Case Report Pneumonia Berat
Case Report Pneumonia Berat
PNEUMONIA
PEMBIMBING :
Disusun oleh :
1102012208
MARET 2017
STATUS PASIEN
Nama : By. B
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Ciomas
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Ciomas
ANAMNESIS
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan sejak 2 hari SMRS, dan semakin memberat sejak 14 jam SMRS.
Sebelumnya pasien juga sempat demam, batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Keesokan
harinya pasien dibawa oleh ibunya ke bidan. Saat di bidan pasien hanya diberikan obat
penurun panas dan anti mual. Keluhan demam sudah tidak ada sejak 1 hari SMRS, namun
keluhan batuk, pilek masih ada.
Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Pasien lahir ditolong oleh dukun, dan
langsung menangis.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah pernah melakukan imunisasi hepatitis B0, BCG, Polio 1, dan DPT 1.
Kesadaran : Somnolen
Respirasi : 60 x/menit
Suhu : 37.8 C
Panjang badan : 62 cm
3
1 > SD > 0
Gizi baik
Status Generalis
1. Kepala
Normocephale
2. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya langsung (+/+) reflek
cahaya tidak langsung (+/+)
3. THT
Pernafasan cuping hidung (+), bibir sianosis (-)
4. Leher
Tidak tampak pembesaran KGB
5. Thorax
Simetris, retraksi (+),
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (+/+), rhonki (+/+)
Cor : S1,S2 regular, murmur (-) gallop (-)
6. Abdomen
Bising usus (+), supel
7. Ekstremitas
Akral hangat (+), CRT < 2”
8. Kulit
Ikterik (-)
Hb : 9,1 g/dl
Ht : 28,5 %
Ht : 31,5 %
Kesan : Bronkhopneumonia
Diagnosis Kerja :
Pneumonia berat
Tatalaksana Kerja :
Vicillin SX 4 x 300 mg
Cefotaxime 3 x 350 mg
Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Follow Up
Tanggal Follow Up
27/02/2017 S/ Sesak nafas (+)
BB : 6.800 gr O/
5
Usia: 4 bulan KU : Lemah KS : Somnolen T : 37,4oC
HR : 135 x/menit RR : 57 x/menit
A/ Pneumonia berat
BB: 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Lemah HR : 120 x/menit T : 37,9o C
KS : Somnolen RR : 52 x/menit
6
Observasi TTV
Pro ICU
1/03/2016 S/ Sesak nafas (+)
BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Lemah HR : 127 x/menit
KS : Somnolen RR : 58 x/menit
T : 37o C
Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (+)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-
Cor : S1 S2 reguler, murmur(-), Gallop (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’
A/ Pneumonia berat
P/ IUFD KaEN 3B 680 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg bila suhu >38oC
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
02 NRBM 5-8 liter
Asi 8 x 5 cc per oral
Cek lab Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 111 x/menit T : 36,5oC
KS : Composmen tis RR : 45 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler, gallop (-), murmur (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’
7
Ht : 31,5 %
Trombosit : 735.000 /uL
A/ Pneumonia Berat
P/ IUFD KA-EN 3B 600 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg bila suhu >38oC
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
02 nasal 1-2 liter
Nebu bila perlu
Asi 8 x 10-15 cc per oral
3/03/2017 S/ Batuk (+), sesak (-), BAB (+) BAK (+), muntah (-)
BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 85 x/menit T : 36,9o C
KS : Composmentis RR : 34 x/menit
A/ Pneumonia berat
P/ IUFD KA-EN 3B 440 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol drop 3 x 0,8 mg bila perlu
02 nasal 1-2 liter
Nebu bila perlu
Asi 8 x 30 cc per oral
4/03/2017 S/ Batuk (+), Sesak (-), BAB (+) BAK (+), muntah (-)
BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 132 x/menit
KS : Composmentis RR : 30 x/menit
T : 36,5 C
8
THT : POC (-) PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/,+ Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler gallop-, murmur -
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, Edema, CRT < 2’’
A/ pneumonia berat
BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 130 x/menit
KS : Composmentis RR : 31 x/menit
T : 36,5 C
A/ Pneumonia
P/ Gentamycin stop
Minum 8 x 60 cc
Terapi lain lanjut
BB : 6.800 gr O/
Usia : 5 bulan KU : Sedang HR : 129 x/menit T : 36,6oC
KS : Composmentis RR : 32 x/menit
9
Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- SI -/-
THT : PCH- POC –
Thorax : SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abd : BU (+)
Extr : akral hangat, CRT <2”
A/ Pneumonia
P/ cefotaxime 3 x 350 mg
Minum 8 x 75 cc
Nebulisasi stop
Terapi lain lanjut
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
10
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. 3 Menurut WHO adalah suatu bentuk infeksi pernafasan akut yang mempengaruhi
paru-paru.2
Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi
bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di dalam alveoli terdapat kapiler-
kapiler pembuluh darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika
seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan
menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas.
Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena
hipoksia atau sepsis (infeksi menyeluruh).1
Beberapa factor resiko kejadian dan derajat pneumonia. Antara lain defek anatomi
bawaan, deficit imunologi, polusi, GER (Gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk, berat
badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya
saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.3
Etiologi
Secara umum bakteri yang berperan penting pada pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta
11
kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa
antibiotic tapi umumnya sebagian besar pasien diberikan antibiotic karena infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan.
Usia merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonates dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi
Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.4
Klasifikasi
Bukan pneumonia : tidak didapatkan adanya TDDK kuat dan napas cepat
Patofisiologi
12
poliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel PMN. Fibrin, eritrosit, cairan edema dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya dideposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat.stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. System
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.
Manifestasi Klinik
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomic dan imulnologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala kliis yang
kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasive,
etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan factor pathogenesis. Disamping itu,
13
kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; terkadang ditemukan
gejala ekstrapulmoner
Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas
cuping hidung, air hunger, dan sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan.
Gambaran klinis pada neonates dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea,
sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipneu, letargi, muntah, tidak mau minum ,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi
hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis
pada pneumonia neonates dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama.
14
Spectrum etiologi pneumonia pada anak meliputi Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza tipe B, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia pneumonia, di samping berbagai virus respiratori. Pada anak yang lebih besar
dan remaja, Mycoplasma pneumonia merupakan etiologi pneumonia atipik yang cukup
signifikan.
Keluhan meliputi demam, menggigil, batk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang
keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea , retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung,
ronki dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis
media, faringitis dan larigitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada
infiltrate alveolar. Retraksi dan takipea merupakan tanda klinis pneumonia yang
bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi. Gerakan dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi
pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri
pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.
3. Pneumonia atipik
15
Infeksi ini diperoleh melalui droplet dari kontak dekat, terutama terjadi di asrama
atau keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Masa inkubasi lebih kurang 3
minggu. Penularan dalam rumah tangga dapat terjadi dalam jangka waktu berbulan-
bulan. Meskipun umumnya gejala klinis ringan, tapi kasus berat yag fatal dan mengancam
jiwa dapat terjadi. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala
menyerupai influenza (influenza like syndrome) seperti demam, malaise, sakit kepala,
mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai lebih dari 38,5 oC.
kadang dapat juga berlanjut menjadi bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. Batuk terjadi
3-5 hari setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif kemudian menjadi produktif.
Sputum mjungkin bercak arah dan batuk dapat menetap hingga berminggu-minggu. Hasil
pemeriksaan auskultasi paru bervariasi. Mengi ditemukan pada 30-40% kasus pneumonia
mikoplasma dan lebih sering ditemukan pada anak yang lebih besar.oleh karena itu,
digagnosis klinis pneumonia mikoplasma tanpa pemerikaan rdiologis dapat dikacaukan
dengan asma. Sering terjadi underdiagnosis pada infeksi Mycoplasma pneumonia. Hal ini
karena uji mikrobiologis tidak dapat dipakai sebagai alat diagnostic, oleh karena itu tidak
dikerjakan secara rutin. Kultur memerlukan waktu selama 2 minggu dan uji serologis
hanya bermanfaat bila telah teradi pembentukan antibodi, yaitu ketika penyakit sudah
sangat berkembang. Umumnya gejala klinis infeksi Mycoplasma pneumonia adalah
ringan dan kadang-kadang dapat sembuh sendiri, tetapi kasus berat seperti severe
necrotizing pneumonitis dengan konsolidasi luas pada jaringan paru dan efusi pleura juga
pernah dilaporkan.
16
Diagnosis
Akibat tingginya angka mobiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Pedoman ini bertujuan untuk menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan
gejala klinis yang dapat langsung di deteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan
menentukan dasar pemakaian antbiotik. Gejala klinis sederhana meliputi napas cepat, sesak
napas dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas
cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama 1 menit penuh saat bayi dalam
keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia
2 bulan- 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk; tanda bahayauntuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/ badan terasa dingin.
Pneumonia berat :
Pneumonia
Bukan pneumonia
17
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.
Pada bayi dibawa 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi,
dan sering menyebabkan kematian.
Pneumonia
Bukan pneumonia
Anamnesis
1. Nonrespiratorik: demam, sakit kepala kuduk kaku terutama bila lobus kanan yang
terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan disteni abdomen
terutama pada bayi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologis
Gambaran foto rontgen torak pneumonia pada anak meliputi infiltrate ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelititan
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada pada paru kanan,
terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbayak di lobus bawah,
maka hal itu merupakan predikor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko
terjadinya pleuritis lebih meningkat.
