Elbow joint atau sendi siku merupakan gabungan dari 3 sendi. Dua sendi
pertama adalah sendi yang secara tradisional dianggap sebagai pembentuk siku:
sendi humeroulnar (sendi engsel dengan artikulasi antara troklea dari kondilus
humeri dan trochlear notch dari ulna) dan sendi humeroradial (sendi antara
kapitulum kondilus humeri dan cekungan superior dari kepala radius). Sendi yang
ketiga adalah artikulasi antara kepala radius dan insisura radius ulna. Sendi siku
terdiri dari ujung distal tulang humerus dan ujung proksimal tulang radius dan
ulna.1
Ketiga sendi ini, memungkinkan fleksi dan ekstensi siku, serta supinasi
dan pronasi lengan bawah dan pergelangan tangan. Ketika siku berada dalam
posisi anatomis, axis panjang dari lengan bawah biasanya memiliki
kecenderungan lateral atau valgus di siku sekitar 19º dari axis panjang humerus.
Sudut ini menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita, tetapi
meningkat signifikan seiring bertambahnya usia menjadi dewasa.2
Humerus memiliki lekukan kecil tepat pada superior dari anterior
kondilus, fosa radial (lateral) dan fosa koronoideus (medial) memungkinkan
humerus untuk menempel dengan kepala radius dan prosesus koronoideus ulna
ketika melakukan fleksi penuh. Pada bagian sentral dari humerus posterior di atas
troklea dari kondilus humeri terdapat fosa olecranon, yang memungkinkan
humerus untuk menempel dengan olecranon ulna ketika melakukan ekstensi.3
Sendi siku memiliki membran sinovial yang melapisi kapsul sendi yang
berdampingan antara sendi engsel dan sendi radioulnar. Lapisan sinovial
menutupi permukaan internal dari kapsul sendi fibrosa dan permukaan
nonarticular dari sendi intrakapsul. Aspek superior dari kapsul sendi dimulai dari
superior fossa koronoideus dan olekranon dan berlanjut ke bagian inferior,
melapisi hingga proksimal artikulasi radius-ulna.3
Di medial, kapsul sendi menebal untuk membentuk ligamen kolateral
medial atau ulnaris, yang memanjang dari epikondilus medialis humerus ke
1
koronoid dan olekranon ulna. Ligamen kolateral ulna adalah penebalan segitiga
dengan tiga pita utama.3
Gambar 1. Ligamen sendi siku pada posisi fleksi 90° tampak medial dan lateral
Otot-otot
Otot-otot yang berfungsi dalam gerakan sendi siku terdiri dari otot fleksor-
ekstensor, pronator dan supinator.4,5,6
1) Otot-otot fleksor
a) Otot Biceps Brachii
Origo : Caput brevis ujung procesus Coracoideus scapulae.
2
Insersio : Tuberositas radii.
Persarafan : N. Musculocutaneus (C5,C6).
Fungsi Utama : Supinasi lengan bawah dan fleksi siku.
b) Otot Brachialis
Origo : Proximal supracondylaris lateralis.
Insersio : Tuberositas ulna.
Persarafan : N. Musculocutaneus (C5,C6).
Fungsi Utama : Fleksi siku.
c) Otot Brachioradialis
Origo : Tuberculum infiaglenoidale scapula
Insersio : Tuberositas radii.
Persarafan : N. Radialis (C6,C7)
Fungsi Utama : Fleksi siku.
2) Otot-otot ekstensor
a) Otot triceps brachialis
Origo : Caput longum pada tuberositas glenoidalis, Caput medial pada
septum intermuscular, Caput lateral melekat pada dorsal sulcus
nervus radialis.
Insersio : Proximal olecranon.
Persarafan : N. Radialis (C6,C7)
Fungsi Utama : Extensi siku
b) Otot Anconeus
Origo : Epicondylus lateral humeri.
Insersio : Permukaan posterior ulna.
