SKRIPSI
Oleh
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
ACEH BESAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
Pembimbing
Proposal Penelitian Skripsi
Pembimbing I Pembimbing II
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Universitas
Abulyatama Aceh.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan akal budi serta kehidupan yang patut kita syukuri. Shalawat dan
salam turut penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas semangat
perjuangan yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan
ilmu pengetahuan. Atas berkat karunia dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan proposal skripsi yang berjudul “Perbedaan Jumlah
Leukosit Darah Antara Pasien Apendisitis Akut dengan Pasien Apendisitis
Perforasi yang Telah Dioperasi di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun
2017”.
Proposal skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan dan
memperoleh gelar sarjana (Strata-1) pada Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh. Penulis menyadari bahwa
penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terwujud tanpa adanya bantuan dan
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih tidak terhingga kepada :
1. R. Agung Efriyo Hadi, M.Sc, Ph.D selaku Rektor Universitas Abulyatama
Aceh.
2. Dr. Feriyani, Sp.M selaku Dekan Fakultas kedokteran Universitas
Abulyatama Aceh.
3. Dr. Fakhrul Rizal, Sp.B selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan yang sangat
berharga, dan dorongan moral hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Dr. Muhammad Ilham, M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan yang sangat
berharga, dan dorongan moral hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Dokter Universitas Abulyatama Aceh
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis.
6. Yang tercinta Ayahanda Waliyul Hamdi dan Ibunda Karmila Dewi yang
telah mendidik Ananda dari kecil hingga dewasa dengan penuh kasih
sayang, serta lantunan doa tidak henti-hentinya selalu dipanjatkan
iv
kehadirat-Nya untuk kesuksesan putrinya sehingga Ananda dapat mencapai
pendidikan Kedokteran Umum dengan baik.
7. Yang tersayang Giwi Putra Dini dan Ikval Husni yang telah memberi
semangat, dukungan, motivasi dan nasehat untuk penulis dalam proses
pembuatan skripsi.
8. Bapak Meri Vancito dan seluruh kerabat, yang selalu memberikan motivasi
dan semangat untuk penulis.
9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2015, keluarga besar Fakultas
Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu per satu yang banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis telah berusaha melakukan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini,
namun penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, sumbangan gagasan, kritikan, saran dan masukan yang membangun
akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan
bagi pihak yang membutuhkan.
v
ABSTRAK
Apendisitis akut merupakan nyeri akut abdomen yang sering terjadi saat ini.
Keterlambatan diagnosis dapat meningkatkan risiko terjadinya apendisitis
perforasi. Pemeriksaan hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan
laboratorium yang sederhana, cepat dan murah untuk mendiagnosis apendisitis akut
dan apendisitis perforasi, meskipun batas pasti jumlah leukosit darah antara
apendisitis akut dengan apendisitis perforasi belum diketahui. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional analitik menggunakan metode cross sectional
dengan jumlah sampel masing-masing 30 pasien apendisitis akut dan apendisitis
perforasi yang bertujuan untuk mencari perbedaan jumlah leukosit darah pada
pasien apendisitis akut dan apendisitis perforasi. Data diambil dari rekam medis
pasien apendisitis di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Data yang diperoleh
dilakukan analisa deskriptif dan analitik menggunakan uji T tidak berpasangan
dengan batas kemaknaan adalah p<0,05. Rerata jumlah leukosit darah pasien
apendisitis akut adalah sebesar 12.566 sel/mm3 dan apendisitis perforasi sebesar
16.956 sel/mm3. Hasil uji T tidak berpasangan didapatkan nilai P=0,000 yang
berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah leukosit darah antara
pasien apendisitis akut dan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2017.
vi
ABSTRACT
Acute appendicitis is one of the most common acute abdominal pain. A late
diagnosis could increase the risk of perforated appendicitis. Leukocyte count is a
laboratory collation that is simple, generous and quick to diagnose the acute
appendicitis and perforated appendicitis, however there’s no certain limit of the
leukocytes count to recognize whether it is acute appendicitis or perforated
appendicitis. This research was an analytic observational using cross sectional
method with 30 samples of each acute and perforated appendicitis to find out the
difference of leukocytes count. Data were taken from appendicitis patients’ medical
records in Dr. Zainoel Abidin Hospital Banda Aceh. Obtained data were calculated
with descriptive and analytical analysis using independent t-test with significance
limit is p<0,05. The average leukocyte count on acute appendicitis is 12.566
cell/mm3 and perforated appendicitis is 16.956 cell/mm3. The result of P value is
0,000 which mean There is a significant difference between the amount of
leukocytes count from patients with acute appendicitis and perforated appendicitis
at Dr. Zainoel Abidin Hospital Banda Aceh in 2017.
