Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

PNEUMONIA

PEMBIMBING :

dr. Shelvi Herawati Tamzil, Sp.A

Disusun oleh :

Nurunnisa Isny, S.Ked

1102012208

KEPANITRAAN DEPARTEMEN ANAK

RSUD DR DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG

MARET 2017
STATUS PASIEN

Nama : By. B

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 3 Oktober 2016 pukul 05.08 WIB

Ruang Perawatan : Flamboyan 3

Nama Ayah : Tn. A

Usia Ayah : 36 tahun

Pendidikan : Tamat SD

Alamat : Ciomas

Nama Ibu : Ny. J

Usia Ibu : 32 tahun

Pendidikan : Tamat SD

Alamat : Ciomas

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Sesak nafas

Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, Demam

2
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan sesak nafas.
Sesak nafas dirasakan sejak 2 hari SMRS, dan semakin memberat sejak 14 jam SMRS.
Sebelumnya pasien juga sempat demam, batuk dan pilek sejak 3 hari SMRS. Keesokan
harinya pasien dibawa oleh ibunya ke bidan. Saat di bidan pasien hanya diberikan obat
penurun panas dan anti mual. Keluhan demam sudah tidak ada sejak 1 hari SMRS, namun
keluhan batuk, pilek masih ada.

Pasien sebelumnya sempat dibawa ke dokter dan puskesmas. Ketika di puskesmas


pasien diberikan infuse RL dan dipasangkan oksigen, kemudian di rujuk ke RSUD dr. Drajat
Prawiranegara

Riwayat Kelahiran

Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara. Pasien lahir ditolong oleh dukun, dan
langsung menangis.

Riwayat Imunisasi

Pasien sudah pernah melakukan imunisasi hepatitis B0, BCG, Polio 1, dan DPT 1.

Pemeriksaan Fisik (26 Februari 2017)

Keadaan Umum : Sakit berat

Kesadaran : Somnolen

Heart Rate : 180 x/menit

Respirasi : 60 x/menit

Suhu : 37.8 C

Status Gizi (Weight for length)

Berat badan : 6.800 gram

Panjang badan : 62 cm

3
1 > SD > 0

Gizi baik

Status Generalis

1. Kepala
Normocephale

2. Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflek cahaya langsung (+/+) reflek
cahaya tidak langsung (+/+)

3. THT
Pernafasan cuping hidung (+), bibir sianosis (-)

4. Leher
Tidak tampak pembesaran KGB

5. Thorax
Simetris, retraksi (+),
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (+/+), rhonki (+/+)
Cor : S1,S2 regular, murmur (-) gallop (-)

6. Abdomen
Bising usus (+), supel

7. Ekstremitas
Akral hangat (+), CRT < 2”

8. Kulit
Ikterik (-)

Laboratorium RSUD dr. Drajat Prawiranegara (25 Februari 2017)

Hb : 9,1 g/dl

Leukosit : 23.600 /uL

Ht : 28,5 %

Trombosit : 675.000 /uL

GDS : 137 mg/dl

Laboratorium RSUD dr. Drajat Prawiranegara (1 Maret 2017)


4
Hb : 10,7 g/dl

Leukosit : 5.100 /uL

Ht : 31,5 %

Trombosit : 735.000 /uL

Hasil Foto Rontgen (25 Februari 2017)

Kesan : Bronkhopneumonia

Diagnosis Kerja :

Pneumonia berat

Tatalaksana Kerja :

O2 NRBM 8-10 liter

Vicillin SX 4 x 300 mg

Cefotaxime 3 x 350 mg

Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Follow Up

Tanggal Follow Up
27/02/2017 S/ Sesak nafas (+)

BB : 6.800 gr O/

5
Usia: 4 bulan KU : Lemah KS : Somnolen T : 37,4oC
HR : 135 x/menit RR : 57 x/menit

Kepala : UUB datar


Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Thorax: SSD, retraksi (+)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh +/+
Cor : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’

A/ Pneumonia berat

P/ IUFD 2A 700 CC/ 24 jam


Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg
02 NRBM 5-8 liter
NGT untuk dekompresi
Puasa
Observasi TTV
Pro ICU
28/02/2017 S/ Demam (+), sesak nafas (+), batuk (+)

BB: 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Lemah HR : 120 x/menit T : 37,9o C
KS : Somnolen RR : 52 x/menit

Kepala : UUB datar


Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (+)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh +/+
Cor : S1 S2 reguler Gallop (-), Murmur (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’

