Anda di halaman 1dari 52

Makalah Kelompok Hari : Jum’at

MK Patologi Manusia Tanggal : 30 Agustus 2019

GANGGUAN SALURAN CERNA TERKAIT MASALAH GIZI

Disusun oleh:
Kelompok 3 Gizi Tk II A

Chindy Silvia P031813411006

Claudia Nasya P031813411007

Miftah Fathi El Ghina P031813411019

Muthia Trisdeaty P031813411021

Rita Ade Kusmiati P031813411030

Sylshilia Ayu Zulherman P031813411036

Dosen Pengampu :
Yessi Alza, SST, M.Biomed

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

JURUSAN GIZI

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
tugas makalah tentang“Gangguan Saluran Cerna Terkait Masalah Gizi”
dalam mata kuliah Patologi Manusia tahun ajaran 2019/2020 yang telah berhasil
di susun sehingga telah selesai pada waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini di susun sebagai penunjang bagi kita untuk lebih mengetahui
apa saja gangguan saluran cerna yang terkait dengan masalah gizi. Kami sebagai
penyusun makalah ini berterimakasih kepada Ibu Yessi Alza, SST, M.Biomed
selaku dosen mata kuliah Patologi Manusia.

Penyusun berharap agar makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa


maupun para pembaca yang membutuhkan informasi tentang prinsip dan apa saja
gangguan saluran cerna yang terkait dengan masalah gizi. Penyusun
mengharapkan kritik dan saran agar segala kekurangan dalam makalah ini dapat
di perbaiki.

Pekanbaru, 30 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


......................................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii


......................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1.Latar Belakang ...................................................................... 1


1.2.Tujuan ..................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2

2.1 Penyakit Disfagia ................................................................... 2


2.2 Penyakit Gastritis.................................................................... 8
2.3 Penyakit Tukak Lambung....................................................... 31

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 39

4.1 Kesimpulan ............................................................................ 39


4.2 Saran ...................................................................................... 39

Glosarium .................................................................................................... 40

Soal ............................................................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 46


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan pencernaan adalah berbagai jenis masalah yang terjadi pada sistem
pencernaan tubuh, mulai dari mulut hingga anus. Masalah pencernaan umumnya
meliputi refluks asam lambung (GERD), irritable bowel syndrome (IBS), dan
inflammatory bowel disease (IBD).
Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu organ
sistem pencernaan, atau lebih dari satu organ pencernaan secara bersamaan.
Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ, mulai dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Organ hati, pankreas, dan kantung
empedu juga berperan dalam mencerna makan, namun tidak dilewati oleh
makanan atau terletak di luar saluran pencernaan.
Sistem pencernaan berfungsi menerima dan mencerna makanan menjadi nutrisi
yang dapat diserap. Nutrisi tersebut kemudian disalurkan ke seluruh tubuh
melalui aliran darah. Sistem pencernaan juga berfungsi memisahkan dan
membuang bagian makanan yang tidak bisa dicerna oleh tubuh.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Mengetahui Pengertian Gangguan Saluran Cerna Terkait dengan Masalah Gizi
2. Mengetahui Etiologi dalam Gangguan Saluran Cerna Terkait dengan Masalah
Gizi
3. Mengetahui Patogenesis dalam Gangguan Saluran Cerna Terkait dengan
Masalah Gizi
4. Mengetahui Patofisiologi dalam Gangguan Saluran Cerna Terkait dengan
Masalah Gizi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Disfagia


2.1 1 Pengertian Disfagia
Disfagia diartikan sebagai “perasaan melekat” atau obstruksi pada tempat
lewatnya makanan melalui mulut, faring, atau esophagus. Gejala ini harus
dibedakan dengan gejala lain yang berhubungan dengan menelan. Kesulitan
memulai gerakan menelan terjadi pada kelainan- kelainan fase volunter menelan.
Namun demikian setelah d imulai gerakan menelan ini dapat diselesaikan dengan
normal. Odinofagia berarti gerakan menelan yang nyeri, acapkali odinofagia dan
disfagia terjadi secara bersamaan. Globus faringeus merupakan perasaan adanya
suatu gumpalan yang terperangkap dalam tenggor okan. Arah makanan yang
keliru sehingga terjadi regurgitasi nasal dan aspirasi makanan kedalam laring
serta paru sewaktu menelan, merupakan ciri khas disfagia orofaring (Harrison,
2000).
Disfagia adalah kesulitan menelan yang dapat pula disertai dengan nyeri
menelan. Esofagus normal merupakan suatu aktifitas terkoordinasi yang rumit
dimana cairan dan makanan padat diteruskan dari mulut kelambung. Mekanisme
ini juga mencegah aspirasi makanan ke dalam paru, regurgitasi kehidung, dan
refluks melalui sfingter e sophagus bawah. Oleh sebab itu disfagia menyebabkan
dua masalah yang berbeda yaitu: pertama, seringkali ada penyebab dasar yang
serius. Dan kedua, menyebabkan konsekuensi berbahaya (misal, aspirasi atau
malnutrisi) (Walsh, 1999).
2.1 2 Etiologi
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini
adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler),
miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu
peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan yang tersangkut dalam
trakea atau bronkus (Price, 2006).
Disfagi esophageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan
oleh motorik. Penyebab obstruksi adalah striktura esophagus dan tumor-tumor
ekstrinsik atau instrinsik esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen.
Penyebab disfagi dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau
tergangguanya peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah.
Gangguan disfagi yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia, scleroderma
, dan spasme esophagus difus (Price, 2006).
Ada dua jenis dari disfagia yaitu disfagia mekanis dan disfagia motorik.
Dari tabel dapat menjelaskan dengan lebih jelas tentang perbedaan kedua jenis
disfagia.

Tabel Penyebab dari Disfagia


Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda
Luminal
asing

a. Keadaan inflamasi yang menyebabkan


pembengkakan seperti Stomatitis,
Faringitis,epiglottis, Esofangitis
b. Selaput dan cincin dapat dijumpai
pada Faring (sindroma pulmer, Vinson
), Esophagus (congenital, inflamasi ),
Cincin mukosa esophagus distal
Disfagia Penyempitan
c. Striktur Benigna seperti Ditimbulkan
mekanis instrinsik
oleh bahan kaustik dan pil, Inflamasi ,
Iskemia, Pasca operasi, Congenital
d. Tumor - tumor malignan, Karsinoma
primer, Karsinoma metastasik, Tumor
-tumor beni gna, Leiomioma, Lipo
ma, Angioma, Polip fibroid
inflamatorik, Papiloma epitel
Spondilitis servikalis, Osteofit vetrbra ,
Kompresi
Abses dan masa retrofaring, Tumor pancreas
ekstrinsik
, Hematoma dan fibrosis
Kesulitan Seperti lesi oral dan paralisis lidah,
dalam Anesthesia orofaring, Penurunan produksi
memulai saliva, Lesi pada pusat menelan
reflek
menelan
Disfagia a. Kelemahan otot (Paralisis bulbar,
motorik Kelainan Neuromuskuler, Kelainan otot
pada otot b. Kontraksi dengan awitan stimultan
lurik atau gangguan inhibisi deglutisi
(Faring dan esophagus, Sfingther
esophagus bagian atas)

