BAB 1
PENDAHULUAN
Indonesia sendiri mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60
tahun,dan 65% pada usia >61 tahun.1
BAB 2
PERMASALAHAN DI KELUARGA, MASYARAKAT, MAUPUN KASUS
b. Faktor Perilaku
Aktivitas fisik berulang pada satu sendi karena tuntutan pekerjaan
meningkatkan risiko OA.
Kesadaran dan pengetahuan warga mengenai pentingnya aktivitas fisik
masih kurang. Hal ini meningkatkan risiko obesitas, yang berdampak pada
peningkatan beban mekanik pada sendi. Secara tidak langsung, kurangnya
aktivitas fisik menyumbang pada risiko terjadinya OA.
4
BAB 3
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
6. Capsaicin
Pengobatan topikal merupakan terapi pilihan akibat efek samping dan
interaksi obat yang dapat terjadi akibat penggunaan analgesik sistemik
maupun NSAID. Capsaicin dapat mengurangi nyeri pada OA tangan atau
lutut dan seringkali dijadikan monoterapi, tanpa NSAID atau analgesik
sistemik.
7. Glukosamin
Hingga saat ini penggunaannya masih diperdebatkan apakah benar-benar
bermanfaat untuk terapi OA. Beberapa penelitian menyebutkan
glukosamin dapat mengurangi nyeri dan melindungi kartilago dari
kerusakan yang lebih parah. Glukosamin bekerja dengan menghambat
enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan, seperti
hialuronidase, protease, elatase, dan katepsin B1. Selain itu juga
merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang
rawan sendi manusia.
8. Operasi
Dapat dilakukan joint replacement surgery pada pasien yang gagal dengan
tata laksana farmakologis yang agresif. Selain itu dapat dilakukan
kondroplasti untuk melapisi kembali tulang yang rusak.
Tata laksana OA menurut guideline ACR pada manajemen medis OA lutut dapat
dilihat pada gambar di bawah ini. Langkah-langkah di atas harus dilakukan secara
sekuensial. maju ke langkah berikutnya hanya jika respons pasien terbukti tidak
11
adekuat.9
12
Prognosis OA ditentukan oleh letak dan jumlah sendi yang terlibat serta
keparahannya. Belum ada pengobatan yang terbukti dengan pasti dapat melawan
proses OA. Sehingga pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejala.6
b. Upaya Promotif
Pemberitahuan kepada masyarakat mengenai seluk beluk penyakit OA,
terutama faktor risiko, gejala dan komplikasi dari penyakit tersebut.
Pemberitahuan kepada masyarakat agar segera menemui petugas
pelayanan kesehatan apabila diri sendiri ataupun keluarga mengalami
gejala OA.
c. Upaya Kuratif
Melakukan penilaian kemampuan pasien dalam melaksanakan activities of
daily living (ADL). Hal ini penting untuk mengetahui kemajuan terapi.
Menjelaskan kepada pasien bagaimana tatalaksana serta tujuan terapi OA.
Memberitahu pasien bahwa ujung tombak terapi OA bukanlah dengan
obat, melainkan dengan terapi non-farmakologis, seperti mengurangi berat
badan dan latihan jasmani.
Pemberian obat analgesik.
15
BAB 4
PELAKSANAAN
b. Upaya Promotif
Melakukan penyuluhan secara perorangan di balai pengobatan maupun
puskesmas pembantu, mengenai faktor risiko, gejala, komplikasi, serta upaya
pengobatan. Selain itu juga diberikan edukasi secara perorangan agar segera
menemui petugas pelayanan kesehatan apabila terdapat anggota keluarga yang
mengalami gejala OA berupa nyeri/kaku sendi.
c. Upaya Kuratif
Melakukan penilaian ADL pada pasien. Misalnya apakah pasien
mengalami kesulitan berjalan, jongkok, shalat, mengancing baju, menyisir
rambut, dan sebagainya. Hal ini dicatat pada rekam medik dan dilihat
perkembangannya pada kontrol pasien berikutnya.
Menginformasikan pada pasien bahwa ujung tombak terapi OA bukanlah
dengan obat, melainkan dengan terapi non-farmakologis, seperti
mengurangi berat badan dan latihan jasmani. Sehingga, petugas pelayanan
kesehatan memotivasi pasien untuk mengurangi berat badan dengan
meningkatkan aktivitas fisik dan latihan jasmani, serta pola makan
seimbang.
Pemberian obat analgesik. Obat analgesik yang tersedia di Puskesmas
Padamukti, antara lain:14
17
o Parasetamol/asetaminofen
Dosis parasetamol yang dianjurkan pada OA adalah 500 mg -1000
mg per kali, diberikan rutin 3-4x/hari, dengan dosis maksimum 4
gram/hari. Apabila terdapat perbaikan dalam 2 minggu,
parasetamol diberikan hanya bila terdapat nyeri. Namun, apabila
tidak terdapat perbaikan, dapat diberikan ibuprofen dengan
melanjutkan pula pemberian parasetamol. Tablet yang tersedia
adalah 100 mg dan 500 mg.
o Ibuprofen
Obat ini merupakan golongan NSAID dan bersifat analgesik
dengan daya anti-inflamasi yang tidak begitu kuat. Dosis sebagai
analgesik adalah 4x400 mg sehari, tetapi sebaiknya dosis optimal
pada tiap pasien ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak
dianjurkan pada wanita hamil dan menyusui. Tablet yang tersedia
adalah 200 mg dan 400 mg.
o Metampiron
Metampiron merupakan salah satu obat golongan NSAID dengan
efek analgesik dan nantiinflamasi. Dosis yang digunakan adalah
500 mg – 4 gram per hari dalam dosis terbagi. Tablet yang tersedia
adalah tablet 500 mg.
Meminta pasien untuk kontrol secara teratur.
18
BAB 5
MONITORING DAN EVALUASI
5.1 Monitoring
Monitoring penatalaksanaan penyakit menahun seperti osteoartritis
dilakukan dengan cara menganjurkan pasien agar kontrol ke puskesmas secara
teratur. Penting sekali disertai dengan pencatatan pada rekam medik pasien
mengenai perkembangan penyakit pasien serta obat-obatan yang telah diberikan.
Apabila pasien membutuhkan tata laksana lebih lanjut yang tidak tersedia di
puskesmas, dapat dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan lebih tinggi. Untuk area
Puskesmas Padamukti, sistem rujukan adalah kepada RSUD Majalaya.
5.2 Evaluasi
Evaluasi penatalaksanaan osteoartritis yaitu dengan cara melihat angka
kejadian osteoartritis berdasarkan data kunjungan ke puskesmas. Selain itu juga
perlu dinilai angka kejadian komplikasi yang terjadi pada pasien, sehingga dapat
ditentukan program penatalaksanaan lebih lanjut.
19
DAFTAR PUSTAKA
11. Altman R, et al. The American College of Rheumatology criteria for the
classification and reporting of osteoarthritis of the hand. Arthritis and
Rheumatism 33(11):1601-10, 1990.
12. Altman R, et al. The American College of Rheumatology criteria for the
classification and reporting of osteoarthritis of the hip. Arthritis and
Rheumatism 34(5):505-14, 1991.
13. Cush JJ. Approach to articular and musculoskeletal disorders: intrduction. In
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalo J (Editors). Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17 th edition. Vol
2. New York : McGraw-Hill Company. 2008: 2149-2158
14. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik, analgetik anti-inflamasi nonsteroid,
dan obat gangguan sendi lainnya. Dalam: Gunawan SG, Setiabudy R,
Nafrialdi, Elysabeth (ed). Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI; 2008. hal.230-40.