Anda di halaman 1dari 3

A.

Dampak
Salah satu dampak skandal dari Parmalat adalah anjloknya pasar saham perusahaan
(€1.800.000.000 sebelum skandal) – saham menjadi hampir tidak berharga dan nilai
nominal hanya 20% yang dialokasikan untuk obligasi. Ini merupakan penurunan yang
sangat tajam.
Berbagai pihak yang terkena dampak dari kasus Parmalat, karyawan di berbagai
Negara yang kehilangan pekerjaan mereka, peternak sapi perah di Brasil dan Australia tidak
dibayar untuk pengiriman susu. Di tahun 2005, Parmalat direstrukturisasi dan kembali
mencatatkan diri di Milan Stock Exchange setelah mulai dengan berbagai bisnis senilai
€2.950.000.000 dan kapitalisasi pasar senilai €5.000.000.000.
Untuk memastikan menjadi perusahaan yang berkembang, perubahan utama adalah
memperbaiki kesalahan pemerintahan perusahaan terdahulu untuk menunjukkan
transparansi perusahaan. Selanjutnya, biro dibentuk untuk memantau pasar keuangan Italia.
Italia membentuk kelompok pengawas yang sebelumnya dibentuk oleh US Public
Company Accounting Oversight Board setelah skandal seperti Enron, WorldCom, dll.
Beberapa praktek lain yang diperkenalkan adalah pernyataan yang dibuat oleh auditor pada
praktek akuntansi internal perusahaan masing-masing, yang bernama Basle II dan aturan
mengenai kecukupan modal yang menggeser resiko kredit, mengingat berbagai resiko
keuangan 15 tahun terakhir.
Pada kenyataannya, Parmalat adalah merek konsumen global yang merupakan salah
satu alasan untuk skandal yang dramatis dan diberi julukan “Enron Eropa”. Skandal ini
juga telah diberi label sebagai salah satu penipuan keuangan yang terbesar dalam sejarah
Eropa. Sistem keuangan perusahaan benar-benar sangat tidak transparan dan sulitnya
menghitung tingkat kewajiban perusahaan yang sebenarnya.

Dari kasus tersebut, dapat terlihat bahwa Parmalat tidak menjalankan bisnisnya secara
etis. Mereka tidak menunjukkan integritas karena tidak melakukan apa yang mereka telah
janjikan, yaitu membayar utang mereka kepada pemberi pinjaman dan memberi pembagian
untung kepada shareholders. Untuk menjadi entitas yang berintegritas, perusahaan harus
menyatakan secara bertanggung jawab apabila tidak dapat memenuhi kewajiban dan perjanjian
mereka. Seharusnya Parmalat menyatakan kepada publik, terutama investor ketika mereka
mengalami penurunan kinerja dan kesulitan untuk membayar utang. Sebaliknya, mereka
menutupi informasi tersebut dengan kebohongan yaitu melakukan manipulasi informasi
keuangan. Hal ini justru menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.
Parmalat juga tidak memiliki good corporate governance dan etika bisnis yang baik,
karena terlihat bahwa adanya manipulasi antar eksekutif dan pihak eksternal lain secara besar-
besaran. Ini menunjukkan bahwa budaya perusahaan tidak mendorong keterbukaan, kejujuran,
dan integritas sehingga tidak dapat mencegah insentif berbagai pihak untuk melakukan
kecurangan. Terlebih lagi sikap yang tercela dan tindakan fraud ini dilakukan salah satunya
oleh pendiri perusahaan yang seharusnya dihormati dan menjadi contoh bagi karyawan lainnya.
Sebagian besar eksekutif juga ikut terlibat, dimana mereka memiliki tanggung jawab untuk
menurunkan budaya positif dan integritas ke karyawan yang berada di bawahnya.

Pengawasan dari komisaris dan komite audit juga sangat lemah. Hal ini dikarenakan
sebagian besar anggota board Parmalat adalah keluarga dan kerabat Calisto Tanzi. Menurut
orang dalam yang terlibat dengan komisaris, para anggota sebenarnya melihat kejanggalan di
keuangan Parmalat jauh sebelum kebangkrutan terjadi, namun mereka memilih untuk diam
karena adanya subjektivitas akibat hubungan kekeluargaan tersebut. Para anggota juga pernah
meminta Tanzi untuk menaikkan anggotan independen ke komisaris, namun hal ini ditolak oleh
Tanzi dan anggota komisaris pun tidak lagi membahasnya. Kurangnya anggota independen
pada dewan komisaris, juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak menjalankan prinsip
corporate governance yang baik, dan design dari usahanya tidak etis karena ada unsur
kesengajaan untuk memberi kelongaaran bagi esksekutif untuk melakukan kecurangan.

Parmalat mengambil keputusan yang menguntungkan secara jangka pendek yaitu cara
untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan perusahaan tanpa mempertimbangkan dampak
jangka panjangnya. Mereka tidak memperhatikan kepentingan shareholders dan perusahaan
secara jangka panjang, dimana kedua pihak tersebut yang paling dirugikan. Hal ini
menunjukkan bahwa para eksekutif Parmalat hanya memandang perusahaan sebagai tempat
mencari profit jangka pendek. Mereka tidak memiliki contribution ethics atau insentif untuk
memberi manfaat yang signifikan secara jangka panjang bagi perusahaan, shareholders, dan
komunitas.

Seharusnya kurangnya independensi dari komisaris menjadi red flag bagi pengawas
pasar modal dan regulator di Italia, karena sangat rawan dengan fraud. Para regulator
seharusnya dapat melihat bahwa design usaha dari Parmalat tidak mendukung integritas.
Berbagai pihak menyatakan bahwa tindakan fraud yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan
sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, namun baru terungkap pada tahun 2003. Ini dikarenakan
adanya kolusi besar-besaran dengan banyak pihak yang menyebabkan sulitnya terungkap kasus
yang disebut sebagai Enronnya Eropa. Oleh karena itu, sulit bagi regulator untuk menjadi
pemikul tanggung jawab kepatuhan perusahaan terhadap regulasi, meskipun mereka
seharusnya juga melakukan pengawasan dengan lebih teliti. Hal ini mengharuskan perusahaan
yang mengambil tanggung jawab untuk menjunjung tinggi integritas dan etika bisnis yang baik.

Anda mungkin juga menyukai