Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
saya dapat menyelesaikan referat pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan
penunjang kasus forensik ini. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas untuk
memenuhi nilai dalam Blok forensik dan medicolegal.

Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu diharapkan bantuan dari
dosen pembimbing serta rekan-rekan mahasiswa untuk memberikan saran dan
masukan yang berguna bagi penulis.

Lepas dari segala kekurangan yang ada, kami berharap semoga referat ini
membawa manfaat bagi kita semua.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................3
B. Tujuan.................................................................................................................4
C. Manfaat...............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................5
A. Pemeriksaan Histopatologi.................................................................................5
B. Pemeriksaan Toksikologi....................................................................................8
C. Pemeriksaan Analisa DNA...............................................................................15
BAB III PENUTUP.....................................................................................................18
A. Kesimpulan.......................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum pidana di Indonesia tidak terlepas dari pembuktian. Tujuan
pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari kesalahan pelaku
namun untuk mencari kebenaran dan keadilan materil. Didalam pembuktian
pidana di Indonesia kita mengenal dua hal yaitu alat bukti dan barang bukti di
samping adanya proses yang menimbulkan keyakinan hakim dalam pembuktian
(Afiah, 1998).
Dalam mendapatkan barang bukti, kedokteran Forensik dan
Medikolegal dapat memberikan bantuan pada penyidik berupa pemeriksaan
Tempat Kejadian Perkara (TKP). Dengan pemeriksaan TKP dapat membantu
menentukan cara dan sebab kematian. Untuk menentukan cara kematian korban
mutlak harus dilakukan pemeriksaan tempat kejadian perkara dengan seksama,
sedangkan untuk menentukan sebab kematian korban harus dilakukan otopsi
(Hoediyanto, 2010).
Namun tidak selalu pada suatu otopsi dokter dapat menentukan sebab
kematian korban. Seperti halnya pada pemeriksaan korban hidup seringkali
diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakan diagnosa agar dokter bisa
memberikan terapi yang tepat, dan untuk itu perlu bantuan tenaga ahli. Untuk itu
pemeriksaan tambahan juga dibutuhkan untuk mencari dan mengumpulkan
barang bukti lain baik yang berasal dari tubuh pasien atau
sekitarnya. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan
histopatologi, toksikologi dan analisis DNA (Hoediyanto, 2010).
Terkait dengan hal tersebut, maka dalam refarat ini akan dibahas cara
pengirimanan barang bukti untuk pemeriksaan tambahan kasus forensik,

3
sehingga bahan tersebut dapat dikirim ke tempat pemeriksaan penunjang dengan
baik dan benar dan mendapat hasil yang diharapkan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui cara dan prosedur pengiriman barang bukti yang digunakan
untuk pemeriksaan tambahan pada kasus forensik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang
bukti untuk pemeriksaan hepatologi.
b. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang
bukti untuk pemeriksaan toksikologi.
c. Mengetahui cara pengumpulan, pengawetan dan pengiriman barang
bukti untuk pemeriksaan analisis DNA.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Referat ini diharapkan dapat member tambahan informasi dan pengetahuan
mengenai cara dan prosedur pengiriman barang bukti yang digunakan pada
pemeriksaan tambahan kasus forensic sehingga barang bukti dapat dikirim
kelaboratorium dengan baik dan benar guna mendapat hasil untuk membantu
peradilan.
2. Manfaat Praktis
a. Referat ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi tenaga medis
tentang cara pengumpulan hingga pengiriman barang bukti yang baik dan
benar sehingga didapatkan hasil yang dapat membantu jalannya proses
peradilan.
b. Referat ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi penyidik dalam hal
pencarian dan pengumpulan barang bukti guna membantu peradilan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Dalam menentukan sebab kematian, harus dilakukan otopsi. Namun, tidak


selalu pada suatu otopsi dokter dapat menentukan sebab kematian korban. Untuk itu
pemeriksaan tambahan juga dibutuhkan dalam hal mencari dan mengumpulkan
barang bukti lain, baik yang berasal dari tubuh pasien maupun disekitarnya.
(Hoediyanto, 2010).Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan
sebagai sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan
melalui pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana telah terjadi.
Berikut akan diuraikan mengenai cara pegambilan, pengawetan serta
pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan tambahan yang mencakup pemeriksaan
histopatologi, toksikologi dan analisis DNA.