vii
DAFTAR ISI
viii
BAB III METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 15
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................... 15
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 15
3.2.1 Lokasi Penelitian.................................................................. 15
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................. 15
3.3 Subjek Penelitian .......................................................................... 15
3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................... 15
3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................ 15
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel Penelitian.................................. 16
3.4 Besar Sampel Penelitian ............................................................... 16
3.5 Variabel Penelitian ........................................................................ 16
3.5.1 Variabel Independen ............................................................ 16
3.5.2 Variabel Dependen ............................................................. 16
3.6 Definisi Operasional ..................................................................... 17
3.7 Cara Pengumpulan Data Penelitian .............................................. 17
3.7.1 Jenis Data ............................................................................. 17
3.7.2 Cara Kerja Penelitian........................................................... 17
3.8 Alur Penelitian .............................................................................. 18
3.9 Analisis Data ................................................................................. 19
3.10 Etika Penelitian ............................................................................. 19
3.11 Jadwal Penelitian .......................................................................... 20
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Usia Pada Pasien Apendisitis di RSUD Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2017. .................................................. 21
Tabel 4.2 Distribusi Usia Pada Pasien Apendisitis Akut Di RSUD Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2017. .................................................. 21
Tabel 4.3 Distribusi Usia Pada Pasien Apendisitis Perforasi Di RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017 ...................................... 22
Tabel 4.4 Distribusi Jenis Kelamin Pada Pasien Apendisitis Di RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017 ...................................... 22
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Pasien Apendisitis Akut Di RSUD
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017 ............................... 23
Tabel 4.7 Rerata Jumlah Leukosit Pasien Apendisitis Akut dan Apendisitis
Perforasi yang telah dioperasi di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh Tahun 2017 .......................................................................... 23
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1%, pada apendisitis perforasi meningkat menjadi 3% dan mendekati 15% pada
usia dewasa tua.9
Apendisitis akut merupakan diagnosis abdomen yang paling mudah atau
yang paling sulit.8 Kesulitan terutama pada anak dan usia lanjut, kebanyakan
diagnosis apendisitis ditegakkan setelah terjadi perforasi. Meskipun pemeriksaan
sudah dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih
mungkin terjadi kesalahan pada sekitar 15-20% kasus.2 Oleh karena itu diperlukan
pemeriksaann penunjang untuk menegakkann diagnosis yang tepat. Pemeriksaan
penunjang dapat berupa Radiography, Ultrasonography, urinalisis, dan hitung
jumlah leukosit darah.10
Pemeriksaan jumlah leukosit darah dapat menjadi pilihan utama karena
harga terjangkau, cepat dan sederhana. Dokter harus membedakan apendisitis akut
dan apendisitis perforasi, dimana keduanya memiliki penanganan dan prognosis
yang berbeda.11 Jumlah leukosit umumnya meningkat pada apendisitis yakni sekitar
10.000-18.000 sel/mm3.12 Jumlah leukosit yang kurang dari 18.000 sel/mm3
umumnya terjadi pada apendisitis akut dan leukosit yang lebih dari 18.000 sel/mm3
menunjukkan adanya perforasi.13
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Siti di RSUP dr. Kariadi
Semarang pada tahun 2014, didapatkan 139 pasien apendisitis. Sebanyak 96 pasien
terdiagnosis apendisitis akut dan sebanyak 43 pasien terdiagnosis apendisitis
perforasi dengan rerata jumlah leukosit darah 14.900 sel/mm3. Dari 139 pasien
apendisitis didapatkan sebanyak 86 pasien berjenis kelamin laki-laki dan 53 pasien
berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia didapatkan kelompok usia 11-20
tahun merupakan kelompok usia yang paling banyak terdiagnosis apendisitis.14
Penelitian yang telah dilakukan oleh Windy di RSU Anutapura Palu pada
tahun 2014 memperoleh rerata jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut
sebesar 11.191 sel/mm3 dan sebesar 17.875 sel/mm3 pada apendisitis perforasi.
