Anda di halaman 1dari 5

Nama : MEUTHIA CHALYTA

No.Bp : 1611313019
RESUME KEPERAWATAN MATERNITAS III
POSTPARTUM PATOLOGIS
A. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah yang lebih dari 500 ml yang
terjadi pada saat persalinan atau setelah persalinan kala iii. Ada 2 macam perdarahan
postpartum yaitu perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorraghe) yang berarti
perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama persalinan dan perdarahan pada masa nifas
(late postpartum hemorraghe) yang berarti perdarahan yang terjadi setelah 24 jam
pertama.
Penyebab umum terjadinya perdarahan postpartum adalah atonia uteri yaitu
kegagalan otot rahim berkontraksi yang menyebkan pembuluh darah pada bekas
implantasi plasenta terbuka sehingga dapat menimbulkan pendarahan, yang selanjutnya
ada retensio plasenta, adanya sisa plasenta, dan laserasi jalan lahir.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan
akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang
luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Tanda klinis dari perdarah postpartum adalah Hipovolemia yang berat, hipoksia,
takipnea, dispnea, asidosis,dan sianosis. Kehilangan dalam jumlah yang besar, dan
Distensi kavum uterus.
Pengkajian yang penting dilakukan pada ibu perdarahan postpartum adalah berapa
banyak ibu kehilangan darah, sirkulas, kecemasan, serta nyeri yang dirasakan ibu.
Diagnosa keperawatan prioritas pada ibu perdarahan postpartum adalah kekurangan
volume cairan b.d kehilangan vascular berlebihan d.d asidosis, sianosis, takipnea,
dispnea, dan syock hipovolemik. Dan untuk diagnosa keperawatan yang kedua adalah
perubahan perfusi jaringan b.d hipovolemia, d.d pengisian kapiler lambat, pucat, kulit
dingin/ lembab, penurunan produksi ASI.

B. Hematoma
Hematoma postpartum adalah penggumpalan darah yang terjadi akibat
perdarahan luka yang berhubungan dengan episiotomy dan juga dpat terjadi karena cedera
pembuluh darah tanpa adanya laserasi. Ibu yang beresiko adalah ibu nilupara atau
memiliki bayi BBL lebih dari 4kg, preeklamsia, kala II lama persalinan, kehamilan
multifetal, varises vulva, atau gangguan pembekuan darah.
Trauma adalah penyebab yang paling umum dari hematoma. Hematoma terjadi
karena kompresi sepanjang traktus genitalis, dan tampak sebagai warna ungu pada
mukosa, vagina atau perineum yang ekimotik.
Penyebab utama bisa dikarenakan gerakan kepala janin selama persalinan
(spontan), akibat pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi
lokal atau penjahitan dan dapat juga karen penjahitan luka episiotomi atau ruptur
perineum yang kurang sempurna.
Hematoma ini tidak selalu tampak dan bisa saja lokasinya bukan diantara jahitan.
Tanda dan gejalanya meliputi nyeri berat pada vagina, tekanan pada perineum, tekanan
pada vulva, tegang, bengkak, terasa menonjol pada pemeriksaan rectum bagian atas, dan
tanda lainya pembekakan yang berubah warna dan terisi darah, jaringan edema dan
adanya tanda syok hipovolemik.
Untuk mememukan dimana hematoma, perawat harus melakukan pengkajian
head to toe dan harus lebih perhatikan daerah genetalia ibu. Untuk diagnosa keperawatan
yang diangkat adalah nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka
insisi), Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif
( perdarahan yang terjadi terus-menerus), dan Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur infasif (insisi pada daerah yang mengalami hematom).

