
7) Daley, Brian James MD. 2010. Snake bite : patophysiology. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168828-overview#a0104
8) Emedicine Health. 2005. Snakebite. available from :
http://www.emedicinehealth.com/snakebite/article_em.htm#Snakebite
9) Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen
POM Depkes RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
10) Wangoda R., Watmon B. Kisige M. 2002. Snakebite Management :
Experience From Gulu Regional Hospital Uganda.

Anda mungkin juga menyukai