Anda di halaman 1dari 21

PENGINDRAAN JAUH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

Di Susun Oleh:

Adit Nur Pratama


NIM.1805155031

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
PENDIDIKAN GEOGRAFI
2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


BAB I ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Pendahuluan .............................................. Error! Bookmark not defined.
BAB II .................................................................... Error! Bookmark not defined.
A. Resolusi ...................................................... Error! Bookmark not defined.
1. Resolusi Radio Metrik ............................. Error! Bookmark not defined.
2. Resolusi Spektral ..................................... Error! Bookmark not defined.
3. Resolusi Spasial ....................................... Error! Bookmark not defined.
4. Model Geometris Sensor / Koreksi Geometris ...... Error! Bookmark not
defined.
5. Konsep Penyimpanan Data Pengindraan Jauh ...... Error! Bookmark not
defined.
BAB III .................................................................. Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ................................................ Error! Bookmark not defined.
B. Saran .......................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Pengindraan Jauh
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 10 September 2019

Penulis,

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Penginderaan Jauh atau Remote Sensingmerupakan ilmu dan
teknologi perolehan informasi objek atau fenomena di permukaan
bumi tanpa kontak langsung. Untuk dapat memperoleh informasi
itu, diperlukan sensor yang dipasang pada pesawat udara, pesawat
ulang-alik, atau satelit tak berawak. Sensor dapat berupa kamera
fotografik, antena radar, maupun scanner multispektral /hiperspektral.
Sensor menghasilkan citra (gambar) untuk dianalisis lanjut sesuai
tema, menjadi peta(Sutanto, 1986).
Penginderaan jauh kini menjadi salah satu ilmu dan
teknologi yang dapat diandalkan dalam berbagai disiplin keilmuan
baik untuk penelitian maupun pembangunan yang bertujuan untuk
kemaslahatan bangsa. Citra dari resolusi rendah, menengah, hingga
tinggi semakin dibutuhkan sesuai dengan peruntukannya dalam
berbagai bidang diantaranya ada dalam bidang perkebunan
dan pertanian; bidang kehutanan; bidang pertambangan dan energi;
bidang perencanaan dan pembangunan wilayah; bidang entertainment dan
pelatihan; bidang arsitek konstruksi; serta bidang
pertahanan dan intelijen.Penginderaan jauh dan SIG sangat
diperlukan dalam perencanaan wilayah/kota, pengelolaan
sumberdaya hutan, mineral, kelautan,mitigasi bencana alam, manajemen
fasilitas (jaringan telekomunikasi, kelistrikan, dan transportasi). Selain itu,
satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi yang
diperlukan untuk keperluanklasifikasi penutup lahan. Penutup
lahan dapat berupa vegetasi dan konstruksi artifisial yang
menutuppermukaan bumi.