C. Tromboemboli
Tromboemboli adalah obstruksi pembuluh darah dengan bahan trombolik yang
dibawa oleh darah dari tempat asal untuk menyumbat .Statis vena pada ekstremitas bawah
yang disebabkan karena melemahnya dinding pembuluh darah dan penekanan vena –
vena utama akibat pembesaran uterus. Meskipun system bekuan darah kembali ke tingkat
normal sebelum kehamilan 3 minggu setelah persalinan, risiko terjadi thrombosis tetap
berlanjut 4 – 5 minggu setelah persalinan.
Penyebab terjadinya tromboemboli yang pertama adalah Perubahan susunan
darah (hiperkoagulasi), ini menyebabkan meningkatnya system fibrinosis (aktivasi
plasminogen dan antirombin yang menyebbakan penghancuran ditekan) yang akan
berakibat risiko tinggi pembentukan thrombus selama kehamilan dan periode postpartum.
Selama persalinan, keadaan hiperkoagulasi semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh
mekanisme fisiologis tubuh untuk mencegah kematian atau kecatatan maternal akibat
komplikasi perdarahan pada saat terlepasnya plasenta. Penyebab kedua ada perubahan
jalur peredaran darah, dan yang ketiga ada pelakuan interna pembuluh darah.
Tanda dan gejalanya adalah thrombosis vena supervisial yang ditandai dengan
kemerahan di bagian ekstermitas, lunak dan hangat. Selanjutnya terjadi thrombosis vena
dalam yang gejalanya disebabkan oleh inflamasi dan obstruksi vena balik, pembengkakan
betis, serta edema eritema hangat dan lunak.
Diagnosa keperawatan dari tromboemboli ini adalah Gangguan perfusi jaringan
yang berhubungan dengan interupsi jaringan vena, Nyeri akut yang berhubungan dengan
proses inflamasi spasme vascular dan Ansietas yang berhubungan dengan status
kesehatan.
D. Infeksi Postpartum
Infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi
setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu 38oC. Infeksi postpartum/puerperalis
ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah persalinan.
Infeksi postpartum ini disebabkan oleh mikroorganisme aerob dan anaerob serta juga
dapat disebabkan oleh streptokokus hemolitikus aerobikus dan stafilokokus aureus.
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat benjolan-benjolan karena
banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita.
Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan
perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen. Proses
radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya.
Tanda dan gejalan yang timbul pada infeksi post partum antara lain demam, nyeri
di daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah yang terinfeksi, fungsi organ
terganggu. Komplikasi yang dapat terjadi dari infeksi postpartum ini adalah peritonitis
yaitu peradangan pada selaput rongga perut, tromboflebitis serta syok toksik.
Pengkajian harus dilakukan observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda
– tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Diagnosa keperawatan
terkait dengan infeksi postpartum adalah Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi,
distensi abdomen, afterpains, distensi kandung kemih, Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan trauma jaringan, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hambatan mobilitas
fisik.
E. Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal bila tidak
diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan
beban penyakit bertambah berat.
Infeksi pada payudara terjadi karena bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal dari mulut bayi
yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting
susu. Mastitis terjadi karena adanya peningkatan tekanan di dalam duktus akibat stati ASI.
Bakteri masuk melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke
kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen pembuluh
darah).
Tanda dan gejalanya adalah payudara bengkak, terlihat membesar, teraba keras
dan benjol. Ibu akan merasakan nyeri pada payudara, lesu dan suhu meningkat. Biasanya
tanda dan gejalan ini dapat dicegah dengan perawatan payudara dan putting susu.
Pada pengkajian fisik, yang perlu di perhatikan adalah keadaan payudara yang
terlihat kemerahan atau mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas dipermukaan
kulit, terdapat luka atau lesi pada puting payudara, payudara teraba keras dan tegang,
payudara teraba hangat, terlihat bengkak dan saat dilakukan palpasi terdapat pus.
Diagnosa keperawatan nya adalah Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.