a. Paralisis otot esophagus yang


Kelainan
menyebabkan kontraksi yang lemah
pada otot
b. Kontraksi dengan awitan simultan
polos
atau gangguan inhibisi deglutis
esophagus
c. Sfingter esophagus bagian bawah.
(Harrison, 1999)
2.1 3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari disfagia dapat dilihat dengan adanya gangguan
pada neurogenik mengeluh bahwa cairan lebih mungkin menyebabkan tersedak
dari pada makanan padat atau setengah padat. Batuk dan regurgitasi nasal
menunjukkan kelemahan otot-otot palatum atau faring bagian atas. Suara serak,
nyeri menelan, dan nyeri telinga merupakan gejala tumor hipofaring. Sedang
aspirasi sering terjadi pada gangguan neurologik (Walsh, 1999).
2.1 4 Patofisiologi
Transportasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan
menelan tergantung pada ukuran bolus makanan yang ditelan, diameter lumen
lintasan untuk gerakan menelan, dan kontraksi peristaltik (Price, 2006).
Disfagia dibedakan atas disfagia mekanis dan disfagia motorik.
1. Disfagia mekanis
Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar,
adanya penyempitan instrinsik atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan untuk
gerakan menelan. Pada orang dewasa, lumen esofagus dap at mengembang
hingga mencapai diameter 4 cm, jika esofagus tidak mampu berdilatasi hingga
2,5 cm, gejala disfagia dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau
diameter esofagus tidak bisa mengembang hingga diatas 1,3 cm. lesi yang
melingkar lebih sering mengalami disfagia daripada lesi yang mengenai sebagian
lingkaran dari dinding esofagus saja
2. Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai gerakan
menelan atau abnormalitas pada gerakan peristaltik dan akibat ini ibisi deglutisi
yang disebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos esofagus. Disfagia
motorik faring disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang menyebabkan
paralisis otot (Price, 2006).
2.1 5 Komplikasi akibat disfagia
Disfagia adalah kondisi yang kompleks yang memiliki pengaruh besar pada
kehidupan pasien. Pasien yang mengalami disfagia masalah yang sering
ditemukan adalah kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan yang
diakibatkan oleh asupan nutrisi yang berkurang.
Dalam manejemen gizi pada pasien yang mengalami disfagia harus lebih
diperhatikan lagi tentang cara penyediaan makanan bergizi yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh pasien agar komplikasi seperti terjadinya aspirasi dapat
dihindari (Collier, 2009) .
2.1 6 Penatalaksanaan
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis disfagia. Pertama
dokter danspeech-language pathologist yang menguji dan menangani gangguan
menelan menggunakan berbagai pengujian yang meungkinkan untuk meliat
bebagai fungsi menelan.
Salahsatu pengujian disebut dengan, laryngoscopy seratoptik, yang memu
ngkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaanlain, termasuk
video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalammenelan dan ult
rasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapatsecara bebas nyer
i memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat
diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dispagia tidak membantu, dokter
mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam
mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-
otot facial atau untuk meningkatkan koordinasi . untuk lainnya pengobatan dapat
melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa
orang harus makan dengan posisi kepala menengok kesalah satu sisi atau melihat
lurus kedepan. Menyiapkan makanan sedemikian rupa atau menghindari
makanan tertentu dapat menlong orang lain.sebagai contoh , mereka tidak dapat
menelan minuman mungkin memerlukan pengentalan kusus untuk minumannya
yang panas ataupun dingin. Untuk beberapa orang, namun demikian
mengkonsumsi makanan atau minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi
mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Biasanya ini memerlukan suatu sistem pemberian makanann, seperti suatu selang
makanan (NGT) , yang memotobg bagian menelan yang mampu bekerja normal.
a. Berbagai pengobatan telah dianjurkan untuk pengobatan disfagia
orofaringael pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung telah
digambarkan. Pebdekatan langsung biasanya melibatkan makanan dan
pendekatan tidak langsung boasanya tanpa bolus makanan
b. Modifikasi diet
Merupakan komponn kunci dalam progra pengobatan umum disfagia. Suatu diet
makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesuitan pada
fase oral, atau bagia mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah
makanan padat. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi
maknana lunak atau semi padat sampai konsistensi normal
c. Suplai nutrisi
Efek disfagia pada suatu gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan
malnutrisi .
d. Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pmeriksaan berkala terhadap hidrasi
pasien sangat penting dan cairan inravena diberikan jika terdapat dehidrasi.
e. Pembedahan
 Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara oprasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy
dengan anestesi umum ataupun lokal
 Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalh prosedur yang dilakukan untuk
mengurangi tekanan pada shicter faringoesophageal (PES) dengan menginci
komponenn otot utama dari PES.

 Gatritis

A. Pengertian
1. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung
(Sudoyo, 2006)
2. Gastitisadalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, difus, atau local yang di sebabkan oleh bakteri atau obatobatan
(Price, 2005).
3. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang
ditemukan berupa dispepsia atau indigesti (Mansjoer, 2001).
4. Gastritis adalah peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi karena perlukaan hanya pada bagian
mukosa (Inayah, 2004).
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah
peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara
akut, kronis, difus atau lokal akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan
iritan lain, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang
menyebabkan erosi pada lapisan-lapisan tersebut dengan gambaran klinis yang
ditemukan berupa dispepsia atau indigesti.

B. Anatomi

Gambar 1.
Anatomi Lambung www.google.com ( gambar lambung ) Lambung adalah
bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak terutama
didaerah epigaster, dan sebagian di sebelah kiri daerah hipokondriak dan
umbilikal. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan
osofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diapragma di depan
pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri.

Secara anatomis lambung terdiri dari :

1. Fundus Fentrikuli, bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri


osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian


bawah kurvantura minor.
3. Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pilorus.

4. Kurvatura Minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari osteum


lkardiak sampai ke pilorus.

5. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari pada kurvantura minor terbentang


dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus fentrikuli menuju ke kanan sampai
ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limpa.

6. Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen


masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik(Setiadi, 2007).
Lambung terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limfa menempel
pada sebelah kiri fundus. Kedua ujung lambung dilindungi oleh sfingter yang
mengatur pemasukan dan pengeluaran. Sfingter kardia atau sfingter esofagus
bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan
sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum
berelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi sfingter
ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus halus ke dalam lambung.
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis ( penyempitan pilorus yang menyumbat ) sebagai komplikasi dari
penyakit tukak lambung. Stenosis pilorus atau pilorospasme terjadi bila serat-
serat otot disekelilingnya mengalami hipertropi atau spasme sehingga sfingter
gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam duodenum.

Lambung terdiri atas empat bagian yaitu :


a. Tunika serosa atau lapisan luar
Merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum dan terus memanjang
kearah hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar dari
satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Omentum minor
terdiri atas ligamentum hepatogastrikum dan hepatoduodenalis , menyokong
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura mayor,
peritonium terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus
halus dari depan seperti apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang
sering terjadi penimbunan cairan ( pseudokista pankreatikum ) akibat komplikasi
pankreatitis akut.

b. Lapisan berotot ( Muskularis )


Tersusun dari tiga lapis otot polos yaitu :
1) Lapisan longitudinal, yang paling luar terbentang dari esofagus ke bawah
dan terutama melewati kurvatura minor dan mayor.