1
Penutup lahan berkaitan dengan jenis kenampakan di
permukaan bumi, sepertibangunan, danau dan vegetasi (Lillesand
& Kiefer, 1979).Data penginderaan jauh yang menggunakan
beberapa citra setelit memiliki banyak sekali ragamnya dan
setiap citra satelit mempunyaikarakteristik yang berbeda.
Untuk menganalisis objek yang ada pada citra satelit secara
visual, hal yang penting adalah ketajaman batas pada objek.
Salah satu cara dalam mempertajam batas objek dalam citra
satelit yaitu dengan menggabungkan kanal multispektral citra
dengan kanal pankromatiknya yang dikenal dengan Pansharpening.Data
yang digunakan yakni Citra Satelit SPOT 6, Data SPOT 6
yang diterima stasiun bumi LAPAN Parepare sejak
Januari2013 memiliki geometric processing level ortho.
Berdasarkan INPRES No. 6 Tahun 2012, LAPAN ditugaskan
menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi
berukuran piksel 4 m atau lebih kecil.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Resolusi
Citra merupakan gambaran kenampakan permukaan bumi hasil
penginderaan pada spectrum elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada
layar atau disimpan pada media rekam/cetak. Pengolahan Citra merupakan
proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual.
Proses ini mempunyai cirri data masukan dan informasi keluaran yang
berbentuk citra.
Istilah pengolahan citra digital secara umum didefinisikan sebagai
pemrosesan citra dua dimensi dengan komputer. Dalam definisi yang lebih
luas, pengolahan citra digital juga mencakup semua data dua dimensi. Citra
digital adalah barisan bilangan nyata maupun kompleks yang diwakili oleh
bit-bit tertentu.
Setiap citra memiliki resolusi yang berbeda-beda. Resolusi adalah
kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang
secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan. Dalam
pengindraan jauh, dikenal konsep resolusi, yaitu resolusi spasial, resolusi
temporal, resolesi spektral, dan resolusi radiometrik. Sehingga pengertian
resolusi itu sendiri mencakup beberapa hal :
1. Ukuran ketelitian data citra satelit
2. Kemampuan menampilkan sejumlah pixel pada layer tayangan
3. Kemampuan semua jenis pengindera (lensa, antenna, tayangan, bukaan
rana, dll.) untuk menyajikan citra tertentu dengan tajam. Ukuran dapat
dinyatakan dengan baris per mm atau meter. Pada citra RADAR resolusi
biasa dinyatakan dalam lebar pancaran efektif dan panjang jangkauan.
Pada citra infra merah resolusi biasa dinyatakan dalam IFOV. Resolusi

3
juga dapat dinyatakan dalam perbedaan temperatur atau karakter lain yang
mampu diukur secara fisik (Manual of Remote Sensing).
Setiap jenis citra memiliki keunggulan masing-masing dalam hal
resolusi. Citra tertentu dapat unggul untuk resolusi tertentu namun lemah
untuk jenis resolusi yang lain. Saat ini kita membahas tentang resolusi citra di
mana di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Resolusi Radio Metrik
Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor untuk
membedakan aliran radiasi (radiation flux) yang dipantulkan atau
diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi. Sebagai contoh, radian pada
panjang gelombang 0,6 - 0,7 m akan direkam oleh detektor MSS band 5
dalam bentuk voltage. Kemudian analog voltage ini disampel setiap
interval waktu tertentu (contoh untuk MSS adalah 9,958 x 10-6 detik) dan
selanjutnya dikonversi menjadi nilai integer yang disebut bit. MSS band 4,
5 dan 7 dikonversi ke dalam 7 bit (27=128), sehingga akan menghasilkan
128 nilai diskrit yang berkisar dari 0 sampai dengan 127. MSS band 6
mempunyai resolusi radiometrik 6 bit (26=64), atau nilai integer diskrit
antara 0 - 63. Generasi kedua data satelit seperti TM, SPOT dan MESSR
mempunyai resolusi radiometrik 8 bit (nilai integer 0 - 255). Citra yang
mempunyai resolusi radiometrik yang lebih tinggi akan memberikan
variasi informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra yang
mempunyai resolusi radiometrik yang lebih rendah (Projo, 2012).
Resolusi radiometrik dapat diartikan sebagai julat (range)
representasi/kuantisasi data, yang biasanya dipergunakan untuk format
raster. Julat tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit
(0-31), 6 bit (063), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit
(0-65535). Semakin besar bit yang dimiliki oleh suatu sensor, maka
sesnsor tersebut dapat dikatakan mempunyai resolusi radiometrik yang
tinggi (Syah,2010).

4
Resolusi radiometrik ialah kemampuan sensor dalam mencatat
respons spektral objek. Sensor yang peka dapat membedakan selisih
respons yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara
langsung dikaitkan dengan kemampuan koding, yaitu mengubah intensitas
pantulan atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini
dinyatakan dalam bit. Landsat 7 ETM+ memiki resolusi radiometrik
sebesar 8 bit yang berarti 256 tingkat kecerahan (0255), 0 untuk sinyal
terlemah (hitam) dan 255 untuk sinyal terkuat (putih). Berbeda halnya
dengan Landsat 8 OLI yang memiliki resolusi radiometrik sebesar 16 bit
yang berarti 65536 tingkat kecerahan 0 untuk sinyal terlemah (hitam) dan
65535 untuk sinyal terkuat (putih). Hal tersebut menjelaskan bahwa
Landsat 8 OLI memiliki resolusi radiometrik lebih tinggi dibandingkan
Landsat 7 ETM+. Semakin tinggi resolusi radiometrik yang dimiliki maka
akan semakin tinggi pula kemampuan untuk membedakan objek-objek di
permukaan bumi.