Kelompok usia yang paling banyak menderita apendisitis adalah kelompok usia 17-
25 tahun, sebanyak 38,9% pada apendisitis akut dan sebanyak 27,8% pada
apendisitis perforasi.15
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Andi di RSUP dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar diperoleh pasien apendisitis terbanyak pada
2
kelompok usia 14 sampai 20 tahun dan paling sedikit pada kelompok usia 49 sampai
55 tahun. Berdasarkan jenis kelamin perempuan lebih sedikit daripada laki-laki dan
berdasarkan diagnosa diperoleh apendisitis perforasi lebih sedikit dari apendisitis
akut. Jumlah leukosit 10.000-18.000 lebih banyak ditemukan dan paling sedikit
pada jumlah leukosit 5.000-10.000.16 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan
Goulart et al, dikatakan bahwa sebanyak 57% pasien dengan apendisitis perforasi
memiliki jumlah leukosit lebih dari atau sama dengan 20.000 sel/mm3.17
Saat ini belum ada penelitian yang dipublikasi mengenai perbedaan jumlah
leukosit darah antara pasien apendisitis akut dengan pasien apendisitis perforasi
yang telah dioperasi di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian ini.
3
1. Menganalisis perbedaan jumlah leukosit darah antara pasien apendisitis
akut dengan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2017.
2. Mengetahui rerata jumlah leukosit darah pasien apendisitis akut dan pasien
apendisitis perforasi yang telah dioperasi di RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh pada tahun 2017.
3. Mengetahui Kejadian apendisitis berdasarkan usia di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh pada tahun 2017.
4. Mengetahui Kejadian apendisitis berdasarkan jenis kelamin di RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2017.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1.2 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) menghasilkan Imunoglobulin
sekretoar yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah
Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta
mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan apendiks sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna
dan seluruh tubuh.2
Sekitar 2 minggu setelah lahir jaringan limfoid muncul untuk pertama kali
pada apendiks. Meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian
berkurang mengikuti umur. Tidak ada jaringan limfoid lagi di apendiks dan terjadi
penghancuran lumen apendiks komplit setelah umur 60 tahun.12
2.2 Apendisitis
2.2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut.1 Apendisitis merupakan penyebab akut abdomen yang
paling sering dan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen.19,20
2.2.2 Epidemiologi
Insidensi apendisitis akut lebih tinggi di negara maju daripada di negara
berkembang.2 Sekitar 7% penduduk di negara barat menderita apendisitis dan
terdapat lebih dari 300.000 apendektomi dilakukan di Amerika Serikat setiap
tahunnya.3,4 Insidensi apendisitis cukup tinggi di Indonesia. Apendisitis menempati
urutan keempat penyakit saluran cerna terbanyak setelah dispepsia, gastritis, dan
duodenitis dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040 pada tahun 2006 dan
menempati urutan kesembilan pada tahun 2009. 6,7
6
Apendisitis adalah keadaan darurat bedah abdomen yang paling umum
dengan insiden 7% hingga 9%. Apendisitis paling sering terjadi pada pasien usia
10 sampai 29 tahun, dengan kejadian tertinggi di antara usia 10 sampai 19 tahun.
Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding. Kecuali pada umur 20-
30 tahun, dimana insiden pada laki-laki lebih tinggi. Angka mortalitas kurang dari
1%, dapat meningkat menjadi 3% jika apendiks mengalami ruptur dan mendekati
15% pada usia dewasa tua.9
2.2.3 Etiologi
Obstruksi lumen apendiks oleh fekalit merupakan penyebab peradangan
apendiks pada sebagian besar kasus.19 Disamping itu, hiperplasia jaringan limfoid,
tumor apendiks vermiformis, dan cacing askaris dapat juga menyebabkan
sumbatan. Erosi mukosa apendiks vermiformis akibat parasit E.histolytica
merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan apendisitis.2
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi berperan terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora bakteri kolon,
mencakup yang berpotensi sebagai patogen, seperti Escherichia coli, Streptococcus
faecalis dan bakteri anaerob. Bakteri-bakteri ini menyerang mukosa dan dinding
apendiks sehingga menyebabkan peradangan akut.2,21
2.2.4 Patogenesis
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama yang pada
sebagian besar kasus disebabkan oleh obstruksi lumen. Penyumbatan pengeluaran
sekret mukus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi dan ulserasi.
Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria
terminalis (end-artery) apendikularis. Pada akhirnya, bakteri yang tumbuh
berlebihan di dalam lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa
menyebabkan peradangan transmural, stasis pembuluh darah, edema dan nekrosis
muskularis yang dinamakan apendisitis kataralis. Jika proses ini terus berlangsung,
menyebabkan kongesti pembuluh darah dan edema yang semakin parah dan
7
membentuk abses di dinding apendiks vermiformis serta cairan purulen, proses ini
dinamakan apendisitis flegmonosa. Kemudian terjadi gangren atau kematian
jaringan yang disebut apendisitis gangrenosa. Jika dinding apendiks vermiformis
yang terjadi gangren pecah, tandanya apendisitis berada dalam keadaan
perforasi.1,2,22,23
Keluhan berulang di perut kanan bawah disebabkan oleh perlengketan
jaringan parut apendiks dengan jaringan sekitarnya. Apendiks yang pernah
meradang tidak akan sembuh sempurna, pada suatu saat organ ini dapat mengalami
eksaserbasi.2
8
peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok
dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.2
Pasien apendisitis akan merasa nyaman jika berbaring telentang dengan
tungkai ditarik, terutama tungkai kanan. Gerakan posisional akan menyebabkan
nyeri. Biasanya didapati Defence muscular akibat rangsangan peritoneum parietal
dan nyeri lepas pada titik McBurney. Akan terasa nyeri kuadran kanan bawah jika
dipalpasi pada kuadran kiri bawah (Rovsing Sign) menandakan iritasi peritoneum,
apabila paha kanan diekstensikan pada saat berbaring pada sisi kiri (Psoas Sign)
akan terasa nyeri yang menandakan terjadi inflamasi di dekatnya pada saat
meregangkan otot iliopsoas dan apabila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif (Obturator Sign) maka akan terasa
nyeri, hal tersebut menunjukkan iritasi di dekat obturator internus.12
9
3. Ultrasonografi (USG)
USG bersifat diagnostik dengan sensitivitas 75-90%, sepesifisitas 86-95%
dan akurasi 87-96%.10,12
2.2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan
teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20%
kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki, hal ini dikarenakan pada perempuan terutama perempuan yang
masih muda sering timbul gangguan yang menyerupai apendisitis akut. Keluhan itu
berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau
penyakit ginekologik lain.2
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat
dilihat pada tabel 2.1
Manifestations Value
Symptoms Migration of pain 1
Anorexia 1
Nausea and/or vomiting 1
10
2.2.9 Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti dibawah ini:2
1. Gastroenteritis, ditandai dengan mual, muntah, dan diare yang mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas, hiperperistaltik
sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan
apendisitis akut.
2. Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Pada kasus ini
didapati hasil tes positif untuk Rumpel Leed, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
3. Limpadenitis mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan
mual, nyeri tekan perut samar.
4. Kelainan ovulasi, Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin
menyebabkan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
5. Infeksi panggul, biasanya didapatkan suhu yang lebih tinggi dan nyeri perut
kanan bawah lebih difus daripada apendisitis akut.
6. Kehamilan di luar kandungan, nyeri timbul mendadak didaerah pelvis
apabila terjadi ruptur tuba atau abortus.
7. Kista ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok
vagina, atau colok rektal.
8. Endometriosis Eksterna, timbulnya nyeri ditempat endometriosis.
9. Urolitiasis Pielum/Ureter Kanan, adanya riwayat kolik dari pinggang ke
perut yang menjalar ke inguinal kanan merupaka gejala yang khas.
10. Penyakit Saluran Cerna Lainnya, seperti divertikulitis Meckel, tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid,
dan molekul apendiks.