2) Lapisan otot sirkuler, yang ditengah merupakan lapisan yang paling tebal
dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter dan berada dibawah lapisan
pertama.

3) Lapisan oblik, lapisan yang paling dalam merupakan lanjutan lapisan otot
sirkuler esofagus dan paling tebal pada daerah fundus dan terbentang sampai
pilorus.
c. Lapisan submukosa
Terdiri dari jaringan areolar jarang yang menghubungkan lapisan mukosa dan
lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak bersama
gerakan peristaltik. Lapisan ini mengandung pleksus saraf dan saluran limfe.

d. Lapisan mukosa
Lapisan dalam lambung tersusun dari lipatan-lipatan longitudinal yang disebut
rugae. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini yaitu :

1) Kelenjar kardia, berada dekat orifisium kardia. Kelenjar ini


mensekresikan mukus.

2) Kelenjar fundus atau gastrik, terletak di fundus dan pada hampir seluruh
korpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel yaitu :

a) Sel-sel zimogenik atau chief cell, mensekresikan pepsinogen diubah


menjadi pepsin dalam suasana asam.
b) Sel-sel parietal, mensekresikan asam hidroklorida dan faktor instrinsik. Faktor
instrinsik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus halus. Kekurangan
faktor instrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa.

c) Sel-sel mukus ( leher ), di temukan di leher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik.


Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang
terletak pada daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang di
sekresikan oleh lambung enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium,
kalium, dan klorida (Price, 2005).

Struktur syaraf penyokong lambung :Persyarafan lambung


sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum
dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik, dan seliaka. Persarafan simpatis
adalah melalui saraf splangnikus major dan ganglia seliakum. Serabut-serabut
eferen menghantarkan impuls nyeri yang di rangsang oleh peregangan, kontraksi
otot dan peradangan, dan di rasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut eferen
simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf
mesentenikus ( auerbach ) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi
mukosa lambung.Komponen vaskularisasi pada lambung : Seluruh suplai darah
di lambung dan pankreas ( serta hati, empedu dan limfa ) terutama berasal dari
arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang mempercabangkan cabang-cabang yang
ensuplai kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis
adalah arteria gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis
(retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak
dinding posterior duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan
perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari
pankreas, limpa dan bagian lain saluran cerna berjalan ke hati melalui vena porta
(Price, 2005).
C. Fisiologi

Saluran gastrointestinal (GI) merupakan serangkaian organ muskular


berongga yang dilapisi oleh membran mukosa (selaput lendir). Tujuan kerja
organ ini adalah mengabsorbsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk
diabsorbsi dan digunakan oleh sel-sel tubuh, serta menyediakan tempat
penyimpanan feses sementara. Saluran GI mengabsorbsi dalam jumlah besar
sehingga fungsi utama sistem GI adalah membuat keseimbangan cairan, selain
menelan cairan dan makanan, saluran GI juga menerima banyak sekresi dari
organ-organ, seperti kandung empedu dan pankreas. Setiap kondisi yang serius
mengganggu absorbsi atau sekresi normal cairan GI, dapat menyebabkan
ketidakseimbangan cairan.

Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut :

1. Mulut

Saluran GI secara mekanisme dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan


bentuk yang sesuai. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan
bahwa masa atau bolus makanan mencapai daerah absobrsi nutrisi dengan aman
dan efektif. Pencernaan kimiawi dan mekanisme dimulai dari mulut. Gigi
mengunyah makanan, memecahnya menjadi berukuran yang dapat ditelan.
Sekresi saliva mengandung enzim, seperti ptialin, yang mengawali pencernaan
unsur-unsur makanan tertentu. Saliva mencairkan dan melunakkan bolus
makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah di telan (Potter& Perry, 2005).

2. Faring (tekak)

Merupakan organ yang menghubungkan organ mulut dengan


kerongkongan. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar
limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi. Disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, yang
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang
belakang.
Jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan
udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan
makanan masuk ke belakang dari jalan nafas dan didepan dari ruas tulang
belakang.Makanan melewati epiglotis lateral melalui ressus preformis masuk ke
esofagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah
masuknya makanan ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara di tutup
sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah kontraksi secara bersamaan
(Setiadi, 2007).
3. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya sekitar 9 sampai dengan 25 cm dengan diameter sekitar 2,54 cm,
mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Esofagus
berawal pada area laringofaring, melewati diafragma dan hiatus esofagus.
Esofagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung setelah
melalui torak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung
dengan lambung.Lapisan terdiri dari empat lapis yaitu mucosa, submucosa, otot
(longitudinal dan sirkuler), dan jaringan ikat renggang. Makanan atau bolus
berjalan dalam esofagus karena gerakan peristaltik, yang berlangsung hanya
beberapa detik saja (Setiadi, 2007).

Begitu makanan memasukibagian atas esofagus, makananmakanan


berjalan melalui sfingter esofagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular,
yang mencegah udara memasuki esofagus dan makanan mengalami refluks
(bergerak ke belakang) kembali ke tenggorok. Bolus makanan menelusuri
esofagus yang panjangnya kira-kira 25 cm. Makanan didorong oleh gerakan
peristaltik lambat yang di hasilkan oleh kontraksi involunter dan relaksasi otot
halus secara bergantian. Pada saat bagian esofagus berkontraksi diatas bolus
makanan, otot sirkular di bawah (atau di depan) bolus berelaksasi. Kontraksi-
relaksasi otot halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju
gelombang berikutnya.Dalam 15 detik, bolus makanan bergerak menuruni
esofagus dan mencapai sfingter esofagus bagian bawah. Sfingter esofagus bagian
bawah terletak diantara esofagus dan lambung. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tekanan sfingter esofagus bagian bawah meliputi antasid, yang meminimalkan
refluks, dan nikotin serta makanan berlemak, yang meningkatkan refluk (Potter,
2005).
4. Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak
terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah
diafragmadi depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Getah cerna lambung yang dihasilkan antara lain:


a) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton)
b) Asam garam (HCI), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptik
dan desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi
pepsin.

c) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk


kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu)

d) Lapisan lambung, jumlahnya sedikit yang memecah lemak menjadi asam


lemak yang merangsang getah lambung.

Digesti dalam lambung diantaranya :


a) Digesti protein, pepsinogen yang dieksresi oleh sel chief diubah menjadi
pepsin oleh asam klorida yang disekresi oleh sel parietal. Pepsin menghidrolisis
protein menjadi polipeptida. Dan pepsin adalah enzim yang hanya bekerja dengan
PH dibawah 5

b) Lemak, enzim lipase yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis lemak
susu menjadi asam lemak dan gliserol, tetapi aktivitasnya terbatas dalam kadar
PH yang rendah.

c) Karbohidrat, enzim amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung


bekerja pada PH netral. Enzim ini terbawa bersama bolus dan tetap bekerja dalam
lambung sampai asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak mensekresi
enzim untuk mencerna karbohidrat.

Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis


dan kimiawi dipecah untuk dicerna dan di absorbsi. Lambung menyekresi asam
hidroklorida (HCI), leher, enzim pepsin, dan faktor intrinsik. Konsentrasi HCI
mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbanga asam-basa tubuh. HCI
membantu mencampur dan memecah makanan di lambung. Lendir melindungi
mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas enzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak pencernaan yang berlangsung dilambung. Faktor intrinsik
adalah komponen penting yang di butuhkan untuk absorbsi vitamin B12 didalam
usus dan selanjutnya untuk pembentukan sel darah merah normal. Kekurangan
faktor intrinsik ini mengakibatkan anemia pernisiosa.Sebelum makanan
meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi makanan semicair yang disebut
kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorbsi dari pada makanan padat.
Klien yang sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan
lambung yang cepat (seperti pada gastritis) dapat mengalami masalahpencernaan
yang serius karena makanan tidak dipecah menjadi kimus (Potter, 2005)

5. Usus halus
Saluran pencernaan diantara lambung dan usus besar, yang merupakan tuba
terlilit yang merentang dari sfingter pylorus sampai katupileosekal, tempatnya
menyatu dengan usus besar fungsi usus halus terdiri dari :

a) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui


kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe dengan proses sebagai berikut :

1) Menyerap protein dalam membentuk asam amino


2) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida
b) Secara selektif mengabsorbsi produk digesti dan juga air, garam dan
vitamin.

Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang
menyempurnakan makanan :
a) Enterokinase, mengaktifkan enzim tripsinogen pankreas menjadi tripsin
yang kemudian mengurai protein dan peptida yang lebih kecil.

b) Aminopeptidase, Tetrapeptidase, dan Dipeptidase yang mengurai peptida


menjadi asam amino bebas.

c) Amilase usus, yang menghidrolisis zat tepung menjadi Disakarida


(maltosa, sukrosa, dan laktosa)
d) Maltase, isomaltase, lactase dan sukrase yang memecah disakarida
maltosa, laktosa, dan sukrosa menjadi monosakarida.

e) Lipase usus yang memecah monogliserida menjadi asam lemak dan


gliserol

f) Erepsin, menyempurnakan pencernaan prtein menjadi asam amino.


g) Laktase, mengubah laktase menjadi monodakarida
h) Maltosa, mengubah maltosa menjadi monosakrida
i) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida.
(Setiadi, 2007)
Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan
memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter
sekitar 2,5 cm dan panjang 6 m. Usus halus di bagi menjadi tiga bagian :
duodenum, jejunum, ileum. Kimus bercampur dengan enzim-enzim pencernaan (
misal empedu dan amilase ) saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi
mengaduk kimus, memecah makanan lebih lanjut untuk dicerna. Pada saat kimus
bercampur, gerakan peristaltik berikutnya sementara berhenti sehingga
memungkinkan absorbsi. Kimus berjalan perlahan melalui usus halus untuk
memungkinkan absorbsi.

Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorbsi dadalam usus halus. Enzim


dari pankreas (misal amilase) dan empedu dari kandung empedu dilepaskan
kedalam duodenum. Enzim di dalam usus halus memecah lemak, protein, dan
karbohidrat menjadi unsur-unsur dasar. Nutrisi hampir seluruhnya diabsorbsi oleh
duodenum dan jejunum. Ileum mengabsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi,
dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu, proses pencernaan akan
mengalami perubahan besar. Inflamasi, reseksi bedah, atau obstruksi dapat
mengganggu peristaltik, mengurangi area absorbsi, atau menghambat aliran
kimus (Potter, 2005).

6. Usus besar
Usus besar merupakan bagian akhir dari proses pencernaan, karena
sebagai tempat pembuangan, maka diusus besarsebagian nutrien telah dicerna dan
diabsorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna. Biasanya
memerlukan waktu dua sampai lima hari untuk menempuh ujung saluran
pencernaan. Dua sampai enam jam di lambung, enam sampai delapan jam diusus
halus, dan sisa waktunya diusus besar. Usus besar mempunyai berbagai fungsi
yang semuanya berkaitan dengan proses ahir isi usus, fungsi usus besar adalah :

a) Menyerap air dan elektrolit 80% sampai 90% dari makanan dan
mengubah dari cairan menjadi massa.

b) Tempat tinggal sejumlah bakteri E. colli, yang mampu mencerna kecil


selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh setiap hari.

c) Memproduksi vitamin antara lain vitamin K, ribovlafin, dan tiamin serta


berbagai gas.

d) Penyiapan selulosa yang berupa hidrat arang dalam tumbuhtumbuhan,


buah-buahan, dan sayuran hijau (Setiadi, 2007)

Usus besar dibagi menjadi tiga, antara lain :

a) Sekum,

Kimus yang tidak diabsorbsi memasuki sekum melalui katup ileosekal.


Katup ini merupakan lapisan otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan
kembalinya isi kolon ke usus halus.
b) Kolon
Walupun kimus yang berair memasuki kolon, volume air menurun saat
kimus bergerak di sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asenden, kolon
tranversal, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Kolon di bangun oleh jaringan
otot, yang memungkinkanya menampung dan mengeliminasi produk buangan
dalam jumlah besar.Kolon mempunyai empat fungsi yang saling berkaitan :
absorbsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah besar volume air., natrium
dan klorida diabsorbsi oleh kolon setiap hari. Pada waktu makanan bergerak
melalui kolon, terjadi kontraksi haustral. Kontraksi ini sama dengan kontraksi
segmental usus halus, tetapi berlangsung lebih lama sampai 5 menit. Kontraksi
membentuk kantung berukuran besar didinding kolon, menyediakan daerah
permukaan yang luas untuk absorbsi.Sebanyak 2,5 liter air dapat diabsorbsi oleh
kolon dalam 24 jam. Rata-rata 55 mEq natrium dan 23 mEq klorida diabsorbsi
setiap hari. Jumlah air yang diabsorbsi dari kimus bergantung pada kecepatan
pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal bersifat lunak, berbentuk
masa. Apabila kecepatan kontraksi peristaltik berlangsung dengan cepat secara
abnormal, waktu untuk absorbsi air berkurang sehingga feses akan menjadi encer.
Apabila kontraksi peristaltik melambat, air akan terus diabsorbsi sehingga
terbentuk masa feses yang keras, mengakibatkan konstipasi.

Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir. Lendir dalam


kondisinormal berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi berserabut.
Lendir melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding bagian dalamnya.
Lubrikasi terutama penting pada ujung distal kolon, tempat isi kolon menjadi
lebih kering dan lebih keras.Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam-
basa. Bikarbonat disekresi untuk mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq
kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan serius pada fungsi
kolon, seperti diare, dapat mengakibatkan ketidak seimbangan elektrolit.

