ARTIKEL
Oleh :
HELMINA
88101141012
1
PRAKATA
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke Hadirat Illahi Robbi yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas artikel yang berjudul
“Permasalahan Kata Majemuk dalam Suatu Kalimat”. Solawat beserta salam semoga
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya serta para sahabatnya.
Penulis menyadari bahwa pembuatan artikel ini masih jauh dari sempurna, hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, Penulis mohon
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa yang
akan datang. Akhirnya, Penulis mengharapkan semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Penulis,
i
PERMASALAHAN KATA MAJEMUK DALAM SUATU KALIMAT
Oleh : Helmina
helmina30@gmail.com
Abstrak
Bentuk kata merupakan salah satu komponen alat kalimat yang penting disamping
urutan kata, kata tugas dan intonasi. Penggunaan berbagai bentuk kata seperti membaca,
membacakan, dibaca, dibacakan, pembaca, pembacaan, dan bacaan dapat menghasilkan
berbagai struktur kalimat yang berbeda-beda makna. Proses pembentukkan kata ini dapat
menghasilkan berbagai macam bentuk kata, diantaranya kata majemuk. Berbagai versi dalam
mendefinisikan kata majemuk, lantas apa sebenarnya kata majemuk itu? Melalui studi
analisis deskriptif ini ditemukan dua referen definisi dan cirri-ciri kata majemuk.
Pendahuluan
Sering terjadi seseorang sulit menguraikan suatu peristiwa dalam pembicaran atau tak
dapat menyampaikan gagasan melalui kata-kata serta kalimat yang tepat sehingga terjadi
penjelasan yang berbelit-belit, panjang lebar, dan kurang terarah. Hal ini menyebabkan
pendengar sulit memahami maksud yang disampaikan oleh pembicara dan dapat terjadi salah
pengertian.
Pemilihan bentukan kata juga menentukan proses penyampaian maksud. Banyak kata
atau bentuk kata yang secara umum memiliki kesamaan arti, tapi sesungguhnya merngandung
pengertian khusus yang berbeda. Pilihan dan penggunaan bentukan kata yang tepat
menjadikan kalimat lebih cermat dan terarah sehingga terhindar dari salah pengertian.
1
Bentukan kata dalam bahasa Indonesia dibedakan atas empat jenis, diantaranya kata
majemuk.
Kata majemuk merupakan kata yang banyak mengalami permasalahan dalam tatanan
bahasa Indonesia, seperti yang dikatakan Abdul Chaer dalam bukunya Seputar Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (2002 : 104) bahwa permasalahan kata majemuk belum tuntas, malah
semakin ruwet, sehingga menurutnya banyak pakar yang tidak mau menggunakan istilah kata
majemuk. Lalu, menggantinya dengan istilah lain, seperti gabungan kata, kelompok kata atau
perpaduan kata. Bahkan, dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan termasuk yang ragu-ragu untuk menggunakan istilah itu dengan menyatakan
“Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk…..”, padahal buku pedoman ini sangat
penting untuk menetapkan aturan cara penulisan.
Tentang bentuk majemuk sendiri, menurut Masnur Muslich (2008) terdapat dua
pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa dalam bahasa Indonesia ada bentuk
majemuk. Pendapat ini dilatarbelakangi bahwa adanya perbedaan antara bentuk majemuk dan
frasa. Sedangkan pendapat kedua menyatakan tidak ada bentuk majemuk dalam bahasa
Indonesia. Pendapat ini dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa tidak ada perbedaan antara
bentuk majemuk dan frasa.