2.2.10 Penatalaksanaan
11
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi bisa dilakukan secara
terbuka ataupun dengan cara laparoskopi.2 Insisi harus pada kuadran kanan bawah
untuk pasien dengan dugaan apendisitis. Insisi McBurney memberikan pajanan
yang terbaik.13
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi. Pada apendisitis
perforasi dilakukan perbaikan umum terlebih dahulu dengan infus, pemberian
antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan
pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.2
2.2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk
usus halus yang akan menyebabkan peritonitis.2 Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit darah akan ditemukan leukositosis dengan dominasi dari sel
polimorfonuklear.12 Jumlah leukosit yang lebih dari 18.000 sel/mm3 menunjukkan
adanya perforasi.13
Selain perforasi dapat juga terbentuk massa periapendikular. Massa
apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.2
2.2.12 Prognosis
Mortalitas pada apendisitis non perforasi adalah kurang dari 1% sedangkan
pada apendisitis perforasi meningkat menjadi 15% pada usia lanjut. Kematian
biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan
diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik. Morbiditas meningkat
dengan ruptur dan usia tua.12
12
Obstruksi lumen apendiks
vermiformis
Tekanan Intraluminal
meningkat
Nekrotik dinding
Apendiks vermiformis
Invasi bakteri
Aerob Anaerob
Supurasi Inflamasi
Perforasi
Makroperforasi Mikroperforasi
13
2.4 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Terdapat perbedaan jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut
dengan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh pada tahun 2017 .
14
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
15
Kriteria eksklusi :
1. Pada rekam medis pasien tidak terdapat data yang lengkap mengenai
pemeriksaan laboratorium leukosit darah pre operasi.
2. Pada rekam medis pasien terdapat penyakit penyerta lain.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Peneliti akan mengambil sampel dengan metode consecutive sampling.
(Zα+Zβ )s
n1 = n2 = 2 [ ( 𝑥1− 𝑥2) ]2
Keterangan :
n1 = n2 : Jumlah sampel
Zα : Kesalahan tipe I, α (1,96)
Zβ : Kesalahan tipe II, β (0,84)
𝑥1 − 𝑥2 : Perbedaan klinis yang diinginkan dan dianggap bermakna
(clinical judgement) (11.191-17.875)
S : Simpangan baku gabungan kedua kelompok (1,74201)
Berdasarkan rumus di atas maka didapatkan 30 sampel pada setiap jenis
apendisitis.
16
3.6 Definisi Operasional
17
3.8 Alur Penelitian
Populasi
PPJI
Analisis data
Hasil
18
3. 9 Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Coding yaitu pemberian kode pada data yang diperoleh untuk
memudahkan pengolahan data.
2) Tabulating yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam
tabel-tabel agar mudah dipahami.
3) Entry yaitu memasukkan data yang diperoleh kedalam software komputer.
4) Cleaning yaitu mengevaluasi kembali data untuk menghindari kesalahan
dalam pengolahan data.
Kemudian data yang diperoleh akan dianalisis dengan software komputer.
Semua data yang diperoleh telah dilakukan analisis univariat dan disajikan
dalam bentuk tabel maupun grafik. Data jumlah leukosit dilakukan analisis
bivariat dengan uji T tidak berpasangan jika ditemukan data normal atau
uji Mann-Whitney jika ditemukan data tidak normal.
19
Bulan/Tahun
No Kegiatan 2017 2018
11 12 1 2 3 4 5 6 7
1 Studi Pustaka
2 Penyusunan Proposal
3 Pengambilan Data
4 Seminar Proposal
5 Revisi Proposal
6 Pengumpulan Data
7 Analisis Data
8 Sidang Skripsi
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.2 Distribusi Usia Pada Pasien Apendisitis Akut Di RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017.
Usia Frekuensi Persentase (%)
1-10 tahun 2 6,7
11-20 tahun 9 30
21-30 tahun 12 40
31-40 tahun 4 13,3
41-50 tahun 3 10
Total 30 100
21
Tabel 4.2 menunjukkan kelompok usia 21-30 tahun merupakan kelompok
usia yang paling banyak menderita apendisitis akut yaitu sebanyak 12 orang (40%),
diikuti dengan kelompok usia 11-20 tahun yaitu sebanyak 9 orang (30%), kelompok
usia 31-40 tahun sebanyak 4 orang (13,3%), kelompok usia 41-50 tahun sebanyak
3 orang (10%) dan kelompok usia yang paling sedikit menderita apendisitis akut
adalah kelompok usia 1-10 tahun yaitu sebanyak 2 orang (6,7%).
Tabel 4.3 Distribusi Usia Pada Pasien Apendisitis Perforasi Di RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017.
Usia Frekuensi Persentase (%)
1-10 tahun 8 26,7
11-20 tahun 7 23,3
21-30 tahun 4 13,3
31-40 tahun 4 13,3
41-50 tahun 7 23,3
Total 60 100
Tabel 4.3 menunjukkan kelompok usia 1-10 tahun merupakan kelompok
usia yang paling banyak menderita apendisitis perforasi yaitu sebanyak 8 orang
(26,7%), diikuti dengan kelompok usia 11-20 tahun dan 41-50 tahun masing-
masing sebanyak 7 orang (23,3%), dan kelompok usia yang paling sedikit
menderita apendisitis perforasi adalah kelompok usia 21-30 tahun dan 31-40 tahun
dengan jumlah pasien sebanyak masing-masing 4 orang (13,3%).
22
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Pasien Apendisitis Akut Di
RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2017.
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 16 53,3
Perempuan 14 46,7
Total 30 100
Total 30 100
Tabel 4.7 menunjukkan rerata jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis
akut adalah sebesar 12.566 sel/mm3 dan pada pasien apendisitis perforasi
sebesar16.956 sel/mm3.
23
b. Uji T Tidak Berpasangan
Uji T tidak berpasangan dilakukan untuk melihat perbedaan jumlah leukosit
darah pada pasien apendisitis akut dan pasien apendisitis perforasi, didapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.8 Perbedaan Jumlah Leukosit Darah Antara Pasien Apendisitis Akut
dan Pasien Apendisitis Perforasi Yang Telah Dioperasi Di RSUD Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh tahun 2017.
Jumlah Leukosit
Equal Variances Assumed Equal Variances Not Assumed
T 6,145 6,145
Sig (2-tailed) 0,000 0,000
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai T hitung sebesar 6,145 dan nilai
P=0,000. Jika T hitung > T tabel dan P<0,05 hal ini menunjukkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut
dan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh pada tahun 2017 (hipotesis diterima).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian ini, didapatkan kelompok usia yang paling banyak
menderita apendisitis adalah kelompok usia 11-20 dan 21-30 tahun yaitu masing-
masing sebanyak 16 orang (26,7%) terutama pada apendisitis akut. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Siti di RSUP dr. Kariadi Semarang
dimana pasien apendisitis yang paling banyak ditemukan pada kelompok usia 11-
20 tahun yaitu sebanyak 54 orang (38,85%) dan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Gloria di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dimana didapatkan
kelompok usia yang paling banyak menderita apendisitis adalah kelompok usia 20-
29 tahun yaitu sebanyak 224 orang (34%).14,15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Windy di rumah sakit umum
Anutapura Palu didapatkan kelompok usia yang paling banyak menderita
apendisitis adalah kelompok usia 17-25 tahun yaitu sebanyak 38,9%.24 Menurut
literatur, insiden tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-30 tahun.2 Hal ini
disebabkan oleh perkembangan jaringan limfoid maksimal pada usia remaja
24
sehingga mudah terjadi obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal.25 Terdapat perbedaan anatomi apendiks vermiformis pada bayi dan
dewasa, dimana pada orang dewasa memiliki bentuk lumen apendiks yang
menyempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal sedangkan pada bayi
sebaliknya yaitu bentuk lumen apendiks relatif lebar di bagian proksimal dan
menyempit di bagian distal. Hal ini mungkin berkaitan dengan rendahnya insiden
apendisitis akut pada bayi.26
Insiden apendisitis perforasi meningkat pada anak-anak dan usia tua.
Dimana pada anak-anak proses perdindingan belum sempurna karena omentum
belum berkembang dan anak-anak belum dapat menjelaskan gejala yang dirasakan
dengan baik sehingga terjadi keterlambatan diagnosis.2,11 Sedangkan pada usia tua
gejala apendisitis sering samar-samar sehingga sering diagnosa baru dapat
ditegakkan setelah terjadi perforasi.2
Berdasarkan distribusi frekuensi menurut jenis kelamin, didapatkan jenis
kelamin laki-laki sedikit lebih banyak menderita apendisitis yaitu sebanyak 31
orang (52%) dibanding perempuan yaitu sebanyak 29 orang (48%). Pada apendisitis
akut jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan sedangkan pada
apendisitis perforasi sebanding antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Memon di Pakistan tahun 2009 dengan
jumlah sampel 100 pasien didapatkan hasil 65% laki-laki dan 35% perempuan dan
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria di dua rumah sakit di Banda
Aceh pada tahun 2015 dengan jumlah pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan yaitu 27 pasien laki-laki (51,9%) dan 25 pasien perempuan (48,1%).27,28
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dani di Rumah Sakit Immanuel Bandung, dimana didapatkan pasien apendisitis
berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki yaitu
masing-masing sebanyak 79 dan 73 orang.25 Hal ini dapat disebabkan oleh karena
kesalahan diagnosis yang dapat terjadi pada sekitar 15-20% kasus.2 Pada wanita
sering ditemukan adanya positif palsu yaitu gejala yang dirasakan pasien
menyerupai apendisitis, setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi
hasilnya bukan apendisitis.26 Gejala yang menyerupai apendisitis akut tersebut
terutama sering terjadi pada wanita yang masih muda, keluhan tersebut berasal dari
25
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
ginekologik lain.2 Hubungan tingginya insiden apendisitis dengan jenis kelamin
belum diketahui penyebab yang jelas karena secara anatomi bentuk apendiks
vermiformis sama antara laki-laki dan perempuan.29 Sedangkan menurut literatur,
insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
30 tahun insiden pada laki-laki lebih tinggi.2
Berdasarkan penelitian ini diperoleh rerata jumlah leukosit darah pada
pasien apendisitis akut adalah sebesar 12.566 sel/mm3 dan pada pasien apendisitis
perforasi sebesar 16.956 sel/mm3. Hasil uji statistik yang telah dilakukan dengan
uji T tidak berpasangan didapatkan nilai P=0,000 yang berarti terdapat perbedaan
rerata jumlah leukosit darah yang signifikan antara pasien apendisitis akut dengan
pasien apendisitis perforasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Windy
di rumah sakit umum Anutapura Palu yaitu didapatkan nilai P=0,000 dan sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti di RSUP Dr. Kariadi Semarang yaitu
didapatkan nilai P<0,001.14,15
Jika nilai P<0,05 maka secara statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara jumlah leukosit darah pasien apendisitis akut
dengan pasien apendisitis perforasi. Perbedaan ini disebabkan oleh karena pada
apendisitis perforasi apendiks vermiformis mengalami ruptur sehingga pus yang
berada di dalam lumen apendiks akan menyebar ke peritoneum, sehingga
kemungkinan bakteri untuk berkembang dan terjadinya peritonitis menjadi lebih
besar. Tubuh akan berespon dengan menghasilkan leukosit lebih banyak lagi guna
memerangi agen-agen infeksius tersebut.29
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbedaan jumlah leukosit darah antara pasien
apendisitis akut dengan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2017, disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah leukosit darah pasien
apendisitis akut dengan pasien apendisitis perforasi yang telah dioperasi di
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tahun 2017.
2. Rerata jumlah leukosit darah pada pasien apendisitis akut adalah 12.566
sel/mm3 dan pada pasien apendisitis perforasi adalah 16.956 sel/mm3.
3. Kelompok usia yang paling banyak menderita apendisitis adalah kelompok
usia 11-30 tahun.
4. Jenis kelamin yang paling banyak menderita apendisitis adalah laki-laki.
5.2 Saran
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan jumlah
leukosit darah antara pasien apendisitis akut dan pasien apendisitis perforasi dengan
jumlah sampel yang lebih banyak dan desain yang lebih baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
3. Doherty GM. Way LW. Current surgical diagnosis and treatment. Edisi 12.
New York: The McGraw Hill companies; 2006.
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/BD_report_2004up
date_ AnnexA.pdf.
8. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins. Edisi 7 Vol.
2. Jakarta: EGC; 2012.
11. Omari, A. H. et al. Acute appendicitis in the elderly: risk factor for
perforation. World Journal of Emergency Surgery. 2014; 9:6.
12. Brunicardi F, Dana Andersen, Timothy Billiar, David Dunn, John Hunter,
Jeffrey Matthews, et al. Scwartz’s principles of surgery. Edisi 10. USA :
McGraw-Hill Professional; 2014.
13. Berger DH. Jaffe BM. The appendix. Dalam: Brunicardi FC. Andersen DK.
Billiar TR. Dunn DL. Hunter JG. Pallock RE. Edisi 8. New York: The
McGraw Hill companies; 2006.