(Hernan, 2016). Berikut gambar dari sensor radio metrik


Gambar 1.1 Hasil Sensor Resolusi Radiometrik 8 bits = 256 pixel value
(from 0-255)

5
2. Resolusi Spektral
Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk
membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral
mempunyai kemiripan. (Swain dan Davis, 1978). Resolusi spektral
merupakan ukuran kemampuan sensor dalam memisahkan objek pada
beberapa kisaran panjang gelombang. Prahasta (2008) menyatakan bahwa
resolusi spektral merujuk pada batas-batas spektral, domain atau lebar
band (radiasi elektromagnetik) yang direkam oleh sistem sensor satelit
yang bersangkutan. Dengan kata lain, resolusi ini merujuk pada
kemampuan sensor dalam mendefinisikan interval panjang gelombang

elektromaknetik secara halus. Oleh karena itu, citra digital high spectral
resolution merupakan hasil rekaman dari suatu batas-batas spektral tertentu
dan bandwidth yang cukup sempit untuk (diharapkan) memperoleh
spectral signature yang lebih akurat pada obyek-obyek diskrit (daripada
bandwith yang lebih lebar atau kasaran). Dibawah ini contoh tabel resolusi
spektral dan aplikasinya untuk studi kasus di lapangan :

3. Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan
dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat
direkam, semakin baik resolusi spasialnya. Begitupun sebaliknya, semakin
besar ukuran objek yang dapat direkam, semakin buruk resolusi
spasialnya.

6
sumber gambar : MTNugroho

Pengertian lain menyebutkan bahwa resolusi spasial ialah luas suatu


objek di bumi yang diukur dalam satuanp piksel pada citra satelit. Apabila
suatu objek dilakukan pengambilan gambar yang mempunyai ukuran luas
aslinya 30m x 30m ditampilkan pada citra satelit dengan ukuran 1 piksel
maka citra satelit tersebut mempunyai resolusi spasial 30m. Dengan kata
lain apabila citra mempunyai resolusi spasial 30m, maka 1 piksel pada
citra satelit mewakili luasan aslinya berukuran 30m x 30m. Jadi semakin
kecil ukuran asli suatu objek tersebut dalam 1 piksel pada citra satelit
maka semakin jelas dan detail tampilan objek tersebut Pada citra satelit.
Seperti halnya data citra digital Worldview 2 yang mempunyai resolusi
spasial 0,46m yang berarti setiap 1 piksel ukuran objek pada citra
Worldview 2 mewakili 0,46m x 0,46m ukuran nyata objek tersebut,
begitu juga dengan citra Worldview 1 yang mempunyai resolusi spasial
0,5m dan citra quickbird yang mempunyai resolusi spasial 0,6m, tentu

7
sangat jelas dan detail sekali tampilan objek tersebut. Dengan resolusi
spasial tinggi yang dimiliki citra digital Worldview 2, Worldview 1, dan
Quickbird sangat membantu kita dalam mengidentifikasi semua objek
spasial yang ada di muka bumi.