GANGGUAN PSIKOLOGIS POSTPARTUM


Postpartum blues adalah perubahan mood pada ibu postpartum yang terjadi setiap
waktu setelah ibu melahirkan tetapi sering sekali terjadi pada hari ketiga atau keempat
postpartum dan memuncak antara hari kelima dan ke-14 postpartum yang ditandai dengan
tangisan singkat, perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa,
dan tidak dapat tidur.
Ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase
dependen, fase dependen-interdependen dan fase interdependen. Pertama, fase dependen
ibu mengalami kecemasan dan keasyikan terhadap peran barunya sering mempersempit
lapang persepsi ibu. Oleh karena itu, informasi yang diberikan pada waktu ini mungkin
perlu diulang. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan sosial dari suami, keluarga, teman
maupun tenaga kesehatan. Jika pada fase ini ibu tidak mendapatkan dukungan, maka
periode pink ini akan menjadi periode blues pada fase berikutnya (fase taking hold).
Kedua, fase dependen-interdependen berlangsung kira-kira 10 hari. Dalam enam sampai
delapan minggu setelah melahirkan, kemampuan ibu untuk menguasai tugas-tugas
sebagai orangtua merupakan hal yang penting. Beberapa ibu sulit menyesuaikan diri
terhadap isolasi yang dialaminya karena ia harus merawat bayi. Ibu yang memerlukan
dukungan tambahan adalah ibu primipara yang belum mempunyai pengalaman mengasuh
bayi, ibu yang bekerja, ibu yang tidak mempunyai cukup teman atau keluarga untuk
berbagi, ibu yang berusia remaja dan ibu yang tidak mempunyai suami. Ketiga, fase
interdependen yaitu ketika ibu dan keluarga bergerak maju sebagai system dengan para
anggota saling berinteraksi. Fase ini merupakan fase yang penuh stress bagi orangtua.
Kesenangan dan kebutuhan sering terbagi dalam masa ini. Ibu dan pasangan harus
menyesuaikan perannya masing-masing dalam mengasuh anak, mengatur rumah dan
membina karier.
A. Postpartum blues
Terjadi karena beberapa factor seperti factor biologis, strees, serta lingkungan.
Beberapa penyebabnya seperti perubahan hormone, stress, ASI tidak keluar, Frustasi
karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh, kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya
akibat operasi, Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun
persoalan lainnya dengan suami, masalah dengan Orang tua dan Mertua, takut kehilangan
bayi, sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu dan yang lainnya.
Gejala yang terjadi pada ibu biasanya ibu cemas, menangis tanpa sebab, tidak percaya
diri, tidak sabar, sensitive, dan bahkan merasa kurang diperhatikan. Biasanya hanya
terjadi pada 10 hari pertama dan keluargalah yang berperan penting dalam mendukung
ibu. Kalau keluarga tidak dapat memebrikan dukungan, ibu akan mengalami gangguan
mood berkepanjangan.
B. Depresi Postpartum
Ada empat penyebab terjadinya depresi postpartum ini,yang pertama ada factor
konstitusional yaitu dilihat riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai
bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan
terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Yang kedua ada factor fisik yaitu Perubahan
fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu
pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama
merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan
periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Yang ketiga
adalah factor psikologi Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian
psikologis individu. Klaus dan Kennel mengindikasikan pentingnya cinta dalam
menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
Yang terakhir ada factor social dan karakeristik ibu yaitu pemukiman yang tidak memadai
lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam
perkawinan.
Faktor yang menojol adalah berkurangnya energy, penurunan efek, dan hilangnya
minat. Gejala lain juga dirasakan oleh kebanyakan ibu yaitu trauma terhadap intervensi
medis yang terjadi, kelelahan dan perubahan mood, tidak mau berhubungan dengan orang
lain, tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri, perasaan
sedih dan kecewa, sering menangis, merasa gelisah dan cemas, kehilangan ketertarikan
terhadap hal-hal yang menyenangkan, nafsu makan menurun. Jika dibiarkan, ibu bisa saja
mengalami gangguan jiwa seperti halusinasi, waham, serta resiko bunuh diri.
C. Psikosis Postparum
Adapun penyebab dari psikosa postpartum menurut Herawati mansur, 2010
adalah perubahan hormonal, kurangnya dukungan sosial dan emosional, merasa rendah
diri, mengalami masalah keuangan, terjadi masalah besar dalam kehidupan, faktor sosial
kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik), faktor obstetrik dan
ginekologik ( kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi), faktor psikososial (adanya stresor
psikososial, faktor kepribadian, riwayat mengalami depresi, penyakit mental, problem
emosional dll), faktor keturunan, karakter personal seperti harga diri yang rendah.
Tanda gejala awal yang dirasakan ibu adalah perasaan sedih, kecewa dan putus
asa, sulit tidur atau imsomnia, sering menangis, gelisah, cemas dan iritable yang
berlebihan, letih dan lelah, semangat menurun ataupun kehilangan sensasi
menyenangkan, mudah tersinggung / labil dan sakit kepala. Sedangkan gejala lanjutannya
seperti curiga, kebingungan, kehlangan konsetrasi,bicara meracu, dan agresif. Jika
dibiarkan, ibu bisa saja bunuh diri, menelantarkan anak, berpikir untuk menyakiti serta
dapat membunuh anaknya.
Diagnosa keperawatan adalah gangguan citra tubuh bd perubahan penampilan,
ketakutan bd ketidakbiasaan, gangguan pola tidur bd factor psikologis, dan ansietas b.d
ancaman terhadap konsep diri atau status peran sekunder akibat kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai