PROPOSAL
PENELITIAN SKRIPSI
DiajukanSebagai Salah
SatuSyaratUntukDapatMelaksanakanPenelitianGunaMemperolehGelarSarjanaKe
dokteranPadaFakultasKedokteranUniversitasAbulyatama Aceh
Oleh
KARINA SYAWALIA
14171034
FAKULTAS KEDOKTERAN
ACEH BESAR
1
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa proposal skripsi berjudul Faktor Resiko
Terjadinya Kejang Demam Di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Fakultas Kedokteran.
Karina Syawalia
Nim : 14171034
2
PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
KARINA SYAWALIA
NIM : 14171034
Dalam sidang proposal penelitian yang berlangsung pada hari kamis tanggal 26
Januari 2017
TIM PENGUJI
TAHUN 2017
3
PERSETUJUAN
Oleh:
KARINA SYAWALIA
14171034
Pembimbing
Proposal Penelitian Skripsi
Pembimbing I Pembimbing II
4
KATA PENGANTAR
5
7. Semua pekerja Sub. Bagian Poli Anak, Laktasi dan PKBRS Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah memberikan izin
serta masukan dalam melaksakan penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Umum Universitas
Abulyatama Aceh Besar angkatan 2014, yang telah memberikan dorongan,
semangat, serta masukan yang banyak kepada penulis.
Penulis,
Karina Syawalia
6
DAFTAR ISI
7
2.3. Etiologi ............................................................................................... 5
8
4.6. Waktu Penelitian ................................................................................ 17
LAMPIRAN ...................................................................................................
9
DAFTAR GAMBAR
10
DAFTAR TABEL
11
BAB I
PENDAHULUAN
12
1.2. Rumusan Masalah
Apakah faktor resiko terjadinya kejang demamdi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?
13
e. Mengetahui hubungan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan
terjadinya kejang demam di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
14
d. Bagi Dinas Kesehatan Setempat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan khususnya di
bidang kesehatan untuk dapat melakukan kegiatan penyuluhan, terutama
bersifat promotif dan preventif terhadapfaktor resiko ( suhudemam,
penyakit infeksi, umur, jenis kelamin, dan BBLR) untuk mengurangi
resiko terjadinya kejang demam.
e. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai faktor
resiko terjadinya kejang demam
b. Melalui penelitian ini dapat memanfaatkan dan menerapkan ilmu
yang didapat selama penelitian serta sebagai bahan evaluasi dalam
memberikan asuhan dan penatalaksanaan kejang demam di masa yang
akan datang.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Etiologi
Penyebab kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh atau demam.Demam
yang bervariasi disebabkan oleh infeksi saluran napas atas atau faringitis,otitis
media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, serta kejang tidak
selalu timbul pada suhu tubuh yang tinggi.11
16
2.4. Faktor Resiko
Kejang demam dapat terjadi karena beberapa faktor resiko:
1. Faktor Demam
Demam merupakan terdapatnya hasil pengukuran suhu tubuh di atas
37,80C atau diatas 38,30C rektal. Perubahan kenaikan temperatur tubuh
berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan ekstabilitas neural, karena
kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler
serta produksi Adenosine Triphosphate (ATP). Interleukin-I dan
prostaglandin sebagai pirogen endogen berperan terhadap terjadinya
kenaikan suhu di otak dan eksitabilitas neuron serta nilai ambang kejang.
Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga fungsi inhibisi
terganggu.11,12
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu
tubuh berkisar 38,90C-39,90C (40-56%). Kejang terjadi pada sushu tubuh
370C-38,90C sebanyak 11% dan ada suhu tubuh di atas 400C sebanyak 20%
terjadi kejang demam.12
2. Faktor Penyakit Infeksi
Kejang demam sebesar 80% disebabkan oleh infeksi virus,
sedangkan infeksi bakteri jarang. Beberapa peneliti melaporkan pada
penderita kejang demam ditemukan infeksi virus seperti Human
HerpesVirus 6, enterovirus, dan virus Influenza A Sydney Variant (H3N2).
