Anda di halaman 1dari 5

Terobosan Terbaru Biomarker untuk Penyakit Jantung Koroner

Oleh dr. Alvin Nursalim

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian utama pada negara maju dan

diperkirakan akan menjadi penyebab kematian utama di negara berkembang pada tahun 2020.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terkait kardiovaskular yang paling

sering. Infark miokard akut dengan berbagai spektrum klinisnya memiliki tingkat morbiditas

dan mortalitas yang tinggi, sehingga diagnosis penyakit ini perlu ditegakkan dengan tepat dan

cepat.1 Presentasi klinis berupa nyeri dada angina, gambaran elektrokardiografi yang khas,

dan peningkatan petanda kerusakan jantung/biomarker (creatin kinase dan troponin)

merupakan beberapa hal yang digunakan untuk diagnosis infark miokard. Pada keadaan

dimana gambaran elektrokardiografi tidak khas dan tanpa peningkatan biomarker, maka

diperlukan penilaian lain yang dapat membantu menunjang diagnosis.2,3 Dokter sudah cukup

akrab dengan biomarker kerusakan jantung seperti CK-MB dan troponin T, namun sekarang

telah berkembang berbagai biomarker kerusakan jantung yang baru. Mari kita lihat berbagai

biomarker baru yang berpotensi menjadi pemeriksaan penunjang tambahan yang dapat

membantu dokter dalam mendiagnosis maupun menilai prognosis infark miokard akut.

Brennan ML et al2 dalam studinya mempelajari manfaat prognostik nilai

myeloperoxidase pada 604 pasien dengan presentasi nyeri dada. Myeloperoxidase adalah

sebuah enzym leukosit yang diduga berperan dalam stabilitas plak aterom. Pada pasien

dengan angina tidak stabil dijumpai aktivasi leukosit, infiltrasi monosit dan neutrofil. Kadar

myeloperoxidase meningkat pada pasien dengan penyakit kardiovaskular yang

didokumentasikan secara angiografi. Studi ini memaparkan bahwa semakin tinggi nilai
myeoperoxidase maka semakin tinggi risiko infark miokard dan revaskularisasi dalam enam

bulan ke depan. Satu hal yang menarik adalah pada pasien tanpa kenaikan serial troponin T,

kenaikan myeloperoksidase (yang dinilai pada saat pasien masuk ruang emergensi) memiliki

nilai prediktif bermakna terhadap kejadian infark miokard akut di kemudian hari (p<0.001).

Selain itu kadar myeloperoxidase meningkat lebih cepat dari nilai ambang batas pada pasien

infark miokard yang awalnya tidak memiliki kenaikan troponin T. Penemuan ini mendukung

kegunaan dari pengukuran kadar myeloperoksidase awal pada pasien dengan presentasi

angina, yang dapat berfungsi sebagai penanda plak tidak stabil yang mendahului nekrosis

miokard.

Selain enzym myeloperoksidase, copeptin juga berpotensi menjadi pemeriksaan

penunjang untuk membantu diagnosis infark mioakrd akut secara tepat dan cepat. Copeptin,

sebuah bagian c-terminal prohormon vasopressin, meningkat pada pasien dengan infark

miokard akut. Reichlin T et al3 mempelajari hubungan kadar copeptin dengan diagnosis

infark miokard akut. Studi ini memberikan berbagai kesimpulan, diantaranya bahwa nilai

copeptin meningkat lebih awal dibandingkan troponin T pada pasien infark miokard akut.

Selain itu, pemeriksaan copeptin sebagai tambahan pemeriksaan troponin T, memberikan

diagnosis infark miokard akut yang sangat akurat (area dibawah kurva/ area under the curve

0,97). Nilai copeptin yang rendah (<14 pmol/l) dikombinasikan dengan nilai troponin T

≤0.01µg/l mengeksklusi diagnosis infark miokard akut dengan sensitivitas sebesar 98,8% dan

nilai prediktif negatif 99,7%.

Studi oleh Wollert KC4 mempelajari nilai prognostik dari Growth-Differentiation

Factor-15 (GDF-15) pada 2081 pasien dengan sindrom koroner akut non-ST elevasi. GDF-15

merupakan sebuah sitokin yang dihasilkan oleh sel kardiak dalam keadaan iskemia dan

reperfusi. Studi ini mendokumentasikan manfaat dari GDF-15 dalam menilai risiko kematian

pada pasien non-ST elevasi. Semakin tinggi kadar GDF-15 maka semakin tinggi risiko
mortalitas dan reinfark pada populasi penelitian. Pada kelompok pasien dengan kadar GDF-

15 yang normal, tingkat mortalitas 1 tahun cukup rendah yaitu sebesar 1,5%, pada kelompok

pasien dengan peningkatan kadar GDF-15 moderat/sedang (1200-1800 ng/L), tingkat

mortalitas 1 tahun yaitu 5,0%, sedangkan pada kelompok pasien dengan peningkatan kadar

GDF-15 yang tinggi (>1800 ng/L), tingkat mortalitas 1 tahun paling tinggi, yaitu 14,1%.

Studi ini menyimpulkan bahwa pengukuran GDF-15 memberikan informasi prognostik

tambahan dan independen diluar informasi yang diberikan melalui penilaian klinis, dan

kenaikan biomarker seperti troponin T, NT-proBNP, CRP dan fungsi renal.

