Penguatan Intermediasi
di Tengah Ketidakpastian
Ekonomi Global
BANK INDONESIA BANK INDONESIA
PENGARAH
Erwin Rijanto - Linda Maulidina – Retno Ponco Windarti – Yanti Setiawan
TIM PENYUSUN
Agus Fadjar Setiawan, Rozidyanti, Ita Rulina, Kurniawan Agung, Sri Noerhidajati, Hesti Werdaningtyas, Risa Fadila,
Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Faried Caesar Nugroho, Heny Sulistyaningsih, Darmo Wicaksono, Lisa Rienellda,
Vienella Zharmida, Agni Alam Awirya, M. Nuryazidi, Abidin Abdul Haris, Andhi Wahyu, Jodhi Satyagraha, Ibrahim
Adrian Nugroho, Revol Ulung Bisara Tamba, Anindhita Kemala D, Apsari Anindita N.P, Rani Wijayanti, Andi M. Raihan,
Adhi Nugroho, Haris Dwi Putra, Arif Waluyo Birowo, Jardine A. Husman, Siti Nurfalinda, Aski Catranti, Lisa Khulasoh,
Natalia Susan, Tira Nitria, Yunni Angela Yustisia, Arief Noor Rachman, Eskanto Adi Nugroho, Veny Tamarind, Rakhma
Fatmaningrum, Gemala Srihati, Donny Ananta
KONTRIBUTOR
Departemen Pengembangan UMKM (DPUM)
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP)
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK)
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM)
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK)
Departemen Ekonomi Keuangan Syariah (DEKS)
Departemen Statistika (DSta)
DOKUMEN KSK LENGKAP DALAM FORMAT PDF TERSEDIA PADA WEB SITE BANK INDONESIA:
http://www.bi.go.id
Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
ISSN 2620-9241
DEPARTEMEN KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL
BANK INDONESIA
DAFTAR ISI
PRAKATA IX
I KONDISI MAKROFINANSIAL
1.1 Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga dan Intermediasi 04
Tumbuh Meningkat
1.2 Peran Sektor Luar Negeri Masih Cukup Besar Sebagai 08
Sumber Pendanaan Bagi Perekonomian Domestik
1.3 Kondisi Ekonomi Global Memengaruhi Kapasitas 10
Intermediasi Sistem Keuangan Domestik
II KERENTANAN UTAMA
2.1 Kebutuhan External Funding Korporasi Meningkat 16
2.2 Retail Funding Sebagai Sumber Dana Utama Bank Tumbuh 21
Melambat
2.3 Saving-Investment Gap yang Negatif dan Pasar Keuangan 25
yang Belum Dalam
DAFTAR TABEL
I. KONDISI MAKROFINANSIAL
Tabel 1.1.1 Pertumbuhan Pembiayaan Swasta Non-Keuangan 04
Tabel 1.1.2 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Sektor Perekonomian 05
Tabel 1.1.3 Rasio NPL berdasarkan Sektor 08
Tabel 1.3.1 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir Periode 10
(% PDB)
DAFTAR GRAFIK
I. KONDISI MAKROFINANSIAL
Grafik 1.1.1 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan 04 Grafik 1.3.2 Posisi Neto Keuangan Rumah Tangga dan 11
Grafik 1.1.2 Siklus Keuangan 05 Sektor Korporasi (% terhadap PDB)
Grafik 1.1.3 Rasio BOPO per BUKU (%) 06 Grafik 1.3.3 Posisi Neto Kewajiban Sektor Korporasi, 11
Grafik 1.1.4 Perkembangan NIM, NPL dan ROA 06 Sektor Pemerintah Pusat dan Nasional
Grafik 1.1.5 Perkembangan CAR Industri 07 (% PDB)
Grafik 1.1.6 Perkembangan NPL 07 Grafik 1.3.4 Network Transaksi Luar Negeri Triwulan III 11
Grafik 1.1.7 Perkembangan Indikator Likuiditas Perbankan 08 dan IV 2018
(AL/DPK) Grafik 1.3.5 Perkembangan Aset Keuangan dan 12
Grafik 1.2.1 Analisis Network Total Posisi Keuangan Tw III 09 Kewajiban Keuangan Rumah Tangga
dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun) Grafik 1.3.6 Network Transaksi Perbankan Triwulan III dan 13
Grafik 1.2.2 Analisis Network Transaksi Neto Keuangan Tw 09 IV 2018
III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun) Grafik 1.3.7 Perbandingan Matriks Posisi Keuangan 13
Grafik 1.3.1 Perkembangan Total Kewajiban Keuangan 11 Sektoral (Rp. Triliun)
Sektor Korporasi (Rp Ribu Triliun)
Grafik 2.1.1 Perkembangan Pembiayaan Eksternal 16 Grafik 2.2.6 Pangsa DPK Perorangan dan Korporasi 23
Korporasi Swasta
Grafik 2.1.2 Pangsa Pembiayaan Eksternal Korporasi 16 Grafik 2.2.7 Pertumbuhan DPK dan Net Foreign Assets 23
Grafik 2.1.3 Rasio Utang (Pembiayaan) Korporasi terhadap 16 (NFA)
PDB Grafik 2.2.8 Peningkatan Floating Fund Uang Elektronik 23
Grafik 2.1.4 Peningkatan ULN Korporasi 16 Grafik 2.2.9 Pertumbuhan DPK berdasarkan kepemilikan 24
Grafik 2.1.5 Pertumbuhan Sumber Pembiayaan Korporasi 17 (yoy)
(yoy) Grafik 2.2.10 Pertumbuhan Retail dan Wholesale Funding 24
Grafik 2.1.6 Perkembangan Spread Suku Bunga dan 17 (yoy)
Pertumbuhan ULN Swasta Grafik 2.2.11 Sumber Dana Perbankan 24
Grafik 2.1.7 Perkembangan ULN Swasta 18 Grafik 2.2.12 Sumber Dana BUKU 3 25
Grafik 2.1.8 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor 18 Grafik 2.2.13 Sumber Dana BUKU 4 25
Manufaktur Grafik 2.3.1 Transaksi Modal dan Finansial 25
Grafik 2.1.9 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor 18 Grafik 2.3.2 Kepemilikan Asing di SBN dan Saham 25
Batubara Grafik 2.3.3 Perbandingan Kedalaman Pasar Keuangan di 26
Grafik 2.1.10 Pertumbuhan ULN Bank 19 Beberapa Negara, Tahun 2017
Grafik 2.1.11 Jangka Waktu ULN Bank 19 Grafik 2.3.4 Perbandingan Rasio Turnover Harian Pasar 27
Grafik 2.1.12 Pemberi ULN Bank Jangka Panjang 19 Uang terhadap PDB
Grafik 2.1.13 Pertumbuhan Pedanaan Perusahaan 20 Grafik 2.3.5 Perbandingan RRH Volume Transaksi Spot 27
Pembiayaan dan Derivatif Valas
Grafik 2.1.14 Komposisi Pedanaan Perusahaan Pembiayaan 20 Grafik 2.3.6 Perkembangan Struktur Pasar Uang 28
Grafik 2.2.1 Jenis Retail Funding Perbankan 21 Grafik 2.3.7 Perkembangan Pasar Uang 28
Grafik 2.2.2 Komposisi DPK 21
Grafik 2.2.3 Pangsa Deposito Rupiah Berdasarkan Jangka 22
Waktu
Grafik 2.2.4 Growth DPK vs Neraca Perdagangan dan 22
Portfolio Investment
Grafik 2.2.5 Pertumbuhan DPK Perorangan dan Korporasi 23
Swasta (yoy)
Grafik 3.1.1 Perkembangan Posisi ULN Korporasi 32 Negeri berdasarkan Jenis Peminjam (yoy)
Nonkeuangan Berdasarkan Remaining Grafik 3.2.11 Pangsa Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/ 40
Maturity Jangka Pendek
Grafik 3.1.2 Perkembangan ULN Restrukturisasi Korporasi 32 Grafik 3.2.12 YTD Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/ 40
Nonkeuangan Jangka Pendek
Grafik 3.1.3 Pangsa ULN Restrukturisasi dan 32 Grafik 3.2.13 Perkembangan Rata-Rata Suku Bunga DPK 40
Nonrestrukturisasi Korporasi Nonkeuangan per BUKU
Grafik 3.1.4 Perkembangan Kemampuan Membayar 33 Grafik 3.3.1 Neraca Pembayaran Indonesia 41
Korporasi Nonkeuangan Grafik 3.3.2 Nilai Tukar Rupiah 41
Grafik 3.1.5 Perkembangan Kinerja Keuangan Korporasi 34 Grafik 3.3.3 Beli Neto Asing di SUN dan Yield SUN 10 Tahun 41
Publik Nonkeuangan Grafik 3.3.4 Beli Neto Asing di Obligasi Korporasi dan Yield 41
Grafik 3.1.6 ULN Perusahaan Pembiayaan dalam Valas 36 Obligasi Korporasi 10 Tahun
Grafik 3.1.7 DER Perusahaan Pembiayaan 36 Grafik 3.3.5 Beli Neto Asing di Saham dan IHSG 42
Grafik 3.2.1 Perkembangan Funding Gap 37 Grafik 3.3.6 Kepemilikan SBN Bank Berdasarkan BUKU 42
Grafik 3.2.2 Rasio Modal dan Sumber Dana Pembiayaan 37 Grafik 3.3.7 IDMA Index dan Kepemilikan SBN Perbankan 42
Kredit terhadap Total Aset Grafik 3.3.8 Komposisi SBN terhadap Aset Perbankan 43
Grafik 3.2.3 Rasio Pertumbuhan Modal dan Sumber Dana 37 Grafik 3.3.9 Rasio PDN 43
Pemenuhan Funding Gap terhadap Total Aset Grafik 3.3.10 Total PDN per BUKU Semester II 2018 43
(yoy) Grafik 3.3.11 Komposisi Aset Investasi Perusahaan 44
Grafik 3.2.4 Run-Off Rate DPK (Presentil 10%) 38 Asuransi
Grafik 3.2.5 Alat Likuid dan Ketahanan Likuiditas 38 Grafik 3.3.12 Hasil Investasi Perusahaan Asuransi 44
Perbankan 13 Grafik 3.3.13 Perkembangan Aset Asuransi 45
Grafik 3.2.6 Ketahanan Likuiditas Jangka Pendek dan 38 Grafik 3.3.14 Suku Bunga Kebijakan dan PUAB Rupiah O/N 45
Jangka Panjang (Bank Wajib LCR dan NSFR) Grafik 3.3.15 Volatilitas Suku Bunga PUAB 45
Grafik 3.2.7 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 4 (Ytd) 39 Grafik 3.3.16 Bid Ask Spread Transaksi Spot Rupiah/dollar 46
Grafik 3.2.8 Sumber dan Penggunaan Dana BUKU 3 (Ytd) 39 Grafik 3.3.17 Volume Transaksi Spot 46
Grafik 3.2.9 Pangsa Pinjaman Dalam dan Luar Negeri 39 Grafik 3.3.18 Volume Transaksi Derivatif 46
Berdasarkan Jenis Peminjam Grafik 3.3.19 Suku Bunga Perbankan dan Kupon Obligasi 47
Grafik 3.2.10 Pertumbuhan Pinjaman Dalam dan Luar 39
Grafik 4.1.1 Indeks Harga Properti Residensial 50 Grafik 4.1.3 Kesenjangan Kredit terhadap PDB 52
Grafik 4.1.2 Pertumbuhan KPR dan NPL 50 Grafik 4.1.4 Pencapaian Target Kredit UMKM 54
DAFTAR SINGKATAN
BANK INDONESIA
PRAKATA
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.32. KSK merupakan Indonesia serta merespons masih terdapatnya ruang akselerasi
salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam menyajikan pertumbuhan intermediasi, Bank Indonesia telah menempuh
hasil asesmen dan riset yang telah dilakukan Bank kebijakan makroprudensial akomodatif. Penerapan kebijakan
Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya sebagai otoritas makroprudensial ini tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi
pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Layaknya yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
best practices negara lain yang memiliki pemisahan otoritas Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan
makro dan mikroprudensial, Bank Indonesia secara berkala dalam menjaga stabilitas sistem keuangan termasuk dalam
menerbitkan KSK bagi stakeholders. pencegahan dan penanganan krisis keuangan.
Sebagai upaya penguatan dan pengayaan KSK, edisi ini Kebijakan makroprudensial menunjukkan hasil yang
mengedepankan macro-financial linkages antara kondisi positif tercermin dari kinerja sistem keuangan, baik dari sisi
makroekonomi global dan domestik dengan sistem intermediasi, efisiensi, maupun ketahanan, yang terjaga
keuangan di Indonesia. Melalui asesmen tersebut, Bank dengan baik. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
Indonesia memaparkan dinamika tekanan global dan domestik yang tetap kuat dan siklus keuangan di akhir
domestik serta kerentanan utama yang menimbulkan risiko semester II 2018 yang masih menunjukkan ruang untuk
pada sistem keuangan Indonesia. Selain itu, analisa risiko melakukan ekspansi, intermediasi yang dilakukan oleh sistem
dan ketahanan sistem keuangan juga dilakukan dengan keuangan Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan
cakupan dimensi time series dan cross section, sehingga yang terutama ditopang oleh sektor perbankan.
diperoleh hasil asesmen yang lebih menyeluruh.
Ke depan, tantangan perekonomian global dan domestik
Ketidakpastian perekonomian global yang terus meningkat yang terjadi sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih
memberikan tekanan bagi stabilitas sistem keuangan akan berlanjut dan mewarnai kinerja dan ketahanan
Indonesia. Sentimen negatif perang dagang, kuatnya sistem keuangan Indonesia. Merespons perkembangan
indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya tersebut, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
normalisasi kebijakan moneter AS mengurangi risk makroprudensial yang akomodatif diimbangi dengan
appetite investor global terhadap aset keuangan negara- upaya mitigasi risiko yang memadai. Bank Indonesia juga
negara emerging market, termasuk Indonesia. Dampak memandang penting upaya mewujudkan sinergi dalam
ketidakpastian perekonomian global tersebut berpotensi rangka mempertahankan stabilitas sistem keuangan. Untuk
meningkatkan risiko sistem keuangan Indonesia akibat itu, Bank Indonesia senantiasa berupaya memperkuat
adanya tiga kerentanan utama, yaitu perlambatan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas keuangan lain.
pertumbuhan retail funding yang masih menjadi sumber
dana utama bank, kondisi saving investment gap yang Akhir kata, semoga buku ini menjadi referensi yang
negatif di tengah pasar keuangan yang belum dalam, dan bermanfaat dan memperkuat optimisme akan terjaganya
peningkatan kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi stabilitas sistem keuangan kita. Kiranya Tuhan Yang
yang berpotensi meningkatkan dampak dari volatilitas nilai Maha Kuasa senantiasa memberikan perlindungan dan
tukar dan suku bunga global. keberkahan bagi setiap ikhtiar dan doa kita dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Perry Warjiyo
BANK INDONESIA
RINGKASAN
EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
Stabilitas sistem keuangan selama semester II 2018 tetap Pada semester II 2018, tren deleveraging sektor korporasi
terjaga walaupun sempat mengalami tekanan akibat sedikit mereda yang mengindikasikan bahwa sektor
meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Tingginya korporasi mulai melakukan ekspansi usaha. Namun,
sentimen negatif perang dagang AS-Tiongkok, kuatnya peningkatan ketidakpastian global berdampak pada
indikasi perlambatan ekonomi global, serta berlanjutnya masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang
normalisasi kebijakan moneter AS mengurangi risk selanjutnya mempengaruhi kinerja sektor rumah tangga
appetite investor global terhadap aset keuangan negara dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan.
emerging market, termasuk Indonesia. Untuk menjaga Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dana selain
daya tarik aset pasar keuangan domestik, Bank Indonesia DPK, untuk mendorong peningkatan kredit, sektor
kembali menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps perbankan memperluas sumber pendanaan termasuk dari
selama semester II 2018 ke level 6%. sektor luar negeri. Menimbang pentingnya peran sektor
luar negeri terhadap dinamika pembiayaan domestik, ke
Kinerja sistem keuangan, baik dari sisi intermediasi, depan perlu diwaspadai sumber-sumber kerentanan pada
efisiensi, maupun ketahanan, terjaga dengan baik. Sejalan sistem keuangan domestik yang dapat meningkatkan
dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap dampak shock yang berasal dari kondisi perekonomian
kuat dan siklus keuangan di akhir semester I 2018 yang dan keuangan global.
masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi,
intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan Dampak ketidakpastian perekonomian global berpotensi
Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan. meningkatkan risiko sistem keuangan Indonesia akibat
Peningkatan pertumbuhan intermediasi ini terutama adanya tiga kerentanan utama. Pertama, peningkatan
didorong oleh sektor perbankan yang mampu kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi berpotensi
meningkatkan efisiensi di tengah peningkatan suku meningkatkan dampak dari volatilitas nilai tukar dan suku
bunga kebijakan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran bunga global terhadap korporasi. Kedua, perlambatan
kredit perbankan juga didukung oleh permodalan yang pertumbuhan retail funding yang masih menjadi sumber
memadai, sehingga mampu menyerap risiko pasar, kredit, dana utama bank, berpotensi membatasi ekspansi
dan likuiditas. penyaluran kredit dan menimbulkan tekanan likuiditas.
Ketiga, kondisi saving investment gap yang negatif di
Hasil analisis posisi keuangan selama Semester II 2018 tengah pasar keuangan yang belum dalam berpotensi
menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor dengan total meningkatkan dampak dari volatilitas aliran dana asing ke
aset dan kewajiban keuangan terbesar di Indonesia, yaitu sistem keuangan Indonesia.
sektor korporasi, perbankan dan luar negeri. Sementara
itu, analisis transaksi keuangan menunjukkan bahwa Kerentanan pertama terkait dengan peningkatan
sektor yang melakukan transaksi terbesar adalah sektor kebutuhan pembiayaan eksternal korporasi yang berasal
korporasi. Hal ini menunjukkan pentingnya sektor dari luar negeri yang berpotensi meningkatkan risiko
korporasi dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. yang dihadapi korporasi akibat perubahan nilai tukar dan
Namun, sejak akhir 2015, rasio kewajiban sektor korporasi kenaikan suku bunga global. Namun, dari sisi korporasi
terhadap PDB cenderung mengalami penurunan. Hal ini nonkeuangan, risiko ULN cukup terjaga didukung oleh
mengindikasikan terjadinya deleveraging yang disebabkan pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) yang mayoritas
oleh terbatasnya ekspansi usaha di sektor tersebut. Di berjangka panjang sehingga risiko repricing menjadi lebih
tengah tingginya ketidakpastian global, peran sektor luar rendah. Rendahnya risiko ULN korporasi nonkeuangan
negeri masih cukup besar sebagai sumber pendanaan juga tercermin dari ULN yang mengalami restrukturisasi
bagi perekonomian domestik, termasuk sektor korporasi. karena pemburukan kinerja, yang mengalami penurunan.
Namun, sejalan dengan tren penurunan kewajiban sektor Dari sisi perbankan, risiko ULN juga cukup terjaga karena
korporasi, kewajiban keuangan domestik terhadap repricing risk terhadap perbankan relatif minimal. Hal ini
eksternal (sektor luar negeri) juga mengalami tren didukung oleh eksposur ULN jangka pendek yang berada
penurunan sejak akhir 2015. jauh di bawah threshold ketentuan Bank Indonesia dan
peningkatan ULN yang mayoritas jangka panjang.
Pada kerentanan kedua, meski retail funding masih keuangan. Pada 2018, rasio Loan to Value/Financing
menjadi sumber dana utama perbankan untuk membiayai to Value (LTV/FTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah
ekspansi kredit, pertumbuhannya cenderung melambat. (KPR) kembali dilonggarkan. Melalui instrumen Rasio
Hal ini berdampak pada meningkatnya funding gap Intermediasi Makroprudensial (RIM), fungsi intermediasi
yang menyebabkan tekanan likuiditas ketika perbankan perbankan diperluas dengan memperhitungkan komponen
menggunakan alat likuid sebagai sumber dana alternatif. wholesale sebagai pembiayaan. Upaya penguatan
Dengan demikian, ruang ekspansi penyaluran kredit intermediasi tersebut perlu didukung dengan kecukupan
perbankan menjadi terbatas. Selain itu, penurunan likuiditas dan permodalan yang memadai. Fleksibilitas
pangsa komponen retail funding yang sifatnya lebih pengelolaan likuiditas ditingkatkan dengan instrumen
stabil (core retail funding) turut meningkatkan potensi Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Sejalan
risiko likuiditas. Merespon tekanan likuiditas tersebut, dengan kebijakan akomodatif, besaran Countercyclical
perbankan meningkatkan wholesale funding sehingga Capital Buffer (CCB) kembali ditetapkan sebesar 0%.
rasio ketahanan likuiditas masih terjaga di atas threshold.