Peneliti lain menemukan bangkitan kejang demam terjadi karena faringitis
38%, Otitis Media 23%, Pneumonia 15%, Gastroenteritis 7%, Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Infeksi Saluran Kemih (ISK), dan
diare.13,14
3. Faktor Umur
Umur terjadinya kejang demam berkisar antara 6 bulan sampai 5
tahun. Insiden tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Umur tersebut terkait
dengan fase perkembangan otak yaitu masa developmental window yang
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yang terjadi pada anak
17
berumur kurang dari 2 tahun. Pada masa developmental window terdapat
keadaan otak yang belum matang, sehingga mekanisme eksitasii lebih
dominan dibandingkan inhibisi.Pada otak yang belum matang, regulasi ion
natrium, kalium, dan kalsium belum sempurna sehingga mengakibatkan
gangguan repolarisasi setelah depolarisasi dan meningkatkan eksitabilitas
neuron.6,13
4. Faktor Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering didapatkan pada anak laki-laki daripada
anak perempuan dengan perbandingan 2:1. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih
cepat dibanding laki-laki.1
5. Faktor Genetik
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor penting dalam
terjadinya kejang demam adalah faktor genetik. Dari hasil pemetaan pada
beberapa keluarga dengan riwayat kejang demam menunjukkan bahwa
kejang demam berhubungan dengan mutasi gen pada kromosom 19p dan
8q13-21 di antaranya terdapat autosomal dominan. Ditemukan sekitar 60-
80% terdapat pewarisan gen secara autosomal dominan.15
Apabila ditemukan bahwa kedua orang tua memiliki riwayat kejang
demam, maka akan beresiko kejang demam pada anak sebesar 59-64%.
Namun apabila hanya salah satu orang tua yang memiliki riwayat kejang
demam maka resiko terjadinya kejang demam pada anak sebesar 20-
22%.Dan apabila kedua orang tuanya tidak memiliki riwayat kejang
demam, maka resiko kejang demam pada anak hanya berkisar 9%.
Pewarisan kejang demam lebih banyak dari ibu dibandingkan ayah, yaitu
27% berbanding 7%.16
6. Faktor Prenatal dan Perinatal
Umur ibu yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi
kehamilan antara lain eklampsia dan hipertensi yang dapat menyebabkan
18
aliran darah ke plasenta berkurang sehingga terjadi asfiksia pada bayi dan
dapat terjadi kejang di kemudian hari. Sedangkan gangguan pada persalinan
di antaranya trauma persalinan.
Hipoksia dan iskemia di jaringan otak dapat terjadi pada asfiksia
perinatal.Hipoksia dan iskemia dapat menyebabkan peningkatan cairan dan
natrium intraseluler sehingga dapat mengkibatkan edema otak.Inti-inti pada
batang otak, thalamus dan kolikulus inferior merupakan daerah yang sensitif
terhadap terjadinya hipoksia.Dan daerah yang sensitif terjadinya iskemia
adalah “watershead area” yaitu daerah parasagital hemisfer dengan
vaskularisasi paling sedikit. Hipoksia mengakibatkan lesi pada daerah
hipokampus, rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron
eksitator sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai
seperti demam.12
7. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
<2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (<37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction).17 Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki peluang lebih
besar untuk menderita kejang demam melalui dua mekanisme, yaitu karena
mekanisme imunologis yang masih imatur sehingga mempermudah
terjadinya infeksi yang merangsang demam dan akibat gangguan
perkembangan sistem saraf khususnya pada pusat pengatur suhu.18
2.5. Patofisiologi
Unit dasar sistem saraf adalah sel khusus yang disebut neuron.Neuron
memiliki dendrit dan badan sel yang berfungsi menerima impuls saraf dari neuron
di dekatnya dan ditransferkan ke akson.Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari lipoid di sebelah dalam dan ionik di permukaan luar.Dalam
keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium
dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion
19
klorida.Akibatnya, konsentrasi ion kalium di dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi ion natrium menjadi rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya.Karena adanya perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
maupun di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang di sebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial dari membran sel
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase pada permukaan sel.12
Pada keadaan demam kenaikan suhu tubuh 10C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen juga meningkat
20%. Sehingga reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan dengan demikian oksigen
menjadi lebih cepat habis. Maka terjadilah keadaan hipoksia yang menyebabkan
berbagai transport aktif dalam sel yang memerlukan tenaga metabolik terganggu.
Diantaranya transport aktif Na+ dan K+, maka permeabilitas membran terhadap
Na+akan meningkat menyebabkan masuknya ion Na+ dalam jumlah besar.
Masuknya ion-ion Natrium bermuatan listrik positif ke dalam sel neuron atau akson
menyebabkan membran tersebut menjadi positif di dalam dan negatif di luar,
sehingga terjadi suatu keadaan yang sebaliknya dari keadaan istirahat dan peristiwa
ini disebut depolarisasi.19 Kejang terjadi bila terdapat depolarisasi berlebihan pada
neuron dalam sistem saraf pusat. Hal tersebut diduga disebabkan oleh :
1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan
muatan listrik yang berlebihan.
2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter Asam Gama Amino Butirat
(GABA).
3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan aspartat
melalui jalur eksitasi yang berulang.20,21
2.6. Diagnosis
20
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang
demam, yaitu :
1. Anamnesis, menurut Dewanto dkk (2009) dibutuhkan beberapa informasi
untuk menentukan diagnosis ke arah kejang demam, antara lain :
a. Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang, penyebab
demam di luar susunan saraf pusat.
b. Beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko kejang demam, seperti
genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam tinggi,
serangan kejang pertama disertai suhu di bawah 390 C.22
2. Pemeriksaan fisik
Pada kejang demam sederhana, tidak dijumpai kelainan fisik neurologi.Pada
kejang demam kompleks, dapat dijumpai kelainan neurologi berupa
hemiplegik.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menilai elektrolit, gula, dan kalsium serum. Setiap anak
yang mengalami kejang disertai peningkatan suhu memerlukan pengamatan
dan tindak lanjut yang cermat.23
2.7. Penatalaksanaan
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik dapat mengurangi
resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D).Namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III, rekomendasi
B).Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali
sehari. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali diberikan 3-4 kali sehari.
Angka rekurensi untuk kejang demam dapat dikurangi sebesar dua pertiga
dengan pemberian fenobarbital setiap hari untuk mmpertahankan konsentrasi
serum.Pengobatan ini efektif untuk semua kelompok pasien, termasuk mereka yang
mengidap kejang kompleks atau disfungsi saraf.Namun,efek menguntungkan ini
harus ditimbang dengan insidens efek samping fenobarbital yang cukup tinggi
21
(sekitar 20%).Di antara efek sampingnya yaitu hiperaktivitas, iritabilitas, letargi
dan ruam.
Pengobatan ideal adalah pemberian intermiten antionvulsan kerja-singkat
yang dengan pemberian per oral atau rektum akan dengan cepat dan konsisten
menghasilkan konsentrasi terapetik obat dalam serum. Diazepam yang diberikan
per oral, 0,33mg/kg setiap 8 jam selama demam, efektif dalam mngurangi insidensi
kejang demam rekuren sama seperti penggunaan kontinu fenobarbital. Jika terapi
dimulai, diazepam oral intermiten adalah pengobatan pilihan untuk kebanyakan
anak.24
22
Faktor Resiko Kejang Demam
Penatalaksanaan
Antipiretik
Antikonvulsan
BAB III
23
KERANGKA KONSEP
Faktor Resiko
Suhu Demam
Penyakit Infeksi Kejang Demam
Umur
Jenis Kelamin
BBLR
24
3.3. Variabel Penelitian
Variabel adalah “konsep yang memiliki variabilitas”.25Adapun variabel
dalam penelitian ini:
1. Variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi yaitu kejang demam.
2. Variabel independen atau variabel yang mempengaruhi yaitu faktor resiko
(suhu demam, penyakit infeksi, umur, jenis kelamin, dan BBLR).
25
Alat Hasil Skala
No Variabel Definisi Operasional Ukur Cara Ukur Ukur Ukur
Variabel Independen
1 Demam Peningkatan suhu tubuh Rekam Data Rekam Resiko Ordinal
rectal temperature ≥380 C medik Medik +/-
oral temperature ≥37,5 0C
axillary temperature ≥37,2
0
C
2 Penyakit Penyakit yang disebabkan Rekam Data Rekam Resiko Ordinal
Infeksi karena masuknya bibit medik Medik +/-
penyakit (virus, bakteri,
jamur dan parasit
3 Umur Satuan waktu yang Rekam Data Rekam Resiko Ordinal
mengukur waktu
keberadaan mahkluk medik Medik +/-
4 Jenis Terdiri dari laki-laki dan Rekam Data Rekam Resiko Ordinal
kelamin Perempuan medik Medik +/-
5 Berat Badan Bayi dengan berat lahir Rekam Data Rekam Resiko
Lahir <2500g tanpa memandang
Rendah usia gestasi medik Medik +/-
(BBLR)
Variabel Dependen
Ada
6 Kejang Kejang yang terjadi pada Rekam Data Rekam Kejang Nominal
Demam suhu tubuh (rectal ≥380C) medik Medik Demam
BAB IV
26
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian
4.2. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian.26 Populasi yaitu seluruh anak
dengan kejang demamdari tahun 2015-2016 yang berobat ke Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang berjumlah 11.555 anak.
4.3.Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.26Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah Consecutive.Consecutiveini dilakukan dengan
mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat
sesuai dengan konteks penelitian.
Sampel penelitian ini adalah seluruh anak yang mengalami kejang demam
di Ruang Rawat Inap Anak Seurune 1 dan Poliklinik Anak di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2015-2016dan memenuhi kriteria
inklusi.
Kriteria Inklusi :
1. Anak umur 6 bulan – 6 tahun menderita kejang demam.
Kriteria Eksklusi :
1. Gangguan neurologis sebelum dan sesudah kejang demam.
2. Data tidak lengkap.
27
4.5. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Anak Seurune 1 dan
Poliklinik Anak di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada lampiran.
28
Rekam medis pasien ruang rawat
inap anak dan poliklinik anak di
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh tahun 2016
Kejang Demam
Data dikumpulkan
Pengolahan data
29
3. Memasukkan data (Data entry) atau processing
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau
software komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan
untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS dari Windows.25
4. Tabulasi (Tabulating)
Pada tahap tabulasi, peneliti memasukkan jawaban responden pada tabel di
mana mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah ditentukan ke
dalam tabel distribusi frekuensi.25
𝒇𝒊
𝑷= × 𝟏𝟎𝟎%
𝒏
Keterangan :
P = Persentase
fi = Frekuensi teramati
n = Jumlah responden
30
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen, dalam analisa ini dapat dilakukan
pengujian statistik dengan rumus chi square.
𝟐
(𝑶 − 𝑬}𝟐
𝒙 = ∑[ ]
𝑬
Keterangan :
x2 = chi square
o = nilai hasil pengamatan (observed)
E = nilai ekspentasi (expented)
31
4.11. Jadwal Penelitian
Bulan/Tahun Bulan/Tahun
11 12 1 2
1. Studi Perpustakaan
2. Pembuatan
Proposal
3. Seminar Proposal
4. Revisi Proposal
DAFTAR PUSTAKA
32
3. Widjaja YS, Anggraini H, Daud D. Identification Of Risk Factors At First Seizures
In Predicting Recurrent Seizure In Children. Ilmu Kesehatan Anak. 2013.
4. Yuana I. Korelasi Kadar Seng Serum dan Bangkitan Kejang Demam. Sari Pediatri.
2010;12(3).
5. Fuadi, Bahtera T, Wijahayadi N. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam
PadaAnak. Sari Pediatri. 2010;12(30):142-9.
6. AK Wardhani. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu tahun. Medula.
2013;1(1):58-66.
7. Ellatif FA, Garawany HE. RiskFactors Of Febrile Seizures Among
PreschoolChildren In Alexandria. J Egypt Public Health Assoc. 2002;77.
8. Dewanti A, dkk. Kejang DemamDan Faktor Yang Mempengaruhi Rekurensi. Sari
Pediatri. 2012;14(1):57-61.
9. Rudolph AM, et al. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Jakarta: EGC. 2006.
10. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
11. Lumbantobing SM. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak. Jakarta: FKUI.
2003.
12. Fuadi F.Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak(Tesis). Semarang:
Universitas Diponegoro Jawa Tengah. 2010.
13. Dasmayanti Y. Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Kejang Demam Pada
AnakUsia Balita (skripsi). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. 2014.
14. Talebian MD, M. Mohammad MD. Febrile Seizure : Recurrence and Risk Factors.
2003.
15. Mittal R. Recent advances in febrile seizures. Indian J Pediatri. 2014;81:909-916.
16. Bahtera T. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang Sebagai Prediktor Bangkitan
Kejang Demam Berulang (Disertasi). 2007.
17. Pudjiadi, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
IDAI. 2010.
33
18. Prakosa YIB. Pengaruh Berat Lahir Bayi Terhadap Umur Terjadinya Kejang
Demam Pertama Pada Anak (skripsi). Surakarta: FK Universitas Sebelas Maret.
2010.
19. Melati D, dkk. First Unprovoked Seizure Pada Anak. Medicina. 2014;45:93-8.
20. Volpe JJ. Neurology Of The Newborn. Philadelphia: WB Saunders Company. 2001.
21. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2001.
22. Dewanto, dkk. Kejang pada Anak. Dalam: Panduan Praktis Diagnosis dan
TataLaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2009:91-94.
23. Hockenberry MJ, Wilson D. Wong’s Essentials Pediatric Nursing. Ed.8. Mosby
Elsevier. 2009.
24. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan
KejangDemam. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2006.
25. Notoadmodjo S. MetodelogiPenelitianKesehatan. Jakarta:RinekaCipta. 2005.
26. Notoadmodjo S. MetodelogiPenelitianKesehatan. Jakarta:RinekaCipta. 2010.
34