Persarafan : N. Radialis (C6,C7)
Fungsi Utama : Extensi siku
3
Insersio : Permukaan lateral radius
Persarafan : N. Medianus (C6,C7)
Fungsi Utama : Pronasi siku
b) Otot Pronator Quadratus
Origo : ¼ distal permukaan anterior ulna
Insersio : ¼ distal permukaan anterior radius
Persarafan : N. Medianus (C6,C7)
Fungsi Utama : Pronasi siku
Gambar 2. Gambaran otot yang berperan pada posisi pronasi dan supinasi
4
Artikulasi humeroulnar dan humeroradial dari sendi siku dipersarafi oleh
nervus muskulokutaneus, radialis, dan ulnaris. Di bagian anterior, sisi lateral sendi
siku diliputi oleh dermatom C6, wilayah yang lebih medial diliputi oleh dermatom
C5 dan T1, dan aspek medial diliputi oleh dermatom C8. Di bagian posterior, sisi
lateral diliputi oleh dermatom C6 dan dermatom C8 di medial dibagi di tengah
oleh dermatom C7.4,5
Nervus kutaneus lateralis inferior di lengan dan nervus kutaneus posterior
di lengan bawah adalah saraf sensorik dari siku lateral. Saraf kutaneus medial di
lengan bawah, melalui cabang ulnarisnya (posterior) dan cabang anteriornya,
memberikan sensasi pada sisi medial siku. Di sepanjang sisi anterior dari siku, di
fosa kubiti, diberi sensasi oleh cabang sensorik dari saraf muskulokutan (nervus
kutaneus lateralis di lengan bawah).7
Vaskularisasi
a) Arteri Brachialis
Arteri brachialis adalah pemasok arteri utama untuk lengan atas. Arteri
brachialis adalah lanjutan dari arteri axillaris, dimana arah perjalanan sesuai
dengan satu garis pemukaan ulnaris. Bagian proximal arteri brachialis di sebelah
medial dan otot-otot coracobrachialis serta cabang-cabangnya member nutrisi
pada otot-otot di sekitarnya.4
b) Vena Cephalica
Vena melintasi ke proksimal pada fescia superficialis, mengikuti tepi
lateral pergelangan tangan dan pada permukaan antero lateral lengan bawah dan
lengan atas. Disebelah proksimal vena cephalica melintasi antara musculus
deltoideus dan musculus pectoralis dan memasuki trigonum delto pectrole, lalu
bergabung dengan vena axilaris.4
c) Vena Basilica.
Vena yang melintasi pada fascia superficialis disisi medialis lengan bawah
dan bagian distal lengan atas. Vena basilica lalu menembus fascia superficialis
5
dan melintasi ke dalam dan ke proksimal sampai lekuk ketiak untuk bergabung
dengan vena brachialis, membentuk vena axilaris.4
d) Vena Media cubiti.
Vena ini merupakan pembuluh penghubung antara vena basilica dan vena
cephalica sebelah depan daerah fossacubiti.4
6
BAB II
FRAKTUR SENDI SIKU
2.1 Etiologi
Terdapat sejumlah jenis patah tulang yang sering terjadi di sendi siku.
Meskipun beberapa dari fraktur ini biasanya terisolir (tidak ada luka lain), fraktur
ini dapat menjadi bagian dari cedera siku yang lebih kompleks.8
7
Nyeri saat disentuh
Mati rasa dalam satu atau lebih jari
Nyeri saat melakukan pergerakan sendi
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi menurut Müller:
- Fraktur Humerus Distal
8
Fraktur Extraartikular
Fraktur Interkondilar
Fraktur interkondilar terjadi ketika fragmen condylus terpisah.
Fraktur Supracondylar
Fraktur supracondylar adalah fraktur siku yang paling umum terjadi pada anak-
anak (60%) dengan rata-rata usia 6,7 tahun dan jarang terlihat setelah usia 15
tahun.11
9
Gambar 5. Gambaran radiologis fraktur supracondylar
10
Gambar 6. Cubitus varus
11
Fraktur Supracondylar Tipe Ekstensi
Sembilan puluh lima persen dari fraktur supracondylar merupakan tipe
ekstensi yang mengalami dislokasi ke posterior akibat kekuatan ekstensi.