Di sisi lain, pergeseran pada wholesale funding berpotensi Kebijakan makroprudensial menunjukkan hasil yang
meningkatkan risiko repricing sejalan dengan kenaikan positif, tercermin dari intermediasi yang meningkat dan
suku bunga. indikator ketahanan sistem keuangan yang berada pada
level aman. Selama 2018, intermediasi perbankan berhasil
Kerentanan ketiga terkait dengan kondisi saving tumbuh 11,75% atau tertinggi dalam empat tahun terakhir.
investment gap yang negatif dan pasar keuangan domestik Pencapaian tersebut menopang pembiayaan domestik
yang belum dalam yang berpotensi meningkatkan risiko di tengah penurunan pembiayaan dari pasar modal.
pasar akibat volatilitas aliran dana asing. Meningkatnya Meskipun sistem keuangan Indonesia sempat mengalami
ketidakpastian ekonomi global pada semester II 2018 tekanan, indikator kinerja lembaga dan pasar keuangan
mendorong pembalikan aliran modal asing dari sistem menunjukkan risiko yang terkendali. Keberhasilan Bank
keuangan Indonesia yang pada gilirannya mempengaruhi Indonesia dalam mengawal stabilitas sistem keuangan
kinerja transaksi modal dan finansial serta berkontribusi melalui kewenangan di bidang makroprudensial, tidak
terhadap tekanan nilai tukar. Pembalikan aliran modal terlepas dari upaya penguatan pengawasan serta sinergi
asing terutama terjadi pada triwulan III 2018 mendorong dan koordinasi dengan otoritas keuangan lain yang
penurunan kinerja pasar keuangan dan meningkatkan semakin kuat.
risiko pasar pada perbankan dan asuransi. Namun,
peningkatan risiko pasar tersebut tertahan pada triwulan Ke depan, tantangan perekonomian global dan domestik
IV 2018 seiring dengan mulai masuknya aliran dana asing yang terjadi sepanjang tahun 2018 diperkirakan masih
ke pasar keuangan domestik. Di tengah penurunan kinerja akan berlanjut dan mewarnai kinerja dan ketahan sistem
pasar keuangan, ketahanan perbankan dan asuransi keuangan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global
tetap terjaga. Kondisi perbankan Indonesia masih cukup diperkirakan cenderung melambat, dengan ketidakpastian
kuat dalam menghadapi risiko kredit dan risiko pasar yang tetap tinggi. Hal tersebut terutama dipengaruhi oleh
didukung oleh ketahanan permodalan yang memadai. Dari peningkatan tensi perang dagang antara AS dan Tiongkok,
sisi asuransi, kinerja asuransi masih mencatatkan kinerja adanya sinyal The Fed untuk menahan laju peningkatan
yang relatif terjaga, meskipun hasil investasi asuransi Fed Fund Rate, serta permasalahan geopolitik seperti
mengalami penurunan. no-deal Brexit. Sementara itu, pada 2019 pertumbuhan
ekonomi domestik diproyeksikan akan berada pada
Merespons kerentanan dan potensi risiko dalam sistem kisaran 5,0% – 5,4%. Hal ini ditopang oleh masih kuatnya
keuangan, serta dengan mempertimbangkan siklus permintaan domestik seiring dengan terjaganya daya beli
keuangan Indonesia yang masih memberikan ruang dan keyakinan konsumen, serta investasi yang tetap kuat.
akselerasi pertumbuhan intermediasi, Bank Indonesia Sejalan dengan pertumbuhan tersebut, siklus keuangan
menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif Indonesia diperkirakan masih memberikan ruang bagi
dengan tetap mempertahankan stabilitas sistem peningkatan intermediasi perbankan.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sejalan dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia terus dipantau agar dapat memberikan fleksibilitas
akan melanjutkan kebijakan makroprudensial yang pengelolaan likuiditas yang lebih tinggi bagi bank,
akomodatif. Namun, dengan mempertimbangkan termasuk pada perbankan syariah. Instrumen CCB juga
tantangan perekonomian global dan domestik, serta terus dioptimalkan untuk menyeimbangkan antara upaya
kerentanan dalam sistem keuangan, maka kebijakan mendorong intermediasi dan upaya memitigasi risiko.
akomodatif Bank Indonesia akan diimbangi dengan upaya Serangkaian kebijakan tersebut, akan dilengkapi dengan
mitigasi risiko. Penguatan intermediasi ke depan akan upaya memperkuat surveilans, khususnya terhadap
diarahkan untuk mendukung pengembangan sektor bank-bank besar dan korporasi yang memiliki pengaruh
prioritas dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). signifikan dalam sistem keuangan dan perekonomian.
Kebijakan RIM akan ditinjau dari waktu ke waktu untuk Di samping itu, untuk mencapai sinergi dalam rangka
mendorong penyaluran kredit perbankan dan pembiayaan mempertahankan stabilitas sistem keuangan, Bank
ekonomi melalui penerbitan surat-surat berharga, Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan
termasuk pada perbankan syariah. Ketentuan PLM akan Pemerintah dan otoritas keuangan lain.
BANK INDONESIA
Kondisi Makrofinansial
BAB I
KONDISI
MAKROFINANSIAL
Stabilitas sistem keuangan selama semester II 2018 tetap terjaga walaupun sempat
mengalami tekanan akibat meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi domestik yang tetap kuat dan siklus keuangan di
akhir semester I 2018 yang masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi,
intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan Indonesia mengalami peningkatan
pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan intermediasi ini terutama didorong oleh
sektor perbankan yang mampu meningkatkan efisiensi di tengah peningkatan suku
bunga kebijakan. Selain itu, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan juga didukung
oleh tingginya permodalan bank dan terjaganya risiko likuiditas.
Di tengah tingginya ketidakpastian global, peran sektor luar negeri masih cukup
besar sebagai sumber pendanaan bagi sektor perekonomian domestik. Namun, sejak
akhir 2015, kewajiban domestik terhadap eksternal (sektor luar negeri) cenderung
menurun. Hal ini disebabkan oleh terus menurunnya kewajiban sektor korporasi yang
mengindikasikan terjadinya deleveraging pada sektor tersebut. Pada semester II 2018,
tren deleveraging sektor korporasi sedikit mereda yang mengindikasikan bahwa sektor
korporasi mulai melakukan ekspansi usaha. Namun, peningkatan ketidakpastian
global berdampak pada masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang selanjutnya
memengaruhi kinerja sektor rumah tangga dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
perbankan. Dalam rangka untuk mendorong peningkatan kredit, sektor perbankan
memperluas sumber pendanaan selain DPK termasuk dari luar negeri. Menimbang
pentingnya peran sektor luar negeri terhadap dinamika pembiayaan domestik, ke
depan perlu diwaspadai sumber-sumber kerentanan pada sistem keuangan domestik
yang dapat meningkatkan dampak shock yang berasal dari kondisi perekonomian dan
keuangan global.
1.1. Stabilitas Sistem Keuangan itu, Bank Indonesia juga menempuh kebijakan stabilisasi
Terjaga, Intermediasi Tumbuh melalui strategi intervensi ganda yang didukung strategi
operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas.
Meningkat
Sejak akhir Oktober 2018, tekanan terhadap rupiah sedikit
mereda dan cenderung terapresiasi.
Sepanjang semester II 2018, tekanan terhadap stabilitas
sistem keuangan sempat mengalami tren peningkatan Intermediasi yang dilakukan oleh sistem keuangan Indonesia
namun mulai mereda di akhir tahun (Grafik 1.1.1). mengalami peningkatan pertumbuhan pada semester II
Peningkatan tekanan terutama terjadi di pasar keuangan 2018, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi domestik
yang tercermin dari peningkatan volatilitas nilai tukar yang tetap terjaga. Intermediasi perbankan melanjutkan
rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). momentum pertumbuhan, sementara intermediasi melalui
Kondisi ini disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan cenderung tertahan seiring meningkatnya
perekonomian global akibat masih tingginya sentimen biaya penerbitan surat-surat berharga akibat meningkatnya
negatif perang dagang, kuatnya indikasi perlambatan suku bunga domestik (Tabel 1.1.1).
ekonomi global, serta berlanjutnya normalisasi kebijakan
moneter AS yang mengurangi risk appetite investor Penyaluran kredit perbankan terus meningkat sejalan
global terhadap aset keuangan negara emerging dengan siklus keuangan di akhir semester I 2018 yang
market, termasuk Indonesia. Sejalan dengan tingginya masih menunjukkan ruang untuk melakukan ekspansi
ketidakpastian di pasar keuangan global di tengah (Grafik 1.1.2). Kegiatan intermediasi perbankan selama
berlanjutnya defisit transaksi berjalan, nilai tukar rupiah semester II 2018 menunjukkan keberlanjutan momentum
mengalami depresiasi dengan volatilitas yang meningkat. pertumbuhan, ditopang oleh tingginya permintaan
Untuk menjaga daya saing aset pasar keuangan domestik, domestik. Pada Desember 2018, pertumbuhan kredit
Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga kebijakan perbankan terus meningkat dari level terendahnya pada
sebesar 75 bps selama semester II 2018 ke level 6%. Selain triwulan III 2016, menjadi 11,75% (yoy).
2.5
2
Nov’18 1.23
Sep’18 1.17
1.5 Jun’18 1.10
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kondisi Makrofinansial
Penyaluran kredit perbankan masih terkonsentrasi pada pemilikan rumah (KPR). Sementara itu, kredit konsumsi
tiga sektor utama yaitu perdagangan, industri pengolahan berupa KPR khususnya kepemilikan rumah tinggal tipe
dan kredit konsumsi (Tabel 1.1.2). Dominasi kredit 22 s.d 70m2 terus meningkat, sejalan dengan pelonggaran
perbankan pada tiga sektor utama ini sejalan dengan kebijakan sektor perumahan.
masih terjaganya pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) dan perbaikan kualitas kredit di sektor tersebut. Pada semester II 2018, akselerasi penyaluran kredit juga
Kredit sektor perdagangan tumbuh meningkat ditopang terjadi di sektor pertambangan dan konstruksi. Hal ini
oleh subsektor perdagangan hasil pertanian di dalam sejalan dengan membaiknya kinerja dan peningkatan
negeri dan perdagangan ekspor minyak kelapa sawit kegiatan produksi di sektor tersebut. Peningkatan kredit
mentah. Industri pengolahan juga tumbuh meningkat sektor pertambangan utamanya terjadi dipicu oleh
dipicu oleh industri rokok dan industri pengolahan minyak subsektor pertambangan minyak dan gas bumi serta batu
dan gas bumi, seiring dengan kenaikan harga minyak bara yang didukung tingginya permintaan frontloading
hingga triwulan III 2018. Sementara itu, rasio undisbursed batubara oleh Tiongkok menjelang kenaikan tarif di
loan (UL) tertinggi yang tercatat pada sektor industri 2019. Sektor konstruksi mencatat pertumbuhan paling
pengolahan yaitu sebesar 32,57%, mengindikasikan pesat kedua setelah pertambangan. Pertumbuhan di
potensi penyaluran kredit yang lebih tinggi ke depan sektor tersebut dipicu oleh gencarnya realisasi proyek
seiring menguatnya perekonomian Indonesia. Pada infrastruktur pemerintah yang dinilai berisiko rendah oleh
semester II 2018, pangsa kredit konsumsi sedikit turun perbankan, sebagaimana dikonfirmasi oleh perbaikan
dipicu oleh penurunan pertumbuhan kredit non-kredit kualitas kredit di sektor tersebut.
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Sumber: Bank Indonesia
Jasa Dunia Usaha 15,59 12,05 7,96 8,39 8,81 9,42 12,98
Efisiensi sektor perbankan semakin baik, sebagaimana return of assets (ROA) yang berada di level tertinggi dalam
tercermin pada turunnya rasio Beban Operasional terhadap tiga tahun terakhir (Grafik 1.1.4). Tingginya profitabilitas
Pendapatan Operasional (BOPO) yang didukung oleh didukung oleh ekspansi kegiatan intermediasi yang
pesatnya penyaluran kredit dan perbaikan kualitas kredit. diikuti perbaikan kualitas kredit. Untuk merespons masih
Di tengah berlanjutnya ekspansi kredit dan keterbatasan terdapatnya potensi kenaikan suku bunga ke depan,
sumber dana DPK, rasio BOPO turun dari 79,86% pada khususnya di tengah persaingan DPK yang semakin ketat,
semester I 2018 menjadi 78,32% di semester II 2018 perbankan telah melakukan langkah-langkah antisipatif,
(Grafik 1.1.3). Perbaikan efisiensi perbankan terutama termasuk penggunaan sumber pendanaan alternatif non-
bersumber dari kenaikan pendapatan operasional bunga DPK di samping buffer alat likuid. Ke depan, perbankan
dan penurunan beban operasional, utamanya Cadangan diperkirakan akan tetap menjaga profitabilitas dengan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Dari sisi pendapatan mengupayakan peningkatan efisien dan mengoptimalkan
operasional selain bunga, kenaikan pendapatan neto sumber pendapatan selain bunga.
transaksi spot dan derivatif turut mendorong efisiensi
perbankan. Selama semester II 2018, suku bunga DPK Ketahanan perbankan tetap terjaga didukung oleh
naik 47 bps, sementara suku bunga kredit turun 21 bps. tingginya permodalan bank, membaiknya kualitas kredit
Dengan intermediation spread yang semakin mengecil, dan terjaganya risiko likuiditas. Ketahanan permodalan
kenaikan pendapatan operasional hanya lebih dipengaruhi bank terus menguat, tercermin dari capital adequacy ratio
oleh tingginya kenaikan volume kredit. Strategi perbankan (CAR) yang terus meningkat hingga mencapai 22,89% di
menahan kenaikan suku bunga kredit merupakan upaya akhir 2018 (Grafik 1.1.5). Tingginya pertumbuhan modal
mempertahankan ekspansi kredit di tengah meningkatnya perbankan terutama bersumber dari kenaikan profitabilitas
persaingan untuk mendapatkan debitur berkualitas dan bank, disamping adanya tambahan modal yang bersumber
turut serta memberikan kontribusi untuk mendorong dari right issue, modal pinjaman, dan dana setoran modal.
pertumbuhan ekonomi nasional. Secara komposisi, permodalan bank masih didominasi oleh
Tier 1. Ke depannya, penguatan permodalan perbankan
Semakin efisiennya sektor perbankan berkontribusi pada diperkirakan masih dimotori oleh laba, right issue dan modal
peningkatan profitabilitas, sebagaimana tercermin pada pinjaman.
Grafik 1.1.3 Rasio BOPO per BUKU (%) Grafik 1.1.4 Perkembangan NIM, NPL dan ROA
(%) (%)
120 3,3 5,6
5,5
100 3,1
5,4
80 78,83 2,9
5,3
60 2,7 5,2
5,1
40 2,5
5,0
20 2,3
4,9
0 2,1 4,8
2016 2016 2017 2017 2018 2018 2018 2018 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
SM-1 SM-2 SM-1 SM-2 Q1 Q2 Q3 Q4 2016 2017 2018
INDUSTRI
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, diolah
Kondisi Makrofinansial
Risiko kredit perbankan pada semester II 2018 berada di dengan porsi yang hanya sebesar 1,55% dari total nominal
level terendah selama tiga tahun terakhir dengan rasio NPL (Tabel 1.1.3). Sektor-sektor utama yang menopang
NPL sebesar 2,37%, (Grafik 1.1.6). Penurunan rasio NPL pertumbuhan kredit perbankan yaitu konsumsi (perumahan
gross perbankan konvensional terjadi pada seluruh jenis dan multiguna), sektor perdagangan dan sektor industri
kredit (kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi) pengolahan seluruhnya mencatat penurunan nominal
dan pada seluruh kelompok BUKU. Pada semester II 2018, gross NPL. Upaya mitigasi risiko kredit akan terus dilakukan
seluruh sektor ekonomi mencatat NPL dibawah threshold dan perbankan masih akan menerapkan lending standard
5% dan menurun dibandingkan dengan periode yang sama yang prudent1 serta mengutamakan pertumbuhan kredit
tahun sebelumnya, kecuali di sektor Listrik, Gas dan Air yang berkualitas.
1
Berdasarkan ekspektasi Indeks Lending Standard pada semester II 2018 .
26% Des’ 17
22,4%
24% Jun’ 18
19,4%
22% Des’ 18
19,3%
20%
18%
16%
14%
12%
Mar-13
Jun-13
Sep-13
Des-13
Mar-14
Jun-14
Sep-14
Des-14
Mar-15
Jun-15
Sep-15
Des-15
Mar-16
Jun-16
Sep-16
Des-16
Mar-17
Jun-17
Sep-17
Des-17
Mar-18
Jun-18
Sep-18
Des-18
DPK = Dana Pihak Ketiga
Rasio likuiditas perbankan tetap terjaga, meski di pasar averaging valas dan GWM averaging syariah serta
keuangan dan kebutuhan pencairan alat likuid sempat pelonggaran threshold fleksibilitas repo PLM dari 2%
meningkat. Indikator likuiditas perbankan dengan menjadi 4% ikut menopang ketahanan likuiditas dalam
menggunakan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) mencapai target intermediasi.
pada akhir 2018 tetap terjaga di atas threshold (Grafik
1.1.7), walaupun cenderung menurun akibat perbankan
mencairkan alat likuidnya untuk mendanai ekspansi
1.2. Peran Sektor Luar Negeri Masih
kredit yang semakin tinggi di tengah pertumbuhan
DPK yang melambat. Likuiditas yang terjaga didukung Cukup Besar Sebagai Sumber
oleh serangkaian kebijakan BI yang ditunjukan untuk Pendanaan Bagi Perekonomian
meningkatkan fleksibilitas manajemen likuiditas Domestik
perbankan. Hingga akhir semester II 2018, sejumlah
risiko likuiditas perbankan masih tercatat pada level Hasil analisis posisi keuangan selama semester II 2018
yang terjaga, meski mengalami penurunan dibandingkan menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor dengan total
semester sebelumnya. Serangkaian kebijakan BI melalui aset dan kewajiban keuangan terbesar di Indonesia, yaitu
peningkatan frekuensi term repo, pelonggaran GWM sektor korporasi, perbankan dan luar negeri (Grafik 1.2.1)2
Kondisi Makrofinansial
Interkoneksi sektor korporasi terutama berkaitan dengan dan IV 2018, aliran dana dari sektor luar negeri ke korporasi
pemenuhan pembiayaan, baik dengan sektor luar negeri, nonkeuangan adalah masing-masing sebesar Rp94,71 triliun
perbankan maupun rumah tangga. Sementara itu, sektor dan Rp172,70 triliun. Pada triwulan IV-2018, sumber dana
perbankan yang berfungsi sebagai financial intermediaries tersebut terutama menggunakan instrumen ekuitas dan
dalam perekonomian menghimpun pendanaan yang debt securities masing-masing sebesar 21,8% dan 53,7%.
berasal dari simpanan rumah tangga, sektor korporasi Peningkatan aliran dana dari sektor luar negeri ke sekitar
non keuangan maupun luar negeri. Keterkaitan sektor korporasi tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan
luar negeri dengan perekonomian domestik relatif tinggi pembiayaan yang meningkat. Aliran dana ini berkaitan
sebagai sumber pendanaan maupun penempatan dana dengan pemenuhan kebutuhan pembiayaan yang tidak
bagi hampir seluruh sektor. sepenuhnya dapat dipenuhi oleh pembiayaan domestik.
Selain dari sektor luar negeri, pembiayaan kepada sektor
Selama semester II 2018, sektor yang melakukan korporasi juga bersumber dari kredit perbankan, sektor
transaksi dalam jumlah besar adalah sektor korporasi rumah tangga dan sektor pemerintah, khususnya untuk
dengan kontribusi lebih dari 24% dari total transaksi. perusahaan milik negara. Hasil analisis FABSI menunjukkan
Hal ini menunjukkan pentingnya sektor korporasi dalam adanya penurunan penempatan dana rumah tangga pada
menggerakkan perekonomian Indonesia. Salah satu sektor korporasi pada awal semester II 2018. Hal ini sejalan
sumber dana yang relatif besar bagi sektor korporasi dengan penurunan intermediasi melalui pasar keuangan
berasal dari sektor luar negeri (Grafik 1.2.2). Pada triwulan III akibat meningkatnya suku bunga domestik.
Grafik 1.2.1 Analisis Network Total Posisi Keuangan Tw III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Tw. III Tw. IV
Korp RT Korp RT
Rp17407 Rp8709 Rp17741 Rp8875
Bank Bank
LN Rp11106 LN Rp11500
Rp14530 Rp14645
Pempus BI Pempus BI
Rp6769 Rp4190 Rp6786 Rp4174
Keterangan: Nodes mempresentasikan total aset keuangan ditambah kewajiban suatu sektor
Grafik 1.2.2 Analisis Network Transaksi Neto Keuangan Tw III dan Tw IV 2018 (Rp. Triliun)
Korp RT Korp RT
Tw. III Rp12,97 Tw. IV Rp108,88
Rp45,41 Rp175,61
Bank Bank
LN Rp34,02 LN Rp40,96
Rp120,89 Rp151,69
Pempus BI Pempus BI
Rp84,42 Rp4,97 Rp50,99 Rp4,09
Biru menunjukkan net lending dan merah menunjukkan net borrowing keuangan
Keterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges merupakan bilateral exposure antar sektor (dalam triliun rupiah)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2
Dinamika transaksi keuangan antar sektor ekonomi domestik serta keterkaitannya dengan sektor luar negeri tergambar dalam analisis Financial Account dan Balance
Sheet Indonesia (FABSI) yang menggabungkan analisis transaksi keuangan dalam perekonomian baik stock (posisi) maupun flows (transaksi).