A. Pemeriksaan Histopatologi
1. Cara Pengambilan Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi
Jaringan yang akan diambil dipotong terutama pada daerah yang
dicurigai dengan ukuran lebih 3 x 2 x 0,5 cm. Tebal jaringan sebaiknya tidak
lebih dari 0,5 cm agar bahan pengawet dapat masuk kedalam jaringan
sehingga tidak mengalami pembusukan (Hoediyanto, 2010).
Apabila mengirim jaringan yang utuh, seperti jantung dan uterus
sebaiknya jaringan tersebut dibelah dan diiris agak tipis, sehingga pengawet
dapat meresap ke dalam jaringan dengan merata. Agar mudah dipotong
menggunakan mikrotom untuk mendapatkan irisan jaringan yang sangat tipis
(sesuai yang diharapkan) (Zulham, 2014). Yang perlu diperhatikan adalah :
a. Jaringan yang dipilih jangan ditekan atau ditusuk
b. Hindari kontak dengan air, jangan dicuci atau dipegang dengan tangan
basah

5
c. Hendaknya tidak mengirimkan bahan yang telah membusuk atau dari
jenazah yang telah lama meninggal, terlebih bila tidak disimpan dalam
almari pendingin, karena mengalami autolisis.

2. Cara Pengawetan Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi


Fiksasi akan mempertahankan susunan jaringan agar mendekati
kondisi sewaktu hidup. Tujuan fiksasi adalah mengawetkan jaringan secara
permanen sedekat mungkin dengan keadaan saat hidup. Fiksasi sebaiknya
dikerjakan sesegera mungkin setelah pengambilan jaringan (pada kasus
patologi bedah) atau segera setelah kematian (dengan otopsi) untuk mencegah
autolisis. Tidak ada bahan pengawet yang sempurna; formalin mendekati
kesempurnaan. Dengan demikian, bahan pengawet yang digunakan
bergantung pada jenis jaringan dan fitur yang akan didemonstrasikan. Sering
kali larutan pengawet merupakan campuran dari berbagai bahan pengawet
sehingga dapat memaksimalkan kemampuan masing-masing bahan atau
mengurangi kelemahan bahan lainnya (Zulham, 2014).
Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan
oleh kuman pembusuk dari dalam/luar tubuh. Waktu pembusukan untuk setiap
jaringan/organ adalah berbeda tergantung pada konsistensi dan kandungan
unsur penyusun jaringan. Usus dan otak sangat rentan terhadap proses
pembusukan dibandingkan dengan jaringan tubuh lainnya. Pembusukan sering
disertai oleh pembentukan gas yang berbau (Zulham, 2014).
Autolisis adalah proses kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan
enzim-enzim proteolitik yang terdapat pada sel/jaringan tersebut. Proses
proteolitik ini akan lebih cepat terjadi pada suhu tropik (240 – 360 C). Untuk
menghindari proses pembusukan dan autolisis, jaringan harus segera
dimasukkan ke dalam cairan fiksasi segera setelah kematian atau diambil dari
tubuh. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, jaringan dapat disimpan

6
sementara dengan dibekukan dalam ruang bertemperatur dingin (freezer, - 20
ºC) atau dengan nitrogen cair (- 70 ºC) (Zulham, 2014).
Pengawetan atau fiksasi bahan untuk pemeriksaan harus dilakukan
dengan benar agar jaringan tidak mudah rusak. Langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Sediakan wadah atau stoples yang terbuat dari gelas atau plastik dengan
ukuran memadai atau tertutup.
b. Masukan jaringan kedalam wadah, jaga jangan sampai terlipat.
c. Tambahkan bahan pengawet yaitu larutan formalin 10% secukupnya
sampai seluruh jaringan terendam sempurna. Jangan ada jaringan yang
mengapung. Larutan formalin 10% dibuat dari campuran larutan formalin
teknis (commercial formaline) dan air dengan perbandingan volume 1:3
d. Tutup rapat wadah atau stoples
3. Cara Pengiriman Sampel untuk Pemeriksaan Histopatologi