A/ Pneumonia dd/ Bronkhitis


P/ IUFD 2A 700 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
02 NRBM 5-8 liter
NGT untuk dekompresi
Puasa

6
Observasi TTV
Pro ICU
1/03/2016 S/ Sesak nafas (+)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Lemah HR : 127 x/menit
KS : Somnolen RR : 58 x/menit
T : 37o C

Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (+)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-
Cor : S1 S2 reguler, murmur(-), Gallop (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’

A/ Pneumonia berat
P/ IUFD KaEN 3B 680 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg bila suhu >38oC
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
02 NRBM 5-8 liter
Asi 8 x 5 cc per oral
Cek lab Hb, Ht, Leukosit, Trombosit

2/03/2017 S/ BAB (-), BAK (+), Batuk (+)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 111 x/menit T : 36,5oC
KS : Composmen tis RR : 45 x/menit

Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (+)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler, gallop (-), murmur (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, CRT < 2’’

Hasil lab (1 Maret 2017)


Hb : 10,7 g/dl
Leukosit : 5.100 /uL

7
Ht : 31,5 %
Trombosit : 735.000 /uL

A/ Pneumonia Berat
P/ IUFD KA-EN 3B 600 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol inj 3 x 75 mg bila suhu >38oC
Dexamethasone 3 x 1,5 mg
02 nasal 1-2 liter
Nebu bila perlu
Asi 8 x 10-15 cc per oral

3/03/2017 S/ Batuk (+), sesak (-), BAB (+) BAK (+), muntah (-)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 85 x/menit T : 36,9o C
KS : Composmentis RR : 34 x/menit

Kepala : UUB datar


Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+, Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, Edema, CRT < 2’’

A/ Pneumonia berat
P/ IUFD KA-EN 3B 440 CC/ 24 jam
Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol drop 3 x 0,8 mg bila perlu
02 nasal 1-2 liter
Nebu bila perlu
Asi 8 x 30 cc per oral

4/03/2017 S/ Batuk (+), Sesak (-), BAB (+) BAK (+), muntah (-)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 132 x/menit
KS : Composmentis RR : 30 x/menit
T : 36,5 C

Kepala : UUB datar


Mata : Ca -/- Si -/-

8
THT : POC (-) PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/,+ Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler gallop-, murmur -
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, Edema, CRT < 2’’

A/ pneumonia berat

P/ IUFD KA-EN 3B 300 CC/ 24 jam


Gentamycin inj 2 x 20 mg
Cefotaxime inj 3 x 350 mg
Ranitidine inj 2 x 7,5 mg
Paracetamol drop 3 x 0,8 mg bila perlu
02 nasal 0,5-1 liter
Nebu 3 x/ hari
Asi 8 x 50 cc per oral
Pindah flamboyan 3

6/03/2017 S/ BAB (+) BAK (+), batuk (+), muntah (-)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 4 bulan KU : Sedang, HR : 130 x/menit
KS : Composmentis RR : 31 x/menit
T : 36,5 C

Kepala : UUB datar


Mata : Ca -/- Si -/-
THT : POC (-) PCH (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak: SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+ Rh +/+ Wh -/-
Cor : S1 S2 Reguler, murumur -, gallop -
Abd : BU (+) Supel
Ext : Akral Hangat, Edema, CRT < 2’’

A/ Pneumonia

P/ Gentamycin stop
Minum 8 x 60 cc
Terapi lain lanjut

7/03/2017 S/ Batuk (-), Sesak (-)

BB : 6.800 gr O/
Usia : 5 bulan KU : Sedang HR : 129 x/menit T : 36,6oC
KS : Composmentis RR : 32 x/menit

9
Kepala : Normocephale
Mata : Ca -/- SI -/-
THT : PCH- POC –
Thorax : SSD, retraksi (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abd : BU (+)
Extr : akral hangat, CRT <2”

A/ Pneumonia

P/ cefotaxime 3 x 350 mg
Minum 8 x 75 cc
Nebulisasi stop
Terapi lain lanjut

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

10
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. 3 Menurut WHO adalah suatu bentuk infeksi pernafasan akut yang mempengaruhi
paru-paru.2

Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi
bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di dalam alveoli terdapat kapiler-
kapiler pembuluh darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika
seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan
menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas.

Anak yang menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang


berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar tidak terjadi hipoksia
(kekurangan oksigen).

Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena
hipoksia atau sepsis (infeksi menyeluruh).1

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai Negara terutama


di Negara berkembang termasuk Inonesia. Insidens pneumonia pada anak dibawah 5 tahun di
Negara maju adalah 2-4 kasus/ 100 anak/ tahun, sedangkan di Negara berkembang 10-20
kasus/ 100 anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
anak balita di Negara berkembang.

Beberapa factor resiko kejadian dan derajat pneumonia. Antara lain defek anatomi
bawaan, deficit imunologi, polusi, GER (Gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk, berat
badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya
saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.3

Etiologi

Secara umum bakteri yang berperan penting pada pneumonia adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta

11
kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa
antibiotic tapi umumnya sebagian besar pasien diberikan antibiotic karena infeksi bakteri
sekunder tidak dapat disingkirkan.

Usia merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spectrum mikroorganisme penyebab pada neonates dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonates dan bayi kecil meliputi
Streptococcus group B dan bakteri gram negative seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.4

Klasifikasi

Pneumonia berdasarkan umur dibagi menjadi 2:1

1. Usia kurang dari 2 bulan

 Pneumonia berat : ditandai dengan napas cepat yaitu, ≥ 60 x / menit, tarikan


dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK Kuat)

 Bukan pneumonia : tidak didapatkan adanya TDDK kuat dan napas cepat

2. Usia 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun

 Pneumonia berat : ditandai dengan adanya TDDK

 Pneumonia : tidak didapatkan adanya TDDK, namun terdapat napas cepat

- Usia 2 bulan hingga kurang dari 12 bulan = ≥ 50 x/ menit

- Usia 12 bulan hingga kurang dari 5 tahun = ≥ 40 x/ menit

 Bukan pneumonia : tidak didapatkan adanya TDDK maupun napas cepat.

Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru-paru bagian prifer melalui


saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah

12
poliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sebukan sel PMN. Fibrin, eritrosit, cairan edema dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut sebagai stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya dideposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat.stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. System
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

Antibiotic yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,


sehingga stadium khas tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran
patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia
biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapang paru
(bronkhopneumonia) dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu
lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan oleh
staphylococcus aureus pada neonates atau bayi kecil, karena staphylococcus aureus
menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan
koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulase
berinteraksi dengan factor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi
fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara
produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase
jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan-
bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.4

Manifestasi Klinik

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa factor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
imaturitas anatomic dan imulnologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala kliis yang
kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostic invasive,
etiologi noninfeksi yang relative lebih sering, dan factor pathogenesis. Disamping itu,

13
kelompok usia pada anak merupakan factor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit
berbeda-beda sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya
infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; terkadang ditemukan
gejala ekstrapulmoner
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipneu, napas
cuping hidung, air hunger, dan sianosis
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonates dan bayi kecil, gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemukan kelainan.

1. Pneumonia pada neonates dan bayi kecil

Gambaran klinis pada neonates dan bayi kecil tidak khas, mencakup serangan apnea,
sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipneu, letargi, muntah, tidak mau minum ,
takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam. Pada bayi BBLR sering terjadi
hipotermi. Gambaran klinis tersebut sulit dibedakan dengan sepsis atau meningitis. Sepsis
pada pneumonia neonates dan bayi kecil sering ditemukan sebelum 48 jam pertama.

Infeksi oleh Chlamydia trachomatis merupakan infeksi perinatal dan dapat


menyebabkan pneumonia pada bayi berusia 2 bulan. Umumnya bayi mendapatkan infeksi
dari ibu pada masa persalinan. Namun gejala baru timbul saat usia 4-12 minggu, beberapa
kasus terjadi pada usia 2 minggu, namun jarang terjadi setelah usia 4 bulan. Awitan gejala
timbul perlahan dan dapat berlangsung selama beberapa hari hingga berminggu-minggu.
Gejala umumnya berupa gejala infeksi respiratori ringan-sedang, yang ditndai dengan
batuk staccato (inspirasi diantara setiap satu kali batuk), kadang disertai muntah,
umumnya pasien tidak demam.sekitar 30 % dari infeksi Chlamydia trachomatis
berkembang menjadi pneumonia berat, dikenal juga sebagai sindrom pneumonitis, dan
memerlukan perawatan. Gejala klinis meliputi rhonki atau mengi, takipnea, dan sianosis.
Pada foto torak tidak khas, umunya terlihat tanda-tanda hiperinflasi bilateral dengan
berbagai bentuk infiltrate difus, seperti infiltrate intersisial, retikulonoduler, atelektasis,
bronkopneumonia, dan gabaran milier.

2. Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

14
Spectrum etiologi pneumonia pada anak meliputi Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza tipe B, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia,
Chlamydia pneumonia, di samping berbagai virus respiratori. Pada anak yang lebih besar
dan remaja, Mycoplasma pneumonia merupakan etiologi pneumonia atipik yang cukup
signifikan.

Keluhan meliputi demam, menggigil, batk, sakit kepala, anoreksia, dan kadang
keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Secara klinis ditemukan gejala
respiratori seperti takipnea , retraksi subkosta (chest indrawing), napas cuping hidung,
ronki dan sianosis. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis
media, faringitis dan larigitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada
sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Ronki hanya ditemukan bila ada
infiltrate alveolar. Retraksi dan takipea merupakan tanda klinis pneumonia yang
bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerakan ekskursi dada tertinggal di
daerah efusi. Gerakan dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi
pleura. Bila efusi pleura bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri
pleura semakin berkurang dan berubah menjadi nyeri tumpul.

Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia lobus kanan


bawah yang timbulkan iritasi pada diafragma. Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran
kanan bawah dan menyerupai appendicitis. Abdomen mengalami distensi akibat dilatasi
lambung yang disebabkan oleh aerofagi atau ileus aralitik. Hati mungkin teraba karena
tertekan oleh diafragma, atau memang membesar karena terjadi gagal jantung kongestif
sebagai komplikasi pneumonia.

3. Pneumonia atipik

Istilah pneumonia atipik digunakan untuk membedakan dengan gambaran


pneumonia yang lazim dikenal. Mikroorganisme penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumonia yang lazim dikenal. Mikroorganisme penyebabnya adalah Mycoplasma
pneumonia, Chlamydia spp, legionnela pneumofila dan ureaplasma urealyticum.
Chlamydia trachomatis sering ditemukan sebagai penyebab infeksi akut respiratori pada
bayi melalui transmisi vertical dari ibu pada masa persalinan dan merupakan etiologi
infeksi perinatal yang penting. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia
merupakan penyebab potensial infeksi respiratori dan pneumonia anak. Suatu penelitian
melaporkan pneumonia mikoplasma pada anak berusia > 5 th mencapai 20%, dan
bersama dengan Chlamydia peumoniae diperkirakan prevalensinya mencapai 40%.
Deteksi keduanya sulit dilakukan. Namun dengan berkembangnya metode deteksi seperti
microimmunofluorescence (MIF) dan polymerase chain reaction (PCR), akhir-akhir ini
banyak laporan tentang prevalens infeksi Mycoplasma pneumonia yang dapat dipercaya.

Peningkatan kewaspadaan pada Mycoplasma dan Chlamydia pneumonia sebagai


penyebab potensial pneumonia atipik pada anak disertai dengan perkembangan metode
deteksi yang lebih akurat diharapkan akan menurunkan morbiditas penyakit.

4. Infeksi oleh mycoplasma pneumonia

15
Infeksi ini diperoleh melalui droplet dari kontak dekat, terutama terjadi di asrama
atau keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Masa inkubasi lebih kurang 3
minggu. Penularan dalam rumah tangga dapat terjadi dalam jangka waktu berbulan-
bulan. Meskipun umumnya gejala klinis ringan, tapi kasus berat yag fatal dan mengancam
jiwa dapat terjadi. Gambaran klinis pneumonia atipik didahului dengan gejala
menyerupai influenza (influenza like syndrome) seperti demam, malaise, sakit kepala,
mialgia, tenggorokan gatal, dan batuk. Suhu tubuh jarang mencapai lebih dari 38,5 oC.
kadang dapat juga berlanjut menjadi bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. Batuk terjadi
3-5 hari setelah awitan penyakit, awalnya tidak produktif kemudian menjadi produktif.
Sputum mjungkin bercak arah dan batuk dapat menetap hingga berminggu-minggu. Hasil
pemeriksaan auskultasi paru bervariasi. Mengi ditemukan pada 30-40% kasus pneumonia
mikoplasma dan lebih sering ditemukan pada anak yang lebih besar.oleh karena itu,
digagnosis klinis pneumonia mikoplasma tanpa pemerikaan rdiologis dapat dikacaukan
dengan asma. Sering terjadi underdiagnosis pada infeksi Mycoplasma pneumonia. Hal ini
karena uji mikrobiologis tidak dapat dipakai sebagai alat diagnostic, oleh karena itu tidak
dikerjakan secara rutin. Kultur memerlukan waktu selama 2 minggu dan uji serologis
hanya bermanfaat bila telah teradi pembentukan antibodi, yaitu ketika penyakit sudah
sangat berkembang. Umumnya gejala klinis infeksi Mycoplasma pneumonia adalah
ringan dan kadang-kadang dapat sembuh sendiri, tetapi kasus berat seperti severe
necrotizing pneumonitis dengan konsolidasi luas pada jaringan paru dan efusi pleura juga
pernah dilaporkan.