19
bawah, infiltran interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah
konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya lesi foto rontgen torak lebih berat
daripada gambaran klinisnya. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang
khas, tetapi bila didapatkan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh pneumonia mikoplasma. Sedangkan gambaran pneumonia
klamidia sulit dibedakan dengan pneumonia mikoplasma.
CRP merupakan suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun
fungsi pasting belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnosis untuk membedakan antara
factor infeksi dengan non infeksi, infeksi virus dan bakteri atau infeksi superisialis
atau profunda.. kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri
superfisialis daripada infeksi profunda. CRP kadang juga digunakan untuk evaluasi
respon antibiotic. Namun CRP belum terbukti dapat membedakan secara konklusif
infeksi bakteri dengan virus.
20
4. Uji Serologis
Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Namun diagnosis infeksi
streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti
antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B. peningkatan titer juga berarti adanya
infeksi terdahulu. Untuk konfirmassinya diperlukan serum fase akut dan serum fase
konvalesen (paired sera).
Secara umum uji ini tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
bakteri tipik, namunn untuk deteksi bakteri atipik seperti mikoplasma dan klamidia
serta beberpa virus seperti RSV, sitomegalo dan campak, parainfluenza 1,2,3,
influenza A dan B dan adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.
5. Pemeriksaan mikrobiologis
Tatalaksana
21
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
didasari dari berat-ringannya penyakit. Neonates dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai,
serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/ antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Antibiotik oral pilihan pertama (kotrimoksazol) bila tersedia. Ini dipilih karena
sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik pilihan kedua (amoksisilin)
diberikan hanya apabila obat pilihan pertama tidak tersedia atau apabila dengan pemberian
obat pilihan pertama tidak memberi hasil yang baik.
- Antibiotik diberikan selama 3 hari dengan jumlah pemberian 2 kali per hari.
- Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat anafilaksis atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut. Gunakan jenis antibiotik lain. Kalau tidak
mempunyai antibiotik yang lain maka rujuklah.
22
Tabel 1. Pemberian antibiotic oral 1
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotic lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotic tunggal oral dengan efektifitas mencapai 90 %.
Pada neonates dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai
sesegera mungkin. Oleh Karena itu pada neonates dan bayi kecil sering terjadi sepsis
dan meningitis, antibiotic yang direkomendasikan adalah spectrum luas, seperti
kombinasi beta-laktam/ klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi
23
ketiga. Bila keadaan sudah stabil antibiotic dapat diganti dengan antibiotic oral selama
10 hari.
Pada balita dan anak lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan adalah
antibiotic beta-laktam dengan atau tanpa klavukanat; pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah
stabil, antibiotic diganti dengan antibiotikoral dan berobat jalan.
Pada anak dengan pneumonia berat atau pneumonia sangat berat yang dapat
meninggal karena kekurangan oksigen sangat tepat untuk memberikan oksigen. Pemberian
oksigen dapat mempertahankan agar pasien tetap hidup sehingga daya tahan tubuh dan
antibiotic mendapatkan cukup waktu untuk membunuh kuman penyebab penyakit. Indikasi
pengobatan dengan oksigen:
- Sianosis sentral (kebiruan pada wajah di sekitar mulut dan hidung) Merupakan
gejala klinik yang terpenting sebagai tanda hipoksemia (kekurangan oksigen dalam
darah). Tetapi sianosis muncul lambat sehingga relatif kurang sensitif.
- Frekuensi napas lebih dari 70 kali/menit pada anak 2 bulan - <5 tahun
Pemberian Oksigen :
- Alat yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen pada bayi/anak adalah melalui selang
hidung (nasal prong).
- Sumber oksigen berupa konsentrator oksigen walaupun memerlukan aliran listrik tetapi
memiliki beberapa kelebihan karena lebih kecil, lebih ringan dan lebih murah dibandingkan
dengan oksigen tabung. Diperlukan waktu 10 menit untuk menghasilkan konsentrasi oksigen
yang diperlukan (90-95%).
24
- Bayi muda berumur <2 bulan dengan pneumonia lebih mudah meninggal dibanding bayi
yang lebih tua sehingga pemberian oksigen secara tepat merupakan hal penting. Jagalah
sungguh-sungguh pada bayi prematur untuk menghindari pemberian oksigen terlalu banyak
karena dapat mengakibatkan kebutaan.
Komplikasi
25
DAFTAR PUSTAKA
2. Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Rahajoe, N,dkk. 2013. Pneumonia. In: Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.
UKK Respirologi IDAI: pp 350-365.
26