PEMFIGUS VULGARIS
Pembimbing :
dr. Flora Anisah, SpKK
Disusun Oleh :
Naufal Rahman Tejokusumo
2015730101
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah, karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus Pemfigus Vulgaris ini tepat pada
waktunya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
yang membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih
baik kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Ilmu
Kulit dan Kelamin serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi
Sukabumi, 17 September2019
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 45 Tahun
1.2 Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien pada tanggal 2 September 2019 di Ruang Kaca
Piring Atas RSUD Syamsudin Sukabumi.
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Tidak ada
Pasien datang ke RSUD Syamsudin Sukabumi karena mengeluh gatal dan melepuh pada
bagian perut dan punggung. Pasien mengatakan muncul lepuhan dan terasa gatal sejak 1 minggu
SMRS. Gatal yang di rasakan terus menerus sepanjang hari. Awalnya timbul bentol-bentol berisi
air pada bagian perut berukuran kecil. Bentolan tersebut sangat kendur dan mudah pecah,
Awalnya hanya pada bagian perut, lalu menyebar kebagian daerah lain seperti di punggung.
Pasien sudah berobat ke puskesmas 3 hari SMRS tetapi tidak ada perubahan. Rasa panas dan
nyeri pada bentolan disangkal.
Pernah mengalami penyakit yang sama kurang lebih 3 bulan yang lalu
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala yang sama. Dikeluarga juga tidak ada
riwayat HT, DM, asma, rhinitis, kanker.
Riwayat Pengobatan
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan, debu, maupun cuaca
Kesadaran : Composmentis
GCS : E = 4, V=5, M=6
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
RR : 18 kali/menit
Suhu : 36,2ºC
Status Gizi
Berat Badan : 83 kg
Status Generalis
- Kepala : Normocephal
- Mulut : Bibir kering (-), perdarahan gusi (-), lidah kotor dan tremor (-)
Thorax
Pulmo
Inspeksi : Normochest, Pergerakan dinding dada simetris.
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Rales (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I dan II reguler (+), gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
Inspeksi : Cembung (+),terdapat bulla pada regio abdomen dextra
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Supel , Nyeri tekan Epigastrium (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas Atas Bawah
Sianosis : -/- -/-
Akral : hangat hangat
Edema : -/- -/-
CRT : <2s <2s
Pada status dermatologis ditemukan kelainan pada kulit saat inspeksi ditemukan
tampak makula eritema, bula, krusta, erosi pada regio abdominal dan regio vetebralis,
distribusi generalisata, bentuk tidak teratur, ukuran numuler, berbatas tegas, dan
permukaan tidak rata.
Tidak dilakukan
Saran pemeriksaan penunjang
- Histopatologi
- Imunofloresensi
1.5 Resume
Pasien datang ke RSUD Syamsudin Sukabumi karena mengeluh gatal dan melepuh pada
bagian perut dan punggung. Pasien mengatakan muncul lepuhan dan terasa gatal sejak 1 minggu
SMRS. Gatal yang di rasakan terus menerus sepanjang hari. Awalnya timbul bentol-bentol berisi
air pada bagian perut berukuran kecil. Bentolan tersebut sangat kendur dan mudah pecah,
Awalnya hanya pada bagian perut, lalu menyebar kebagian daerah lain seperti di punggung.
Pasien sudah berobat ke puskesmas 3 hari SMRS tetapi tidak ada perubahan. Rasa panas dan
nyeri pada bentolan disangkal. Riwayat alergi sebelumnya disangkal.
1.6 Diagnosis
Diagnosis Banding
Diagnosa Kerja
Eritema nodosum
1.7 Tatalaksana
- Medikamentosa
- Non Medikamentosa
1.8 Prognosis
Definisi
Eritema nodosum (EN) adalah bentuk panniculitis yang paling umum. Eritema nodosum
ditandai dengan onset akut nodul erimatosa, nyeri tekan klasik pada permukaan ekstensor
tungkai bawah secara bilateral. Nodulnya bulat, sedikit terangkat, berdiameter 1-6 cm, dan
kadang-kadang menyatu. Lesi terkadang melibatkan pergelangan kaki, paha bagian bawah,
lengan, wajah, leher, dan batang tubuh (trunk) . Gejala mencapai maksimal dalam 1-2 minggu,
dan kemudian menghilang secara spontan dalam 1-6 minggu, kadang-kadang membutuhkan
waktu hingga 12 minggu untuk sepenuhnya sembuh. 1
Ulserasi jarang terjadi dan sembuh tanpa jaringan parut tetapi dapat meninggalkan
hiperpigmentasi residual (eritema contusiformis). Gejala sistemik seperti demam, menggigil,
malaise, arthralgia, dan kadang-kadang gejala gastrointestinal juga dapat terjadi. 1
Perkembangan EN telah dikaitkan dengan banyak proses penyakit yang mendasarinya
dan mungkin tergantung pada banyak faktor termasuk usia, ras, jenis kelamin, dan lokasi
geografis pasien. Dalam banyak kasus, tidak ada penyebab yang dapat dijelaskan, membuat EN
idiopatik pada sekitar sepertiga hingga setengah dari kasus. Penyebab EN yang dapat
diidentifikasi termasuk sarkoidosis, infeksi, keganasan, penyakit autoimun, obat-obatan, dan
kehamilan. Jenis-jenis infeksi bervariasi dan termasuk infeksi virus seperti virus hepatitis C,
virus Epstein Barr, infeksi jamur seperti histoplasmosis, tinea kapitis, coccidioidomycosis, dan
blastomycosis, dan infeksi bakteri termasuk TBC, infeksi Yersinia, infeksi Campylobacter, sifilis,
dan infeksi streptokokus. 1
Epidemiologi
EN dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, pada usia berapapun dari masa kanak-
kanak hingga usia 70 tahun, tetapi lebih sering terjadi pada wanita muda pada dekade kedua
hingga keempat kehidupan. Tidak ada perbedaan gender dalam kasus masa kanak-kanak.