Gambaran foto torak pneumonia mikoplasma bevariasi, meliputi gambaran


infiltrate interstisial, retikuler, retikulonoduler, bercak konsolidasi, pembesaran kelenjar
hillus, dan kadang disertai efusi pleura.

5. Infeksi oleh Chlamydia pneumonia

Chlamydia pneumonia merupakan penyebab tersering IRA-atas seperti faringitis,


rinosinusitis dan otitis. Akan tetapi, dapat juga menyebabkan bronchitis dan pneumonia.
Geala klinis awalmya berupa gejala seperti flu, yaitu batuk kering, mialgia, sakit kepala,
malaise, pilek, dan demam yang tidak tinggi. Pada pemeriksaan auskultasi dada tidak ada
kelainan. Gejala respiratori umumnya tidak mencolok. Leukosit darah tepi biasanya
normal. Gambaran foto rontgen toraks menunjukkan infiltrate difus atau gambaran
peribronkial nonfokal yang jauh lebih berat dari gejala klinis.

Pneumonia ini ditemukan di seluruh dunia, namun lebih sering di daerah


tropis.umumnya perjalanan penyakit dan gejala klinis sulit dibedakan dengan pneumonia
mikoplasma.

Seperti infeksi virus, infeksi Chlamydia pneumonia dapat berperan dalam


pathogenesis asma. Diduga adanya hubungan antara infeksi Chlamydia pneumoniae
kronis denganeksaserbasi asma pada anak. Chlamydia pneumonia juga dihubungkan
dengan penyakit lain seperti arteri koroner, endokarditis, arteritis, sind. Guillan Barre ,
dan eritema nodosum.

16
Diagnosis

Diagnosis etiologic berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis


merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak terlalu
mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu,
pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
keterlibatan system respiratori, serta gambaran radiologis. Predictor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori seperti takipneu,
batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

Akibat tingginya angka mobiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Pedoman ini bertujuan untuk menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan
gejala klinis yang dapat langsung di deteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan
menentukan dasar pemakaian antbiotik. Gejala klinis sederhana meliputi napas cepat, sesak
napas dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas
cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama 1 menit penuh saat bayi dalam
keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia
2 bulan- 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk; tanda bahayauntuk bayi berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/ badan terasa dingin.

Berikut klasifikasi pneumonia :

Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

 Pneumonia berat :

Bila ada sesak napas

Harus dirawat diberikan antibiotik

 Pneumonia

Bila tidak ada sesak napas

Napas cepat (+)

- > 50 x/menit untuk usia 2 bulan-1 tahun

- >40 x/ menit untuk anak > 1-5 tahun

Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotic oral

 Bukan pneumonia

17
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.

Bayi berusia di bawah 2 bulan

Pada bayi dibawa 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi,
dan sering menyebabkan kematian.

 Pneumonia

Napas cepat > 60 x /menit atau sesak napas

Harus dirawat dan diberikan antibiotik

 Bukan pneumonia

Tidak ada napas cepat atausesak napas

Tidak perlu dirawat, cukup berikan pengobatan simptomatis

Anamnesis

1. Nonrespiratorik: demam, sakit kepala kuduk kaku terutama bila lobus kanan yang
terkena, anoreksia, letargi, muntah, diare, sakit perut, dan disteni abdomen
terutama pada bayi.

2. Respiratorik : batuk, nyeri dada

Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologis

Foto rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, biasanya di


rekomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen torak
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang bercak
sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Namun,
resolusi infiltrate sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala klinis
menghilang. Pada pasien pneumonia tanpa komplikasi, ulang foto rontgen torak tidak
diperlukan. Ulangan foto torak hanya diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit
memburuk atau untuk tindak lanjut.