Biomarker lain yang juga mempunyai nilai prognostik adalah heart fatty acid-binding

protein (H-FABP). H-FABP adalah sebuah protein sitoplasmik yang berfungsi melakukan

transport asam lemak dari membran sel ke mitokondria untuk oksidasi. H-FBAP dilepaskan

30 menit setelah terjadi proses iskemik.5 KilCullen N et al6 mempelajari nilai prognostik H-

FABP pada 1,448 pasien dengan sindrom koroner akut. Setelah pemantauan selama 12 bulan,

dilakukan penilaian terhadap mortalitas. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan

tingkat mortalitas yang signifikan antara pasien dengan kadar H-FABP dibawah dan diatas

nilai ambang (nilai ambang=5,8 µg/l). Tingkat mortalitas pada kelompok pasien dengan nilai

H-FABP dibawah nilai ambang adalah 2,1%, sedangkan pada kelompok dengan nilai diatas

ambang ditemukan tingkat mrotalitas sebesar 22.9% (p=0,006). Berdasarkan penemuan ini,

H-FABP dapat memberikan prediksi tingkat mortalitas pada pasien sindrom koroner akut.

Studi lain tentang H-FABP juga dilakukan oleh Viswanathan K et al7, dimana

dilakukan penilaian nilai prognostik berupa mortalitas pada 1080 pasien dengan

kemungkinan sindrom koroner akut dengan nilai troponin negatif. Pada studi ini, nilai

ambang H-FABP sebesar 6,48 µg/l dijadikan acuan. Pasien dengan hasil troponin negatif

namun memiliki nilai H-FABP diatas nilai ambang memiliki risiko mortalitas yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok pasien dengan nilai H-FABP dibawah nilai ambang (HR:
11.20, 95% CI: 4.95 – 25,36, p<0.001). Oleh karena itu, kelompok pasien dengan kadar H-

FABP diatas nilai ambang merupakan kelompok pasien risiko tinggi yang memerlukan

pemeriksaan lanjutan seperti angigrafi koroner dan terapi yang lebih agresif mungkin

diperlukan. Simpulan tambahan yang dapat kita ambil dari studi ini adalah H-FABP

merupakan biomarker iskemia miokard bahkan pada keadaan tanpa nekrosis miokard yang

nyata.

Berbagai perkembangan terkait biomarker tentu merupakan terobosan baru dunia

kedokteran yang penting. Berbagai biomarker ini dapat memberikan informasi terkait nilai

diagnostik dan prognostik tambahan diluar biomarker yang sudah umum dilakukan. Selain

itu, biomarker baru dapat memberikan informasi penggolongan risiko pasien sehingga

membantu dokter dalam menentukan langkah pemeriksaan atau pengobatan lanjutan.

Pemeriksaan biomarker tambahan ini tentu akan memberikan beban biaya tambahan

terhadap pasien, oleh karena itu diperlukan konsensus terkait penggunaan biomarker baru ini.

Dengan panduan yang jelas, dokter dapat menentukan kapan dan siapa pasien yang

mendapatkan manfaat melalui pemeriksaan tambahan ini. Berbagai studi di masa datang

diharapkan dapat memberikan simpulan terkait karakteristik pasien yang akan mendapatkan

keuntungan maksimal dari berbagai pemeriksaan tambahan ini. Dengan demikian, dokter

dapat melakukan pemeriksaan tambahan yang tepat sasaran dan efektif secara biaya.

Daftar Pustaka

1. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H et al. ESC

guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting

without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal


doi:10.1093/eurheartj/ehr236. Diunduh dari: http://www.escardio.org/guidelines-

surveys/esc-guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx

2. Brennan ML, Penn MS, Van Lente F, Nambi V, Shishehbor MH, Aviles RJ et al.

Prognostic value of myeloperoxidase in patients with chest pain. N Eng J Med

2003;349:1595-604.

3. Reichlin T, Hochholzer W, Stelzig C, Laule K, Freidank H, Morgenthaler NG et al.

Incremental value of copeptin for rapid rule out of acute myocardial infarction. J Am

Coll Cardiol 2009;54:60–8.

4. Wollert KC, Kempf T, Peter T, Olofsson S, james S, Johnston N et al. prognostic

value of growth-differentiation factor-15 in patients with non-ST elevation acute

coronary syndrome. Circulation 2007; 115:962-71.

5. Randox Cardiology, Heart-type Fatty Acid-Binding Protein (H-FABP) assay.

Diunduh dari

http://www.randox.com/Cardiology/brochures/PDF%20Brochure/LT295.pdf (6

Agustus 2012)

6. Kilcullen N, Viswanathan K, Das R, Morrell C, Farrin A, Barth JH et al. After acute

coronary syndrome and identifies high-risk patients across the range of troponin

values. J Am Coll cardiol 2007;50:2061-7.

7. Viswanathan K, Kilcullen N, Morrell C, Thistlethwaite SJ, Sivananthan MU, Hassan

TB et al. Heart-type fatty acid-binding protein predicts long term mortality and

reinfarction in consecutive patients with suspected acute coronary syndrome who are

troponin-negative. J Am Coll Cardiol 2010; 55:2590-8.

Anda mungkin juga menyukai