Ahirnya, kolon mengeliminasikan produk buangan dan gas (flatus). Flatus


timbul akibat menelan gas, difusi gas dari aliran darah ke dalam usus, dan kerja
bakteri pada karbohidrat yang tidak dapat diabsorbsi. Fermentasi karbohidrat
(seperti yang terjadi pada kubis dan bawang) menghasilkan gas didalam usus,
yang dapat menstimulasiperistaltik. Orang dewasa dalam kondisi normal
menghasilkan 400 sampai 700 ml flatus setiap hari.Kontraksi peristaltik yang
lambat menggerakan isi usus ke kolon. Isi usus adalah stimulus utama untuk
terjadinya kontraksi. Produk buangan dan gas memberikan tekanan pada dinding
kolon. Lapisan otot meregang,menstimulasi reflek yang menimbulkan kontraksi.
Gerakan peristaltik masamendorong makanan yang tidak tercerna menuju
rektum. Gerakan ini hanya terjadi tiga sampai empat kali sehari, tidak seperti
gelombang peristaltis yang seering timbul didalam usus halus.

c) Rektum
Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid, disebut feses.
Sigmoid menyimpan feses sampai beberapa saat sebelum defekasi.dalam kondisi
normal, rektum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun oleh lipatan-
lipatan jaringan vertikal dan tranversal. Setiap lipatan vertikal berisi sebuah arteri
dan lebih dari satu vena.

Apabila masa feses atau gas bergerak ke dalam rektum untuk membuat
dindingnya berdistensi, maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan
kontrol volunter dan kontrol involunter. Sfingter interna adalah sebuah otot polos
yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Saat rektum mengalami distensi, saraf
sensorik dstimulasi dan membawa impuls-impuls yang menyebabkan relaksasi
sfingter interna, memungkinkan lebih banyak feses yang memasuki rektum. Pada
saat yang sama, impuls bergerak ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran
bahwa individu perlu melakukan defekasi.

(Potter, 2005)
7. Defekasi
Menurut Setiadi ( 2007), defekasi sebagian merupakan refleks, sebagian
lagi merupakan aktivitas volunter ( yaitu dengan mengejan terjadi kontraksi
diafragma dan otot abdominal untuk meningkatkan tekanan intra abdominal )
Komposisi feses mengandung :

a) Air mencapai 75% sampai 80%


b) Sepertiga materi padatnya adalah bakteri
c) Dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organik dan
anorganik dari sekresi pencernaan, serta mucus dan lemak.

d) Feses juga mengandung sejumlah bakteri kasar, atau serat dan selulosa
yang tidak tercerna.
e) Warna coklat berasal dari pigmen empedu
f) Dan bau berasal dari kerja bakteri.
D. Klasifikasi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna.

Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:


a) Gastritis akut erosif
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada
mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).

b) Gastritis akut hemoragic


Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan
mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya
kontunuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada
mukosa lambung tersebut.

( Hirlan, 2001)
2. Gastritis Kronis
Menurut Muttaqin, (2011) Gastritis kronis adalah suatu peradangan
permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik
diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :

a) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan ; edema , serta


perdarahan dan erosi mukosa.

b) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa


pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta
anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel
parietal dan sel chief.

c) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada


mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.
E. Etiologi
Menurut Muttaqin (2011) Penyebab dari gastritis antara lain :
1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid / OAINS (indometasin,
ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen kemoterapi
(mitomisin, 5-fluora-2-deoxyuriine), salisilat, dan digitalis bersifat mengiritasi
mukosa lambung.

2. Minuman beralkohol ; seperti : whisky,vodka, dan gin.


3. Infeksi bakteri ; seperti H. pylor (paling sering), H. heilmanii,
streptococci, staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli,
tuberculosis, dan secondary syphilis.

4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus


5. Infeksi jamur ; candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.
6. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks
ususlambung.

7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan


minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen iritasi
mukosa lambung.

8. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen


penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil ke
mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.

9. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke


lambung.

10. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara


agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang dapat
menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.
F. Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-obatan
dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang
mengalami strees akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus Vagus),
yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.Zat kimia maupun makanan yang
merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya
untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna respon mukosa
lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilitasi sel
mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat enzim yang memproduksi asam
klorida atau HCl, terutama daerah fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan
menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa
nyeri, rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster.
Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa
pengelupasan. Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi
memicu timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga
erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan (Price dan Wilson,
2000)

2. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory ( H. pylory )
Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A ( sering
disebut sebagai gastritis autoimun ) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang
menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit
autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari
lambung. Tipe B ( kadang disebut sebagai gastritis ) mempengaruhi antrum dan
pylorus ( ujung bawah lambung dekat duodenum ) ini dihubungkan dengan
bakteri Pylory. Faktor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau
obat-obatan dan alkohol, merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung
(Smeltzer dan Bare, 2001)
G. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada gastritis yaitu:
1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:
a) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.
b) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual,
dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.

c) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.


d) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.
e) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin
akan hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)

2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala
defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia ( nafsu
makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut,
atau mual dan muntah. (Smeltzer dan Bare, 2001)
H. PemeriksaanDiagnosik
Pemeriksaan dignostik menurut Dermawan (2010) dan Doenges (2000) sebagai
berikut :

1. Radiology: sinar x gastrointestinal bagian atas


2. Endoskopy : gastroscopy ditemukan muksa yang hiperemik
3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida
4. EGD (Esofagagastriduodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk perdarahan
gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat ulkus jaringan atau
cidera

5. Pemeriksaan Histopatologi: tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak


pernah melewati mukosa muskularis.
6. Analisa gaster: dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan asam hidroklorik
dan pembentukan asam noktura

7. l penyebab ulkus duodenal.


8. Feses: tes feses akan positif H. Pylory Kreatinin : biasanya tidak
meningkat bila perfusi ginjal di pertahankan.

9. Amonia: dapat meningkat apabila disfungsi hati berat menganggu


metabolisme dan eksresi urea atau transfusi darah lengkap dan jumlah besar
diberikan.

10. Natrium: dapat meningkat sebagai kompensasi hormonal terhadap


simpanan cairan tubuh.
11. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau
muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi setelah
trasfusi darah.

12. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis.

I. Penatalaksanaan
1. Pengobatan pada gastritis meliputi:
a) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung
b) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan
intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-gejala
mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida dan istirahat.

c) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan asam


lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

d) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara


menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang
menyebabkan iritasi.
e) Pembedahan: untuk mengangkat gangrene dan perforasi,
Gastrojejunuskopi/reseksi lambung: mengatasi obstruksi pilorus.
(Dermawan, 2010)
2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:
Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari
alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan
melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu
diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragik saluran gastrointestinal
atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau
alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
a) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum ( missal :
alumunium hidroksida ) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer
atau cuka encer

b) Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari karena bahaya
perforasi.
terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic dan sedative, antasida,
serta cairan intravena. Endoskopi fiberopti mungkin diperlukan. Pembedahan
darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi.
Gastrojejunostomi atau reseksi lambungmungkin diperlukan untuk mengatasi
obstruksi pilrus. Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istiratahat, mengurangi stress dan memulai farmakoterapi. H.
Pilory data diatasi dengan antibiotic ( seperti tetrasiklin atau amoksisilin ) dan
garam bismu ( pepto bismo ). Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami
malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap faktor
instrinsik (Smeltzer, 2001)

3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:


a) Tirah baring
b) Mengurangi stress
c) Diet
Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral pada interval
yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti pudding, agar-agar dan sup,
biasanya dapat ditoleransi setelah 12 – 24 jam dan kemudian makanan-makanan
berikutnya ditambahkan secara bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang
kronis biasanya berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan
yang berbumbu banyak atau berminyak (Dermawan,2010)
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut Dermawan
(2010) adalah:

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas


2. Ulkus peptikum, perforasi dan anemia karena gangguan absorbsi vitamain
B12
K. Pengkajian Fokus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan
menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.

b. Pola Nurtisi –Metabolik


Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, makanan kesukaan.

c. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan Kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri
dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan
feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih dll.

d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain, Range Of Motion (ROM), riwayat
penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat
penyakit paru.
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif.Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya
mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama
terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu,
tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi
nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-
10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau
fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,
pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dan lain-lain.

f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau
mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.

g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri


Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran,
identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana
keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping
sebagai system terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan
atau penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri, kontak mata, isyarat non
verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup atau relaks.

h. Pola Peran dan Hubungan


Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien.Pekerjaan, tempat tinggal,
tidak punya rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang lain,
masalah keuangan dll.

i. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan
mamae sendiri, riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.

j. Pola mekanisme koping


Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
systempendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,
efek penyakit terhadap tingkat stress.

k. Pola Keyakinan Dan Spiritual


Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama, kegiatan keagamaan dan
budaya,berbagi denga orang lain,bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan,
mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama sakit
(Perry,2005)(Asmadi, 2008).
Helicobacter pylori

Merusak mukosa
lambung
 Tukak Lambung

Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung


dan/atau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal (Valle,
2005). Disebut tukak apabila robekan mukosa berdiameter ≥ 5 mm kedalaman
sampai submukosa dan muskularis mukosa atau secara klinis tukak adalah
hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5 mm
yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis. Robekan mukosa < 5 mm
disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa.

Tukak peptik adalah penyakit akibat gangguan pada saluran


gastrointestinal atas yg disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh
mukosa lambung (Avunduk, 2008). Tukak peptik merupakan keadaan terputusnya
kontinuitas mukosa yang meluas dibawah epitel atau kerusakan pada jaringan
mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang
langsung berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin (Sanusi, 2011).
Sel parieteal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan
pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH <4 (sangat agresif
terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek barier mukosa
dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsa ng untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung,timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler,kerusakan mukosa lambung, gastritis, dan tukak lambung
(Tarigan, 2006).
A. Patogenesis Tukak Peptik
Kerusakan pada mukosa gastroduodenum berpuncak dari pada ketidak
seimbangan antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan faktor yang
melindungi mukosa tersebut. Oleh sebab itu, kerusakan mukosa tidak hanya
terjadi apabila terdapat banyak faktor yang
merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi mukosa
gagal.
Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi
mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen
pada epitel serta regenerasi epitel. Di samping kedua faktor tadi ada faktor
yang merupakan faktor predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya tukak peptik
antara lain daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok,
obat-obatan dan infeksi bakteria agresif.
Tukak terjadi karena gangguan keseimbangan antara faktor agresif (asam, pepsin
atau faktor-faktor iritan lainnya) dengan faktor defensif (Mukus,bikarbonat,aliran
darah) (Sanusi, 2011). Sel parietal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik
atau zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin
dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4
(sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan dapat menimbulkan
defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk
lebih banyak mengeluarkan asam lambung, kemudian menimbulkan dilatasi dan
peningkatan perm eabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,
gastritis akut atau kronik, dan tukak peptik (Tarigan, 2006).
Helicobacter pylori dapat bertahan dalam suasana asam di lambung,
kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya H.
pylori berkolonisasi di lambung. Kemudian kuman tersebut berpoliferasi dan
dapat mengabaikan sistem mekanisme pert ahanan tubuh. Pada keadaan tersebut
beberapa faktor dari H. pylori memainkan peranan penting diantaranya urase
memecah urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang melindungi
kuman tersebut terhadap asam HCl (Rani & Fauzi, 2006).
Obat NSAID yang dapat menyebabkan tukak antara lain: indometasin,
piroksikam, ibuprofen, naproks en, sulindak, ketoprofen, ketorolac, flurbiprofen
dan aspirin (Berardi & Welage, 2008). Obat-obat tersebut menyebabkan
kerusakan mukosa secara lokal dengan mekanisme difusi non ionik pada sel
mukosa (pH cairan lambung << pKa NSAI D). Stres yang amat berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak, seperti pasca bedah dan luka bakar luas, hal ini
terjadi karena adanya gangguan aliran darah mukosa yang berkaitan dengan
peningkatan kadar kortisol plasma. Stre s emosional yang berlebihan dapat
meningkatkan kadar kortisol yang kemudian diikuti peningkatan sekresi asam
lambung dan pepsinogen, sama halnya dengan gaya hidup yang tidak sehat,
seperti merokok,konsumsi alkohol dan pemakaian NSAID yang berlebihan
(Sanusi, 2011)
B. Etiologi Tukak Peptik
Sampai saat ini diketahui terdapat tiga penyebab utama tukak peptik, yaitu
NSAID, infeksi H. Pylori , dan kondisi hipersekresi asam seperti Zollinger-
Ellison syndrome . Adanya infeksi H. Pylori atau penggunaan NSAID harus
ditelusuri pada semua penderita dengan tukak peptikum (Sanusi, 2011).
1.Infeksi Helicobacter Pylori
Sekitar 90% dari tukak duodenum dan 75 % dari tukak lambung
berhubungan dengan infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori adalah
bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam pada lambung/duodenum,
ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5µm, punya ≥ 1 flagel pada salah satu
ujungnya, terdapat hanya pada lapisan mukus permukaan epitel antrum lambung,
karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in vivo yang dikenali
oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitel/antar epitel.
Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan
memproduksi toksik yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Protease
dan fospolipase menekan sekresi mukus sehingga daya tahan mukosa menurun
menyebabkan asam lambung berdifusi balik.
Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akhirnya berkomplikasi
menjadi tukak peptik. Kedua mekanisme terjadi tukak peptik dengan
menginduksi respon imun lokal pada mukos
sehingga terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi
bakteri ini melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi & sel-sel
limfosit/PMN. Seterusnya, peningkatkan level gastrin menyebabkan
meningkatnya sekresi asam lambung yang masuk ke duodenum lalu menjadi
tukak duodenum.
2.Sekresi asam lambung
Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEq/jam. Pada penderita
tukak, produksi asam lambung dapat mencapai 40 mEq/jam.
3.Pertahanan Mukosal Lambung
NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan
kerusakan pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida
menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah.
Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase
(COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan
NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, penurunkan sekresi mukus dan
bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan duodenum
menyebabkan pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua,
penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan proliferasi
sel-sel mukosa. Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal demikian
terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga
aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel epitel. Tahap keempat
berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan
mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan
perlekatan leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan
mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen
berakibat kerusakan epitel dan endotel menyebabkan statis aliran mikrovaskular
sehingga terjadinya iskemia dan akhirnya terjadi tukak peptik.
Tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu :
a.Tipe 1, yang paling sering terjadi. Terletak pada kurvatura minor atau
proximal insisura,dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral.
b.Tipe 2, lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak
duodenum.
c.Tipe 3, terletak pada 2 cm dari pilorus (pyloric channel ulcer).
d.Tipe 4, terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia.
C. Gambaran Klinis
Secara umum pasien tukak peptik bi asanya mengeluh dispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna seperti
mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh di ulu
hati setelah makan, dan cepat me rasakan kenyang (Sanusi, 2011).
Pasien tukak peptik menunjukkan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman pada perut dan disertai muntah. Rasa sakit tukak peptik timbul
setelah makan, rasa sakit terdapat di sebelah kiri, sedangkan tukak duodenum
rasa sakit terdapat di sebelah kanan garis peru t. Rasa sakit bermula pada satu
ttitik, kemudian bisa menjalar ke daerah pu nggung. Hal ini menandakan bahwa
penyakit tersebut sudah semakin parah atau mengalami komplikasi berupa
penetrasi tukak keorgan pankreas. Meskipun demikian, rasa sakit saja tidak
cukup untuk menegakkan diagnosis tukak peptik, karena dispepsia juga bisa
menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat ditent ukan dengan lokasi
rasa sakit di sebelah kiri atau kanan garis pe rut. Sedangkan tukak yang
disebabkan oleh NSAID dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak menimbulkan
keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya yang berupa perdarahan dan
perforasi (Tarigan, 2006).

D. Diagnosis
Sekitar 90% dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti
terbakar disertai mual, muntah, perut kembung, berat badan menurun,
hematemesis, melena dan anemia disebabkan erosi yg superficial atau erosi
dalam pada mukosa gastrointestinal (McPhee, 1997).
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk diagnosis tukak peptik yaitu
seperti endoskopi dengan biopsi dan sitologi, pemeriksaan dengan barium,
radiologi pada abdomen, analisis lambung, pemeriksaan laboratorium (kadar Hb,
Ht, dan pepsinogen darah), dan melena (Priyanto & Lestari, 2009).
Diagnosis tukak peptik ditegakkan berdasarkan:
1) Pengamatan klinis
2) Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi)
3) Hasil biopsi untuk pemeriksaan CLO ( Compylobacter Like Organism),
histopatologi kuman H. Pylori (Tarigan, 2006)
Diagnosis terhadap H.pylori diperlukan untuk menetapkan adanya infeksi
sebelum memberikan pengobatan. Jenis tes diagnostik infeksi H. pylori adalah
sebagai berikut:
1) Non invasif : Serologi (IgG, IgA anti Hp, urea breath test)
2) Invasif/endoskopi : Tes urease (CLO , histopatologi, kultur mikrobiologi,
Polymerase chain reaction ) (Rani & Fauzi, 2006)
E. Penatalaksanaan Tukak Peptik
Tujuan pengobatan tukak peptik adalah menghilangkan keluhan/ gejala
penderita, menyembuhkan tukak, mencegah relaps/ kekambuhan dan mencegah
komplikasi. Secara garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman
H. Pylori serta pengobatan/ pencegahan gastropati NSAID (Tarigan, 2001). Pada
saat ini, penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi Helicobacter
pylori sebagai penyebab ulkus peptikum.
Eradikasi Helicobacter pylori infeksi dapat dilakukan pengobatan
antibiotik yang sesuai. Penderita ulkus harus menghentikan pengobatan dengan
NSAID atau apabila hal ini tidak dapat dilakukan pemberian agonis prostaglandin
yang berkerja lama, misalnya misoprostol. Dalam memberikan terapi terhadap
tukak peptik akut pada umumnya serupa dengan penderita tukak peptik kronik.
Bila ditemukan penderita dengan keluhan berat, maka sebaiknya dirawat di rumah
sakit, serta perlu istirahat untuk beberapa minggu.
Penderita dengan keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan
berobat jalan (Akil, 2006). Secara garis besar pengelolaan penderitadengan tukak
peptik adalah sebagai berikut:
a.Non Farmakologi
 Menghentikan konsumsi minuman beralkohol, rokok dan penggunaan NSAID.
 Beristirahat yang cukup, dan menghindari stress.
 Menghindari makanan dan minuman yang memicu sekresi asam lambung yang
berlebih, seperti cabai, teh, kopi, dan alkohol. (Truter, 2009)
b.Farmakologi
 Antasida
Antasida meningkatkan pH lumen lambung, sehingga dapat menetralkan asam
lambung serta meningkatkan kecepatan pengosongan lambung. Antasida yang
mengandung magnesium, tidak larut dalam air dan bekerja cukup cepat.
Magnesium mempunyai efek laksatif da n bisa menyebabkan diare, sedangkan
preparat antasida yang mengandung aluminium, bekerja relatif lambat dan
menyebabkan konstipasi. Kombinasi antara magnesium dan aluminium dapat
digunakan untuk meminimalkan efek pada motilitas (Neal, 2007).
 PPI (Pump Proton Inhibitor)
Inhibitor pompa proton (PPI) adalah penekan sekresi lambung yang paling
potensial. Contohnya seperti omeprazole, es omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan pantoprazole (Truter, 2009). Ob at-obat golongan PPI dapat
menghambat sekresi asam lambung dengan cara memblok H + / K + ATPase (
Adenosine Triphosphatase) yang terdapat di sel parietal la mbung. Obat-obat
tersebut dapat digunakan untuk terapi eradikasi H. pylori yang dikombinasikan
dengan antibiotik. Selain itu juga dapat digunakan untuk terapi tukak peptik yang
disebabkan NSAID (BNF 58, 2009).
Penggunaan pantoprazole intravena setelah terapi endoskopi pada
perdarahan tukak peptik dapat menurunkan angka kejadian perdarahan ulang,
tindakan operasi, dan mengurangi lama waktu rawat inap di rumah sakit (Wang et
al ., 2009).
c.Antagonis reseptor H2 histamin
Obat-obat golongan ini memblok kerja histamin pada sel parietal dan
mengurangi sekresi asam, sekaligus mengurangi nyeri akibat ulkus peptikum dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan tukak. Contoh obat-obatnya seperti
simetidin dan ranitidin (Neal, 2007).
d.Sukralfat
Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi ulkus epitel
dari zat ulcerogenic, sepe rti asam lambung, pepsin dan empedu. Hal ini juga
secara langsung mengadsorbsi empedu danpepsin. Sulkrafat mengalami
polimerisasi pada pH < 4 untuk menghasilkan gel yang sangat lengket dan
melekat kuat pada dasar ulkus (Neal, 2007).
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Gangguan pencernaan adalah berbagai jenis masalah yang terjadi pada
sistem pencernaan tubuh, mulai dari mulut hingga anus. Masalah pencernaan
umumnya meliputi refluks asam lambung (GERD), irritable bowel syndrome
(IBS), dan inflammatory bowel disease (IBD).
Gangguan pencernaan adalah masalah yang terjadi pada salah satu organ
sistem pencernaan, atau lebih dari satu organ pencernaan secara bersamaan.
Sistem pencernaan terdiri dari sejumlah organ, mulai dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Organ hati, pankreas, dan kantung
empedu juga berperan dalam mencerna makan, namun tidak dilewati oleh
makanan atau terletak di luar saluran pencernaan.
Disfagia adalah kesulitan menelan yang dapat pula disertai dengan nyeri
menelan. Penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit
serebrovaskuler), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris.
Keadaan ini memicu peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan yang
tersangkut dalam trakea atau bronkus (Price, 2006).
Gastroenteritis adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono: 2008).
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri: shigella sp, E.coli pathogen, salmonella sp,
vibrio cholera, yersinia entero colytika, campylobacter jejuni, v.parahaemolitikus,
staphylococcus aureus, klebsiella, pseudomonas, aeromonas, dll
3.2 Saran
Dengan mengetahui apa saja bentuk gangguan saluran pencernaan, etologi
maupun patofisiologinya, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
menjadikan acuan sebagai penanggulangan dan pencegahan terhadap gejala
maupun gangguan saluran pencernaan,
GLOSARIUM

Gastroesophageal reflux: Juga dikenal sebagai acid reflux, ini adalah kondisi
umum di mana cairan pencernaan dari aliran lambung kembali ke kerongkongan,
menyebabkan rasa tidak nyaman dan rasa asam di mulut. Ketika refluks asam
terjadi secara teratur, seseorang dikatakan memiliki GERD.