Fraktur Tipe I – Tanpa dislokasi
Fraktur Tipe II – Dislokasi dengan korteks posterior masih utuh
Fraktur Tipe III – Dislokasi dengan anterior dan posterior korteks yang terganggu
Manajemen fraktur tipe I terdiri dari imobilisasi dengan siku dalam posisi
fleksi, sedangkan pada fraktur tipe II dan III umumnya dilakukan reduksi tertutup
diikuti oleh fiksasi pin. Fraktur tipe III memiliki dislokasi yang signifikan dan
memiliki insidensi cedera neurovaskular yang tinggi.
12
Pada fraktur tipe II terdapat beberapa pilihan pengobatan. Untuk fraktur di
mana garis humerus anterior tidak berpotongan capitellum, reduksi mungkin tidak
diperlukan dan imobilisasi segera dengan cast dalam posisi fleksi 90 derajat
merupakan hal yang tepat. Reduksi tertutup harus dipertimbangkan secara serius
untuk fraktur dengan dislokasi moderate saat garis humerus anterior melewati
anterior capitellum. Bila pasien dengan pembengkakan siku yang minimal
tersebut kooperatif, reduksi tertutup dengan lembut dapat dilakukan di bawah
anestesi regional atau sedasi di unit gawat darurat, dan fraktur harus diimobilisasi
dalam cast di atas siku dengan posisi flexi yang cukup untuk mempertahankan
reduksi fraktur. Jika ada pembengkakan, selalu perhatikan hasil pemeriksaan
neurovaskular. Pemeriksaan ini sangat penting saat akan melakukan imobilisasi
flexi lebih dari 100 derajat.18
Fraktur displaced atau angulated tipe II dapat berhubungan dengan cedera
neurovaskular. Pemeriksaan neurologis dan vaskular yang dilakukan dan
didokumentasikan dengan cermat merupakan hal yang sangat penting.
Pembengkakan dapat menyebabkan tidak aman atau tidak mungkinnya untuk
melakukan flexi siku yang cukup sehingga reduksi fraktur sulit dipertahankan.
Dalam situasi seperti itu, reduksi tertutup dan pin perkutan diindikasikan untuk
mempertahankan reduksi fraktur tanpa mengorbankan integritas neurovaskular
ekstremitas. Fraktur dengan angulasi moderat atau berat juga dapat dikaitkan
dengan impaksi kolum medial, impaksi kolum lateral, atau rotasi . Jika tidak
dikenali, salah satu dari ketiga variasi ini dapat menyebabkan malunion dan
deformitas angular.18
Dislokasi lengkap dari fraktur supracondylar humerus secara intrinsik
tidak stabil, dan dapat menyebabkan pembengkakan yang berat dan sering
dihubungkan dengan cedera neurovaskuler. Hal inilah yang menyebabkan
penatalaksanaan dari fraktur tipe III menjadi tantangan.18
13
Fraktur Epikondilus Medial
14
sering sulit dibedakan dengan fraktur epikondilus medial. Dislokasi fraktur yang
minimal biasanya dicor, sedangkan fraktur dengan dislokasi yang lebih jauh
biasanya membutuhkan reduksi terbuka atau reduksi tertutup dengan fiksasi pin.15
Fraktur Intraartikular
Fraktur troklea
Fraktur troklea yang terisolasi jarang terjadi dan biasanya berhubungan
dengan cedera siku lainnya. Fraktur troklea tanpa dislokasi biasanya dikelola
dengan splint posterior, sedangkan fraktur disertai dislokasi membutuhkan
manajemen bedah.15
Fraktur capitellum
Fraktur capitellum yang terisolasi jarang terjadi karena sering terjadi pada
dislokasi siku posterior atau bersamaan dengan fraktur kepala radius. Mekanisme
15
terjadinya biasanya akibat jatuh pada posisi tangan yang hiperekstensi.