Di tengah tingginya ketidakpastian global, sektor luar terbatasnya pertumbuhan dana pihak ketiga perbankan
negeri sangat berperan dalam interaksi antar sektor mengingat sebagian aset keuangan rumah tangga
selama semester II 2018. Pada triwulan III 2018, terdapat merupakan penempatan dana pada sektor perbankan.
aliran dana yang relatif besar dari sektor luar negeri kepada Masih terbatasnya ekspansi usaha sektor korporasi
Bank Indonesia, dan sektor Pemerintah Pusat (Grafik 1.2.2). berdampak pada peningkatan peran Pemerintah dalam
Besarnya aliran dana dari luar negeri ke Bank Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tercermin
berkaitan dengan penarikan aset Bank Indonesia dalam dari posisi neto kewajiban Pemerintah Pusat terhadap
bentuk cadangan devisa guna mendukung kebijakan PDB yang terus meningkat sejak 2016. (Grafik 1.3.3).
stabilisasi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, aliran dana luar
negeri menuju sektor Pemerintah Pusat terutama terkait Pada semester II 2018, tren deleveraging sektor korporasi
dengan pembelian surat berharga pemerintah. Sejalan sedikit mereda yang berdampak pada mulai tertahannya
dengan peningkatan penempatan portofolio investasi ke penurunan kewajiban domestik terhadap eksternal.
perekonomian domestik di triwulan IV 2018, peran sektor Selama semester II 2018, terjadi peningkatan aliran
luar negeri sebagai sumber pendanaan sektor korporasi dana dari sektor luar negeri ke perekonomian domestik
non keuangan dan sektor perbankan juga meningkat. termasuk penempatan pada sektor korporasi (Grafik 1.3.4).
Sementara itu, aliran dana dari Bank Indonesia ke sektor
luar negeri pada triwulan IV 2018 yang berkebalikan arah Walaupun tren deleveraging sektor korporasi mulai
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sejalan dengan mereda, peningkatan ketidakpastian global berdampak
mulai menguatnya nilai tukar Rupiah. pada masih belum optimalnya kinerja sektor usaha yang
kemudian juga memengaruhi kinerja sektor rumah tangga
dan pertumbuhan DPK perbankan. Kekayaan sektor rumah
tangga relatif menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
1.3. Kondisi Ekonomi Global Penurunan neto aset sektor rumah tangga sejalan dengan
Memengaruhi Kapasitas peningkatan kewajiban rumah tangga yang lebih tinggi
Intermediasi Sistem Keuangan dibanding peningkatan aset (Grafik 1.3.5). Kewajiban
rumah tangga meningkat relatif lebih tinggi didorong
Domestik
oleh peningkatan kewajiban dalam bentuk utang kepada
perbankan. Pelonggaran kebijakan Loan to Value (LTV)
Posisi kewajiban domestik terhadap eksternal cenderung pada awal Agustus 2016 mendorong peningkatan kredit
menurun sejak akhir 2015 (Tabel 1.3.1). Hal ini disebabkan perumahan. Selain itu, kredit multiguna juga mengalami
oleh terus menurunnya kewajiban sektor korporasi yang peningkatan. Sementara itu, peningkatan aset rumah
mengindikasikan terjadinya deleveraging pada sektor tangga terutama bersumber pada penempatan aset pada
tersebut (Grafik 1.3.2). Terbatasnya ekspansi sektor Surat Berharga Negara (SBN). Penurunan neto aset rumah
korporasi di tengah tetap kuatnya pertumbuhan konsumsi tangga berimbas pada tertahannya penempatan dana
rumah tangga menyebabkan tertahannya akumulasi aset rumah tangga ke perbankan.
rumah tangga. Hal ini kemudian akan berdampak pada
Tabel 1.3.1 Posisi Neto Aset/Kewajiban Keuangan Domestik terhadap Eksternal pada Akhir Periode (% PDB)
Kondisi Makrofinansial
Grafik 1.3.1 Perkembangan Total Kewajiban Keuangan Grafik 1.3.2 Posisi Neto Keuangan Rumah Tangga dan
Sektor Korporasi (Rp Ribu Triliun) Sektor Korporasi (% terhadap PDB)
22,1%
20,8%
20,8%
21,9%
21,7%
21,7%
21,9%
21,3%
19,6%
19,8%
19,5%
19,8%
-11,62
-11,34
-11,35
-10,78
-11,05
-11,88
-9,68
-10,86
-10,90
-12,04
-11,03
-10,54
-9,46
-10,59
-9,43
-10,36
-42,8%
-44,5%
-44,2%
-45,2%
-46,1%
-47,8%
-50,4%
-51,1%
-52,7%
-53,0%
-62,5%
-62,1%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2015 2016 2017 2018 2016 2017 2018
Grafik 1.3.3 Posisi Neto Kewajiban Sektor Korporasi, Sektor Pemerintah Pusat dan Nasional (% PDB)
2016 2017 2018
I II III IV I II III IV I II III IV*
-5,5%
-5,7%
-6,2%
-5,8%
-6,2%
-6,6%
-7,4%
-7,4%
-7,7%
-8,1%
-8,4%
-8,9%
-32,1% -30,7% -31,1% -31,6%
-34,0% -33,7% -32,4% -32,9%
-36,9% -36,5%
-42,8%
-45,5% -45,9% -44,5% -45,2% -44,2%
-47,8% -46,1%
-51,1% -50,4%
-53,0% -52,7%
-62,1% -62,5%
Grafik 1.3.4 Network Transaksi Luar Negeri Triwulan III dan IV 2018
Bank
Korp Korp
,46
Bank
32
Rp
Rp1
17
Rp
8 2,6
6,0
06,0
9
R p3
8
LN
LN Rp3
Rp25,43 ,11 ,87
Rp67
Rp
Pempus 2,9
6
Rp80,27
IKNB
7,03
Pempus
IKNB
Rp6
BI BI
Biru menunjukkan neto aset keuangan dan merah menunjukkan neto kewajiban keuangan
Keterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges menunjukkan aliran transaksi aset dari suatu sektor ke sektor lain (dalam
triliun rupiah).
Grafik 1.3.5 Perkembangan Aset Keuangan dan Kewajiban Keuangan Rumah Tangga
12,00%
9,96%
10,00% 9,08% 8,88%
8,60% 8,50%
8,00%
6,90%
6,00% 6,29%
4,00% 4,85%
3,55%
2,00% 3,37%
0,00%
I II III IV I II III IV I II III IV
2016 2017 2018
Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dana untuk didukung juga oleh kebijakan makroprudensial yang
mendorong peningkatan kredit, sektor perbankan akomodatif menyebabkan intermediasi yang dilakukan
memperluas sumber pendanaan termasuk dari sektor luar oleh sektor perbankan mengalami peningkatan.
negeri. Transaksi aset luar negeri pada sektor perbankan Penempatan aset perbankan terutama ke sektor
pada semester II 2018 mencapai Rp68,55 triliun atau korporasi selama semester II 2018 mencapai Rp215,77
meningkat lebih dari 107% dibandingkan dengan periode triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang
yang sama tahun sebelumnya. Pangsa penempatan dana sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp158,87
luar negeri di sektor perbankan juga meningkat dari 11,16% triliun. Sementara pembiayaan ke sektor rumah tangga
menjadi 24,2%. Peningkatan pangsa sektor perbankan meningkat dari Rp119,34 triliun menjadi Rp133,93 triliun
seiring dengan berkurangnya pangsa di sektor lainnya (Grafik 1.3.6).
seperti Pemerintah Pusat, IKNB maupun Bank Indonesia.
Analisis jaringan menunjukkan bahwa secara umum
Sektor perbankan masih mengandalkan sumber kestabilan struktur keuangan antar sektor masih terjaga
pendanaan domestik. Apabila dilihat dari sumber di tengah peningkatan ketidakpastian ekonomi global. Hal
pendanaan sektor perbankan, pangsa sektor luar negeri ini tercermin pada struktur jaringan posisi keuangan yang
sebesar adalah 16,37% dari total dana yang masuk. Jika relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 1.3.7).
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pangsa ini relatif Pendanaan dari sektor luar negeri dan sektor perbankan
lebih kecil seiring dengan peningkatan penempatan dana kepada sektor korporasi terus meningkat. Demikian pula
oleh sektor korporasi dan sektor rumah tangga. Sebagian pendanaan luar negeri kepada sektor pemerintah pusat
besar pendanaan yang masuk ke dalam sektor perbankan dan sektor perbankan. Penyaluran penempatan dana baik
menggunakan instrument currency dan deposit dengan kepada sektor rumah tangga maupun sektor korporasi dari
porsi lebih dari 63%. Sebagian besar sumber dana ini perbankan juga terus meningkat. Menimbang pentingnya
berasal dari simpanan rumah tangga. Sementara itu, peran sektor luar negeri terhadap dinamika pembiayaan
pendanaan dalam bentuk lainnya seperti ekuitas maupun domestik, ke depan perlu diwaspadai sumber-sumber
debt securities memiliki porsi kurang dari 25%. kerentanan pada sistem keuangan domestik yang dapat
meningkatkan dampak shock yang berasal dari kondisi
Dana yang masuk kepada sektor perbankan disalurkan perekonomian dan keuangan global.
kembali kepada sektor korporasi maupun sektor rumah
tangga. Tertahannya deleveraging sektor korporasi dan
Kondisi Makrofinansial
Korp Korp
RT RT
67
Rp
Rp
3,
13
155
54
60,
77,
Rp
Rp
52
,25
Rp36,08
Rp32,47
Bank Bank
LN
Rp LN 6 Rp31,8
8
1,0
1,3 3,4 5
3,7
2 2 8
Rp
Rp Rp
Rp3
122
1,91
IKNB
, 08
Rp6
Rp
IKNB
82
Pemda
Pemda
,96
Pempus BI
Pempus BI
Biru menunjukkan net lending dan merah menunjukkan net borrowing keuangan
Keterangan: Nodes merepresentasikan posisi neto keuangan, sementara edges menunjukkan aliran transaksi aset dari suatu sektor ke sektor lain (dalam
triliun rupiah).
RT RT RT
Korp Rp7743 Korp Korp
Rp15306 Rp16411 Rp8260 Rp17741 Rp8875
Bank Bank
LN Rp9509 Rp10662 LN
LN
Rp12540
Rp13542 Rp14645
Keterangan: Nodes mempresentasikan total aset keuangan ditambah kewajiban suatu sektor
BANK INDONESIA
Kerentanan Utama
BAB II
KERENTANAN UTAMA
Sistem keuangan Indonesia dihadapkan pada tiga sumber kerentanan utama yang
berpotensi mengganggu ketahanan sistem keuangan apabila terekspos dampak
shock yang berasal dari kondisi perekonomian dan keuangan global. Kerentanan
pertama dan kedua mencerminkan permintaan sumber pendanaan dari domestik,
sedangkan kerentanan ketiga menggambarkan karakteristik penyediaan dana bagi
domestik.
Kerentanan kedua muncul akibat ketergantungan bank pada retail funding (sumber
dana ritel). Sejalan dengan tingginya konsumsi masyarakat dan meningkatnya
aktivitas perekonomian, DPK tumbuh melambat secara persisten. Sebagai akibatnya,
retail funding atau DPK kurang memadai untuk menopang penyaluran kredit yang
pertumbuhannya jauh lebih tinggi dan berpotensi menahan ekspansi kredit apabila
perbankan tidak meningkatkan pemanfaatan sumber dana lain selain DPK. Merespons
perkembangan tersebut, perbankan dapat mencairkan alat likuidnya yang selanjutnya
berpotensi menimbulkan tekanan likuiditas. Respon lainnya adalah perbankan
meningkatkan wholesale funding sebagai alternatif sumber dana untuk pembiayaan
kredit dan agar risiko likuiditas tetap terjaga. Jenis wholesale funding yang meningkat
cukup signifikan pada tahun 2018 terutama pembiayaan dari eksternal atau ULN.
2.1. Kebutuhan External Funding dan investasi swasta, mendorong kenaikan total
pembiayaan1 korporasi nonkeuangan. Pada Desember
Korporasi Meningkat
2018 korporasi nonkeuangan mencatat kebutuhan
pembiayaan eksternal sebesar Rp4.699,82 triliun,
Kebutuhan korporasi akan dana eksternal untuk atau tumbuh 11,66% (yoy), sehingga rasio utang atau
berekspansi meningkat dalam beberapa tahun terakhir. pembiayaan korporasi nonkeuangan terhadap PDB
Kebutuhan pembiayaan eksternal tersebut tercermin meningkat dari 30,98% pada 2017, menjadi 31,68% pada
dari meningkatnya kebutuhan pembiayaan korporasi, 2018. Sementara itu, kebutuhan pembiayaan korporasi
baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri keuangan juga tercatat meningkat sebesar 18,20% (yoy)
(Grafik 2.1.1). Secara umum, korporasi masih menjadikan menjadi Rp774,19 triliun pada Desember 2018. Kondisi ini
pembiayaan dari domestik sebagai sumber yang dominan menyebabkan rasio pembiayaan atau utang korporasi
dibandingkan dengan sumber dari eksternal/luar negeri keuangan terhadap PDB naik menjadi 5,22% pada
(Grafik 2.1.2). 2018 dari 4,82% pada 2017 (Grafik 2.1.3). Meningkatnya
kebutuhan pembiayaan korporasi keuangan antara
Peningkatan kebutuhan pembiayaan korporasi lain didorong oleh kebutuhan perbankan dalam rangka
terutama sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit dan pemenuhan ketentuan OJK
ekonomi domestik serta kebutuhan pemenuhan tentang penguatan permodalan dan kewajiban rasio
ketentuan otoritas oleh korporasi keuangan. Aktivitas pembiayaan stabil bersih (Net Stable Funding Ratio),
perekonomian domestik yang meningkat, seiring yang terutama berasal dari ULN.
dengan pembangunan proyek infrastruktur pemerintah
Grafik 2.1.1 Perkembangan Pembiayaan Eksternal Korporasi Grafik 2.1.2 Pangsa Pembiayaan Eksternal Korporasi
Rp. Triliun
100%
8.000 90%
7.000 80%
59,09%
56,49%
63,59%
62,19%
61,31%
70%
6.000
60%
5.000
50%
4.000
40%
3.000
30%
36,44%
38,69%
40,91%
43,51%
37,81%
2.000 20%
1.000 10%
0 0%
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber: Bank Indonesia, KSEI, diolah Sumber: Bank Indonesia, KSEI, diolah
Grafik 2.1.3 Rasio Utang (Pembiayaan) Korporasi Grafik 2.1.4 Peningkatan ULN Korporasi
terhadap PDB
40,00%
20.000
35,00%
40.000
30,00%
60.000
25,00%
80.000
20,00%
100.000
15,00%
120.000
10,00%
140.000
5,00%
160.000
0,00%
II IIII VI I II IIII VI II IIII VI II IIII VI -
2015 2016 2017 2018 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
1
Meliputi kredit domestik, ULN, dan obligasi.
Kerentanan Utama
Analisis FABSI mengonfirmasi penggunaan aliran dana kupon sebagaimana diilustrasikan pada Grafik 3.3.19
dari luar negeri oleh sektor korporasi. Pada triwulan IV dalam sub bab 3.3.
2018 analisis FABSI mencatat aliran dana dari sektor
luar negeri ke korporasi nonkeuangan sebesar Rp172 Pada 2018, pertumbuhan pembiayaan korporasi
triliun dan ke perbankan sebesar Rp32 triliun. Aliran dana yang berasal ULN dan kredit perbankan meningkat,
tersebut juga tercermin pada peningkatan kepemilikan sedangkan dari pasar modal melambat. ULN swasta,
asing dalam instrumen equity (Grafik 2.3.2) dan ULN yang mencakup korporasi nonkeuangan dan keuangan,
(Grafik 2.1.4). pada Desember 2018 tumbuh lebih tinggi sebesar 10,92%
(yoy) dibandingkan pertumbuhan di akhir 2017 (Grafik
Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran 2.1.7). Kisaran spread antara suku bunga domestik (PUAB
sumber pembiayaan korporasi yang antara lain Overnight/ IndONIA) dengan Fed Fund Effective Rate yang
dipengaruhi oleh preferensi korporasi terhadap cost of mencapai 300 bps diperkirakan masih menjadi salah satu
fund dan risk appetite. Pada periode 2014, suku bunga penyebab kenaikan ULN korporasi, khususnya dalam
luar negeri yang relatif rendah mendorong korporasi mata uang USD yang porsinya mencapai lebih dari 60%
meningkatkan utang luar negeri (Grafik 2.1.5). Perbedaan dari total ULN. Walaupun mencatat pertumbuhan yang
suku bunga domestik dengan luar negeri yang cukup lebih tinggi dibandingkan dengan korporasi keuangan,
menarik mendorong korporasi untuk meminjam dana dari namun sebagian besar ULN korporasi nonkeuangan
luar negeri. Relatif murahnya dana luar negeri tercermin (85,53%) jatuh tempo dalam jangka panjang, yaitu lebih
dari indikator proksi spread antara PUAB Overnight/ dari satu tahun ke depan. Sementara itu, penyaluran
IndONIA dan Fed Fund Effective Rate yang mencapai kredit perbankan kepada korporasi tumbuh 14,25% (yoy)
lebih dari 500 bps pada periode 2014-2015 (Grafik 2.1.6). pada semester II 2018, meningkat dibandingkan dengan
Pada 2016, seiring dengan kenaikan suku bunga luar pertumbuhan pada semester I 2018 sebesar 12,19% (yoy).
negeri, pembiayaan korporasi yang bersumber dari Kenaikan pertumbuhan kredit kepada korporasi
ULN menurun. Pada periode 2016-2017, preferensi terutama tertuju ke sektor industri pengolahan, sektor
sumber pembiayaan korporasi bergeser ke pasar modal, konstruksi dan pertambangan. Sedangkan perlambatan
tercermin dari kenaikan pertumbuhan nilai pembiayaan pembiayaan dari pasar modal disebabkan oleh
dari pasar modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan meningkatnya cost of fund seiring dengan peningkatan
sumber lainnya. Hal ini dipicu oleh cost of fund di pasar Bank Indonesia 7 day reverse repo rate.
modal yang lebih murah, tercermin dari nilai pembayaran
Grafik 2.1.5 Pertumbuhan Sumber Pembiayaan Korporasi (yoy) Grafik 2.1.6 Perkembangan Spread Suku Bunga dan
Pertumbuhan ULN Swasta
20,00% 20,00%
15,00% 15,00%
10,00% 10,00%
5,00% 5,00%
0,00% 0,00%
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
-5,00% -5,00%
ULN Swasta Kredit Pasar Modal Pertumbuhan ULN Swasta (yoy)
Spread PUAB ON (INDONIA)-Fed Fund Efective Rate
Keterangan:
Data pasar modal meliputi saham, MTN, PP, dan Obligasi
Sumber: Bank Indonesia, KSEI, OJK diolah Sumber: Bank Indonesia, Bloomberg, diolah
134,9
134,9
133,9
133,8
135,8
139,9
146,0
137,9
146,8
133,7
136,7
131,9
131,3
125,1
121,7
-3%
50 -5%
-8%
2017 40,6
Mar-18 40,4
2015 43,0
Nov-18 43,3
Des-18 43,8
Ags-18 42,3
Jan-18 42,2
2016 40,1
Apr-18 40,1
Okt-18 41,9
Mei-18 41,8
Jun-18 41,2
Sep-18 42,1
Jul-18 41,7
41,1
0 -10%
Secara sektoral, korporasi di sektor manufaktur dan tumbuh tinggi, yakni mencapai 20,26% (yoy), berbanding
sektor pertambangan, khususnya batubara, relatif terbalik dengan pinjaman nonafiliasi yang menurun
banyak memanfaatkan ULN sebagai sumber pembiayaan -1,22% (yoy). Bila dilihat lebih lanjut, pertumbuhan ULN
korporasi. Pangsa ULN di korporasi yang bergerak korporasi di sektor manufaktur terutama didorong oleh
di sektor manufaktur dan subsektor pertambangan kenaikan ULN di subsektor industri kendaraan bermotor
batubara masing-masing tercatat sebesar 36,99% dan sebesar 36,12% (yoy). Pinjaman tersebut digunakan
76,91%. Pertumbuhan ULN sektor manufaktur tumbuh korporasi untuk membiayai produksi guna memenuhi
6,57% (yoy) dan sektor batubara turun 4,27% (yoy) pada permintaan pasar, sebagaimana tercermin dari
Desember 2018 (Grafik 2.1.8 dan 2.1.9). Meskipun ULN meningkatnya pertumbuhan produksi dan penjualan,
korporasi di sektor manufaktur masih didominasi oleh masing-masing sebesar 10,37% (yoy) dan 6,86% (yoy).
pinjaman nonafiliasi, namun pinjaman dari afiliasi tercatat
Grafik 2.1.8 Perkembangan ULN Korporasi di Sektor Grafik 2.1.9 Perkembangan ULN Korporasi
Manufaktur di Sektor Batubara
Des-16
Jan-17
Feb-17
Mar-17
Apr-17
Mei-17
Jun-17
Jul-17
Ags-17
Sep-17
Okt-17
Nov-17
Des-17
Jan-18
Feb-18
Mar-18
Apr-18
Mei-18
Jun-18
Jul-18
Ags-18
Sep-18
Okt-18
Nov-18
Des-18
Kerentanan Utama
Sementara itu, ULN perbankan tumbuh meningkat Mayoritas ULN jangka panjang yang disetujui Bank
diiringi oleh kenaikan pangsa ULN jangka panjang. Indonesia pada 2018 ditujukan untuk pembiayaan
Posisi ULN perbankan tercatat naik sebesar 11,67% penyaluran kredit (Tabel 2.1.1). Penggunaan ULN untuk
(yoy), dengan pangsa terhadap posisi total ULN memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Indonesia mencapai 8,80% pada akhir 2018 (Grafik mengalami peningkatan pangsa, khususnya untuk
2.1.10). ULN berjangka waktu pendek mendominasi penguatan permodalan2 dan kewajiban pemenuhan rasio
ULN perbankan (pangsa 52,87%), walaupun dengan pembiayaan stabil bersih (Net Stable Funding Ratio). ULN
kecenderungan yang menurun (Grafik 2.1.11). jangka panjang terutama dimanfaatkan oleh bank BUKU
Sementara itu, pangsa ULN perbankan berjangka 3 dengan pangsa 55,34% dari total ULN bank jangka
panjang tumbuh 24,91% (yoy) dan mayoritas berasal panjang. Sedangkan untuk ULN bank jangka pendek
dari pihak terkait, yaitu perusahaan induk atau pihak didominasi oleh bank BUKU 4 dengan pangsa sebesar
yang memiliki saham perusahaan minimal 10% atau 87,30% dari total ULN bank jangka pendek. Sementara itu,
perusahaan dalam satu grup, masing-masing dengan jatuh tempo ULN bank jangka panjang mayoritas pada
pangsa 40,8% dan 23,3% (Grafik 2.1.12). 2025 sebesar USD3,18 miliar (pangsa 22,25%) dan jatuh
tempo di 2019 sebesar USD2,27 juta (pangsa 15,84%).