Umumnya pemeriksaan yag diperlukan untuk menunjang diagnosis


pneumonia di IGD hanyalah pemeriksaan torak posisi AP. Menurut Lynch dkk.
18
Tambahan posisi lateral pada foto rontgen torak tidak eningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis pneumonia pada anak. Foto rontgen torak AP dan
lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinis distress pernafasan
seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.

Secara umum gambaran foto torak terdiri dari:

 Infiltran interstisial, ditandai dengan peningkatan corak bronkovaskular,


peribronchial cuffing dan hiperaerasi

 Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.


Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal
sebagai round pneumonia.

 Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,


berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga perifer paru, disertai
dengan peningkatan corak peribronkial.

Gambaran foto rontgen torak pneumonia pada anak meliputi infiltrate ringan
pada satu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelititan
ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak terbanyak berada pada paru kanan,
terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan terbayak di lobus bawah,
maka hal itu merupakan predikor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko
terjadinya pleuritis lebih meningkat.

Gambaran foto rontgen torak dapat membantu mengarahkan kecenderungan


etiologi pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata dan
hiperinflasicenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrate alveolar berupa
konsolidasi segmen atau lobar,, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat
ungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia staphylococcus sering ditemukan
abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.

Gambaran foto rontgen toraks pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi .


pada beberapa kasus terlihat sangat mirip dengan gambaran foto rontgen torak virus,
selain itu, dapat juga ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus

19
bawah, infiltran interstisial retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah
konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya lesi foto rontgen torak lebih berat
daripada gambaran klinisnya. Meskipun tidak terdapat gambaran foto toraks yang
khas, tetapi bila didapatkan gambaran retikulonodular fokal pada satu lobus, hal ini
cenderung disebabkan oleh pneumonia mikoplasma. Sedangkan gambaran pneumonia
klamidia sulit dibedakan dengan pneumonia mikoplasma.

2. Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikplasma umumnyya


ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Namun, pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leucopenia (<5.000/mm3) menunjukan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat (> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi
bakteri, sering ditemukan pada bakteremi, dan resiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumonia kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura
merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-100.000.mm3,
protein> 2,5 g/dl, dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan penyebab
infeksi secara pasti.

3. C-Reactive Protein (CRP)

CRP merupakan suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun
fungsi pasting belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnosis untuk membedakan antara
factor infeksi dengan non infeksi, infeksi virus dan bakteri atau infeksi superisialis
atau profunda.. kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri
superfisialis daripada infeksi profunda. CRP kadang juga digunakan untuk evaluasi
respon antibiotic. Namun CRP belum terbukti dapat membedakan secara konklusif
infeksi bakteri dengan virus.

20
4. Uji Serologis

Uji serologic untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Namun diagnosis infeksi
streptococcus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti
antistreptolisin O, streptozim atau antiDnase B. peningkatan titer juga berarti adanya
infeksi terdahulu. Untuk konfirmassinya diperlukan serum fase akut dan serum fase
konvalesen (paired sera).

Secara umum uji ini tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi
bakteri tipik, namunn untuk deteksi bakteri atipik seperti mikoplasma dan klamidia
serta beberpa virus seperti RSV, sitomegalo dan campak, parainfluenza 1,2,3,
influenza A dan B dan adeno, peningkatan antibody IgM dan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.

5. Pemeriksaan mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik anak tidak rutin dilakukan. Basanya hanya pada


pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, specimen
didapatkan dari usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronskus, darah, pungsi
pleura atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari
darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonates, kejadian
bakteremia sangat rendah, sehingga kultur jarang positif. Pada pneumonia anak hanya
dilaporkan 10-30% yang ditemukan bakteri pada kultur darah. Pada anak besar dan
remaja, specimen untuk pemeriksaan mikrobiologis dapat berasal dari sputum, baik
untuk pewarnaan gram maupun kultur. Specimen memenuhi syarat jika mengandung
lebih dari 25 leukosit dank rang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil. Specimen dari nasofaring untuk kultur
maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens
kolonisasi bakteri di nasofaring. Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma
dan klamidia.

Tatalaksana

21
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
didasari dari berat-ringannya penyakit. Neonates dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai,
serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/ antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak
terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang
mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan .


terapi antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan
oleh bakteri.