Tatalaksana bedah sering diindikasikan pada kasus ini.
Fraktur olekranon
Mekanisme ini biasanya terjadi akibat pukulan langsung atau jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Garis fraktur biasanya melintang, melewati ke
16
trochlear notch. Cedera saraf ulnaris sering terjadi pada fraktur olekranon ini.
Pasien menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan ekstensi siku dengan
aktif, bersamaan dengan adanya dengan nyeri seperti ditusuk di olecranon.15
2.5 Penatalaksanaan
Klasifikasi Mason merupakan klasifikasi yang paling sering digunakan
untuk menangani fraktur.17
Class I – Non-displaced
- Umumnya fraktur yang kecil dan bergaris tipis sehingga mudah terlewati
- Mungkin tidak terlihat pada X-ray (terlihat jika X-ray dilakukan 3 minggu
setelah cedera)
- Dapat mengalami dislokasi jika terlalu banyak pergerakan
Class II – Marginal head fracture
- Splinting 1 – 2 minggu
- Sedikit mengalami dislokasi dan melibatkan bagian terbesar dari tulang
- Mungkin membutuhkan tindakan operatif untuk membuang fragmen kecil
17
- Jika fragmen lebih besar, tindakan operatif dilakukan dengan pin dan
screw
- Untuk pasien geriatri, dilakukan pembuangan bagian yang rusak atau
bahkan keseluruhan kepala radius.
Class III – Comminuted
- Lebih dari tiga fragmen tulang
- Cedera yang signifikan pada sendi dan ligamen
- Pembedahan dibutuhkan untuk membuang fragmen dan mengembalikan
kerusakan jaringan lunak
- Prostesis dapat digunakan untuk mencegah deformitas
Class IV – Dengan dislokasi siku
- Dislokasi ditatalaksana lebih dahulu, lalu kemudian fraktur
- Biasanya komplikasi lain yang terlibat antara lain robekan ligamen atau
fraktur siku lainnya.
Tatalaksana Nonbedah
Fraktur kelas I dan kelas II biasanya dirawat secara konservatif dengan
imobilisasi. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) diindikasikan untuk
fraktur yang disertai dislokasi seperti seperti fraktur kelas II (displaced), kelas III,
dan kelas IV. Ring et al menunjukkan bahwa fraktur yang melibatkan seluruh
kepala radial harus ditatalaksana dengan dengan artroplasti dari pada ORIF
fiksasi internal. Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan untuk fraktur
comminuted minimal dengan tiga fragmen artikular atau kurang.17
Beberapa fraktur sendi siku hanya membutuhkan sling untuk menahan
siku di tempatnya selama proses penyembuhan. Namun perlu dilakukan monitor
penyembuhan fraktur melalui follow up dengan sinar-X yang cukup sering. Jika
tidak ada fragmen tulang yang mengalami dislokasi setelah beberapa minggu,
pasien dapat diperbolehkan untuk mulai menggerakkan sendi siku. Akan tetapi
pasien tetap tidak diperbolehkan untuk mengangkat sesuatu dengan lengan yang
terluka selama beberapa minggu.8
18
Pendekatan non bedah pada fraktur olekranon mungkin memerlukan
jangka waktu yang lama. Siku mungkin menjadi sangat kaku dan membutuhkan
waktu yang lebih lama dari terapi setelah gips dilepas untuk mendapatkan kembali
kemampuan gerak. Jika fraktur mengalami pergeseran, pasien mungkin
memerlukan pembedahan untuk melakukan reposisi.