Prevalensi EN yang lebih tinggi di antara orang muda dianggap karena insiden sarkoidosis yang
lebih tinggi pada kelompok usia ini. Selain itu, dianggap bahwa peningkatan insiden EN pada
paruh pertama tahun dikaitkan dengan etiologi infeksi streptokokus yang lebih sering untuk
periode tahun ini. Selain itu, riwayat keluarga dengan eritema nodosum biasanya dikaitkan
dengan etiologi infeksi.2,3
Prevalensi bervariasi dari 2,4 per sepuluh ribu populasi hingga 52 per juta populasi, dan
pada populasi pasien dari 0,38% hingga 0,5% dari pasien yang terlihat di klinik masing-masing
di Spanyol dan Inggris. 2,3
Gambaran Klinis
EN paling umum muncul dengan onset akut berupa nodul dan plak lunak, nyeri,
eritematosa, hangat pada anterior dan kadang-kadang pada aspek lateral kedua tungkai bawah
dan pergelangan kaki . Pada lokasi lain juga mungkin terlibat, termasuk lengan bawah, paha, dan
batang tubuh (trunk) atau bahkan wajah, terutama pada anak-anak. Nodul dapat bertahan
beberapa hari atau minggu, dapat menjadi konfluen, dan berevolusi dari eritema atau keunguan
menjadi seperti bercak memar yang disebut erythema contusiforme, jika perdarahan hadir di AT.
Erupsi biasanya berlangsung dari 3 hingga 6 minggu, dengan lesi baru muncul hingga 6 minggu,
tetapi mungkin bertahan lebih lama dan mungkin kambuh lagi.Lesi tidak mengalami ulserasi,
dan sembuh tanpa atrofi atau jaringan parut.
Gejala sistemik seperti demam, kelelahan, malaise, artralgia, radang sendi, dan sakit
kepala sering terjadi. Nyeri perut, muntah, diare, dan batuk lebih jarang. Manifestasi okular dapat
menyertai lesi kulit. Tonsilitis / faringitis / infeksi saluran pernapasan atas (URI) mendahului
onsetnya pada 20% -30% dalam dua seri dan gejala prodromal dapat muncul 1-3 minggu
sebelum onset lesi, dimana gejala waktu dapat memburuk.
Temuan labotarorium dapat berupa ESR tinggi, kultur tenggorokan positif, atau titer ASO
tinggi pada pasien dengan infeksi streptokokus dan leukositosis. Hasil tes Purified protein
derivative (PPD) yang positif harus dievaluasi dalam konteks prevalensi tuberkulosis di wilayah
geografis. Pemeriksaan rontgen toraks akan mengesampingkan penyakit menular atau non-
infeksi paru (sarkoidosis) , dan pemeriksaan serologis atau kultur untuk berbagai penyakit infeksi
serta pemeriksaan lain mungkin diperlukan.
Histopatologi
Secara histopatologis, EN dianggap sebagai prototipe septial panniculitis, meskipun
inflamasi lobular juga dapat terjadi. Komposisi infiltrat inflamasi bervariasi sesuai dengan usia
lesi, dengan lesi paling awal menunjukkan edema septum, ekstravasasi sel darah merah, dan
penyebaran neutrofil. Lesi EN yang berkembang sepenuhnya menunjukkan adanya pelebaran
septa dan fibrosis dini, bersama dengan infiltrate septum yang meliputi limfosit, histiosit,
neutrofil dan eosinofil.
Mungkin terdapat perpanjangan infiltrat ke lobulus lemak yang berdekatan, tetapi
nekrosis sentrilobular adiposit tidak terlihat.Pada lesi stadium akhir terlihat septa melebar dan
fibrotik, seringkali mengandung granuloma. Fibrosis dan peradangan dapat mengganggu dan
sebagian menghilangkan lobulus lemak. Kadang-kadang, sel-sel polimorfonuklear yang dominan
dapat hadir pada EN khas, tetapi ini dianggap sebagai bagian dari fase awal peradangan.