Wadah yang berisi jaringan yang telah diawetkan dimasukan ke dalam


kotak kardus, biasanya terbuat dari karton sedemikian rupa sehingga tidak
bergerak atau bergoyang sehingga tidak tumpah bahkan pecah. Selanjutnya
kertas kardus dibungkus dengan kertas bersih dan diikat dengan tali tidak
bersambung. Pada ikatan tali diberi label dan segel (bubuhkan cap segel
dinas). Bungkus sekali lagi dengan kertas yang bersih, lem dan bubuhkan
alamat laboratorium yang dituju serta alamat pengirim. Identitas pasien harus
dilengkapi seperti, nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, riwayat
penyakit, dan bagian yang ingin diperiksa (Hoediyanto, 2010).
Cara lain yaitu setelah jaringan dimasukan dalam wadah dan
diawetkan, maka wadah diikat dengan tali tak bersambung sedemikian rupa
dan pada ikatannya diberi label serta disegel dengan cap segel dinas.
Selanjutnya masukan kedalam kardus yang cukup tebal dan dijaga agar wadah
tidak bergerak atau bergoyang. Bungkus kardus dengan kertas bersih, lem dan

7
kirim ke alamat laboratorium pemeriksaan histopatologi yang dituju.
Pengiriman bahan sebaiknya diantar sendiri oleh petugas pengirim atau bila
terpaksa dapat pula melalui pos (Hoediyanto, 2010).

B. Pemeriksaan Toksikologi
Pada kasus keracunan, dengan gejala klinis masih dapat diamati terutama
pada saat korban masih hidup, sangat membantu penyebab keracunan. Pada
kenyataannya, pada jenazah dengan tanpa data klinis akan mengakibatkan
sulitnya memperkirakan jenis racun. Sehingga, keracunan harus selalu dipikirkan
terutama pada kasus kematian mendadak atau nontrauma.
Terkadang racun tertentu dapat dideteksi jenisnya dari bau khas yang
ditemukan saat melakukan otopsi. Otopsi lebih penting lagi terutama pada kasus
keracunan dengan korban yang masih sempat dilakukan perawatan. Hal ini
dikarenakan kemungkinan dengan perawatan tidak akan ditemukan racun atau
metabolitnya namun masih dimungkinkan untuk ditemukan kelainan pada organ
akibat racun tersebut (Delayed Poisoning Death)
Spesimen atau bahan dari pemeriksaan toksikologi forensik pada
umumnya adalah spesimen biologi seperti : cairan biologis (darah, urin, air
ludah), jaringan biologis atau organ tubuh. Dalam pengumpulan spesimen, dokter
forensik memberikan label pada masing-masing bungkus atau wadah dan
menyegelnya. Lebel seharusnya dilengkapi dengan informasi : nomor identitas,
nama korban, tanggal atau waktu otopsi, nama spesimen beserta jumlahnya.
Pengiriman dan penyerahan spesimen harus dilengkapi dengan surat berita acara
penyerahan spesimen yang ditanda tangani oleh dokter forensik.
1. Cara Pengambilan Sampel untuk Pemeriksaan Toksikologi
Harus dilakukan dengan hati-hati karena akan mempengaruhi hasil
analisa. Secara umum bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Pada korban hidup :
1) Amankan sisa bahan makanan, minuman, atau obat-obatan atau sisa
bahan yang diduga sebagai penyebab keracunan