Grafik 2.1.10 Pertumbuhan ULN Bank Grafik 2.1.11 Jangka Waktu ULN Bank
44,6%
44,3%
34,3%
43,2%
42,8%
37,3%
42,1%
42,1%
47,1%
37,1%
35.000 30,0
80%
30.000 25,0
70%
20,0
25.000 60%
15,0 50%
20.000
10,0 40%
15.000 5,0 30%
62,9%
55,9%
55,4%
56,8%
52,9%
65,7%
57,9%
62,7%
55,7%
57,2%
10.000 0,0 20%
5.000 -5,0 10%
0 -10,0 0%
Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I* Sem II** Sem I* Sem II** Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I Sem II Sem I* Sem II*
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
Bank Pertumbuhan Bank (Skala Kanan) Pangsa ULN Bank Jangka Panjang
Pangsa ULN Bank Jangka Pendek
*Data sementara **Data sangat sementara *Data sementara **Data sangat sementara
2
Peningkatan ULN dalam rangka penguatan permodalan antara lain berkaitan dengan pemenuhan POJK No.14/POJK.03/2017 tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) Bagi Bank
Sistemik. Mayoritas ULN jangka panjang tersebut berupa obligasi subordinasi yang dapat dikonversi menjadi saham biasa dan/atau write down sebagai pemenuhan opsi
pemulihan (recovery options).
Tabel 2.1.1 Persentase Tujuan Penggunaan ULN Bank Jangka Panjang Berdasarkan Persetujuan Bank Indonesia
Dari sisi IKNB, pertumbuhan ULN Perusahaan risiko likuiditas (liquidity risk), dan risiko beban utang
Pembiayaan meningkat disebabkan oleh cost of fund yang berlebihan (overleverage), Bank Indonesia telah
dalam negeri yang dipandang lebih tinggi dibandingkan menerbitkan PBI No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan
dengan pembiayaan luar negeri. Pada semester II Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Nonbank.
2018, ULN Perusahaan Pembiayaan tumbuh sebesar Ketentuan tersebut dikeluarkan untuk mendorong
18,23% (yoy), meningkat dibandingkan dengan semester kehati-hatian korporasi nonbank dalam mengelola
sebelumnya sebesar 0,83% (yoy) (Grafik 2.1.13). Meskipun berbagai risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan
suku bunga dalam negeri cenderung menurun, namun ULN sebagai sumber pembiayaan kegiatan. Korporasi
suku bunga ULN ditambah dengan biaya lindung nilai nonbank diwajibkan untuk memenuhi rasio lindung nilai
(hedging) masih lebih murah dibandingkan dengan minimum sebesar 25% berdasarkan selisih negatif antara
cost of fund apabila berutang di dalam negeri, sehingga aset valuta asing dan kewajiban valuta asing, yang akan
beberapa Perusahaan Pembiayaan memperbesar jatuh tempo sampai dengan tiga bulan ke depan dan yang
porsi pembiayaan ULN dalam rangka efisiensi. Sebagai akan jatuh tempo lebih dari tiga bulan sampai dengan
akibatnya, pangsa ULN terhadap total pembiayaan enam bulan ke depan. Selain itu, korporasi nonbank juga
Perusahaan Pembiayaan meningkat menjadi 28,92% wajib memenuhi rasio likuiditas valas minimum tertentu,
(Grafik 2.1.14). yaitu paling rendah sebesar 70%.
Mempertimbangkan kecenderungan peningkatan Sementara untuk perbankan, aktivitas lindung nilai guna
ULN dalam beberapa tahun terakhir, korporasi, baik meminimalkan risiko pasar (suku bunga dan nilai tukar)
nonkeuangan maupun keuangan, perlu mengelola risiko, dilakukan berdasarkan kebijakan internal masing-masing
terutama yang ditimbulkan oleh perubahan nilai tukar. bank. Bank Indonesia hanya mengatur eksposur ULN
Dalam rangka memitigasi berbagai risiko yang ditimbulkan jangka pendek terhadap modal perbankan yang tidak
oleh ULN, antara lain risiko nilai tukar (currency risk), boleh melebihi threshold sebesar 30%3. Selain hedging
Grafik 2.1.13 Pertumbuhan Pendanaan Perusahaan Grafik 2.1.14 Komposisi Pendanaan Perusahaan Pembiayaan
Pembiayaan
% %
30 100
25
20 90 21 ,22 21 ,89 21 ,54 21 ,88 21 ,16 19 ,46
18 ,23
15 80
10 70
5 ,74 30 ,41 25 ,95 25 ,33 24 ,23 25 ,45 28 ,92
5 60
- 1 ,78
50
(5) (5 ,96)
(10) 40
(15) 30 36 ,85 50 ,03 50 ,85 51 ,68 51 ,51 49 ,74
(20) 20
(25) 10
Jun-15
Sep-15
Des-15
Mar-16
Jun-16
Sep-16
Des-16
Mar-17
Jun-17
Sep-17
Des-17
Mar-18
Jun-18
Sep-18
Des-18
-
Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17 Jun-18 Des-18
Pinjaman Dalam Negeri SSB Liabilitas Segera Pinjaman Dalam Negeri
Total Pendanaan ULN ULN SSB
Pinjaman Subordinasi
Sumber: OJK Sumber: OJK
PBI Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan PBI nomor 15/6/PBI/2013 tentang Perubahan
3
Ketiga Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.
Kerentanan Utama
terhadap eksposur valasnya, bank pada umumnya melalui percepatan waktu penyelesaian transaksi. Hal
juga melakukan penempatan dana ULN sesuai dengan ini dinilai dapat meningkatkan likuiditas sehingga pada
jenis valuta, jangka waktu, dan suku bunga yang telah gilirannya dapat mempercepat reinvestment.
diperhitungkan. Selain untuk meningkatkan return, hal
ini juga dilakukan untuk melindungi bank dari risiko pasar 2.2. Retail Funding Sebagai Sumber Dana
yang mungkin timbul. Utama Bank Tumbuh Melambat
Grafik 2.2.1 Jenis Retail Funding Perbankan Grafik 2.2.2 Komposisi DPK
80%
75%
70% 6% 100%
5,10%
21,62
32,42 23,36
32,08 23,24
31,63 22,38
32,16 23,32
33,39 23,78
23,11
5% 90%
65% 80%
58,24%
60% 4% 70%
31,22
33,10
5,02% 60%
55%
3,38% 3%
50%
50% 2% 40%
15,71% 30%
42,83
1%
44,67
44,52
44,23
43,79
45,16
47,16
14,76% 20%
0% 10%
Des-13
Mar-14
Jun-14
Sep-14
Des-14
Mar-15
Jun-15
Sep-15
Des-15
Mar-16
Jun-16
Sep-16
Des-16
Mar-17
Jun-17
Sep-17
Des-17
Mar-18
Jun-18
Sep-18
Des-18
0%
12 12 12 12 12 12 12
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Core Retail Funding/TA Wholesale Funding/TA (skala kanan)
Non-Core Retail Funding/TA Retail Funding/TA (skala kanan) Deposito Tabungan Giro
Non-core deposit (NCD) merujuk pada definisi OJK yaitu 30% giro + 30% tabungan + 10% deposito.
5
100%
98%
12,65
12,56
12,46
11,84
11,24
11,06
10,16
8,90
96%
94%
92%
90%
88%
88,94
89,84
91,10
86%
88,76
87,35
88,16
87,44
87,54
84%
82%
80%
12 12 12 12 12 12 6 12
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Dinamika perkembangan makroekonomi domestik tingginya permintaan domestik terhadap impor bahan
di tengah berbagai tekanan global, berimplikasi pada baku, barang modal, serta barang konsumsi, khususnya
tren perlambatan pertumbuhan DPK, termasuk pada pada triwulan IV 2018.
semester II 2018. Tekanan global dari jalur perdagangan
maupun jalur finansial mendorong terjadinya capital Dari sisi domestik, perlambatan DPK pada semester II 2018
outflows hingga akhir triwulan III 2018 dan pelemahan sejalan dengan perilaku konsumsi, preferensi menabung
kinerja eksternal Indonesia. Meskipun sempat terjadi masyarakat, serta aktivitas ekonomi. Berdasarkan tren
pembalikan capital flows ke Indonesia menjelang akhir jangka panjang, pertumbuhan DPK, baik perseorangan
tahun 2018, penurunan kinerja neraca perdagangan maupun korporasi nonkeuangan cenderung melambat
Indonesia, yang menyebabkan tingginya aliran dana (Grafik 2.2.5). Perseorangan mendominasi pangsa DPK,
keluar dari kegiatan ekspor-impor, memberikan tekanan namun dengan kecenderungan menurun (Grafik 2.2.6).
lebih besar terhadap pertumbuhan DPK (Grafik 2.2.4). Perubahan pola konsumsi masyarakat, yang terindikasi
Penurunan kinerja perdagangan utamanya disebabkan dari kenaikan marginal propensity to consume (MPC)6 dan
oleh kenaikan impor nonmigas yang dipidicu oleh penurunan Net Foreign Asset (NFA) pada semester II 2018
-5.000 0,0%
MPC menunjukkan perbandingan antara tambahan konsumsi dengan tambahan disposable income yang diterima oleh swasta atau rumah tangga.
6
Kerentanan Utama
dibandingkan dengan semester I 2018, ditengarai menjadi pada penempatan DPK (Grafik 2.2.8). Sementara itu,
faktor yang mendorong perlambatan DPK tersebut (Grafik pertumbuhan DPK korporasi nonkeuangan kembali
2.2.7). Berkembangnya alternatif investasi lain, seperti melambat pada semester II 2018 dipicu masih tingginya
SBN ritel serta akselerasi penggunaan uang elektronik, kebutuhan pembiayaan aktivitas usaha menggunakan
juga ditengarai memengaruhi preferensi masyarakat modal atau dana sendiri (Grafik 2.2.9).
Grafik 2.2.5 Pertumbuhan DPK Perorangan dan Korporasi Grafik 2.2.6 Pangsa DPK Perorangan dan Korporasi Swasta
Swasta (yoy)
0,74 0,85 0,97 0,97 0,83 0,68 0,88 0,69
30% 100%
4,44 4,47 5,25 4,46 4,21 4,35 4,20 4,11
90% 5,66 5,41 4,79 4,72 4,49 5,80 8,19 5,93
25% 80% 5,78 5,29 4,90 6,02 6,48 6,28 5,07 6,30
70%
60% 26,41 27,72 26,46 27,66 28,18 29,22 28,63 29,18
20% 50%
40% 56,97 56,26 56,24 56,16 55,81 53,67 53,04 53,79
15% 30%
20%
10%
10% 0%
12 12 12 12 12 12 6 12
5% 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
0% Perseorangan Perusahaan BUMN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sektor Pemerintah Swasta LKNB Bukan Penduduk
Perorangan Korporasi Non-Keuangan
DPK
35
%
30
25
20
10
5
0
-5
-10
-15
03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12 03 06 09 12
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
7 Floating Fund adalah seluruh nilai uang elektronik yang berada pada penerbit atas hasil penerbitan uang elektronik dan/atau pengisian ulang, yang masih merupakan
kewajiban penerbit kepada pengguna dan penyedia barang dan/atau jasa. Dengan demikian, floating fund mencakup saldo uang elektronik konsumen dan saldo uang
elektronik penyedia barang dan/atau jasa (merchant) hasil dari pembayaran konsumen yang belum dipindahkan ke tabungan merchant di bank.
18%
16%
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
Perorangan Korporasi Non Keuangan
Menghadapi kondisi makroekonomi yang mengalami dengan pangsa mencapai 94,2% dari total posisi pinjaman
kesenjangan negatif antara tabungan dan investasi, perbankan. Dalam hal ini, bank BUKU 3 mengalami
perbankan mengurangi ketergantungan pada sumber kenaikan pinjaman yang paling signifikan (Grafik
dana ritel dengan meningkatkan wholesale funding. 2.2.12), dengan pangsa pinjaman BUKU 3 terhadap total
Bank tetap mempertahankan ekspansi kredit di tengah pinjaman yang mencapai 49,5%. Mayoritas pinjaman bank
keterbatasan sumber dana ritel melalui peningkatan BUKU 3 tersebut berupa pinjaman valas dari luar negeri
wholesale funding. Pada semester II, wholesale funding mencapai 70% dari total pinjaman BUKU 3. Sementara
perbankan kembali meningkat sebesar 11,75% (yoy) dari itu, kenaikan pinjaman pada BUKU 4 tidak sebesar BUKU
10,75% (yoy) pada semester I dan 8,24% (yoy) pada akhir 3 dikarenakan BUKU 4 masih mengandalkan pencairan
tahun 2017 (Grafik 2.2.10). Namun, berbeda dengan pola alat likuid sebagai alternatif sumber dana non-DPK
beberapa tahun sebelumnya, kenaikan wholesale funding (Grafik 2.2.13). Pada periode yang sama, upaya perbankan
pada 2018 terutama berasal dari pinjaman, baik dalam memanfaatkan wholesale funding berupa penerbitan
maupun luar negeri (Grafik 2.2.11). Kenaikan pinjaman obligasi relatif terbatas karena biaya penerbitan obligasi
tersebut terutama terjadi pada bank BUKU 3 dan 4 yang cenderung meningkat.
Grafik 2.2.10 Pertumbuhan Retail dan Wholesale Funding Grafik 2.2.11 Sumber Dana Perbankan
(yoy)
- 0
8%
(200) (200)
6% (400) (400)
6,45%
4% (600) (600)
2% (800) (800)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0%
2015 2016 2017 2018
Des-16
Feb-17
Apr-17
Jun-17
Ags-17
Okt-17
Des-17
Feb-18
Apr-18
Jun-18
Ags-18
Okt-18
Des-18
Kerentanan Utama
Grafik 2.2.12 Sumber Dana BUKU 3 Grafik 2.2.11 Sumber Dana BUKU 4
250 400
200 300
150 200
100 100
50 -
- (100)
(50) (200)
(100)
(150)
2.3. Saving-Investment Gap yang Negatif saham (yang perdagangkan) 52,17% pada akhir semester
dan Pasar Keuangan yang Belum II 2018 (Grafik 2.3.2). Aliran dana asing dalam bentuk
investasi portofolio memiliki dampak positif sebagai
Dalam
sumber pendanaan perekonomian nasional serta dapat
mendukung pengembangan dan pendalaman pasar
Peran investasi portofolio yang signifikan untuk menutup keuangan.
kesenjangan antara tabungan dan investasi yang negatif,
meningkatkan potensi kerentanan di pasar keuangan Kepemilikan asing pada investasi portofolio cukup rentan
domestik dan mengganggu stabilitas pendanaan. Di terhadap sentimen negatif dan berpotensi memberikan
tengah tabungan domestik yang belum memadai untuk tekanan kepada perekonomian. Tekanan terutama
memenuhi kebutuhan investasi, investasi asing sangat muncul pada saat terjadi kejutan eksternal dalam
diperlukan. Aliran masuk investasi asing meningkat perekonomian global (global spillover) yang mendorong
signifikan, baik dalam bentuk investasi portofolio investor asing mengurangi eksposurnya pada portofolio
maupun investasi langsung dan investasi lainnya domestik secara bersamaan (sudden reversal). Sudden
terutama semenjak 2010, namun volatilitas aliran reversal dapat mengakibatkan terjadinya tekanan jual
investasi portofolio yang masuk ke Indonesia cukup yang besar dan mengakibatkan turunnya harga-harga
tinggi (Grafik 2.3.1). Menariknya imbal hasil yang diberikan aset domestik. Kondisi tersebut berpotensi mengurangi
serta tingkat kepercayaan investor asing terhadap nilai kekayaan korporasi serta memengaruhi preferensi
perekonomian Indonesia menjadi faktor pendorong korporasi untuk memperoleh pendanaan dari pasar
investor asing berinvestasi, terutama pada portofolio modal, baik melalui initial public offering (IPO), right
saham dan SBN. Perkembangan tersebut menyebabkan issue, maupun penerbitan obligasi, karena kondisi pasar
tingginya kepemilikan asing di pasar saham dan SBN. modal kurang kondusif.
Kepemilikan asing di SBN mencapai 37,71% dan di pasar
Grafik 2.3.1 Transaksi Modal dan Finansial Grafik 2.3.2 Kepemilikan Asing di SBN dan Saham
0% 0%
Jun-16
Des-16
Jun-17
Des-17
Jun-18
Des-18
Jun-16
Des-16
Jun-17
Des-17
Jun-18
Des-18
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Di sisi lain, pasar keuangan Indonesia yang belum sumber pembiayaan ekonomi dalam mendukung
dalam berpotensi mengamplifikasi dampak kerentanan kesinambungan pertumbuhan ekonomi8.
tersebut. Pada 2018, kedalaman pasar keuangan
Indonesia, yang diukur dengan beberapa rasio terhadap Searah dengan pasar modal, kedalaman pasar uang
PDB, berada pada level yang relatif lebih rendah dan valas Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan
dibandingkan dengan negara peer, yaitu 36,11% untuk negara peer. Berdasarkan publikasi Executives’ Meeting
kredit, 47,34% untuk kapitalisasi pasar saham, 16,40% of East Asia Pacific Central Bank (EMEAP) Money
untuk obligasi Negara dan 2,80% untuk obligasi korporasi Market Survey Report pada Agustus 2018, rasio turnover
(Grafik 2.3.3). Kondisi tersebut membatasi ketersediaan harian pasar uang terhadap PDB Indonesia masih lebih
dana untuk pembiayaan investasi, termasuk proyek rendah dibandingkan dengan negara-negara lain (Grafik
infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pembangunan 2.3.4). Selain itu, berdasarkan publikasi yang diterbitkan
ekonomi Indonesia. Pasar keuangan yang dangkal turut oleh Bank for International Settlements (BIS) dalam
menyebabkan kerentanan pasar keuangan domestik Triennial Central Bank Survey of Foreign Exchange
terhadap gejolak yang terjadi dalam perekonomian global. and OTC Derivatives Markets in 2016, volume rata-rata
Dalam rangka memperdalam pasar keuangan, Bank harian transaksi valas dan komposisi transaksi derivatif
Indonesia bersama OJK dan Kementerian Keuangan, valas Indonesia pada 2016 berada pada posisi lebih
melalui Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan rendah dibandingkan negara peer (Grafik 2.3.5). Untuk
melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK), berkomitmen meningkatkan kedalaman pasar uang dan pasar valas,
mempercepat pendalaman pasar keuangan melalui Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan yang
berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Strategi difokuskan pada upaya peningkatan efisiensi pasar uang
Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar dan pasar valas guna turut mendorong pembiayaan
Keuangan 2018-2024 (SN-PPPK). Kebijakan diarahkan jangka panjang sebagai sumber pembiayaan ekonomi.
pada upaya peningkatan peran pasar keuangan sebagai
Grafik 2.3.3 Perbandingan Kedalaman Pasar Keuangan di Beberapa Negara, Tahun 2017
500 Rasio terhadap PDB, persen
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
Indonesia
Filipina
Vietnam
Malaysia
Thailand
Singapura
India
Tiongkok
Informasi lebih lanjut dapat dilihat di Buku Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018-2024.
8
Kerentanan Utama
Grafik 2.3.4 Perbandingan Rasio Turnover Harian Pasar Uang terhadap PDB
14%
12%
10%
8%
6%
4%
2%
0%
ID NY PH TH SG HK CN KR JP AU NZ US UK
Grafik 2.3.5 Perbandingan RRH Volume Transaksi Spot dan Derivatif Valas
12
10
0
Indonesia Malaysia Filipina Thailand
Spot Derivatif
Berbagai upaya pengembangan pasar keuangan secara transaksi/instrumen pasar uang lainnya seperti transaksi
berkesinambungan telah mendorong peningkatan repo dan pengembangan instrumen surat utang jangka
volume transaksi dan outstanding di pasar uang dan pendek sektor swasta, guna mendorong peningkatan
memperkuat tren peningkatan kedalaman pasar uang. variasi dan likuiditas transaksi instrumen pasar uang.