28
14. Sibuea, Siti Hardiyanti. Perbedaan antara jumlah leukosit darah pada pasien
apendisitis akut dengan apendisitis perforasi di RSUP dr. Kariadi Semarang.
Skripsi. Universitas Diponegoro. 2014.
15. Windy CS, et al. Perbandingan antara suhu tubuh, kadar leukosit, dan
platelet distribution width (PDW) pada apendisitis akut dan apendisitis
perforasi di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu tahun 2014. Healthy
Tadulako Journal. 2016; (Windy C . S ., M . Sabir : 24-32). 2 (2):24-32.
18. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. jakarta: EGC; 2014.
19. Paulsen F, Waschke J. Sobotta atlas anatomi manusia. Edisi 23. Jilid 2.
jakarta: EGC; 2015.
22. Norton J, Philip S Barie, Ralph R Bollinge, Alfred EC, Stephen E Lowry,
Sean J Mulvihiel, et al. Sugery basic science and clinical evidence. Edisi 2.
New York : Springer; 2008.
23. Asdie Ahmad H. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13.
Vol. 4. Jakarta: EGC; 2012.
29
27. Humes, DJ, dan Simpson, J. Clinical Presentation of Acute Appendicitis :
Clinical Signs-Laboratory Findings-Clinical Scores, Alvarado Score and
Derivate Scores. 13-21. Notingham University Hospital NHS trust. UK,
Springer-Verlag. 2011.
30
Lampiran 1
31
32
33
34
Lampiran 2
35
36
37
38
Lampiran 3
39
Lampiran 4
APENDISITIS PERFORASI
40
APENDISITIS AKUT
41
Lampiran 5
Frequencies
Frequency Table
Jenis Apendisitis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Perforasi 30 50.0 50.0 50.0
Akut 30 50.0 50.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 1-10 tahun 10 16.7 16.7 16.7
11-20 tahun 16 26.7 26.7 43.3
21-30 tahun 16 26.7 26.7 70.0
31-40 tahun 8 13.3 13.3 83.3
41-50 tahun 10 16.7 16.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 31 51.7 51.7 51.7
Perempuan 29 48.3 48.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
Crosstabs
Umur * Jenis Apendisitis Crosstabulation
Jenis Apendisitis
Perforasi Akut Total
Umur 1-10 tahun Count 8 2 10
% within Jenis
26.7% 6.7% 16.7%
Apendisitis
11-20 tahun Count 7 9 16
% within Jenis
23.3% 30.0% 26.7%
Apendisitis
21-30 tahun Count 4 12 16
% within Jenis
13.3% 40.0% 26.7%
Apendisitis
31-40 tahun Count 4 4 8
% within Jenis
13.3% 13.3% 13.3%
Apendisitis
41-50 tahun Count 7 3 10
% within Jenis
23.3% 10.0% 16.7%
Apendisitis
Total Count 30 30 60
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Apendisitis
42
Jenis Kelamin * Jenis Apendisitis Crosstabulation
Jenis Apendisitis
Perforasi Akut Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 15 16 31
% within Jenis
50.0% 53.3% 51.7%
Apendisitis
Perempuan Count 15 14 29
% within Jenis
50.0% 46.7% 48.3%
Apendisitis
Total Count 30 30 60
% within Jenis
100.0% 100.0% 100.0%
Apendisitis
Explore
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Jenis Apendisitis Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Jumlah Leukosit Perforasi .126 30 .200* .956 30 .246
Akut .128 30 .200* .980 30 .834
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
T-Test
Group Statistics
Jumlah Leukosit
Equal variances Equal variances
assumed not assumed
Levene's Test for F 1.218
Equality of Variances Sig. .274
t-test for Equality of t 6.145 6.145
Means df 58 54.122
Sig. (2-tailed) .000 .000
Mean Difference
4390.00000 4390.00000
Std. Error Difference
714.38450 714.38450
95% Confidence Interval Lower 2960.00406 2957.81915
of the Difference Upper 5819.99594 5822.18085
43
Lampiran 6
FOTO DOKUMENTASI
44
Lampiran 6
BIODATA PENULIS
Identitas Pribadi
Nim : 15171055
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi
Riwayat Pendidikan
45
Lampiran 6
46