Tatalaksana Bedah
Pendekatan bedah tergantung dari struktur yang terlibat. Jika ulna atau sisi
siku medial perlu ditatalaksana, digunakan pendekatan posterior untuk insisi. Jika
hanya kepala radius yang perlu ditatalaksana, dilakukan sayatan lateral. Screw
dari beberapa kedalaman yang berbeda, Herbert screw (screw tanpa kepala),
Kirschner wire kecil, dan/atau pin bioabsorbable mungkin dapat digunakan jika
fraktur tidak melibatkan leher radius. Namun, jika leher radius terlibat, maka plate
kecil perlu digunakan. Graft tulang autogenous dapat diambil baik dari
epikondilus lateral atau olekranon jika perlu. Ketika menggunakan screw, sudut
penempatan perlu dipertimbangkan agar tidak menghalangi sendi radioulnar untuk
gerakan pronasi dan supinasi. Setiap kerusakan lainnya (antara lain ligamen yang
mengalami robekan) dilakukan pembedahan untuk dilakukan penjahitan.
2.6 Follow Up
Setelah operasi, pada siku pasien dapat dilakukan splint atau cor untuk
sementara waktu. Obat nyeri juga dapat diberikan. Pembukaan jahitan dilakukan
10 sampai 14 hari setelah operasi. Pembatasan gerakan dari pengangkatan benda
oleh lengan yang cedera selama dilakukan setidaknya selama enam minggu.
Latihan gerak untuk siku dan lengan bawah harus dimulai segera setelah operasi,
kadang-kadang hari-hari pertama setelah operasi. Beberapa pasien mungkin tidak
dapat meluruskan siku yang mengalami cedera setelah operasi, untuk itu
diperlukan bantuan dari orang lain untuk membantu proses mobilisasi. Pemulihan
kekuatan kadang memakan waktu lebih dari 6 bulan setelah operasi.8
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Beals RK. 1976. The normal carrying angle of the elbow. A radiographic
study of 422 patients. Clin Orthop Relat Res. Sep 1976;119:194-6.
2. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
3. Stephen Kishner. Elbow Joint Anatomy. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com pada tanggal 21 Januari 2014.
4. Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed.
6. Jakarta: EGC
5. Reinhard Putz. 2008. Sobotta Atlas of Human Anatomy Single Volume
Edition: Head, Neck, Upper Limb, Thorax, Abdomen, Pelvis, Lower Limb
14th Ed. USA: Urban & Fischer.
6. Frank H. Netter. 2003. Interactive Atlas of Human Anatomy. USA: Icon
Learning Systems.
7. Faubel C. Posterior Interosseus Nerve. The Pain Source. Diakses dari
http://www.thepainsource.com pada tanggal 21 Januari 2014.
8. AAOS. Elbow (Olecranon) Fractures. Diakses dari
http://orthoinfo.aaos.org pada tanggal 21 Januari 2014.
9. Shearman C, el-Khoury GY. Pitfalls in the radiologic evaluation of
extremity trauma: Part 1. The upper extremity. Am Fam Physician.
1998;58:1298.
10. Gupta R. Intercondylar fractures of the distal humerus in adults. Injury.
Oct 1996;27(8):569-72.
11. Wilkins KE. Fractures and dislocations of the elbow region. In: Rockwood
CA, Wilkins KE, King RE, ed.Fractures in Children. 4th ed. Philadelphia:
JB Lippincott; 1996:653.
12. Brown IC, Zinar DM. Traumatic and iatrogenic neurological
complications after supracondylar humerus fractures in children. J Pediatr
Orthop. Jul-Aug 1995;15(4):440-3
13. Geiderman JM. Humerus and elbow. In: Marx JA. Marx: Rosen's
Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 6th ed.
Philadelphia: Mosby; 2006:Chap 49.
14. Harris IE. Supracondylar fractures of the humerus in
children. Orthopedics. Jul 1992;15(7):811-7.
15. Nicholson DA, Driscoll PA. ABC of emergency radiology. The
elbow. BMJ. Oct 23 1993;307(6911):1058-62.
16. Skaggs D, Pershad J. Pediatric elbow trauma. Pediatr Emerg Care. Dec
1997;13(6):425-34.
17. Chuong Pho, Joe Godges. Elbow – Open reduction internal fixation.
Diakses dari http://xnet.kp.org pada tanggal 21 Januari 2014.
18. Bernard F. Morrey. 2009. Morrey’s The Elbow and Its Disorders 4th Ed.
USA: Elsevier Saunders.
20