4. Model Geometris Sensor / Koreksi Geometris


Geometrik merupakan posisi geografis yang berhubungan dengan
distribusi keruangan (spatial distribution). Geometrik memuat informasi
data yang mengacu bumi (geo-referenced data), baik posisi (system
koordinat lintang dan bujur) maupun informasi yang terkandung di
dalamnya.
Menurut Mather (1987), koreksi geometrik adalah transformasi citra
hasil penginderaan jauh sehingga citra tersebut mempunyai sifat-sifat peta
dalam bentuk, skala dan proyeksi. Transforamasi geometrik yang paling
mendasar adalah penempatan kembali posisi pixel sedemikian rupa,
sehingga pada citra digital yang tertransformasi dapat dilihat gambaran
objek dipermukaan bumi yang terekam sensor. Pengubahan bentuk
kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan
hasil transformasi ini. Tahap ini diterapkan pada citra digital mentah
(langsung hasil perekaman satelit), dan merupakan koreksi kesalahan
geometric sistematik. Koreksi geometrik yang biasa dilakukan adalah
koreksi geometrik sistematik dan koreksi geometric presisi.
Masing-masing sebagai berikut.
a. Koreksi geometrik sistematik melakukan koreksi geomertri dengan
menggunakan informasi karakteristik sensor yaitu orientasi internal
(internal orientation) berisi informasi panjang focus system optiknya
dan koordinat titik utama (primary point) dalam bidang citra (image
space) sedangkan distorsi lensa dan difraksi atmosfer dianggap kecil
pada sensor inderaja satelit, serta orientasi eksternal (external
orientation) berisi koordinat titik utama pada bidang bumi (ground
space) serta tiga sudut relative antara bidang citra dan bidang bumi.

8
b. Koreksi geometrik presisi pada dasarnya adalah meningkatkan ketelitian
geometric dengan menggunakan titik kendali / control tanah (Ground
Control Point biasa disingkat GCP). GCP dimaksud adalah titik yang
diketahui koordinatnya secara tepat dan dapat terlihat pada citra inderaja
satelit seperti perempatan jalan dan lain-lain.
Koreksi geometrik citra dapat dilakukan dalam empat tahap yang mencakup
sebagai berikut:
a. Memilih metode setelah mengetahui karakteristik kesalahan geometrik
dan tersedianya data referensi. Pemilihan metode tergantung pada jenis
data (resolusi spasial), dan jenis kesalahan geometric (skew, yaw, roll,
pitch) data.
b. Penentuan parameter yang tidak diketahui didefinisikan dari persamaan
matematika antara system koordinat citra dan system koordinat
geografis, untuk menentukan menggunakan parameter kalibarasi data
atau titik control tanah.
c. Cek akurasi dengan verifikasi atau validasi sesuai dengan criteria,
metode, dan data citra, maka perlu dicari solusinya agar diperoleh tingkat
ketelitian yang lebih baik. Solusinya dapat dilakukan dengan
menggunakan metode lain, atau bila data referensi yang digunakan tidak
akurat atau perlu diganti.

9
d. Interpolasi dan resampling untuk mendapatkan citra geocoded presisi
(akurat). Beberapa pilihan Geocoding Type yang sudah tersedia pada
perangkat lunak, seperti Tryangulation, Polynomial, Orthorectify using
ground control poinr, Orthorectify using exterior orientation, Map to
map projection, Point registration, Rotation. Kegunaan setiap
tipe geocoding adalah (a) Tryangulation untuk koreksi geometric data
yang mengalami banyak pergeseran skew dan yawa, atau data yang tidak
sama ukuran pixelnya pada satu set data. (b) Polynomial untuk koreksi
geometrik data citra yang mengalami pergeseran linear, ukuran pixel
sama dalam satu set data resolusi spasial tinggi dan rendah.
(c) Orthorectify untuk mengoreksi citra secara geometris, berdasarkan
ketinggian geografisnya. Koreksi geometrik jika tidak
menggunakan Orthorectify, maka puncak gunung akan bergeser
letaknya dari posisi sebenarnya, walaupun sudah dikoreksi secara
geometerik. (d) Rotation untuk koreksi geometrik citra karena terjadi
pergeseran citra yang terputar, baik searah jarum jam maupun
sebaliknya.

10
Teknik koreksi geometrik triangulasi dilakukan koreksi secara linear
dalam setiap segitiga yang dibentuk oleh tiga GCP dan daerah yang
mempunyai kesalahan geometric besar diberikan GCP lebih banyak.
Persyaratan pengambilan titik di lapangan adalah (a) teridentifikasi jelas
pada citra satelit, (b) wilayah harus terbuka agar tidak terjadi multipath, (c)
permukaan tanah stabil, tidak pada daerah yang sedang atau akan
dibangun, (d) Lokasi pengukuran aman dan tidak ada gangguan.