8
2) Amankan sisa bahan muntahan, cairan kumbah lambung yang
pertama kali
3) Sediakan darah 10 ml tanpa anti koagulan
4) Sediakan urine 100 ml
b. Pada jenazah:
1) Darah
Darah yang diperoleh dari pembuluh darah perifer merupakan
spesimen darah pilihan untuk analisis toksikologi, karena
konsentrasi senyawa dalam darah dari jantung mungkin dapat
berubah setelah kematian oleh karena redistribusi darah dari paru-
paru atau hati. Darah yang dikumpulkan kemudian harus disimpan
dalam tabung berpenutup abu-abu yang mengandung NaF (sodium
florida).
Darah merupakan sampel paling baik untuk tes toksikologi
postmortem, dan umumnya 20 ml, atau 2 tabung vacutainer cukup
untuk dilakukan tes.
Jika pada jenazah dilakukan otopsi, pengambilan darah perifer
dan sentral harus dilakukan ketika rongga tubuh terbuka. Darah
perifer merupakan spesimen pilihan dan dapat diambil dari vena
femoralis, vena iliaka, yang mudah di akses saat pemeriksaan
internal, atau dari vena subsklavia di dalam dada. Ukuran sampel
dari 15-20 ml seharusnya cukup adekuat untuk pemeriksaan
toksikologi. Pengambilan darah dengan volume yang lebih besar (>
20 mL) dapat menyebabkan pergerakan darah antar pembuluh darah
dan terjadi percampuran darah dalam pembuluh darah yang
berbeda. Risiko ini lebih besar terjadi pada vena subsklavia
dibandingkan vena femoralis dan vena iliaka.
Jika tidak dilakukan otopsi, blind sticksampling tidak boleh
dilakukan. Prosedur pemotongan pembuluh darah dapat dilakukan.
Bahkan tanpa otopsi, vena femoralis dapat dengan mudah terekspos
dan pengambilan sampel darah perifer dapat dilakukan. Demikian

9
juga jantung dapat dapat diekspos dan ventrikel kiri dapat dengan
mudah diidentifikasi sehingga pengambilan darah sentral dapat
dilakukan.
Darah perifer secara umum diterima sebagai spesimen yang
paling akurat untuk pemeriksaan toksikologi, karena kurang rentan
terhadap perubahan postmortem.
2) Humor Vitreous
Cairan dalam bola mata harus secara rutin dikumpulkan
(semua cairan yang dapat dikumpulkan, secara khas 3-5 mL pada
tiap bola mata). Lebih dari 98% air dan beberapa obat yang di
temukan pada darah nantinya akan mengalami ekuilibrasi di dalam
vitreous.
Vitreous merupakan sampel yang berguna untuk
pemeriksaan alkohol ketika terjadi beberapa penguraian, karena
mata merupakan organ tertutup yang lebih tahan terhadap
mikroorganisme dibandingkan jaringan lain. Vitreous juga dapat
digunakan untuk pemeriksaan elektrolit, termasuk kalium dan
glukosa.
Vitreous harus dikumpulkan dengan hipodermic syringe
dengan memasukan jarum ke dalam mata. Tiap mata mengandung
kira-kira 3 mL cairan vireous.
3) Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal merupakan cairan yang bening yang
mengisi kolumna spinalis dan menyelimuti otak (kira-kira 10 mL
atau 1 tabung harus dikumpulkan dengan cisternal tap dan
disimpan.
Seperti cairan vitreous, CSF memiliki komposisi air yang
banyak 98%, dan konsentrasi obat dalam CSF pada akhirnya akan
diekuilibrasikan dalam jaringan lain. Pada pemeriksaan kematian
pembedahan, ketika opiat atau analalog opiat lain diberikan secara
intratekal, atau epidural, kesalahan tempat pemasangan kateter