PUAB, sebagai instrumen utama yang digunakan Tidak hanya itu, Bank Indonesia turut mendorong
oleh bank dalam mengelola likuiditas jangka pendek, pengembangan instrumen derivatif suku bunga Rupiah
mengalami peningkatan volume transaksi. FX Swap, guna mendorong aktivitas lindung nilai terhadap risiko
sebagai salah satu transaksi pasar uang, juga mengalami perubahan suku bunga Rupiah.10 Bank Indonesia juga
peningkatan volume transaksi dan outstanding (Grafik berupaya meningkatkan kredibilitas acuan suku bunga
2.3.6). Peningkatan volume transaksi pasar uang secara pasar uang yaitu dengan mulai memperkenalkan
keseluruhan (Grafik 2.3.7) tersebut turut didukung IndONIA (Indonesia Overnight Index Average) sebagai
oleh kondisi likuiditas rupiah yang memadai, sejalan acuan untuk transaksi di pasar uang maupun derivatif
dengan strategi operasi moneter Bank Indonesia.9 suku bunga, menggantikan Jakarta Interbank Offered
Bank Indonesia juga terus melanjutkan pengembangan Rate (JIBOR).
9 Informasi lebih lanjut dapat dilihat di bab 5 - Kebijakan Moneter dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2018, yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
10 Informasi lebih lanjut dapat dilihat di bab 6 - Kebijakan Pendalaman Pasar Keuangan dalam Laporan Perekonomian Indonesia 2018, yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
Grafik 2.3.6 Perkembangan Struktur Pasar Uang Grafik 2.3.7 Perkembangan Pasar Uang
450 Rp. Triliun 40 Rp. Triliun % 30
400 35
2,5
350 30
2,0
300 25
250 20 1,5
200 15
1,0
150 10
0,5
100 5
- 0 0,0
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013 2014 2015 2016 2017 2018
FX Swap PUAB NCD RRH Volume Transaksi Pasar Uang (Skala Kiri)
Repo SPN Rasio outstanding pasar uang rupiah terhadap PDB (Skala kanan)
Dalam upaya pengembangan pasar valas, agar dapat turut Memasuki semester II 2018, sistem keuangan
berkontribusi pada stabilitas pasar keuangan domestik, Indonesia dihadapkan pada ketidakpastian global
Bank Indonesia terus mendorong inisiatif pendalaman yang menyebabkan pembalikan aliran modal dan
pasar keuangan melalui pengayaan instrumen valas, memengaruhi stabilitas sistem keuangan dan upaya
termasuk instrumen derivatif valas dan penggunaan valas pendalaman pasar keuangan. Oleh karena itu, Bank
non-USD. Bank Indonesia secara berkelanjutan berupaya Indonesia berupaya tetap mempertahankan daya tarik
mendorong peningkatan aktivitas lindung nilai terhadap aset pasar keuangan domestik melalui kebijakan suku
nilai tukar Rupiah, melalui pengembangan pasar derivatif bunga. Hal ini berdampak terhadap penyesuaian cost
nilai tukar. Pada 2018, pengayaan instrumen lindung of fund perbankan dan mempengaruhi preferensi bank
nilai dilakukan Bank Indonesia melalui penerbitan dalam mencari sumber dana dari pasar modal. Kondisi
instrumen baru, yaitu Domestic Non-Deliverable Forward tersebut, bersamaan dengan terbatasnya pendanaan
(DNDF), dengan tetap mengembangkan instrumen yang dari retail funding, memengaruhi ketersediaan likuiditas
telah ada seperti call spread option (CSO) dan cross perbankan, sehingga mendorong perbankan untuk
currency swap (CCS). Di samping itu, Bank Indonesia memanfaatkan sumber dana eksternal dan/atau
terus mendorong penggunaan mata uang lokal untuk melakukan efisiensi guna mempertahankan kapasitas
penyelesaian transaksi perdagangan melalui skema local pembiayaan. Untuk itu, Bank Indonesia secara konsisten
currency settlement (LCS), yang bertujuan mendorong terus melakukan upaya untuk meningkatkan fleksibilitas
stabilitas nilai tukar Rupiah, khususnya terhadap USD. pengelolaan likuiditas perbankan dan pada saat yang
Berbagai upaya sosialisasi dilakukan secara intensif dan bersamaan tetap berupaya mendorong pendalaman
berkesinambungan kepada berbagai stakeholders dan pasar keuangan.
telah berkontribusi pada peningkatan volume transaksi
derivatif di pasar valas.
Kerentanan Utama
BANK INDONESIA
Risiko dan Ketahanan Sistem Keuangan
BAB III
RISIKO
DAN KETAHANAN
SISTEM KEUANGAN
Di tengah adanya tiga kerentanan dalam sistem keuangan Indonesia, dampak shock,
yang berasal dari pasar keuangan dan perekonomian global, terhadap risiko dan
ketahananan sistem keuangan Indonesia relatif terkendali pada Semester II 2018.
Risiko yang mengemuka pada periode laporan terutama adalah risiko likuiditas dan
risiko pasar. Peningkatan risiko likuiditas terutama dialami oleh sektor perbankan
akibat perlambatan DPK yang dibarengi oleh ekspansi kredit perbankan. Sementara
kenaikan risiko pasar dialami oleh sebagian besar pelaku di sistem keuangan,
termasuk korporasi.
Kenaikan risiko pasar yang dihadapi korporasi akibat kenaikan sumber pembiayaan
yang berasal dari ULN relatif dapat dikelola dengan baik dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap ketahanan korporasi. Dari sisi korporasi nonkeuangan,
indikator terkelolanya risiko adalah pangsa ULN berjangka panjang yang lebih
dominan dibandingkan dengan ULN jangka pendek, menurunnya ULN yang
mengalami restrukturisasi, serta kemampuan membayar pokok utang dan bunga
utang yang sedikit membaik. Dari sisi korporasi keuangan, risiko pasar ULN
perbankan dan perusahaan pembiayaan masih terjaga, disertai oleh ketahanan dan
kemampuan membayar utang yang cukup baik. Korporasi dapat mengelola risiko
nilai tukar yang dihadapi karena menerapkan lindung nilai.
3.1. Kenaikan Penggunaan Pembiayaan lemahnya permintaan, baik yang berasal dari domestik
Kinerja Korporasi
Dari sisi korporasi nonkeuangan, risiko akibat kenaikan ULN
masih cukup terjaga. Hal ini diindikasi oleh dominannya
Pertumbuhan ULN yang meningkat hingga Desember 2018 pangsa ULN korporasi nonkeuangan berjangka waktu
berpotensi meningkatkan risiko pasar dan risiko kredit panjang (85,53%), yaitu memiliki jatuh tempo lebih dari satu
korporasi. Risiko timbul ketika shock yang berasal dari tahun ke depan (Grafik 3.1.1). Selain itu, risiko yang relatif
perekonomian global dan domestik berinteraksi dengan terjaga juga tercermin dari menurunannya pertumbuhan ULN
kerentanan di sektor korporasi. Mempertimbangkan korporasi nonkeuangan yang mengalami restrukturisasi1
pembiayaan ULN oleh korporasi, shock yang material bagi (selanjutnya disebut ULN restrukturisasi) sebesar 0,35% (yoy)
korporasi adalah kenaikan suku bunga global, depresiasi pada akhir 2018 (Grafik 3.1.2). Perkembangan ini menurunkan
Rupiah, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Dua pangsa ULN restrukturisasi dalam komposisi total ULN
shock pertama akan memengaruhi risiko pasar, sedangkan korporasi menjadi 24,92% pada akhir 2018 (Grafik 3.1.3).
shock terakhir berdampak terhadap risiko kredit. Risiko pasar Selanjutnya, posisi ULN yang mengalami restrukturisasi
terjadi ketika beban bunga pinjaman yang harus dibayar oleh karena memburuknya kinerja korporasi menunjukkan
korporasi meningkat akibat kenaikan suku bunga pinjaman, perlambatan pertumbuhan sebesar 2,03% (yoy) pada
dan ketika depresiasi Rupiah meningkatkan pembayaran Desember 2018 dibandingkan Desember 2017 (Grafik 3.1.2).
pokok ULN. Risiko kredit timbul ketika korporasi gagal dalam Hal ini merupakan indikasi membaiknya kinerja korporasi
memenuhi kewajibannya dalam membayar pokok pinjaman sehingga dapat menjaga pembayaran utangnya. Bentuk
maupun beban bunga yang telah disepakati dalam perjanjian restrukturisasi ULN karena pemburukan kinerja terutama
ULN. Kegagalan korporasi dapat disebabkan kerugian yang adalah reschedulling dan reconditioning (Tabel 3.1.1).
dialami akibat penjualan yang menurun seiring dengan
Grafik 3.1.1 Perkembangan Posisi ULN Korporasi Nonkeuangan Berdasarkan Remaining Maturity
85,53% 125.564
140.000 88,00%
82,88%
120.000 108.814 86,00%
100.000 84,00%
82,00%
80.000
80,00%
60.000
22.470
78,00%
40.000 76,00%
21.245
20.000 74,00%
- 72,00%
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Utang jangka pendek Utang jangka panjang Porsi ULN jangka panjang (skala kanan)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 3.1.2 Perkembangan ULN Restrukturisasi Grafik 3.1.3 Pangsa ULN Restrukturisasi dan
Korporasi Nonkeuangan Nonrestrukturisasi Korporasi Nonkeuangan
Secara umum alasan ULN menempuh restrukturisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan bisnis korporasi (atau restrukturisasi positif), seperti penambahan plafon, refinancing,
1
roll-over, dan pengalihan kreditur, atau karena kinerja korporasi memburuk sehingga memengaruhi kemampuan membayar utangnya (restrukturisasi negatif).
Terjaganya risiko akibat peningkatan ULN korporasi yaitu sebesar 2,85 pada triwulan IV 2018 atau meningkat
nonkeuangan juga tercermin dari indikator kemampuan dibandingkan dengan triwulan IV 2017 (Grafik 3.1.4).
membayar pokok dan bunga utang yang sedikit membaik, Secara sektoral, sektor industri barang konsumsi
masing-masing diwakili oleh debt service ratio (DSR) mengalami perbaikan DSR dan ICR tertinggi sejalan
dan interest coverage ratio (ICR). Rasio kemampuan dengan menurunnya utang korporasi di sektor tersebut
membayar utang (DSR) pada triwulan IV 2018 sebesar selama setahun terakhir (Tabel 3.1.2). Sebaliknya, sektor
60,93%, membaik dibandingkan dengan posisi yang sama perdagangan, jasa, dan investasi mengalami perburukan
pada tahun sebelumnya yang sebesar 71,42%. Sejalan kemampuan bayar hutang dan bunga, meskipun masih
dengan membaiknya DSR, kemampuan korporasi dalam dalam batas yang tetap terjaga (DSR<100 dan ICR>1,5).
membayar bunga (ICR) juga menunjukkan perbaikan,
80 71,55 4,5
60,93
4,0
60 3,5
3,0
40
2,5
20 2,46
2,85 2,0
1,5
0 1,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.
Sumber: BEI, Bloomberg, diolah
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.
Sumber: BEI, Bloomberg, diolah
Korporasi nonbank relatif dapat meminimalkan risiko likuiditas sedikit meningkat (Grafik 3.1.5). Secara sektoral,
utang valasnya tercermin dari jumlah korporasi nonbank kenaikan profitabilitas tertinggi terjadi di sektor industri
yang telah memenuhi ketentuan lindung nilai. Berdasarkan dasar dan kimia, serta sektor pertambangan (Tabel 3.1.3).
data terkini laporan Kepatuhan Pelaporan Prinsip Kehati- Hal ini sejalan dengan peningkatan ekspor bahan kimia,
hatian (KPPK) yang dikelola Bank Indonesia menunjukkan semen dan besi baja, kenaikan penjualan kendaraan
bahwa terdapat 3.578 korporasi nonbank yang memiliki bermotor, serta meningkatnya harga batubara dunia.
ULN telah melaporkan likuiditas valasnya kepada Bank Sedangkan peningkatan profitabilitas di sektor industri
Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 84,13% (3.010 barang konsumsi, aneka industri, perdagangan, jasa dan
korporasi nonbank) telah memenuhi ketentuan lindung investasi sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah
nilai sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. tangga. Profitabilitas sektor manufaktur, sebagai sektor
yang rentan terhadap ULN karena penggunaannya
Risiko penggunaan external funding, khususnya ULN, yang sebagai sumber pembiayaan cukup tinggi, menunjukkan
terjaga tidak berpengaruh negatif terhadap ketahanan peningkatan kinerja dan kemampuan membayar utang.
korporasi nonkeuangan. Kinerja korporasi nonkeuangan Sementara itu, indikator ROA sektor batubara, yang
membaik pada triwulan IV 2018, tercermin dari kenaikan juga termasuk sektor rentan terhadap ULN, masih relatif
profitabilitas (ROA dan ROE) dan produktivitas (asset terjaga meski ROE mengalami penurunan. Kemampuan
turnover dan inventory turnover). Perbaikan kinerja membayar utang pokok sektor batubara menurun, namun
tersebut sejalan dengan perekonomian Indonesia yang kemampuan membayar bunga masih cukup baik (Tabel
tumbuh cukup kuat didorong oleh permintaan domestik. 3.1.4).
Selain itu, rasio debt to equity ratio (DER) diperkirakan
membaik pada triwulan IV 2018, sehingga indikator
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.
Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.
Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
1 Manufaktur 6,60% 7,33% 12,62% 14,31% 0,89 0,88 5,70 5,90 82,03 70,02 2,48 2,62
2 Properti 4,82% 3,83% 8,44% 6,90% 0,20 0,19 6,29 0,81 91,75 87,22 2,21 3,47
3 Kelapa Sawit 4,08% 2,28% 8,03% 4,48% 0,60 0,60 7,70 7,14 94,56 85,22 2,88 3,24
4 Batubara 10,62% 11,09% 21,84% 19,92% 0,71 0,83 20,66 23,39 6,32 12,77 18,11 20,97
5 Infrastruktur 4,01% 2,75% 10,20% 7,47% 0,55 0,53 29,10 22,37 77,45 73,89 1,75 1,81
Keterangan: Triwulan IV 2018 merupakan data proyeksi. Jumlah korporasi nonkeuangan yang diobservasi sebanyak 441.
Sumber: BEI dan Bloomberg, diolah
Sementara itu, risiko pasar akibat peningkatan ULN Dari sisi perusahaan pembiayaan (PP), meskipun
perbankan secara umum masih terkelola dengan baik. pembiayaan dari ULN mengalami peningkatan, risiko nilai
Risiko pasar yang mungkin timbul adalah repricing risk tukar PP cukup terjaga. Pada semester II 2018, outstanding
terhadap ULN jangka pendek akibat perubahan tingkat ULN PP sebesar Rp104,78 triliun. Sebagian ULN tersebut
suku bunga pinjaman. Hal ini dapat mengakibatkan roll- digunakan untuk penyaluran pembiayaan dalam valas
over dan refinancing ULN di tengah tren kenaikan suku (natural hedging), yaitu sebesar Rp37,88 triliun pada
bunga global. Meski pangsa ULN jangka pendek lebih besar semester laporan atau 36,15% dari total ULN. Sisanya
dibandingkan dengan ULN jangka panjang, eksposur ULN sebesar 63,85% disalurkan untuk mendanai pembiayaan
jangka pendek perbankan masih relatif rendah. Rata-rata Rupiah, sehingga terpapar risiko nilai tukar. Oleh karena itu,
posisi saldo harian ULN jangka pendek stabil di kisaran 5-6% PP yang memiliki ULN dengan mayoritas pembiayaan dalam
terhadap modal perbankan. Angka kisaran ini jauh di bawah Rupiah melakukan lindung nilai, sehingga mengakibatkan
threshold sebesar 30%2, sehingga repricing risk relatif sedikit peningkatan pada premi swap menjadi Rp260
terjaga. Adapun untuk ULN jangka panjang, bank yang miliar pada akhir semester II 2018 (Grafik 3.1.6). Risiko PP
akan masuk pasar untuk memperoleh pinjaman terlebih yang terjaga juga tercermin dari rasio DER pada semester
dahulu wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. II 2018 sebesar 2,38 yang menurun dibandingkan semester
Dalam hal suku bunga ULN jangka panjang yang diajukan sebelumnya sebesar 2,45 (Grafik 3.1.7).
oleh bank pemohon berada di luar kisaran peers existing
contract, Bank Indonesia dapat meminta bank pemohon
untuk meninjau ulang term and condition dari kontrak ULN
jangka panjang tersebut.
2
PBI Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan PBI nomor 15/6/PBI/2013 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank.
Grafik 3.1.6 ULN Perusahaan Pembiayaan dalam Valas Grafik 3.1.7 DER Perusahaan Pembiayaan
Rp.T Rp.T % %
150 0,8 25 3,5
20 3,0
0,6
100 15 2,38 2,5
0,4 10 9,57
6,01
2,0
5
50
0,2 - 1,5
(5) 1,0
- 0,0
(10) 0,5
Mar-14
Mar-15
Mar-18
Mar-17
Des-14
Mar-16
Des-13
Des-15
Des-18
Des-17
Sep-14
Des-16
Sep-15
Sep-18
Sep-17
Jun-14
Sep-16
Jun-15
Jun-18
Jun-17
Jun-16
(15) -
Feb-14
Mei-14
Ags-14
Nov-14
Feb-15
Mei-15
Ags-15
Nov-15
Feb-16
Mei-16
Ags-16
Nov-16
Feb-17
Mei-17
Ags-17
Nov-17
Feb-18
Mei-18
Ags-18
Nov-18
Natural Hedging Premi Swap (skala kanan
NON Natural Hedging Pertumbuhan Debt DER (skala kanan)
Pertumbuhan Equity
Sumber: OJK Sumber: OJK
Risiko bank akibat keterkaitan (interconnectedness) kegagalan PP dalam membayar kewajibannya terhadap
dengan PP yang memiliki ULN relatif rendah3. bank relatif rendah. Pada semester II 2018 rasio kewajiban
Berdasarkan kepemilikan, dari 47 PP yang memiliki ULN, PP kepada bank terhadap total aset PP sebesar 36,85%
terdapat 8 (delapan) PP yang dimiliki oleh bank, dengan atau tumbuh 1,64% (yoy). Peningkatan terutama didorong
nilai outstanding ULN sebesar Rp26,46 triliun pada oleh kenaikan utang kepada bank (pangsa 29,38% terhadap
semester laporan. Dari outstanding tersebut, nilai yang total aset) dan kepemilikan surat-surat berharga yang
disalurkan ke dalam pembiayaan valas (natural hedging) diterbitkan oleh perusahaan pembiayaan yang dimiliki bank
hanya Rp2,01 triliun. Sedangkan sisanya digunakan (pangsa 4,44% terhadap total aset) (Tabel 3.1.5). Sementara
untuk mendukung pembiayaan kepada nasabah yang itu, rasio non-performing loan (NPL) PP tersebut terjaga
mayoritas penerimaannya dalam Rupiah, sehingga PP di level 0,67% pada Desember 2018. Sementara dari sisi
tersebut terekspos risiko nilai tukar yang cukup tinggi. perbankan, pangsa eksposur dana bank yang ditempatkan
Oleh karena itu, upaya lindung nilai sangat diperlukan di perusahaan pembiayaan terhadap aset bank cenderung
guna mencegah efek penyebaran (contagious effect) kecil yaitu sebesar 2,31%, sehingga dampak potensi risiko
terhadap bank yang menjadi induknya. kredit yang berasal dari kegagalan perusahaan pembiayaan
dalam membayar kewajibannya terhadap bank relatif kecil.
Sementara itu, potensi risiko kredit yang berasal dari
Terdapat tiga bentuk keterkaitan PP dengan bank, meliputi hubungan kepemilikan bank atas perusahaan pembiayaan (porsi kepemilikan bank > 25%), penempatan dana bank di
3
PP yang diteruskan ke nasabah dalam bentuk channeling atau joint financing, dan utang PP ke bank dalam bentuk modal kerja untuk kegiatan operasional PP.
3.2. Ketahanan Likuiditas Berdasarkan tren jangka panjang, alat likuid perbankan
150 35%
Rp T
100 30%
50
25%
-
20%
-50
15%
-100
10%
-150
-200 5%
-250 0%
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Grafik 3.2.2 Rasio Modal dan Sumber Dana Pembiayaan Kredit Grafik 3.2.3 Rasio Pertumbuhan Modal dan Sumber Dana
terhadap Total Aset Pemenuhan Funding Gap terhadap Total Aset (yoy)
90% 80%
80% 60%
70% 40%
60% 8,33% 14,62%
50% 20% 13,54%
0% -1,22%
40%
30% -20%
20%
10% -40% -14,86%
-60% -19,73% -31,71%
0%
-29,20%
2004
2005
2008
2007
2006
2009
2003
2014
2013
2015
2018
2012
2017
2016
2010
2011
-80%
2004
2005
2008
2007
2006
2009
2003
2014
2013
2015
2012
2017
2016
2010
2011
4
Funding gap merupakan selisih antara delta nominal DPK dikurangi delta nominal kredit (jika positif maka disebut sebagai funding surplus).