Granuloma Miescher, suatu agregat mikronodular diskrit dari histiosit kecil disekitar
pusat celah stellate dianggap karakteristik awal EN, tetapi tidak secara universal ditemukan di
EN, dan telah dijelaskan dalam jenis panniculitis lainnya. Gambar granuloma Miescher juga
berevolusi, seperti pada lesi stadium lanjut, beberapa agregat histiosit yang lebih besar dan sel
raksasa berinti banyak mempertahankan celah sentral.
Infiltrat dermal perivaskular superfisial dan dalam sering ditemukan pada EN. Perubahan
lipomembran telah dijelaskan pada tahap akhir EN. Meskipun secara definisi, vaskulitis secara
khas tidak ada pada EN, tromboflebitis telah ditekankan oleh beberapa orang sebagai gambaran
pada EN awal.
Diagnosis
Karena daftar faktor etiologi dari EN luas , perlu dilakukan pendekatan diagnostik secara
rasional dan hemat biaya. Pada anamnesis, riwayat klinis lengkap harus diperoleh pada semua
pasien. Pertanyaan mengenai riwayat penyakit dahulu, obat-obatan, riwayat bepergian, hewan
peliharaan dan riwayat penyakit pada keluarga.
Gangguan kulit didiagnosis secara klinis dan biopsi kulit sering dilakukan. Patologi
eritema nodosum menunjukkan peradangan di sekitar septum antara lobulus lemak di jaringan
subkutan, tanpa vaskulitis.Tes yang dilakukan pada pasien dengan eritema nodosum meliputi 5,6:
- Throat Swab
- Pemeriksaan sputum jika dicurigai TB
- Hitung darah lengkap dan protein C-reaktif (CRP) dan / atau laju sedimentasi eritrosit (ESR)
- Anti-streptolysin O test
- Rontgen thoraks
- Studi virus
- Titer Yersinia
- Tes mantoux atau QuantiFERON
Biasanya diagnosis EN biasanya dapat ditegakkan dengan melihat gambaran klinis, tanpa
perlu pemeriksaan histopatologis.4
Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi selulitis, panniculitis yang diinduksi infeksi,
lipodermatosklerosis akut (LDS), EI / NV, yang cenderung muncul pada betis dan menjadi
ulserasi, vaskulitida lain yang harus dibedakan secara histopatologis, dan panniculitis pankreas,
yang dapat terjadi di mana saja pada kaki dan yang disertai dengan peningkatan serum lipase dan
amilase.
Tata Laksana
Tatalaksana pada EN terfokus pada pengobatan atau menghilangkan faktor etiologi.
Terapi obat yang dicurigai sebagai penyebab harus dihentikan, infeksi yang mendasari EN harus
dicari dan diobati bila memungkinkan, dan gangguan inflamasi atau keganasan dicari dan diobati
dengan tepat. Gangguan ini dapat bertahan selama berbulan-bulan sebelum remisi, dan mungkin
terjadi kekambuhan, terutama jika etiologinya tidak diketahui. 2,9
Opsi terapi tambahan termasuk tirah baring dan elevasi kaki, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory agents (dihindari pada pasien dengan IBD). Aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid seperti oxyphenbutazone, 400 mg per hari, indometasin 100- 150 mg per hari atau
naproxen 500 mg per hari dapat membantu untuk meredakan rasa nyeri dan mempercepat proses
penyembuhan. Jika lesi menetap lebih lama, dapat diberikan kalium iodida 400-900 mg perhari
atau larutan kalium iodida jenuh (SSKI), 2–10 tetes (1 tetes = 0,03 mL = 30 mg) dicampurkan
ke air minum ataun jus jeruk tiga kali perhari, namun pada pasien dengan gangguan tiroid dan
dalam pengobatan tertentu mungkin berisiko untuk terkena hipotiroidisme serta reaksi toksisitas
kalium tinggi yang melibatkan jantung dan paru-paru. Mekanisme kerja dari kalium iodide pada
eritema nodosum masih belum diketahui, tetapi diperkirakan kalium idoda menimbulkan
pelepasan heparin dari sel mast dan heparin mensupresi delayed hypersensitivity reactions. Di
sisi lain, kalium iodida juga menghambat kemotaksis neutrofil. Kontraindikasi pemberian SKKI
adalah pasien yang sedang hamil. Obat lain yang telah digunakan untuk EN termasuk olchicine
(terutama untuk penyakit Behcet), kortikosteroid (jarang digunakan, terutama karena infeksi
yang mendasarinya harus disingkirkan), etanercept, dan infliximab untuk EN yang terkait dengan
IBD. 2,9
Prognosis
Sebagian besar kasus eritema nodosum mengalami perbaikan secara spontan dalam 3
hingga 4 minggu. Pada kasus berat perbaikan terjadi dalam 6 minggu. Bisa terjadi relaps, lebih
sering pada pasien dengan eritema nodosum idiopatik dan eritema nodosum yang berhubungan
dengan infeksi saluran napas. Komplikasi dari eritema nodosum jarang terjadi.