10
dapat menyebabkan penghantaran langsung obat ke CSF dan
karena sirkulasi CSF secara langsung menuju otak, hal ini dapat
menyebabkan intoksikasi yang cepat dan potensial menyebabkan
kematian. CSF harus selalu di ambil pada pemeriksaan kematian
pembedahan.
4) Organ-organ
Organ-organ dikelompokan berdasarkan urutan kontaknya
racun pada organ tubuh yang menggambarkan saat racun mulai
masuk tubuh, diserap, dan didistribusikan ke seluruh tubuh hingga
akhirnya diekskresikan dari dalam tubuh. Untuk itu, bahan
pemeriksaan dikelompokan menjadi 3 stasiun yaitu :
a) Stasiun I
Organ traktus digestivus berupa lambung, sebagian usus besar
dan usus halus beserta isinya. Lambung dibuka diatas mulut
stoples. Cium bau lambung, karena bau racun atau pelarutnya
dalam lambung masih dapat dikenal terutama untuk racun
dengan bau spesifik.
b) Stasiun II
Organ lain seperti hati, paru, jantung, limpa, otak maupun
pankreas diambil dalam jumlah secukupnya. Beberapa literatur
menyarankan untuk hati dan otak masing-masing 500 gr, paru
masing-masing setengah bagian terutama untuk racun dengan
ekskresi melalui paru.
c) Stasiun III
Organ traktus urogenitalis berupa ginjal kiri dan kanan, kandung
kencing beserta isinya.Pada korban keracunan yang sempat
dilakukan perawatan namun meninggal, selain bahan seperti
pada jenazah diatas, dikumpulkan pula bahan seperti pada
korban hidup.
d) Larva dan belatung
Larva dan belatung banyak ditemukan pada jaringan yang
mengandung obat dengan konsentrasi tinggi, dan dapat

11
menggabungkan obat kedalam jaringannya. Obat-obat ini juga
dapat mempengaruhi laju pertumbuhan pada tingkat larva ini,
dengan stimulan, depresan, dan narkotika umumnya
meningkatkan laju pertumbuhan. Larva ini harus di kumpulkan,
dan dibekukan atau ditempatkan dalam sebuah vial alkohol
untuk membunuh dan mengawetkan larva hingga akan dianalisis.
Pemeriksaan larva hanya berguna untuk analisis obat secara
kualitatif dan konsentrasinya tidak dapat diukur atau
diintepretasikan secara pasti.
Pada kasus tertentu, diambil pula bahan lain seperti :
a. Darah pada vena femoralis dan urin pada keracunan alcohol
b. Sumsum tulang atau jaringan otot sebagai pengganti darah
bila korban mengalami mutilasi hebat dan diduga keracunan
CO
c. Rambut, kuku (dicabut seluruhnya) dan tulang pada
keracunan arsen kronis
d. Jaringan lemak subkutan pada keracunan insektisida jenis
organofosfat
2. Cara Pengawetan Sampel untuk Pemeriksaaan Toksikologi
Bahan pemeriksaan toksikologi sebaiknya diserahkan dalam keadaan
segar ke laboratorium dan segera dilakukan analisis toksikologi. Bila
keadaan tidak memungkinkan, karena lokasi yang jauh perlu dilakukan
pengawetan pada bahan tersebut.
Sebaiknya, pada spesimen darah harus ditambahkan bahan pengawet
dengan maksud untuk mencegah aktivitas bakteri yang dapat mempengaruhi
kualitas spesimen atau bisa memproduksi atau memetabolisme alkohol.
Telah diketahui bahwa inhibitor enzim yang paling umum yaitu NaF
merupakan inhibitor yang lemah terhadap kolinesterase plasma. Terdapat
bukti baru bahwa beberapa obat dapat terdegradasi oleh metabolisme
bakteri, sehingga dibutuhkan penggunaan bahan pengawet dalam suatu
spesimen.