5. Konsep Penyimpanan Data Pengindraan Jauh


Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan
ditampilkan dengan basis logika biner. Citra digital ini dapat dihasilkan
dengan bantuan pemindai (scanner) walaupun pada saat ini sudah kerap
dihasilkan oleh berbagai macam kamera digital yang murah bahkan yang
terintegrasi dengan telepon seluler sekalipun. Citra digital penginderaan
jauh dieproleh dari sistem perekaman melalui sensor yang dipasang pada
wahanna, seperti pesawat terbang ataupun satelit. Citra digital
penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan
permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan yang diperoleh melalui
proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran (emittance), ataupun
hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor
optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana (platform), baik
wahana di menara (crane), pesawat udara maupun wahana ruang angkasa.

Citra digital memiliki cara penyimpanan tersendiri. Informasi dengan basis


8 bit disimpan dalam byte. Byte adalah satuan informasi yang terdiri dari 8
bit. Untuk sistem 8 bit (=1 byte), tiap data (piksel) akan disimpan dalam
byte yang terpisah. Dengan kata lain, tiap 1 piksel akan disimpan sebagai 1
byte. Nilai 1 kilobyte (1KB) sama dengan nilai 210 = 1024. Jika suatu citra
terdiri atas 500 kolom dan 1200 baris piksel maka dibutuhkan kapasitas
penyimpanan sebesar 500 x 1200 = 600.000 byte.

11
Sistem penyimpanan citra dengan baris-kolom piksel disebut dengan
sistem raster. Sistem ini walaupun tiap unsur datanya disimpan dengan
lokasi yang yang jelas dan konsisiten sehingga diaktakan sederhana tetapi
boros tempat. Hal ini menyebabkan dikembangkanlah variasi cara
penyimpanannya, meskipun masih dalam format raster. Berikut merupakan
beberapa variasi cara penyimpanan citra digital:

1. Penyimpanan data raster secara raster penuh.

a. Band Sequential (BSQ)


Format BSQ, citra yang dihasilkan dari setiap saluran disimpan
sebagai berkas (file) yang terpisah. Urutan penyimpanan data
dilakukan mulai dari baris pertama saluran 1, baris kedua, baris
ketiga, … baris terakhir. Data ini disimpan sebagai sebagai file
saluran 1. Dilanjutkan dari baris pertama untuk saluran 2 hingga
baris terakhir pula. Jadi, jika terdapat 3 saluran maka dihasilkan 3
berkas citra.

b. Band Interleaved by Line (BIL)


Format BIL, penyimpanan dilakukan dari baris pertama saluran
pertama yang dilanjutkan dengan baris pertama pada saluran 2 lalu
dilanjutkan dengan baris pertama pada saluran 3, begitu seterusnya
sebanyak jumlah saluran yang dimiliki. Setelah itu, dilanjutkan
dengan baris kedua saluran 1 dan seterusnya seperti pola pada
baris pertama. Begitu seterusnya sampai baris terakhir pada
saluran terakhir. Seluruh data citra disimpan sebagai satu berkas.

c. Band Interleaved by pixel (BIP)


Format BIP, penyimpanan tipe ini ada kemiripan dengan tipe BIL
yang berbasis baris (line) hanya saja basisnya ialah per piksel.

12
Penyimpanan dimulai dari piksel pertama pada saluran 1 yang
dilanjutkan dengan piksel pertama pada saluran dua lalu begitu
seterusnya sampai pada saluran terakhir. Dilanjutkan dengan
piksel kedua pada saluran pertama dan dilanjutkan sama dengan
pola pada piksel pertama sebelumnya. Serupa dengan BIL,
seluruh data citra disimpan sebagai satu berkas.