Antibiotik oral pilihan pertama (kotrimoksazol) bila tersedia. Ini dipilih karena
sangat efektif, cara pemberiannya mudah dan murah. Antibiotik pilihan kedua (amoksisilin)
diberikan hanya apabila obat pilihan pertama tidak tersedia atau apabila dengan pemberian
obat pilihan pertama tidak memberi hasil yang baik.

Untuk menentukan dosis antibiotik yang tepat:

- Antibiotik diberikan selama 3 hari dengan jumlah pemberian 2 kali per hari.

- Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat anafilaksis atau reaksi
alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut. Gunakan jenis antibiotik lain. Kalau tidak
mempunyai antibiotik yang lain maka rujuklah.

22
Tabel 1. Pemberian antibiotic oral 1

1. Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotic lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotic tunggal oral dengan efektifitas mencapai 90 %.

Dosis: amoksisilin 25 mg/kgbb, kotrimoksazol 4 mg/kgbb TMP – 20 mg/kgbb


sulfametoksazole)

Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid abaru, dapat digunakan sebagai


terapi alternative beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S pneumonia dan bakteri atipik.

2. Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta-


laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-
laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotic lain seperti gentamisin, amikasin
atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotic
diteruskan selama 7-10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada
studi mengenai lama terapi antibiotic yang optimal.

Pada neonates dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai
sesegera mungkin. Oleh Karena itu pada neonates dan bayi kecil sering terjadi sepsis
dan meningitis, antibiotic yang direkomendasikan adalah spectrum luas, seperti
kombinasi beta-laktam/ klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi

23
ketiga. Bila keadaan sudah stabil antibiotic dapat diganti dengan antibiotic oral selama
10 hari.

Pada balita dan anak lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan adalah
antibiotic beta-laktam dengan atau tanpa klavukanat; pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah
stabil, antibiotic diganti dengan antibiotikoral dan berobat jalan.

Pada anak dengan pneumonia berat atau pneumonia sangat berat yang dapat
meninggal karena kekurangan oksigen sangat tepat untuk memberikan oksigen. Pemberian
oksigen dapat mempertahankan agar pasien tetap hidup sehingga daya tahan tubuh dan
antibiotic mendapatkan cukup waktu untuk membunuh kuman penyebab penyakit. Indikasi
pengobatan dengan oksigen:

- Sianosis sentral (kebiruan pada wajah di sekitar mulut dan hidung) Merupakan
gejala klinik yang terpenting sebagai tanda hipoksemia (kekurangan oksigen dalam
darah). Tetapi sianosis muncul lambat sehingga relatif kurang sensitif.

- Tidak dapat minum

- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat

- Frekuensi napas lebih dari 70 kali/menit pada anak 2 bulan - <5 tahun

- Merintih/grunting pada bayi berumur <2 bulan

- Kegelisahan (yang membaik dengan pemberian oksigen)

Pemberian Oksigen :

- Alat yang direkomendasikan untuk pemberian oksigen pada bayi/anak adalah melalui selang
hidung (nasal prong).

- Sumber oksigen berupa konsentrator oksigen walaupun memerlukan aliran listrik tetapi
memiliki beberapa kelebihan karena lebih kecil, lebih ringan dan lebih murah dibandingkan
dengan oksigen tabung. Diperlukan waktu 10 menit untuk menghasilkan konsentrasi oksigen
yang diperlukan (90-95%).

- Sesuaikan aliran oksigen dengan umur bayi/anak

24
- Bayi muda berumur <2 bulan dengan pneumonia lebih mudah meninggal dibanding bayi
yang lebih tua sehingga pemberian oksigen secara tepat merupakan hal penting. Jagalah
sungguh-sungguh pada bayi prematur untuk menghindari pemberian oksigen terlalu banyak
karena dapat mengakibatkan kebutaan.

Tabel 2. Pemberian Oksigen 1

Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,


pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Ilten F, dkk. melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel


kanan meningkat , kreatinin kinase meningkat , dan gagal jantung) yang cukup tinggi pada
seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang
fatal, maka dianjurkan untukmelakukan deteksi dengan teknik non invasive seperti EKG,
ekokardiografi dan pemeriksaan enzim.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta.

2. Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

3. Rahajoe, N,dkk. 2013. Pneumonia. In: Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.
UKK Respirologi IDAI: pp 350-365.

4. World Health Organization. 2016. Pneumonia. Available from:


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/ accessed 5 Maret 2017.

26

Anda mungkin juga menyukai