Penurunan alat likuid dalam rangka pembiayaan ekspansi menimbulkan risiko likuiditas. Beberapa rasio ketahanan
kredit berdampak turunnya rasio ketahanan likuiditas, likuiditas lainnya seperti LCR dan NSFR juga terjaga di atas
namun masih terjaga di atas threshold. Penurunan alat threshold (Grafik 3.2.6).
likuid perbankan terutama bersumber dari penurunan
penempatan di Bank Indonesia, sementara alat likuid Kemampuan perbankan menjaga rasio ketahanan
dalam bentuk penempatan di SBN yang relatif lebih likuiditas cukup merata pada seluruh kelompok BUKU.
menguntungkan cenderung bertambah (Grafik 3.2.5). Kelompok BUKU 3 dan 4, yang mendominasi pertumbuhan
Dengan tren penurunan alat likuid tersebut, rasio Alat kredit, memiliki buffer alat likuid, dan akses pada
Likuid (AL) perbankan terhadap DPK pada semester I pinjaman dalam dan luar negeri yang lebih mudah untuk
dan II tetap stabil pada level 19%, jauh di atas kebutuhan mendukung ekspansi kredit ke depan (Grafik 3.2.7 dan
bank untuk menutupi outflow DPK pada tail risk 8,5% 3.2.8). Peningkatan permodalan juga menjadi buffer untuk
(Grafik 3.2.4) Rasio tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan mendukung ekspansi kredit. Namun demikian, perlu tetap
level terendahnya sebesar 16,6% pada tahun 2014. dicermati potensi peningkatan risiko likuiditas bank BUKU
Sementara itu, pergeseran DPK pada CASA yang 4 yang masih mengandalkan pencairan alat likuid, selain
berdampak meningkatnya non-core deposit (NCD), belum dari pinjaman, untuk membiayai kredit.
Grafik 3.2.4 Run-Off Rate DPK (Presentil 10%) Grafik 3.2.5 Alat Likuid dan Ketahanan Likuiditas Perbankan
60%
-5,0%
46,08%
'
-5.4% 50%
-5,5% -5.6% -5.5%
-5.6%
-5,8% -5,9% 38,03%
'
-6,0% -6,1% -5,0% 40% 234,73%
'
-6,3% -6,3%
-6,5% -6,4% 29,01%
-6,5% -6,5% -6,5% 30%
-6,7% 196,80% 19,31% '
-7,0% -6,8% 19,44%
'
17,16%' 18,42%
20% 93,44%'
-7,5% 86,70%
' 91,28%
6,07% 10,07%
10% 8,72%'
-8,0% 10,12%
-8,3% 9,58% 8,33%' 5,45%
-8,5% 6,52%
'
0%
14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710 14710
-9,0%
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
'
250%
200% 190,53%
150%
126,94%
100%
50%
0%
03 040506070809 10 11 12 01 02 03 040506070809 10 11 12
2017 2018
Sesuai POJK Nomor 42/POJK.03/2015 dan Nomor 50/POJK.03/2017, bank wajib LCR dan NSFR adalah bank BUKU 4, BUKU 3, dan dengan Kepemilikan Asing.
5
400 400
300 Sumber Dana 300
200 200
100 100
- -
100 100
200 200
300 300
Penggunaan Dana
400 400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 2016 2017 2018
Delta Kredit Delta DPK Delta NAB
Delta AL Delta NAL FG (skala kanan)
Delta SSB Terbit Delta Pinjaman
300 300
Sumber Dana
200 200
100 100
- -
100 100
200 200
300 Penggunaan Dana 300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015 2016 2017 2018
Delta Kredit Delta DPK Delta NAB
Delta AL Delta NAL FG (skala kanan)
Delta SSB Terbit Delta Pinjaman
Di tengah risiko likuiditas perbankan yang masih menjadi strategi kelompok bank BUKU 3 dan 4, dipandang
terjaga, pergeseran pada wholesale funding, berpotensi masih terjaga. Hal ini disebabkan pada BUKU 4, meskipun
meningkatkan risiko repricing sejalan dengan kenaikan masih didominasi pinjaman dari pihak tidak terkait,
suku bunga. Risiko repricing terutama berasal dari namun mayoritas berjangka panjang. Sementara pada
wholesale funding dalam bentuk pinjaman yang berjangka BUKU 3 didominasi pihak terkait, terutama bank asing
pendek dan dari pihak tidak terkait. Sementara itu, yang mendapatkan pinjaman dari bank holding company
dampak kenaikan suku bunga juga menahan peningkatan (Grafik 3.2.9. hingga Grafik 3.2.12.). Bank Indonesia akan
wholesale funding yang berupa penerbitan SSB akibat terus memonitor dampak peningkatan risiko pasar
kenaikan cost of fund. Risiko dari tren pergeseran retail terhadap tren pergeseran sumber dana retail funding
funding menjadi wholesale funding, yang utamanya menjadi wholesale funding tersebut.
Grafik 3.2.9 Pangsa Pinjaman Dalam dan Luar Negeri Grafik 3.2.10 Pertumbuhan Pinjaman Dalam dan Luar Negeri
Berdasarkan Jenis Peminjam berdasarkan Jenis Peminjam (yoy)
Grafik 3.2.11 Pangsa Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/ Grafik 3.2.12 YTD Pinjaman DN/LN dan Jangka Panjang/
Jangka Pendek Jangka Pendek
9,00
8,00
7,00
6,04
6,00
5,00 4,81
4,00 4,68
3,00 2,85
2,00
1,00
-
06 12 06 12 06 12 06 12 06 12 06 12 06 12 06 12 06 12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4
Funding gap juga berpotensi meningkatkan persaingan global mendorong kenaikan premi risiko investasi ke
dalam memperoleh DPK, khususnya bagi bank yang negara berkembang. Selain itu, kenaikan Fed Fund rate
terkendala dalam memanfaatkan wholesale funding. Hal menurunkan daya tarik aset di negara berkembang.
ini terindikasi dari meningkatnya rata-rata suku bunga Perkembangan ini mendorong pembalikan aliran modal
DPK BUKU 1 sebesar 80 bps yang lebih tinggi dibandingkan dari negara berkembang, termasuk Indonesia, dan
dengan BUKU lainnya pada semester II 2018 (Grafik 3.2.13). pada gilirannya menurunkan kinerja transaksi modal
Saat ini, tekanan peningkatan suku bunga DPK tersebut dan finansial (TMF). Penurunan kinerja TMF terutama
masih tertahan oleh kebijakan capping suku bunga. Oleh dipengaruhi oleh penurunan investasi portofolio seiring
karena itu, perbankan perlu terus meningkatkan efisiensi dengan pembalikan arus modal asing. Pada triwulan III
guna mempertahankan kapasitas pembiayaan kredit ke 2018, investasi portofolio tercatat defisit 1,1 miliar dolar
depan. AS, menurun dibandingkan dengan capaian periode yang
sama tahun sebelumnya yang mencatat surplus 18,5 miliar
dolar AS. Surplus TMF yang mengecil dan defisit transaksi
3.3. Volatilitas Pasar Keuangan berjalan yang melebar berkontribusi pada menurunnya
Meningkat, Ketahanan Sektor kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan II dan
Keuangan Terjaga III 2018 (Grafik 3.3.1), serta berdampak pada meningkatnya
tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Secara rata-rata,
Rupiah pada triwulan II dan III 2018 tercatat depresiasi
Ketidakpastian global memengaruhi kinerja transaksi masing-masing sebesar 2,7% dan 4,5%, dan ditutup pada
modal dan finansial serta berkontribusi terhadap level Rp14.902 per dolar AS pada akhir triwulan III 2018
tekanan nilai tukar. Ketidakpastian pasar keuangan (Grafik 3.3.2).
Grafik 3.3.1 Neraca Pembayaran Indonesia Grafik 3.3.2 Nilai Tukar Rupiah
20 Miliar dolar AS 15500
15
10 15000
5
14500
-
(5) 14000
(10)
13500
(15)
I II III IV I II III IV I II III IV I* II* III* IV**
2015 2016 2017 2018 13000
2-jan-18
2-Feb-18
2-Mar-18
2-Apr-18
2-Mei-18
2-Jun-18
2-Jul-18
2-Ags-18
2-Sep-18
2-Okt-18
2-Nov-18
2-Des-18
Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan
Transaksi Modal dan Finansial
*Angka sementara
**Angka sangat sementara IDR/USD Rata-rata Bulanan Rata-rata Triwulan
Pada triwulan IV 2018, tekanan terhadap NPI dan nilai NPI, tekanan terhadap nilai tukar rupiah berkurang, secara
tukar Rupiah berkurang seiring dengan dampak positif point-to-point (ptp), nilai tukar Rupiah melemah 5,65% dan
berbagai bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia, ditutup di level Rp14.380 per dolar AS pada akhir 2018.
Pemerintah, dan otoritas terkait lainnya. Dalam rangka
menjaga daya tarik aset pasar keuangan Indonesia dan Aliran dana asing turut memengaruhi kinerja pasar
mengendalikan defisit transaksi berjalan agar berada keuangan Indonesia. Peningkatan ketidakpastian global
pada level yang sehat, Bank Indonesia menaikkan BI-7DRR yang diiringi dengan pembalikan modal asing mendorong
sebesar 175 bps sepanjang tahun 2018. Sinergi kebijakan kenaikan imbal hasil obligasi dan penurunan Indeks Harga
dapat membawa NPI triwulan IV 2018 mencatat surplus Saham Gabungan (IHSG) pada triwulan II dan III 2018.
5,4 miliar dolar AS, setelah pada tiga triwulan sebelumnya Penurunan kinerja ini diikuti oleh kenaikan volatilitas di
mengalami defisit. Kenaikan surplus TMF berkontribusi kedua pasar tersebut. Pada triwulan IV 2018 pasar obligasi
besar dalam perbaikan NPI triwulan IV 2018. Prospek dan saham kembali membaik sejalan dengan stabilitas
perekonomian Indonesia yang tetap baik dan imbal hasil makroekonomi yang baik serta masuknya dana asing.
aset keuangan domestik yang tetap menarik bagi investor Pada akhir 2018, yield SUN 10 tahun turun menjadi 8,1%,
asing mendukung kenaikan surplus TMF. Pada triwulan IV dari level 8,3% pada akhir triwulan III 2018 (Grafik 3.3.3) dan
2018, surplus TMF tercatat sebesar 15,7 miliar dolar AS, lebih yield obligasi korporasi 10 tahun turun menjadi 11,4% dari
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,9 milar dolar AS 11,7% (Grafik 3.3.4), sementara IHSG pada penutupan 2018
dan juga lebih tinggi dari capaian periode yang sama tahun berada pada level 6.194,5, meningkat 3,6% dari level 5.976,6
sebelumnya sebesar 7,1 miliar dolar AS. Searah dengan pada akhir triwulan III 2018 (Grafik 3.3.5).
Grafik 3.3.3 Beli Neto Asing di SUN dan Yield SUN 10 Tahun Grafik 3.3.4 Beli Neto Asing di Obligasi Korporasi
dan Yield Obligasi Korporasi 10 Tahun
- 4 - 6
(10) (0.5) 4
2
(20) (1.0) 2
(30) (1.5) -
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018
Beli Neto Asing
Beli Neto Asing Yield SUN 10 tahun (skala kanan) Yield Obligasi Korporasi 10 Tahun (skala kanan)
Sumber: CEIC, Bloomberg Sumber: CEIC, Bloomberg
Dampak penurunan harga SBN terhadap risiko pasar pada penurunan IDMA index (Grafik 3.3.7). IDMA index
di perbankan tertahan seiring dengan membaiknya mengalami penurunan sebesar 11,5% pada triwulan III 2018
kinerja pasar SBN. Pada akhir 2018 kepemilikan SBN dibandingkan dengan akhir 2017 dan kembali membaik
oleh perbankan sebesar Rp.569,8 triliun atau 7,1% dari pada triwulan IV 2018 atau turun 10,0% (ytd). Porsi SBN
asset perbankan. Di tengah penurunan kinerja SBN, bank yang terpapar risiko mark-to-market tercatat sebesar
BUKU 4 cenderung memanfaatkan momentum harga SBN 4,92% dari total aset perbankan yaitu 0,35% (trading) dan
yang turun pada triwulan III 2018 dengan meningkatkan 4,57% (Available For Sale). Porsi kepemilikan SBN hold to
kepemilikan SBN. Sementara itu, portofolio SBN yang maturity (HTM) perbankan meningkat dari 2,0% menjadi
dimiliki bank BUKU lainnya sedikit menurun dibandingkan 2,11% dari total aset perbankan (Grafik 3.3.8). Sementara
dengan semester sebelumnya (Grafik 3.3.6). Pembalikan itu, kepemilikan obligasi korporasi oleh bank relatif kecil,
modal asing dari pasar SBN pada pertengahan 2018 sebesar 1,1% dari asset perbankan.
menyebabkan koreksi harga SBN sebagaimana tercermin
Grafik 3.3.6 Kepemilikan SBN Bank Berdasarkan BUKU Grafik 3.3.7 IDMA Index dan Kepemilikan SBN Perbankan
10 100 85
-90 0 80
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Buku 1
Buku 2
Buku 3
Buku 4
Industri
Sem I 2016 Sem II 2016 Sem I 2017 Sem II 2017 Sem I 2018 Sem II 2018 SBN
IDMA Index (skala kanan)
Trading AFS HTM
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
-
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2015 2016 2017 2018
Trading AFS HTM
Dari sisi risiko nilai tukar, penguatan Rupiah menjelang Penurunan kinerja pasar modal menyebabkan turunnya
akhir tahun telah direspon secara positif oleh hasil investasi asuransi, terutama asuransi yang mayoritas
perbankan. Hal ini terindikasi dari perubahan posisi komposisi investasinya dalam bentuk saham dan obligasi.
devisa neto (PDN) perbankan dari long valas sebesar Kewajiban pembayaran klaim pada asuransi jiwa, yang
Rp4,39 triliun, menjadi short valas sebesar Rp5,26 bersifat jangka panjang, serta preferensi nasabah produk
triliun pada semester II 2018 (Grafik 3.3.9 dan 3.3.10). unit link untuk menempatkan dana pada instrumen
Perubahan posisi tersebut tejadi pada seluruh BUKU investasi yang memiliki keuntungan tinggi, menyebabkan
yang mengindikasikan ekspektasi penguatan Rupiah komposisi investasi asuransi jiwa didominasi oleh saham
ke depan, dengan pengecualian BUKU 4 yang lebih dan reksadana (terutama saham dan obligasi) (Grafik 3.3.11.).
disebabkan oleh adanya kebutuhan pemerintah antara Terkoreksinya pasar saham serta penurunan harga SBN
lain terkait pembayaran proyek-proyek infrastruktur. 6
dan obligasi korporasi pada semester II 2018 menyebabkan
Kondisi perbankan Indonesia, berdasarkan hasil stress hasil investasi asuransi jiwa turun Rp41,13 triliun atau
test diperkirakan masih cukup kuat dalam menghadapi tumbuh negatif 86,13% (yoy). Sementara itu, asuransi umum
risiko kredit dan risiko pasar ke depan, meliputi dan reasuransi, yang komposisi investasinya didominasi
risiko suku bunga, nilai tukar, dan penurunan harga deposito, tetap mencatatkan hasil investasi yang positif
SBN, dengan didukung ketahanan permodalan yang meskipun lebih rendah dari semester sebelumnya. Di sisi
memadai. lain, hasil investasi reasuransi mengalami kenaikan setelah
di semester I 2018 mengalami penurunan seiring dengan
penempatan portofolio yang didominasi oleh deposito
(Grafik 3.3.12).
Grafik 3.3.9 Rasio PDN Grafik 3.3.10 Total PDN per BUKU Semester II 2018
7
6
6
4
5 2
4 0
3 -2
2 -4
1 -6
- -8
I II I II I II I II
-10
BUKU 1 BUKU 2 BUKU 3 BUKU 4 Industri
2015 2016 2017 2018
Buku I Buku 2 Buku 3 Buku 4 Industri
Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia
6
Dampak nilai tukar terhadap ULN korporasi keuangan dan nonkeuangan dibahas pada Bab 3.3
6% 8% Deposito
8% 12% Saham
0% 0%
0% 32% Obligasi/Sukuk
37% 22%
30% 22% MTN
36% SBN
0%
0% SSB Lain
6% 11% 16% 4%
0% 13% 5% 17% Reksadana
0%
14% 0% 1% KIK/KIK-EBA
Lainnya
Sumber: OJK
(86,13) (15)
- -
(100)
(153,87)
(7,51)
(20) (200) (20)
Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17 Jun-18 Des-18 Jun-16 Des-16 Jun-17 Des-17 Jun-18 Des-18
Hasil Investasi Pertumbuhan (skala kanan) Hasil Investasi Pertumbuhan (skala kanan)
Sumber: OJK Sumber: OJK
0,65
Rp. Triliun %
22,09
60 0,54 4,36 30
- -
0,46
-
40 (29,46)
0,31 0,32 %
(30)
20 0,14
(60)
(57,77)
- (90)
Kinerja asuransi cukup terjaga, meskipun hasil sebesar 13,6% dan 15,9% (Grafik 3.3.13). Selain itu, tingkat
investasi mengalami penurunan. Industri asuransi tetap solvabilitas asuransi cukup terjaga yang tercermin dari
mencatatkan kenaikan aset. Aset industri asuransi jiwa Risk-Based Capital industri asuransi umum dan reasunsi
tumbuh 1,5% (yoy) menjadi Rp 520,6 triliun, sedang aset sebesar 332,5% dan asuransi jiwa sebesar 440,6%, lebih
asuransi umum dan reasuransi tetap tumbuh tinggi. Aset tinggi dari threshold 120%.
asuransi umum dan reasuransi masing–masing tumbuh
600
500
400
300
200
100
0
Asuransi Jiwa Asuransi Umum Reasuransi
Sumber: OJK
Di tengah meningkatnya ketidakpastian global, volatilitas Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi
suku bunga PUAB Rupiah O/N tetap terjaga didukung kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang
oleh kondisi likuiditas perbankan nasional yang memadai. sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil
Seiring dengan kenaikan policy rate, rata-rata tertimbang melalui pelaksanaan operasi moneter.
(RRT) harian suku bunga PUAB Rupiah O/N meningkat
dari 4,62% pada Juni 2018 menjadi 5,80% pada Desember Struktur pasar valas yang tetap efisien turut berkontribusi
2018 (Grafik 3.3.14). Peningkatan tersebut mendorong pada terkendalinya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.
penurunan rata-rata spread antara BI-7DRR dengan Kondisi pasar yang efisien tercermin dari bid-ask spread
suku bunga PUAB Rupiah O/N dari sebesar 46 bps pada transaksi spot Rupiah terhadap dolar AS yang berada di
semester sebelumnya menjadi sebesar 27 bps. Terjaganya level yang rendah (Grafik 3.3.16). Rerata bid-ask spread
volatilitas suku bunga PUAB Rupiah O/N tercermin dari pada 2018 berada di level 7 Rupiah per dolar AS, mengalami
spread antara RRH suku bunga PUAB Rupiah O/N tertinggi sedikit kenaikan dibandingkan dengan rerata spread pada
dengan terendah yang mengalami penurunan dari 30 bps 2017 yang sebesar 5 Rupiah per dolar AS. Perkembangan
pada semester sebelumnya menjadi 28 bps (Grafik 3.3.15). ini pada gilirannya turut meningkatkan transaksi pasar
Sementara RRH volume PUAB Rupiah tercatat meningkat spot dari sebesar 3,36 miliar dolar AS per hari pada 2017
selama semester II 2018 yakni sebesar Rp19,47 triliun, menjadi 3,59 miliar dolar AS per hari pada 2018 (Grafik
atau 7,66% lebih besar dari semester sebelumnya. Bank 3.3.17).