Kata majemuk adalah kata jadian yang terbentuk dari penggabungan dua kata atau
lebih menjadi satu kata baru yang mengandung makna baru (Soedjito dan Djoko Saryono,
2014: 183). Menurut Masnur Muslich dalam bukunya “Tata Bentuk Bahasa Indonesia” (
2008: 57) bahwa kata majemuk atau komposisi yaitu peristiwa bergabungnya dua morfem
dasar atau lebih secara padu dan menimbulkan arti yang relatif baru. Sedangkan menurut
Ramlan dalam buku “ Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia, editor Yus Rusyana dan
Samsuri (1983:42) menyatakan bahwa kata majemuk adalah kata yang terdiri atas dua suku
kata sebagai unsurnya. Sepintas pengertian ini membuat kita rancu karena pengertian tersebut
hampir sama dengan frasa. Namun, beliau menambahkan bahwa kata majemuk memiliki ciri-
ciri khusus yang membedakan dengan frasa.
2
dasar yang lain sehingga menghasilkan kata majemuk dan kata majemuk yang terbentuk itu
memiliki makna baru yang menyimpang dari makna lazimnya dengan ciri tertentu.
Menurut Soedjito dan Djoko Saryono (2014 : 187) ciri-ciri kata majemuk tampak
jelas jika dibandingkan dengan frasa, seperti dicontohkan berikut ini.
yang
Bayi sedang tidur
masih
Frasa dapat disisipkan kata yang, sedang, dan masih. Hal tersebut tidak dapat kita
terapkan pada kata majemuk kamar tidur. Kita tidak dapat mengatakan
yang
Kamar sedang tidur
masih
Untuk memperjelas pernyataan tersebut, bandingkan kata majemuk rumah makan dan
frasa rumah untuk makan. Kata majemuk rumah makan memang bisa didefinisikan sebagai
‘rumah untuk makan’ sehingga seakan-akan tidak ada bedanya dengn frasa rumah untuk
3
makan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kata majemuk rumah makan telah memiliki rujukan
tertentu, misalnya restoran, depot, dan kafe. Jadi, tidak semua rumah yang digunakan untuk
makan bisa disebut rumah makan. Selain itu kata majemuk juga diberi keterangan yang
digunakan sebagai penanda bahwa hubungan antarunsur pembentuknya sangat padu.
Ciri yang kedua adalah unsur kata majemuk tidak dapat dipertukarkan tempatnya
atau dibalik urutannya (Soedjito dan Djoko Saryono, 2014 : 188). Perhatikan contoh berikut :
Pada contoh diatas tampak bahwa kata majemuk atau komposium memiliki sifat
ketakterbalikan, artinya tidak dapat dipertukarkan kedudukannya. Karena hubungan di antara
satuan gramatis pembentuk kata majemuk itu sangat erat, maka posisinya tidak dapat
dipertukarkan sehingga strukturnya tetap (Sumadi, 2010:135—136). Sebagai contoh, kata
majemuk meja tulis, jam tangan, dan kamar tidur tidak dapat diubah menjadi tulis meja,
tangan jam, dan tidur kamar.
Mungkin kita menjumpai bentuk-bentuk goreng pisang, goreng tempe, dan rebus
singkong. Bentuk-bentuk kata tersebut memang kata majemuk, bukan berarti ciri dari kata
majemuk tersebut dapat menggugurkan kata goreng pisang, goreng tempe dan rebus
singkong sebagai kata majemuk karena susunanya dapat dibolak balik. Menurut Masnur
Muslich (2008:61) persoalan pisang goreng menjadi goreng pisang merupakan realitas tutur
salah satu dialek geografis Indonesia. Keberadaannya tidak baku. Kata pisang goreng tidak
bersearti dengan goreng pisang, karena tidak semua pisang yang digoreng itu disebut pisang
goreng. Contohnya kripik pisang atau sale merupakan pisang yang digoreng namun tidak
disebut pisang goreng. Maka tetaplah kuat bahwa kontruksi kata majemuk tidak dapat
dibolak balik.
Ciri yang ketiga menimbulkan makna baru. Proses penggabungan dua kata atau
lebih pada kata majemuk menimbulkan pengertian baru. Dalam kata majemuk, terjadi
pertalian makna diantara bentuk dasar yang membentuknya sehingga penafsiran makna
terhadap kata majemuk tidak dapat dilakukan terhadap makna bentuk dasarnya. Sebagai
contoh, kamar mandi adalah kata majemuk, sedangkan kamar saya bukan kata majemuk.