12
Gunakan alkohol absolut 96% sebagai bahan pengawet, karena selain
ekonomis dan mudah didapat. Jaga agar seluruh bahan pemeriksaan
terendam oleh bahan pengawet, namun, jangan sampai volume bahan
pemeriksaan dan pengawet memenuhi volume wadah karena dapat
memecahakan wadah yang dipakai. Usahakan perbandingan volume bahan
pemeriksaan dan pengawet berkisar antara 2/3 volume wadah.Wadah untuk
sampel harus diisi sepenuh mungkin, meninggalkan sedikit udara diatas
sampel. Volatil seperti alkohol, dan bahkan sianida serta CO dapat segera
hilang jika menyisakan volume udara yang besar dalam wadah.
Pada korban dengan kecurigaan keracunan alkohol, pilih bahan
pengawet selain alkohol absout atau dikirim dalam keadaan segar apabila
memungkinkan (tempat pemeriksaan dekat). Bila tidak memungkinkan,
maka bahan pemeriksaan dapat di awetkan dengan dry ice atau es batu atau
larutan NaF 1%.
Juga kirimkan contoh bahan pengawet yang digunakan (alkohol
absolut) sejumlah 100 ml dalam wadah yang sesuai dan bersih dari zat kimia
sebagai bahan pembanding.Contoh bahan pengawet sebagai pembanding
juga harus diberi label dan segel serta dikirim bersama-sama dengan bahan
pemeriksaan.
3. Cara Pengiriman Sampel untuk Pemeriksaan Toksikologi
Bahan pemeriksaan yang akan dikirim dimasukan dalam wadah atau
stoples dengan syarat :
a. Terbuat dari gelas atau plastik inert
b. Bermulut lebar dan dapat ditutup rapat dengan ukuran yang disesuaikan
dengan volume bahan pemeriksaan
c. Bersih dari bahan kimia, bila memungkinkan masih baru.
Pada jenazah yang meninggal, karena keracunan, bahan pemeriksaan
diambil pada saat dilakukan otopsi. Minimal sediakan 3 buah stoples.
Masing-masing diisi dengan bahan pemeriksaan seperti pemeriksaan
histopatologi.Setelah bahan pemeriksaan dimasukan dalam wadah, dan
ditambahkan pengawet, selanjutnya ditutup rapat. Pada bagian tepi tutup

13
dilapisi parafin, atau lilin atau seal, kemudian diikat dengan tali tak
bersambung sedemikian rupa dan pada ikatannya diberi lebel dan segel.
Sertakan contoh bahan pengawet yang digunakan, perlakukan sama dengan
bahan pemeriksaan. Bungkus kotak tersebut dengan kertas bersih,
cantumkan alamat laboratorium yang dituju dan alamat pengiriman. Kirim
melalui kurir, pos atau paket.
Sekali sampel dikumpulkan, harus didinginkan hingga sampel dikirim,
terutama jika akan ditunda pengirimannya lebih dari satu hari. Sampel tidak
perlu dibekukan atau dikirimkan dengan es. Sampel harus selalu dikirim
dalam kotak yang dikirim lewat pos yang diakui oleh kantor pos, dimana
diwajibkan semua sampel tabung terkandung dalam wadah (disegel kantung
plastik) harus berisi bantalan penyerap yang mampu menyerap isi tabung
jika tabung pecah. Terakhir, masukan wadah kedalam kotak kardus yang
cukup tebal, jaga agar wadah atau stoples tidak begerak. Wadah harus
ditempatkan di dalam kotak terisolasi yang mampu melindungi sampel agar
tidak pecah jika jatuh dari ketinggian 12 kaki. Sisi luar wadah harus diberi
tanda “Biological Specimen”. Tidak boleh meletakan tabung berisi spesimen
biologi dengan longgar dalam kardus untuk pengiriman.
Bila dilakukan penggalian jenazah yang dicurigai akibat keracunan,
bila masih mungkin ambil bahan sesuai dengan diatas. Disamping itu
sertakan contoh tanah tempat pemakaman, diambil dari bagian atas, bawah,
kanan dan kiri jenazah atau peti jenazah. Sebagai pembanding diambil pula
contoh tanah sekitar jenazah dalam jarak rasius 5 meter kearah samping
dengan kedalaman yang sama dengan jenazah tadi. Masing-masing bahan
pemeriksaan atau contoh tanah ditempatkan dalam wadah tersendiri, diberi
label dan segel seperti pada umumnya barang bukti lainnya.