Grafik 3.3.14 Suku Bunga Kebijakan dan PUAB Rupiah O/N Grafik 3.3.15 Volatilitas Suku Bunga PUAB
4-Nov-16
4-Jan-17
4-Mar-17
4-Mei-17
4-Jul-17
4-Sep-17
4-Nov-17
4-Jan-18
4-Mar-18
4-Mei-18
4-Jul-18
4-Sep-18
4-Nov-18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017 2018
JIBOR O/N PUAB O/N BI-7DRR Spread min max (skala kanan)
LF LF Suku Bunga Pinjam Terendah
Suku Bunga Pinjam Tertinggi
Grafik 3.3.16 Bid Ask Spread Transaksi Spot Rupiah/dollar Grafik 3.3.17 Volume Transaksi Spot
Rupiah per dolar AS 5 Miliar USD
16
14 4
12
10 3
8
2
6
4 1
2
0 -
2014 2015 2016 2017 2018 1 3 5 7 9 1 11 3 5 7 9 1 11 3 5 7 9 11
2016 2017 2018
Bid-Ask Spread USD/IDR Rata-rata 2014-2018 Spot Rerata Tahunan
Sumber: Bloomberg Sumber: Bank Indonesia
Risiko pasar terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah turut dibandingkan dengan biaya instrumen lainnya. Secara
terkendali seiring dengan peningkatan aktivitas hedging keseluruhan, komposisi transaksi derivatif terhadap total
nilai tukar. Volume transaksi di pasar derivatif valas transaksi valas pada 2018 mencapai sebesar 36,4%.
meningkat di hampir seluruh jenis instrumen derivatif,
dengan peningkatan terutama terjadi pada Juni 2018 Kenaikan biaya dana obligasi dan meningkatnya
seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah (Grafik 3.3.18). ketidakpastian di pasar keuangan menyebabkan
Volume rerata harian transaksi forward tumbuh 23% ke perlambatan pembiayaan di pasar modal. Ketidakpastian
level 302 juta dolar AS, volume rerata harian transaksi di pasar keuangan global dan domestik yang turut
option tumbuh sebesar 30% ke level 27 juta dolar AS, mendorong kenaikan cost of fund (Grafik 3.3.19)
dan volume rerata harian transaksi Cross Currency Swap menyebabkan laju pembiayaan di pasar keuangan
(CCS) tumbuh 7,9% ke level 68 juta dolar AS. Peningkatan tertahan, baik dari penerbitan saham melalui penawaran
volume transaksi forward turut didukung oleh adanya umum perdana dan right issue, serta penerbitan obligasi
transaksi forward jenis Domestic Non-Deliverable Forward korporasi, surat utang jangka menengah, maupun
(DNDF) sebagai tambahan variasi instrumen lindung nilai sertifikat deposito. Kenaikan suku bunga kebijakan BI-
pada pasar derivatif valas. Disamping itu, pada instrumen 7DRR mulai direspons melalui kenaikan suku bunga
Call Spread Option (CSO), volume rerata harian transaksi obligasi korporasi. Perlambatan pembiayaan dari pasar
CSO meningkat signifikan dari sebesar 2 juta dolar AS per keuangan mulai terjadi sejak satu bulan setelah kenaikan
hari pada 2017 menjadi 14 juta dolar AS per hari pada 2018. suku bunga kebijakan.
Peningkatan tersebut dipengaruhi biaya yang lebih efisien
0.5 1.5
0.4
0.3 1.0
0.2
0.5
0.1
0.0 0.0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2016 2017 2018
Forward Option
CCS CSO Swap (skala kanan)
14
13
12
11
10
4
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Rata2 Kupon Penerbitan Deposito
KMK Policy Rate
KI
BANK INDONESIA
Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan
BAB IV
RESPONS
KEBIJAKAN
MAKROPRUDENSIAL
Grafik 4.1.1 Indeks Harga Properti Residensial Grafik 4.1.2 Pertumbuhan KPR dan NPL
Indeks Persen Persen Persen
300 9 24 6,0
20 5,0
200 6 16
4,0
12
3,0
100 3 8
4 2,0
0 0 - 1,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018 2014 2015 2016 2017 2018
IHPR Perkembangan tahunan (skala kanan) Pertumbuhan KPR NPL KPR (skala kanan)
Pelonggaran LTV/FTV KPR dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/8/PBI tanggal 1 Agustus 2018 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio FTV
2
untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.
pada beberapa kota menunjukkan NPL tetap terjaga sehingga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan.
pada level yang rendah, seperti Surabaya dan Bandung.
Kualitas kredit KPR yang sedikit meningkat hanya terlihat Evaluasi RIM dilakukan secara berkala dengan
di beberapa kota antara lain Denpasar. mempertimbangkan risk taking behavior bank terhadap
siklus keuangan. Apabila terdapat kecenderungan
peningkatan perilaku prosiklikal, maka Bank Indonesia
akan mengevaluasi target kisaran RIM guna mencegah
Perluasan Intermediasi Melalui Rasio peningkatan risiko sistemik yang lebih besar. Sebaliknya
pada fase kontraksi, Bank Indonesia akan mengevaluasi
Intermediasi Makroprudensial
target kisaran RIM, sehingga dapat memperkuat
intermediasi dan membantu pemulihan perekonomian.
Guna mendorong intermediasi perbankan pada sektor riil,
Sejak diimplementasikan pada Juli 2018, perbankan secara
yang sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan
konsisten mampu memenuhi ketentuan RIM. Sejalan
ekonomi, serta dengan tetap menjaga prinsip kehati-
dengan intermediasi yang membaik, perkembangan RIM
hatian, pada 2018 Bank Indonesia merumuskan instrumen
perbankan sampai dengan akhir 2018 cukup stabil pada
RIM3. RIM merupakan penyempurnaan dari kebijakan
angka di atas 90% dan didukung oleh tingkat permodalan
Giro Wajib Minimum (GWM) Loan to Funding Ratio (LFR)
yang memadai.
yang dirumuskan pada 2015 sebagai upaya mitigasi
ketergantungan perbankan pada retail funding. Melalui
GWM LFR, cakupan sumber pendanaan bank diperluas
dengan memperhitungkan wholesale funding dalam
bentuk Surat Surat Berharga (SSB) yang diterbitkan oleh Peningkatan Fleksibilitas
bank. Merujuk pada tujuan mendorong intermediasi, Pengelolaan Likuiditas
maka perluasan sumber dana diimbangi dengan
Melalui Penyangga Likuiditas
penyempurnaan di sisi pembiayaan melalui instrumen
Makroprudensial
RIM. Perluasan dilakukan dengan menambahkan SSB
yang dimiliki bank sebagai komponen pembiayaan
selain kredit. Namun, hanya SSB dengan persyaratan Bank Indonesia menjaga agar upaya mendorong
tertentu yang diperhitungkan, antara lain diterbitkan intermediasi diperkuat dengan likuiditas yang
oleh korporasi nonkeuangan dan memiliki peringkat memadai, terlebih di tengah ketidakpastian global
setara dengan peringkat investasi. Dengan demikian, yang dapat memberikan tekanan likuiditas. Untuk itu,
RIM memperkuat intermediasi baik dari sisi retail maupun pada 2018 Bank Indonesia merumuskan instrumen
wholesale, sekaligus meningkatkan peran perbankan kebijakan makroprudensial berbasis likuiditas yang
dalam mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. disebut dengan PLM4. PLM merupakan penyempurnaan
dari kebijakan GWM Sekunder, dan melengkapi rasio
RIM mensyaratkan bank untuk memiliki rasio intermediasi
kecukupan likuiditas dari sisi mikroprudensial, yakni
dalam kisaran 80-92%, dan didukung oleh permodalan
Liquidity Coverage Ratio (LCR). Bagi Bank Umum Syariah
yang kuat. Berdasarkan RIM, perbankan dapat memiliki
(BUS), PLM merupakan instrumen baru mengingat
tingkat intermediasi di atas batas atas yang disyaratkan,
GWM Sekunder tidak diimplementasikan sebelumnya.
sepanjang didukung dengan permodalan yang memadai,
PLM dirumuskan dengan tujuan untuk meningkatkan
yakni rasio kecukupan modal (CAR) di atas 14%. Tingkat
fleksibilitas bank dalam pengelolaan likuiditas agar
permodalan tersebut diperlukan untuk menyerap
dapat mencegah build-up dan materialisasi risiko
potensi kerugian yang timbul akibat peningkatan risiko
likuiditas yang lebih dalam. PLM mensyaratkan bank
yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan
untuk memiliki buffer likuiditas dalam bentuk SSB
pemberian kredit (prosiklikal). Melalui persyaratan CAR
sebesar 4% dari (DPK) Rupiah. PLM dilengkapi dengan
minimum dan kualitas SSB pada level tertentu, RIM
opsi fleksibilitas bagi bank untuk dapat merepokan
memastikan bahwa upaya peningkatan dan perluasan
sejumlah tertentu dari SSB yang digunakan untuk
intermediasi dilakukan dengan prinsip kehati-hatian,
pemenuhan PLM kepada Bank Indonesia.
Selengkapnya mengenai RIM dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.31, September 2018.
3
Selengkapnya mengenai PLM dapat dilihat pada Kajian Stabilitas Keuangan No.31, September 2018.
4
Sebagai instrumen countercyclical, evaluasi PLM beberapa bank dalam melakukan pengelolaan likuiditas.
dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan Sementara itu, hasil pemeriksaan tematik likuiditas
siklus keuangan. Pada fase siklus ekspansi, Bank Bank Indonesia menunjukkan keberhasilan bank dalam
Indonesia akan mengevaluasi PLM sehingga dapat menjaga ketahanan likuiditas juga didukung langkah
membatasi build up risiko sistemik yang timbul dari mitigasi oleh bank, antara lain melalui stress test
permasalahan likuiditas. Sebaliknya, pada fase siklus likuiditas yang dilakukan secara rutin dan penyediaan
kontraksi, evaluasi PLM dilakukan guna mencegah rencana pendanaan darurat (contingency funding plan)
materialisasi risiko likuiditas yang lebih dalam. Selain yang akan diaktifkan dalam kondisi terjadi keketatan
besaran buffer, evaluasi juga dilakukan terhadap fitur likuiditas.
fleksibilitas, yakni besaran SSB yang dapat direpokan
kepada Bank Indonesia. Seperti halnya instrumen
kebijakan makroprudensial lain yang bersifat time
varying, maka evaluasi PLM akan dilakukan secara Penetapan Kembali Countercyclical
berkala, minimal 1 kali dalam 6 bulan. Capital Buffer 0%
Pada evaluasi pertama yang dilakukan pada November Pada 2018 Bank Indonesia kembali menetapkan
2018, Bank Indonesia melonggarkan opsi fleksibilitas CCB sebesar 0%5. Keputusan tersebut dirumuskan
PLM dari 2% menjadi 4%, serta mempertahankan dengan mempertimbangkan hasil asesmen yang
persyaratan buffer 4%. Hal ini berarti seluruh SSB yang menunjukkan belum adanya indikasi pertumbuhan
digunakan untuk memenuhi PLM, dapat direpokan kredit secara berlebihan. Meskipun indikator utama
kepada Bank Indonesia. Di samping itu, Bank Indonesia kesenjangan kredit terhadap PDB (credit to GDP
juga menambahkan Sukuk Bank Indonesia (SukBI) gap) meningkat, namun masih berada pada level
sebagai SSB yang dapat digunakan untuk memenuhi aman. Rasio tersebut belum melewati batas bawah
kewajiban PLM, sejalan dengan penerbitan SukBI. penyaluran kredit yang dianggap berlebihan (Grafik
Sejak diimplementasikan, perbankan termasuk BUS, 4.1.3). Sementara itu, indikator pelengkap lain seperti
secara konsisten mampu memelihara level PLM indikator makroekonomi, indikator utama risiko kredit
cukup stabil di atas level yang disyaratkan, yakni di perbankan, dan harga aset juga mengonfirmasi kondisi
atas 10%. Peningkatan funding gap perbankan yang tersebut.
terjadi menyusul pertumbuhan DPK yang lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada Keputusan mempertahankan besaran CCB pada level
2018, tidak signifikan menurunkan likuiditas bank. 0% konsisten dengan arah kebijakan makroprudensial
Pelonggaran fleksibilitas PLM, juga dimanfaatkan oleh yang akomodatif. Hal ini sebagaimana tercermin dari
8
Risiko Penyaluran Kredit sangat Berlebihan
6
Risiko Penyaluran
4 Kredit Berlebihan
2
Penyaluran Kredit Tidak Berlebihan
0
-2
-4
2004Q1
2004Q3
2005Q1
2005Q3
2006Q1
2006Q3
2007Q1
2007Q3
2008Q1
2008Q3
2009Q1
2009Q3
2010Q1
2010Q3
2011Q1
2011Q3
2012Q1
2012Q3
2013Q1
2013Q3
2014Q1
2014Q3
2015Q1
2015Q3
2016Q1
2016Q3
2017Q1
2017Q3
2018Q1
2018Q3
2019Q1
2019Q3
CCB merupakan tambahan modal sebagai buffer yang akan digunakan untuk menyerap potensi kerugian yang timbul apabila terjadi pemberian kredit yang berlebihan. Bank
5
Indonesia melakukan evaluasi atas besaran CCB minimal sekali dalam 6 bulan.
perumusan instrumen kebijakan makroprudensial untuk mengatasi asimetri informasi antara perbankan
lain, seperti pelonggaran rasio LTV/FTV untuk KPR, dan UMKM. Pada 2018, Bank Indonesia melanjutkan
perluasan RIM, dan peningkatan fleksibilitas likuiditas kegiatan fasilitasi salah satu perusahaan penjaminan
dalam PLM. Besaran CCB 0% memiliki arti bahwa dengan dua Bank Pembangunan Daerah (BPD) dalam
tidak ada kewajiban bagi bank untuk membentuk rangka pengembangan metodologi pemeringkatan
tambahan modal sebagai buffer. Dengan demikian, Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Hasil pemeringkatan
penetapan tersebut tidak mengganggu upaya bank kredit selanjutnya digunakan oleh perbankan untuk
dalam meningkatkan fungsi intermediasi. Sebaliknya, memproses aplikasi kredit UKM. Bank Indonesia
memberikan ruang bagi bank untuk meningkatkan juga memberikan fasilitasi pelatihan pencatatan
kapasitas pemberian kredit dan berkontribusi dalam transaksi keuangan sederhana dan penggunaan
mendorong momentum pertumbuhan ekonomi. Hal aplikasi pencatatatan keuangan bagi Usaha Mikro
ini sejalan dengan siklus keuangan Indonesia yang dan Kecil (UMK). Pelatihan dilakukan bekerja sama
masih memiliki ruang untuk peningkatan pertumbuhan dengan perbankan, dan kementerian/lembaga terkait.
kredit. Melalui CCB, upaya mendorong intermediasi Bank Indonesia juga bekerjasama dengan salah satu
akan diimbangi dengan upaya mitigasi risiko sistemik. bank BUMN untuk mendorong pemanfaatan laporan
Karakteristik pertumbuhan kredit yang bersifat keuangan UMK yang dihasilkan aplikasi pencatatan
prosiklikal, berpotensi untuk menimbulkan build up keuangan tersebut dalam proses analisa pemberian
risiko sistemik. Untuk itu, tingkat kredit perlu dijaga kredit UMK.
pada level yang aman dengan kualitas risiko yang baik,
antara lain melalui dukungan tingkat permodalan yang Kebijakan pengembangan UMKM Bank Indonesia
memadai. memberikan hasil positif terhadap perkembangan
kredit UMKM. Tingkat pembiayaan kepada UMKM
tumbuh positif dengan risiko kredit yang terjaga.
Pada 2018, rasio kredit UMKM, termasuk pembiayaan
Perluasan Akses Keuangan Melalui ekspor nonmigas bagi kantor cabang bank asing
Rasio Kredit UMKM (KCBA) dan bank campuran, mencapai sebesar 20,4%
dengan rasio NPL kredit UMKM sebesar 3,44% (Grafik
Bank Indonesia secara konsisten terus mendorong 4.1.4). Pencapaian tersebut didukung oleh sebagian
peningkatan akses keuangan UMKM. UMKM merupakan bank yang secara individual telah mencapai rasio
sektor usaha yang berkontribusi signifikan terhadap kredit UMKM minimal 20%. Sementara bagi bank lain,
perekonomian, dan menyerap tenaga kerja yang cukup keterbatasan infrastruktur serta model bisnis bank
besar. Namun, hingga saat ini pengembangan sektor yang fokus pada pembiayaan korporasi atau konsumsi,
UMKM masih terkendala dengan akses keuangan yang menjadi kendala. Beberapa upaya telah dilakukan
terbatas. Untuk itu, Bank Indonesia terus berupaya bank untuk mengatasi kendala ini antara lain dengan
meningkatkan akses keuangan UMKM, antara lain menerapkan strategi pembiayaan rantai pasokan
melalui penetapan target rasio kredit UMKM. Pada 2018, (supply chain), mengembangkan dan meluncurkan
rasio kredit UMKM mencapai pentahapan akhir untuk produk baru bekerjasama dengan lembaga penyalur,
target minimum 20%, dari tahun sebelumnya minimum serta mengembangkan organisasi dan sumber daya
15%. Ketentuan diikuti dengan pemberian insentif dan
6
manusia.
disinsentif, serta sanksi teguran tertulis7.
Melengkapi serangkaian kebijakan makroprudensial,
Dukungan Bank Indonesia terhadap sektor UMKM Bank Indonesia senantiasa memperkuat pengawasan
juga dilakukan dengan mendukung implementasi dengan metodologi pengukuran risiko yang
pemeringkatan kredit dan ketersediaan informasi komprehensif, disertai dengan kelengkapan data dan
laporan keuangan UMKM. Program ini bertujuan informasi yang akurat. Pengawasan makroprudensial
6
Merupakan kelanjutan dari pentahapan target rasio kredit UMKM sejak 2015, yakni 5% (2015), 10% (2016), 15% (2017), dan 20% (2018) sebagaimana diatur dalam PBI No.
14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012, diubah dengan PBI No. 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan
Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM.
7
Insentif diberikan dalam bentuk, antara lain, pelatihan dan fasilitasi pemanfaatan pemer ingkatan kredit (credit rating) untuk usaha kecil dan menengah (UKM), dan penghargaan
kepada bank yang memiliki kinerja terbaik dalam pembiayaan UMKM.
19
4
4,1
17 3,4
15 2
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016 2017 2018
dilakukan untuk mengidentifikasi potensi instabilitas difokuskan pada sinergi kebijakan makroprudensial
sistem keuangan yang dapat menimbulkan risiko dan mikroprudensial antara Bank Indonesia dengan
sistemik. Adanya interconnectedness menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta koordinasi
dasar perlunya pengawasan sistem keuangan yang bilateral Bank Indonesia dengan Lembaga Penjamin
menyeluruh (system wide) untuk mitigasi risiko Simpanan (LPS) yang difokuskan pada penanganan
sistemik, yang difokuskan pada bank-bank besar dan bank bermasalah sebagaimana diamanatkan dalam UU
korporasi yang memiliki peran signifikan dalam sistem No.9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan
keuangan. Analisis dengan menggunakan cakupan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Sementara penguatan
data yang menyeluruh dalam National dan Regional koordinasi multilateral sektor keuangan dilakukan
Balance Sheet (NBS/RBS), terus dikembangkan untuk dalam kerangka Komite Stabilitas Sistem Keuangan
mengidentifikasi ketidakseimbangan finansial yang (KSSK) untuk pencegahan dan penanganan krisis. Di
berpotensi menimbulkan risiko sistemik. Tukar menukar samping itu, Bank Indonesia juga senantiasa berperan
data dan infomasi dengan otoritas, Pemerintah, aktif dalam fora internasional sektor keuangan, antara
maupun lembaga lain terus dilakukan. Di samping itu, lain melalui keanggotaannya dalam Financial Stability
pengawasan makroprudensial juga terus diperkuat Board (FSB) terkait dengan reformasi sektor keuangan
melalui upaya pencegahan dan penanganan krisis global.
dalam kerangka Protokol Manajemen Krisis (PMK).
Simulasi krisis (Simkris) internal kembali dilakukan
pada 2018 guna meningkatkan kesiapan teknis Bank
Indonesia, termasuk mekanisme koordinasi internal, Koordinasi Kebijakan
pada saat krisis terjadi. Makroprudensial dan
Mikroprudensial
4.2. Sinergi dan Koordinasi Dalam Selama 2018, koordinasi makroprudensial dan
Memperkuat Ketahanan Sistem mikroprudensial antara Bank Indonesia dan OJK
berjalan dengan baik. Arah kebijakan makroprudensial
Keuangan
dan mikroprudensial semakin sejalan dan tersinergi
dengan baik, menyusul upaya Bank Indonesia
Keberhasilan Bank Indonesia dalam mengawal stabilitas dan OJK untuk selalu berkoordinasi dalam setiap
sistem keuangan, tidak terlepas dari koordinasi perumusan instrumen pengaturan. Sejalan dengan
dan kerjasama dengan otoritas keuangan lain yang kebijakan makroprudensial akomodatif, kebijakan
semakin kuat. Secara bilateral, penguatan koordinasi mikroprudensial pada 2018 juga diarahkan untuk
8
Aplikasi pencatatatan keuangan dapat diunduh di Google Play Store dan App Store dengan nama Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan (SI APIK), yang
mencakup berbagai sektor usaha, antara lain, perdagangan, jasa, pertanian dan manufaktur.
mendorong peningkatan ekspor dan memacu Lembaga Keuangan Digital (LKD) yang diperkenalkan
pertumbuhan ekonomi. Insentif diberikan bagi lembaga oleh bank Indonesia dan Layanan Keuangan Tanpa
jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke Kantor dalam rangka keuangan inklusif (LAKU PANDAI)
industri yang berorientasi ekspor, industri penghasil oleh OJK9 10 11. Selanjutnya, keputusan dan atau arahan
barang substitusi impor, industri pariwisata, dan industri dalam HLM akan menjadi panduan dalam pelaksanaan
perumahan, melalui penyesuaian aspek prudensial, kerjasama dan koordinasi di antara kedua lembaga.
seperti Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
9
LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat
teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. (SEBI No.18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital).
10
Laku Pandai adalah kegiatan menyediakan layanan perbankan dan/atau layanan keuangan lainnya yang dilakukan tidak melalui jaringan kantor, namun melalui kerjasama dengan
pihak lain dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.