Alasannya, bentuk kamar mandi merujuk pada ruangan yang dirancang khusus untuk dipakai
mandi, sedangkan bentuk kamar saya menjelaskan bahwa kamar itu milik saya.
4
Bentuk-bentuk majemuk tertentu mudah sekali dikenal sebab artinya memang benar-
benar berbeda, atau sama sekali tidak berhubungan dengan arti dari setiap unsur
pembentuknya. (Masnur Muslich, 2008: 60). Atau seperti yang dikatakan oleh Sudaryanto
dalam Linguistik (1983:208), arti konstruksi majemuk itu „tidak wajar‟ dan „menyeleweng‟.
Contohnya dalam hal ini kambing hitam yang sama sekali tak berhubungan makna dengan
kambing dan hitam begitu juga gulung tikar maknanya tidak berhubungan dengan gulung dan
tikar.
Kata majemuk adalah sebuah kata yang terbentuk dari proses pemajemukan, bukan
frasa sehingga perlakuan terhadap kata majemuk harus sama dengan sebuah kata. Seperti
halnya kata, kata majemuk juga dapat mengalami proses afiksasi (mendapat prefiks, dan
konfiks). Jika hanya penambahan prefiks tidak terlalu bermasalah, misalnya kata rumah
tangga mendapat prefik {ber-} menjadi berumah tangga, contoh lain pada kata buruk sangka
mendapat prefiks {ber-} menjadi berburuk sangka. Lain ceritanya dengan penambahan
prefiks, penambahan konfiks pada kata majemuk rupanya mengalami masalah. Misalnya
pada kata kambing hitam, jika kata tersebut mendapat konfiks {ke-an} ada yang berpendapat
kata itu menjadi mengambinghitamkan ada juga yang berpendapat menjadi mengambingkan
hitam. Masalah senada terjadi pada kata tanggung jawab berkonfiks {ke-an}, satu pendapat
mengatakan menjadi pertanggungjawaban pendapat lain mengatakan pertanggungan jawab.
Hal itu menimbulkan simpang siur sehingga perlu dicari kebenarannya. Manakah yang benar
dari beberapa bentuk di atas?
Mengacu pada ciri kata majemuk seperti yang telah dibahas di atas bahwa hubungan
antarunsur kata majemuk sangat padu, sehingga tidak dapat disisipi satuan gramatik yang
lain. Berarti, dengan kata lain bentuk-bentuk seperti mengambingkan hitam, dan
pertanggungan jawab merupakan contoh yang salah karena bentuk tersebut menyisipkan
afiks diantara dua unsur pembentuk kata majemuk kambing hitam, dan tanggung jawab.
Dengan begitu, bentuk majemuk yang tepat ketika mendapat konfiks ialah ( prefiks-kata
majemuk-sufiks) seperti pada contoh ialah mengambinghitamkan, dan pertanggungjawaban.
5
Kata Majemuk dengan Frasa
Kata majemuk sering rancu dengan frasa. Sebenarnya, antara kata majemuk dan frasa
tidaklah sama. Dilihat dari pengertiannya, perbedaannya nampak sebagai berikut.
Frasa merupakan satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang bersifat
nonpredikatif, lebih besar dari kata dan lebih kecil dari klausa. Non predikatif yang dimaksud
ialah kata-kata pembentuk frasa tidak ada yang berkedudukan sebagai predikat. Misalnya,
rumah saya, makan sate, mereka semua, dan hari Sabtu.