2. Penyimpanan data raster secara raster terkompresi.


a. Run-length Encoding (RLE )
Pada ketiga format sebelumnya, yaitu BSQ, BIL, dan BIP hanya
mengalami perubahan sistematika cara penyimpanan data citra
multisaluran tanpa ada perubahan ukuran (jumlah byte) data.
Format RLE, memberikan kelebihan berupa jumlah byte citra
yang dapat dimampatkan tanpa mengurangi kandungan
informasinya. Prinsip penyimpanannya ialah dengan
mengekspresikan kembali jumlah piksel yang berurutan dengan
nilai yang sama sebagai satu pasangan nilai. Ilustrasinya ialah
apabila pada satu baris pelarikan terdapat beberapa piksel dengan
nilai sama maka nilai-nilai ini tidak perlu berulang kali disimpan
sebagai byte terpisah sehingga apabila kenampakan objek pada
citra relatif homogen akan dapat disimpan dengan lebih efisien
dan ukuran byte yang lebih kecil.

b. Block Encoding (Quadtree)


Hampir menyerupai dengan RLE, namun perbedaannya terletak
pada dimensionalnya. Untuk RLE hanya sepanjang baris saja
tetapi block encoding secara dua dimensonal (baris juga kolom).
Area dengan piksel-piksel bernilai sama diwakili oleh satu nilai.
Hal ini membuat ukuran byte yang dihasilkan akan lebih kecil
dibandingkan metode RLE dengan menggunakan citra yang sama.
Walaupun RLE dan block encoding memiliki kelebihan ukuran

13
jumlah byte yang lebih kecil dibandingkan BSQ, BIL, dan BIP
tetapi juga memiliki kelemahan, yaitu apabila satu nilai piksel
rusak maka akan merusak nilai lainnya juga pada satu baris (RLE)
dan satu area (quadtree) yang diwakili.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang
diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek,
daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kiefer, 1979). Citra adalah
gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang
dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik
dan dipasang pada wahana.
Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data
sumber daya alam dan lingkungan. Komponen Penginderaan Jauh yaitu :
sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek di permukaan bumi,
sensor, sistem pengolahan data, dan dan berbagai penggunaan data.
Penginderaan jauh dapat dibedakan menjadu dua bentuk yaitu penginderaan
jauh system pasif yang menggunakan energi yang berasal dari obyek. Energi
dapat berupa pantulan dari sumber lain, yang dalam hal ini umumnya adalah
matahari dan penginderaan jauh system aktif yang menggunakan energi yang
berasal dari sensor tersebut.
Interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa
gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu seperti Geologi,
Geografi, Ekologi, Geodesi dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam menginterpretasikan citra dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a. Deteksi ialah pengenalan objek yang mempunyai karakteristik tertentu
oleh sensor.
b. Identifikasi ialah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan.
c. Analisis ialah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terinci.
Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali
objek disebut unsur interpretasi citra yang meliputi : rona/ warna, ukuran,
bentuk, pola, tekstur, bayangan, situs, asosiasi, dan konvergensi bukti.

15
B. Saran
Teknologi sudah semakin maju, penginderaan jauh yang awalnya hanya
menggunakan citra foto udara dengan wahana balon udara kini telah banyak
dikembangkan dengan munculnya citra satelit yang tentu saja cara kerjanya
lebih canggih. Penggunaan citra satelit hendaknya lebih di dikembangkan lagi
dan pemanfaatanya lebih dioptimalkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro, P. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Penerbit ANDI.


Yogyakarta.

Danoedoro Projo. 1996. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta. Fakultas Geografi


Universitas Gadjah Mada.

Petunjuk Praktikum Pemrosesan Citra Digital. 2009. Prodi Karotgrafi dan


Penginderaan Jauh Fakultas Geografi UGM.

Purwadhi Sri Hardiyanti, Sanjoto Tjaturahono. 2009. Pengantar Interpretasi


Citra Penginderaan Jauh. Semarang. Pusat Data Penginderaan Jauh
LAPANdan JurusanGeografi UN

Anda mungkin juga menyukai