11
Harmonisasi LKD dan Laku Pandai dilakukan dengan merumuskan visi kebijakan keuangan inklusif bersama yang akan dilaksanakan melalui kegiatan LKD dan Laku Pandai. LKD
dan Laku Pandai diarahkan untuk memberikan kemudahan dan pemahaman yang baik bagi masyarakat dalam memiliki produk simpanan di Laku Pandai dan juga menggunakan
alat pembayaran di LKD. Harmonisasi LKD dan Laku Pandai melalui penyesuaian ketentuan akan dilakukan dengan memperhatikan prinsip peningkatan keuangan inklusif,
kelangsungan bisnis, dan keterjangkauan layanan.
Bank Indonesia12. Ke depan, koordinasi Bank Indonesia menjaga stabilitas sistem keuangan. Di samping itu,
dan LPS akan dilanjutkan dengan penyusunan petunjuk KSSK senantiasa meningkatkan kesiapan teknis dan
pelaksanaan terkait hubungan operasional bank kelengkapan landasan hukum dalam pencegahan dan
perantara dengan Bank Indonesia. penanganan krisis melalui pelaksanaan Simulasi Krisis
Nasional yang pada 2018 kembali diselenggarakan.
12
Koordinasi bank perantara dan Bank Indonesia diatur dalam PBI No. 20/15/PBI/2018 tanggal 21 Desember 2018 tentang Hubungan Operasional antara Bank Perantara dengan
Bank Indonesia. Ketentuan tersebut mengatur proses pemberian konfirmasi pengalihan persetujuan dan/atau izin dari Bank Indonesia untuk bank perantara terkait dengan
Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI), Operasi Moneter (OM) dan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP). Hal ini termasuk juga operasional bank perantara sampai
dengan dialihkan atau dijual dari LPS kepada bank atau pihak lain. Dalam ketentuan yang sama diatur pula mengenai kewajiban bank perantara untuk memenuhi ketentuan Bank
Indonesia yang terkait dengan kewajiban implementasi instrumen kebijakan Bank Indonesia, seperti GWM, PLM, LTV/FTV, RIM dan CCB. Khusus untuk kewajiban RIM dan CCB,
akan diimplementasikan pada bank perantara ketika kepemilikan bank perantara telah dialihkan atau dijual dari LPS kepada bank atau pihak lain.
13
Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.92 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat KSSK.
14
FSB dibentuk oleh G20 pada April 2009 dengan mandat utama untuk mengkoordinasikan upaya reformasi sektor keuangan global. Kebijakan yang disepakati dalam FSB tidak
mengikat secara hukum, namun diekspektasikan untuk diimplementasikan oleh anggota FSB (leading by example).
Non-Bank Monitoring Expert Group untuk memantau bersama otoritas Indonesia atas beberapa isu strategis
perkembangan intermediasi dan inovasi risiko di yang berpotensi dibahas pada pertemuan fora
sektor nonbank, termasuk merekomendasikan respons internasional mendatang. Koordinasi dalam forum ini
kebijakan. Pada pilar pembahasan dan pengembangan ke depan akan semakin ditingkatkan untuk menghadapi
reformasi pasar OTC derivatif, difokuskan pada upaya persiapan pelaksanaan FSB country peer review untuk
peningkatan kerjasama antarotoritas domestik terkait Indonesia yang akan dimulai di 2019.
potensi implementasi reformasi. Terkait dengan
pilar yang sama, pada 2018, Bank Indonesia berhasil Peran aktif Bank Indonesia dalam fora internasional
memperjuangkan bahwa tidak terdapat isu hambatan juga dilakukan pada beberapa fora yang terkait dengan
hukum dalam pelaporan data transaksi derivatif stabilitas keuangan syariah. Setidaknya, saat ini Bank
domestik ke Trade Reporting (TR) luar negeri. Selain Indonesia terlibat aktif pada tiga fora internasional
keempat pilar di atas, Bank Indonesia secara intensif untuk keuangan syariah. Pertama, Bank Indonesia
bekerjasama dengan otoritas lain untuk menanggapi merupakan salah satu founding fathers yang aktif
perkembangan fokus G20/FSB di area pemantauan sebagai anggota Council dalam Islamic Financial Service
risiko baru yang berkembang seperti fintech, cyber Board (IFSB)15. Bank Indonesia tengah aktif menyusun
security dan cyber resiliensi, serta evaluasi dampak beberapa pedoman bersama IFSB, yaitu antara lain
implementasi reformasi keuangan global. pedoman inklusi keuangan syariah khususnya pada
aspek integrasi keuangan sosial syariah dan perannya
Keikutsertaan Indonesia dalam forum reformasi dalam inklusi keuangan. Kedua, Bank Indonesia aktif
sektor keuangan global didukung oleh kerjasama dalam International Islamic Financial Market (IIFM)
dan koordinasi lintas otoritas keuangan domestik. yang merupakan badan standarisasi internasional
Hal ini sejalan dengan partisipasi seluruh otoritas untuk bentuk skema dasar akad dan produk keuangan
keuangan domestik di berbagai struktur keanggotaan syariah, terutama terkait pasar modal syariah dan pasar
FSB. Sejak 2016, Bank Indonesia telah menginisiasi uang syariah. Ketiga, Bank Indonesia menjadi anggota
terselenggaranya forum koordinasi lintas otoritas Governing Board pada International Islamic Liquidity
keuangan. Forum ini kembali diselenggarakan pada Management (IILM) yang bertujuan untuk memfasilitasi
2018 dengan dua tujuan utama. Pertama, pertukaran efektivitas manajemen likuiditas keuangan syariah
informasi dan diseminasi mengenai hasil pertemuan secara cross-border. Keterlibatan aktif Bank Indonesia
fora internasional. Adapun materi diseminasi meliputi dalam fora tersebut diharapkan dapat mendukung
perkembangan terkini pembahasan isu reformasi upaya pengembangan keuangan syariah sekaligus
sektor keuangan global selama 2018, serta rencana memperkuat stabilitas sistem keuangan syariah
program kerja 2019. Kedua, memperoleh pandangan sebagai bagian dari sistem keuangan nasional.
dan masukan dari berbagai otoritas mengenai posisi
IFSB yang berdiri pada 3 November 2002 adalah sebuah badan standarisasi internasional dari berbagai otoritas yang memiliki kepentingan untuk memastikan stabilitas industri
15
BANK INDONESIA
Prospek dan Arah Kebijakan
BAB V
PROSPEK DAN
ARAH KEBIJAKAN
Global Berlanjut, Perekonomian outflows dari negara emerging kembali flight to quality ke
AS pada 2019. Perkembangan sentimen global tersebut
Domestik Tetap Kuat
turut berimplikasi pada volatilitas pasar keuangan yang
diperkirakan masih cukup tinggi.
Kondisi stabilitas sistem keuangan tidak terlepas dari Perkembangan positif perekonomian domestik dipercaya
pengaruh dinamika perekonomian global dan domestik. mampu menahan tekanan yang bersumber dari global
Dari sisi global, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan pada 2019. Pertumbuhan ekonomi domestik diproyeksikan
cenderung melambat, dengan ketidakpastian yang akan berada pada kisaran 5,0%-5,4%. Hal tersebut
tetap tinggi. Dalam publikasi World Economic Outlook ditopang oleh masih kuatnya permintaan domestik seiring
(WEO) Update pada Januari 2019, perekonomian dunia dengan terjaganya daya beli dan keyakinan konsumen.
pada 2018 diperkirakan tetap tumbuh sebesar 3,7% Selain itu, investasi diperkirakan tetap kuat seiring dengan
sama dengan perkiraan sebelumnya pada Oktober 2018. membaiknya keyakinan pelaku usaha dan belanja sektor
Namun, perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2019 dan Pemerintah yang berkualitas. Ekspektasi inflasi terjaga,
2020 direvisi ke bawah menjadi masing-masing 3,5% dan sehingga inflasi diperkirakan tetap rendah dalam kisaran
3,6% (tabel 5.1). Hal tersebut terutama dipengaruhi risiko 3,5% ± 1%.
dampak peningkatan tensi perang dagang antara AS dan
Tiongkok terhadap volume perdagangan global. Meskipun Tetap perlu dicermati tantangan terhadap perekonomian
pertumbuhan ekonomi AS cukup solid, terdapat risiko dari domestik yang berpotensi memberikan spillover pada
kondisi politik dalam negeri yang telah mengakibatkan sistem keuangan. Dalam jangka pendek, terdapat risiko
government shutdown pada awal tahun 2019. The Fed dari dampak pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil
telah memberikan sinyal untuk menahan laju peningkatan Presiden, serta legislatif secara serentak pada 17 April 2019.
Fed Fund Rate dengan adanya risiko pertumbuhan Hal tersebut berpotensi mempengaruhi persepsi investor
ekonomi yang lebih lambat dan menurunnya tekanan untuk memilih wait and see dan menahan ekspansi
inflasi. Selain itu, risiko utama perekonomian global karena ketidakpastian yang tinggi pada periode transisi,
ke depan berasal dari potensi dampak terjadinya no- hingga pada akhirnya berpotensi meningkatkan volatilitas
deal brexit, perlambatan perekonomian Tiongkok yang pasar keuangan domestik. Sementara itu dalam jangka
diperkirakan hanya tumbuh sebesar 6,2% di 2019 dan menengah, pertumbuhan impor yang diperkirakan masih
2020, serta risiko geopolitik. Risiko idiosyncratic di negara akan tinggi dan ekspor yang berpotensi untuk tumbuh
emerging diperkirakan masih dapat menjadi sentimen terbatas, dapat mempengaruhi kinerja korporasi domestik
PD Advanced Economies (AE) 2,4 2,3 2,0 1,7 -0,1 -0,1 0,0
PDB Emerging Market Economies (EM) 4,7 4,6 4,5 4,9 -0,1 -0,2 0,0
Advanced Ecomonies (AE) 1,7 2,0 1,7 2,0 0,0 -0,2 0,0
Emerging Market Economies (EM) 7,1 5,4 4,8 5,2 0,4 0 0,1
World Trade Volume 5,3 4,0 4,0 4,0 -0,2 0,0 -0,1
* Proyeksi
hingga berdampak pada repayment capacity yang terindikasi berencana meningkatkan pencapaian target
memicu peningkatan risiko kredit. Permintaan atas bahan DPK antara lain melalui optimalisasi nasabah komunitas
baku dari industri domestik yang kuat dan penyelesaian pebisnis, peningkatan transaksi nasabah melalui solusi
proyek infrastruktur Pemerintah menjadi faktor yang keuangan terintegrasi, dan pemanfaatan layanan berbasis
mempengaruhi pertumbuhan impor. Sementara itu, teknologi.
harga komoditas ekspor Indonesia yang menurun dan
adanya dampak rambatan dari perang dagang antara AS Pada 2019, funding gap perbankan diperkirakan masih
dan Tiongkok menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja berlanjut dan membaik, sejalan dengan dukungan
ekspor Indonesia. Selanjutnya, memasuki era teknologi, pertumbuhan kredit dan DPK pada kelompok bank besar.1
perkembangan keuangan digital (financial technology) Pencapaian kredit kelompok bank besar diproyeksikan
di satu sisi memberikan manfaat melalui peningkatan dapat melampaui target, meskipun sedikit di bawah
intermediasi dan akses keuangan. Namun di sisi lain, tanpa realisasi 2018. Hal ini sejalan dengan pola pencapaian
adanya manajemen risiko yang memadai dan ditengah pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kredit kelompok
meningkatnya interconnectedness antar lembaga bank besar umumnya berhasil tumbuh di atas target
keuangan, financial technology dapat mengamplifikasi yang telah ditetapkan, dengan tren selisih antara target
risiko di sektor keuangan. dan realisasi yang semakin mengecil. Kelompok bank
besar diperkirakan mendorong pertumbuhan kredit
perbankan melalui kredit konsumsi, sektor perdagangan,
dan industri. Sementara itu, dukungan kelompok bank
5.2. Sistem Keuangan Ke Depan Terjaga besar juga terlihat pada pertumbuhan DPK di 2019 yang
diperkirakan akan tumbuh lebih baik dibandingkan
dengan pertumbuhan 2018. Namun, tetap perlu dicermati
Meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan, Bank pola pencapaian target pertumbuhan DPK bank besar
Indonesia memperkirakan stabilitas sistem keuangan yang dalam 3 tahun terakhir menunjukkan gap antara
Indonesia akan tetap terjaga. Sistem keuangan Indonesia target dan realisasi yang semakin melebar, dengan gap
memiliki ketahanan yang cukup baik untuk mengantisipasi tertinggi pada 2018. Bila dilihat dari komposisi, DPK bank-
potensi spillover risiko ke depan. Siklus keuangan yang bank besar ke depan diperkirakan masih akan didominasi
telah menunjukkan arah ekspansi, diperkirakan akan oleh komponen CASA yang cukup volatile, sementara
terus menguat namun belum mengindikasikan adanya deposito diindikasikan akan sedikit menurun. Selanjutnya,
excessive risk taking behavior. Dengan demikian, ruang untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan
peningkatan pertumbuhan kredit ke depan masih terbuka, kredit di tengah funding gap, perbankan terindikasi akan
sehingga dapat lebih mendorong peningkatan aktivitas memenuhi pendanaan melalui penerbitan surat berharga,
perekonomian. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan MTN, dan pinjaman luar negeri.
dinamika prospek perekonomian domestik dan global
ke depan, pertumbuhan kredit dan DPK perbankan Secara umum, Bank Indonesia memperkirakan ketahanan
diperkirakan mencapai level masing-masing dalam kisaran perbankan, yang mendominasi sektor keuangan Indonesia,
10%-12% (yoy) dan 8%-10% (yoy). Masih tertahannya akan tetap terjaga. Perkiraan tersebut ditunjang oleh
pertumbuhan DPK didasari oleh adanya risiko crowding out terjaganya berbagai indikator perbankan di tengah upaya
dana masyarakat dari meningkatnya penerbitan instrumen penguatan intermediasi. Dari sisi permodalan, perbankan
investasi pemerintah seperti SBN dan Obligasi Ritel masih memiliki rasio kecukupan yang kuat dengan posisi
Indonesia (ORI). Di sisi lain, operasi keuangan pemerintah (CAR) yang berada di sekitar 22,89% pada 2018. Angka
yang masih ekspansif diperkirakan menjadi faktor positif ini mengindikasikan masih adanya ruang bagi perbankan
yang berpotensi mendorong pertumbuhan DPK. Tekanan untuk dapat terus mendorong intermediasi yang
penarikan DPK dalam rangka pembayaran impor juga diimbangi dengan kemampuan menyerap risiko yang baik.
diperkirakan berkurang seiring mulai turunnya harga Dari sisi risiko kredit, rasio NPL masih terjaga pada level
minyak dan komoditas serta selesainya proyek-proyek yang rendah yaitu 2,37% dibandingkan dengan 2,59% pada
infrastruktur pemerintah pada awal 2019. Perbankan juga akhir 2017. Di samping itu potensi penurunan repayment
1
Mayoritas bank besar merupakan bank BUKU 4 dan BUKU 3, serta mendominasi pangsa industri perbankan.
capacity akibat tren kenaikan suku bunga, hingga saat dan pengelolaan likuiditas, ditambah dengan sejumlah
ini masih diimbangi dengan upaya peningkatan efisiensi kerentanan dari dalam sistem keuangan, serta potensi
oleh perbankan. BOPO perbankan turun menjadi 78,33% dampak rambatan dari dinamika perekonomian global
dibandingkan dengan 79,28% pada akhir 2017. Dari aspek dan domestik terhadap sistem keuangan, turut menjadi
likuiditas, likuiditas perbankan ke depan diperkirakan faktor pertimbangan dalam perumusan kebijakan ke
masih terjaga, ditopang oleh alat likuid yang memadai. depan. Penguatan kebijakan makroprudensial akomodatif
Potensi perbaikan capital inflow yang didukung relatif dilakukan dalam kerangka bauran kebijakan Bank
menurunnya faktor ketidakpastian global juga akan Indonesia dan didukung dengan penguatan koordinasi
memengaruhi pencapaian tersebut. Bank Indonesia dengan otoritas keuangan lainnya
untuk memastikan terciptanya sinergi kebijakan sektor
Pada 2019, kinerja korporasi nonkeuangan juga diprediksi keuangan.
terjaga. Potensi risiko pasar akibat kecenderungan
penggunaan dana asing pada korporasi nonkeuangan, Penguatan intermediasi akan ditempuh untuk
dimitigasi melalui kewajiban lindung nilai oleh Bank mendukung pengembangan UMKM dan sektor prioritas.
Indonesia. Lebih dari 80% dari korporasi yang memiliki Melalui penyempurnaan rasio pembiayaan UMKM,
pembiayaan dana asing telah menerapkan lindung nilai Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan akses
dan dilakukan dengan memperhatikan praktek umum keuangan dan pembiayaan kepada UMKM dan sektor
pengelolaan usaha agar kontinuitas kegiatan usaha dan prioritas, antara lain ekspor dan pariwisata. Kebijakan
kegiatan investasi tetap terjaga. Peningkatan aktivitas rasio LTV/FTV KPR secara berkala akan dievaluasi guna
lindung nilai tersebut juga didukung peran perbankan melihat dampak siklikal pertumbuhan KPR dalam siklus
domestik untuk menawarkan produk lindung nilai kepada perekonomian. Kebijakan RIM akan ditinjau dari waktu ke
korporasi. waktu untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan
pembiayaan ekonomi yang bersifat wholesale, antara lain
Pada pasar keuangan domestik, konfirmasi atas status melalui penerbitan surat-surat berharga, termasuk pada
layak investasi (Investment Grade) oleh lembaga rating perbankan syariah.
internasional mampu mempertahankan sentimen positif
untuk pasar keuangan Indonesia. Capaian tersebut Penguatan intermediasi terus didukung dengan
memberikan keyakinan bagi investor yang telah dan permodalan dan likuiditas yang memadai. Ketentuan
akan menanamkan modalnya di Indonesia ditengah PLM akan terus dipantau guna memberikan fleksibilitas
ketidakpastian perekonomian global. Faktor tersebut pengelolaan likuiditas yang lebih tinggi bagi bank,
diharapkan menjadi penopang kinerja pasar keuangan termasuk pada perbankan syariah. Instrumen CCB juga
dan mampu menahan pelemahan harga aset pada saat terus dioptimalkan untuk menyeimbangkan antara upaya
terjadinya tekanan. mendorong intermediasi dan upaya memitigasi risiko
melalui upaya menjaga ketahanan permodalan perbankan
dari sejumlah risiko yang dihadapi pada saat siklus
keuangan mengalami tekanan. Kebijakan makroprudensial
juga diarahkan untuk menjaga ketahanan sistem
5.3. Kebijakan Makroprudensial keuangan dengan memperkuat surveilans terhadap
bank-bank besar dan korporasi yang memiki pengaruh
Akomodatif Berlanjut
signifikan dalam sistem keuangan dan perekonomian,
seperti korporasi pada sektor komoditas primer, properti,
Ke depan, Bank Indonesia kembali melanjutkan dan yang memiliki ketergantungan pada pembiayaan luar
kebijakan makroprudensial akomodatif untuk negeri. Di samping itu, asesmen makroprudensial akan
mendorong pertumbuhan, dengan tetap menjaga terus diperkuat melalui penggunaan Pendekatan National
stabilitas sistem keuangan. Arah kebijakan ditempuh and Regional Balance Sheet (NBS/RBS) dalam asesmen
dengan mempertimbangkan siklus keuangan yang risiko sistemik dan identifikasi ketidakseimbangan sistem
masih memberikan ruang akselerasi bagi pertumbuhan keuangan. Pemantauan risiko di luar perbankan juga
intermediasi. Di samping itu, perilaku agen keuangan yang menjadi makin penting seiring dengan perkembangan
bersifat prosiklikal terutama dalam hal penyaluran kredit nonbank financing, seperti obligasi korporasi.
PENGARAH
Erwin Rijanto - Linda Maulidina – Retno Ponco Windarti – Yanti Setiawan
TIM PENYUSUN
Agus Fadjar Setiawan, Rozidyanti, Ita Rulina, Kurniawan Agung, Sri Noerhidajati, Hesti Werdaningtyas, Risa Fadila,
Khairani Syafitri, Bayu Adi Gunawan, Faried Caesar Nugroho, Heny Sulistyaningsih, Darmo Wicaksono, Lisa Rienellda,
Vienella Zharmida, Agni Alam Awirya, M. Nuryazidi, Abidin Abdul Haris, Andhi Wahyu, Jodhi Satyagraha, Ibrahim
Adrian Nugroho, Revol Ulung Bisara Tamba, Anindhita Kemala D, Apsari Anindita N.P, Rani Wijayanti, Andi M. Raihan,
Adhi Nugroho, Haris Dwi Putra, Arif Waluyo Birowo, Jardine A. Husman, Siti Nurfalinda, Aski Catranti, Lisa Khulasoh,
Natalia Susan, Tira Nitria, Yunni Angela Yustisia, Arief Noor Rachman, Eskanto Adi Nugroho, Veny Tamarind, Rakhma
Fatmaningrum, Gemala Srihati, Donny Ananta
KONTRIBUTOR
Departemen Pengembangan UMKM (DPUM)
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP)
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Departemen Surveilans Sistem Keuangan (DSSK)
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM)
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK)
Departemen Ekonomi Keuangan Syariah (DEKS)
Departemen Statistika (DSta)
DOKUMEN KSK LENGKAP DALAM FORMAT PDF TERSEDIA PADA WEB SITE BANK INDONESIA:
http://www.bi.go.id
Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.
Penguatan Intermediasi
di Tengah Ketidakpastian
Ekonomi Global