Perbedaan yang nampak dari kata majemuk dan frasa antara lain (1) kata majemuk
terdiri atas dua bentuk dasar atau lebih (dapat berupa kata, pokok kata, dan morfem unik),
sementara frasa dibentuk dari pengabungan dua kata atau lebih. Misalnya, kata majemuk
yang terbentuk dari kata dengan pokok kata: jagung bakar, dan kata dengan morfem unik:
gelap gulita. Sementara frasa terbentuk dari gabungan kata dengan kata: sudah datang. (2)
kata majemuk menimbulkan makna baru yang menyimpang, sementara frasa tidak
menimbulkan makna baru melainkan tetap sesuai makna leksikal. Misalnya, pada kata
majemuk kepala dua yang bermakna „berumur 20—29‟ berbeda jauh dari makna bentuk dasar
penyusunnya, yaitu kepala „bagian tubuh yang di atas leher‟ dan dua „angka dua‟. Sementara
pada frasa makan nasi, makna kata makan „memasukkan makanan pokok ke dalam mulut
serta mengunyah dan menelannya‟ dan nasi „beras yang sudah dimasak‟ sehingga makna
makan nasi „memakan nasi atau memasukkan beras yang sudah dimasak ke dalam mulut
serta mengunyah dan menelannya‟. (3) kata majemuk tidak dapat disisipi satuan gramatis
yang lain sedangkan frasa dapat disisipi. Kata kamar mandi tidak dapat disisipi satuan
gramatik yang lain, memang ada sebagian pengamat bahasa yang mengatakan bahwa bentuk
kamar mandi dapat disisipi konjungsi untuk. Namun perlu dicermati bahwa kamar mandi dan
kamar untuk mandi berbeda makna. Kamar mandi tidak hanya untuk mandi, bisa digunakan
untuk buang air kecil atau sekadar cuci muka. Frasa adik mandi dapat disisipi kata sedang
dan makna antara adik mandi dengan adik sedang mandi artinya sama saja. (4) struktur kata
majemuk tetap sehingga tidak bisa dibolak-balik, sementara frasa dapat dibolak-balik.
Diambil dua contoh yaitu sangat cantik dan mati suri. Pada pola sangat cantik dapat
diutarakan dengan membalik unsur-unsurnya menjadi cantik sangat dan keduanya memiliki
makna yang sama, itulah yang disebut frasa, mempunyai sifat dapat dibolak-balik. Berbeda
keadaanya dengan kata majemuk (contoh 2), mati suri yang berarti „orang yang mati tetapi
hanya sebentar‟ jika kedua unsurnya dibalik menjadi suri mati, komposisi tersebut tidak
6
memiliki makna apa-apa, sehingga hal itulah yang disebut bahwa kata majemuk tidak dapat
dibolak-balik.
Dalam buku Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia (Yus Rusyana dan Samsuri,
1983 : 42) orang tua pada kalimat (1) Orang tua itu berjalan terhuyung-huyung bukalah
kalimat majemuk melainkan frasa. Orang tua pada kalimat tersebut dapat dipisahkan.
Sedangkan pada kalimat (2) Pengambilan rapot semester ganjil dilakukan oleh orang tua dan
kalimat (3) Pada liburan kemarin Tono pergi berkunjung ke rumah orang tuanya. Orang tua
pada kalimat (1) bermakna orang yang sudah tua, pengertian ini tidak menyimpang dari kata
dasar orang dan tua. Sehingga orang tua pada kalimat ini merupakan frasa. Orang tua pada
kalimat (2) dan (3) bermakna ibu bapak artinya pada konteks ini ada penyimpangan makna
dari kata dasar.
Melihat kajian diatas sebuah kontruksi dapat berstatus dua macam, yaitu (1) sebagai
frasa dan (2) sebagai kata majemuk tergantung pada konteks kalimatnya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bentukan kata terutama kata majemuk terkadang tidak konsisten dalam
menetapkan aturan.
7
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2012. Seputar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Rusyana, Yus dan Samsuri. 1983. Pedoman Penulisan Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Soedjito dan Djoko Saryono.2014. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: Aditya Media
Publishing