14
C. Pemeriksaan Analisa DNA
Tes DNA atau disebut juga dengan DNA Finger Printing adalah suatu
teknik biologi molekuler yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik
terhadap materi uji berdasarkan profil DNA. Di Indonesia, istilah DNA
Finger Printing mulai mencuat sebagai cara identifikasi forensik setelah
terjadi rentetan peristiwa peledakan bom di tanah air, seperti kasus bom Bali,
bom JW Marriot, peledakan bom di depan Kedubes Australia dan lain-
lain.Penggunaan DNA Finger Printing ini umumnya ditempuh setelah melihat
kondisi korban yang sudah tidak berbentuk. Dalam kondisi tubuh korban
masih utuh, identifikasi biasa dilakukan melalui dua dari sembilan metode
identifikasi. Beberapa kelebihan tes DNA dibandingkan dengan pemeriksaan
konvensional lainnya adalah sebagai berikut:
1. Ketepatan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh dalam pemeriksaan suatu bercak darah sebelum
ditemukannya pemeriksaan DNA dilakukan pemeriksaan golongan darah.
2. Kestabilan yang tinggi.
Pada kasus-kasus dimana bukti sebagai sampel sudah membusuk, maka
hanya tes DNA yang masih dapat dilakukan, karena DNA bersifat tahan
pembusukan dibandingkan protein.
3. Pilihan sampel yang luas
Penyebaran DNA hampir pada seluruh bagian tubuh membuat sampel
untuk tes DNA dapat diambil dari berbagai bagian tubuh kecuali sel darah
merah.
4. Dapat mengungkap kasus sulit
Hanya tes DNA yang dapat dilakukan untuk pemecahan kasus-kasus sulit
yang tidak dapat dipecahkan oleh metode konvensional
5. Dapat mengungkap kasus perkosaan dengan banyak pelaku, pemeriksaan
DNA dapat memastikan berapa orang pelaku dan siapa saja pelakunya.
6. Sensitifitas yang amat tinggi
Sensitifitas tes DNA dapat mencapai 99,9 %. Tes DNA juga dapat
dilakukan pada sampel dengan jumlah kecil dengan metode PCR.

D. Lampiran Surat – Surat dan Sampel pada Pemeriksaan Tambahan

15
Pengiriman barang pemeriksaan tambahan harus dilengkapi dengan
surat-surat sebagai berikut :
1. Surat permohonan pemeriksaan (Histopatologi, Toksikologi dan Analisis
DNA)
2. Keterangan yang lengkap mengenai :
a. Identitas korban
b. Peristiwa kematian atau modus operan di
c. Riwayat dan perjalanan penyakit
d. Bahan pemeriksaan yang dikirim
e. Bahan pengawet yang dipakai
f. Kelainan yang ditemukan pada otopsi, sertakan laporan otopsi bila
perlu
3. Berita acara pembungkusan dan penyegelan
4. Fotocopy SPVR
5. Contoh segel dinas
6. Label dibuat dari kertas agak tebal, memuat :
a. Identitas korban
b. Jenis dan jumlah bahan pemeriksaan yang dikirim
c. Tempat dan saat pengambilan bahan atau pembungkusan dan
penyegelan
d. Tanda tangan, nama terang petugas penyegel dan dokter yang,
melakukan otopsi
e. Cap stempel dinas
f. Segel dinas
Semua surat tersebut dimasukan dalam amplop tersendiri dan dikirim
bersama dengan bahan pemeriksaan.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Barang bukti adalah bukti fisik yang secara umum disebutkan sebagai
sejumlah material baik dalam jumlah banyak atau sedikit yang dibuktikan
melalui pemeriksaan yang ilmiah dan analisis berkaitan tindak pidana yang telah
terjadi. Pemeriksaan tambahan pada kasus forensik yang dapat dilakukan
mencakup pemeriksaan histopatologi, toksikologi dan analisis DNA.
Pada proses pengambilan dan pengiriman barang bukti untuk pemeriksaan

tambahan kasus forensik perlu diperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu :

1. Pemeriksaan Histopatologi
Cara pengambilan pada pemeriksaan ini yaitu jaringan yang akan diambil
dipotong pada daerah yang dicurigai dengan ketebalan sebaiknya tidak lebih
dari 0,5 cm. Selanjutnya proses pengawetan dilakukan dengan merendam
bahan dalam bahan pengawet yaitu larutan formalin 10%. Selanjutnya
diberikan label dan segel, kemudian dikirimkan ke laboratorium yang dituju
dengan dilengkapi surat-surat yang diperlukan.
2. Pemeriksaan Toksikologi
Cara pengambilan sampel pada korban hidup dapat dilakukan dengan
mengambil sisa bahan makanan, minuman, obat-obatan atau sisa bahan yang
diduga penyebab kematian serta sisa bahan muntahan, cairan kumbah
lambung dan juga harus di sediakan darah dan urin 100 ml. Pada jenazah,
organ dikelompokan menjadi 3 stasiun berdasarkan urutan kontaknya racun.
Bahan pemeriksaan toksikologi sebaiknya diserahkan dalam keadaan segar,
namun bila tidak memungkinkan dapat diawetkan dengan alkohol absolut 96
%. Selanjutnya bahan yang akan dikirim dimasukan kedalam wadah atau
stoples dengan syarat tertentu, ditambahkan pengawet, ditutup rapat, tepi tutup

17
dilapisi parafin/lilin/seal, selanjutnya diikat dengan tali dan diberi label dan
segel, kemudian wadah dimasukan kedalam kotak kardus tebal.
3. Pemeriksaan Analisis DNA
Sampel bahan untuk pemeriksaan DNA harus mengandung inti sel.
Pengawetan tergantung pada bahan yang dipakai, ada yang tanpa pengawetan,
disimpan di suhu kamar atau disimpan di pendingin. Selanjutnya wadah yang
berisi bahan pemeriksaan dimasukan kedalam kotak kardus dan diberi dry ice
selanjutnya diikat dan diberi label dan segel, dibungkus lagi dengan kertas
bersih dan dicantumkan alamat laboratorium yang dituju dan alamat pengirim
yang jelas dan lengkap.

B. Saran
1. Bagi Penyidik
Dalam hal pencarian dan pengumpulan barang bukti guna kepentingan
peradilan sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati untuk mencegah agar
tidak terjadi kerusakan pada barang bukti.
2. Bagi Tenaga medis
Dalam pengumpulan hingga pengiriman barang bukti harus dilakukan dengan
baik dan benar sehingga didapatkan hasil yang dapat membantu jalannya proses
peradilan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Afiah, Nurul Ratna. 1998. Barang bukti dalam Proses Pidana. Jakarta: Sinar Grafika

Hoediyanto. 2010. Pengiriman Barang Bukti Untuk Pemeriksaan Tambahan


Forensik. Dalam : Buku ajar ilmu kedokteran forensik dan medikolegal
edisi ketujuh. Surabaya: fakultas kedokteran universitas Airlangga
Surabaya

Hoediyanto, 2010. Pengiriman Barang Bukti untuk Pemeriksaan Tambahan Forensik.


Dalam :Buku ajar ilmu kedokteran forensic dan medicolegal edisi ketujuh.
Surabaya: fakultas kedokteran universitas Airlangga Surabaya. hal.371

Inman, K., and Rudin, N, 2002. Principles and practice of criminalistics: The
profession of forensic science. Boca Raton, FL: CRC Press. 76-78.

Kolbinsky L, Levine, Margolis-Nuno H. 2007. Analysis DNA Forensik.Chelsea


House of Publishing Infobase, New York.

Norah Rudin & Keith Inman. Introduction to Forensik DNA Analysis. 2 nd ed. London
New York Washington DC: CRC Press LLC, 2002

Thompson, W. C., &Krane, D. E., 2003.DNA in the courtroom.In J. Moriarty (Ed.),


Psychological and scientific evidence in criminal trials (pp. 11-1–11-75).
St. Paul, MN: West Group.

Zulham, Biomed. Penuntun Praktikum Histoteknik Biomedik. Departemen


Histoteknik FKUSU. [serial online]; 2011 Oct 3 [cited 25 okt 2014]
Available from:URL: http://histologi.usu.ac.id

19
20

Anda mungkin juga menyukai