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan jangka panjang pada sistem
pencernaan yang umum terjadi. Penyakit ini menyerang usus besar untuk jangka
waktu yang lama, dengan gejala yang kambuh dari waktu ke waktu.

Inflammatory bowel disease (IBD) atau yang juga dikenal dengan nama
penyakit radang usus (kolitis) adalah kondisi gangguan yang menyebabkan sistem
pencernaan jadi meradang. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan,
lambung, usus kecil, dan usus besar.

Dispepsia: Lebih sering disebut gangguan pencernaan, dispepsia adalah perasaan


tidak nyaman kepenuhan atau terbakar - bahkan rasa sakit - di perut setelah
makan.

Disfagia: Disfagia, yang berarti kesulitan menelan, merupakan gejala penting dari
sejumlah masalah gastrointestinal serta parah.

Esophagitis: Suatu kondisi di mana lapisan esophagus meradang dan iritasi,


biasanya oleh episode refluks berulang.

Esofagus: Esofagus adalah tabung yang membantu memindahkan makanan dan


cairan dari tenggorokan (atau faring) ke dalam lambung.

Gastritis: Ini adalah istilah payung yang menggambarkan selaput lambung yang
meradang atau teriritasi. Ini memiliki berbagai penyebab, termasuk minum terlalu
banyak alkohol, penggunaan obat nyeri over-the-counter tertentu, cedera, luka
bakar, dan operasi.

cerebrovascular adalah penyakit pembuluh darah di otak, terutama arteri otak. ...
Luka pada lapisan dalam pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah sempit,
kaku, dan kadang-kadang tidak teratur bentuknya.
Polio (Poliomyelitis) : Penyebab, Gejala, dan Pengobatan.Poliomyelitis atau yang
lebih sering disebut penyakit polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus polio. Virus polio menyerang otak dan saraf tulang belakang penderitanya
dan bisa menyebabkan kelumpuhan.

NGT : adalah Nasogastric tube. Alat ini adalah alat yang digunakan untuk
memasukkan nutsrisi cair dengan selang plastik yang dipasang melalui hidung
sampai lambung.

SOAL

1. Sistem pencernaan berfungsi untuk ?

A. menerima dan mencerna makanan


B. mencerna makanan
C. menerima makanan masuk kedalam mulut
D. mengelurkan makanan
E. penyerapan nutrisi

Jawab : A. menerima dan mencerna makanan

2. Disfagia diartikan sebagai ?

A. tempat lewatnya makanan


B. mulut,
C. faring
D. perasaan melekat
E. esophagus.

Jawab : D. perasaan melekat

3. Odinofagia berarti gerakan ?

A. menelan
B. menelan yang nyeri
C. mengunyah
D. gerakan menelan
E. kesulitan menelan

Jawab : B. menelan yang nyeri

4. perasaan adanya suatu gumpalan yang terperangkap dalam tenggor okan,


merupakan pengertian mengenai ?

A. Disfagia
B. Odinofagia
C. Esofagus
D. regurgitasi nasal
E. disfagia orofaring

Jawab : B. Odinofagia

5. Berikut ini termasuk sumber makanan sumber energi, kecuali ?

A. Protein
B. Lemak
C. Vitamin
D. Karbohidrat
E. Beras

Jawab : C. mineral

6. Saluran dari kantong empedu dan pankreas bermuara di ?

A. Esofagus
B. Duodenum
C. Ventrikulus
D. Lambung
E. Kolon

Jawab : B. duodenum

7. Lambung merupakan salah satu alat pencernaan pada manusia yang berfungsi
untuk melumatkan makanan. Hal itu disebabkan ?

A. membuka menutupnya otot sfinkter yang menggunakan sifat alkalis usus


B. otot pilows yang mengerut apabila kena rangsangan asam
C. adanya Iapisan otot melingkar, memanjang, dan menyerong
D. sering menimbulkan disfagi
E. dinding lambung dilapisi lendir yang cukup tebal

Jawab : C. adanya Iapisan otot melingkar, memanjang, dan menyerong.

8. Apendiksitis adalah gangguan sistem pencernaan yang disebabkan ?

A. radang pada dinding lambung


B. produksi saliva sangat sedikit
C. rusaknya sel-sel kelenjar lambung
D. infeksi pada usus buntu

Jawab : D. infeksi pada usus buntu.


9. Juga dikenal sebagai acid reflux, ini adalah kondisi umum di mana cairan
pencernaan dari aliran lambung kembali ke kerongkongan, menyebabkan rasa
tidak nyaman dan rasa asam di mulut. Ketika refluks asam terjadi secara teratur,
seseorang dikatakan memiliki GERD.merupakan penjelasan menegenai ?

A. Dispepsia
B. Disfagia
C. GERD
D. IBD
E. Esofagus

Jawab ; C. GERD

10. adalah Nasogastric tube. Alat ini adalah alat yang digunakan untuk
memasukkan nutsrisi cair dengan selang plastik yang dipasang melalui hidung
sampai lambung.adalah pengertian tentang ?

A. GERD
B. IBD
C. Esofagus
D. Usus halus
E. NGT

Jawab : E. NGT

11. penyakit pembuluh darah di otak, terutama arteri otak Luka pada lapisan
dalam pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah sempit, kaku, dan kadang-
kadang tidak teratur bentuknya.adalah penejelasan mengenai ?

A. IBD
B. Esofagus
C. Cerebrovascular
D. NGT
E. Gastritis

Jawab : C. Cerebrovascular.

12. tabung yang membantu memindahkan makanan dan cairan dari tenggorokan
(atau faring) ke dalam lambung.pengertian tentang ?

A. Esofagus
B. Cerebrovascular
C. NGT
D. Gastritis
E. GERD
Jawab : A. Esofagus.

13. Pada orang dewasa, lumen esofagus dapat mengembang hingga mencapai
diameter ?

A. 3 cm
B. 6 cm
C. 5 cm
D. 4 cm
E. 2,5 cm

Jawab : D. 4 cm

14. esofagus tidak mampu berdilatasi hingga ?

A. 3 cm
B. 6 cm
C. 5 cm
D. 4 cm
E. 2,5 cm

Jawab : E. 2,5 cm

15. Kegiatan ibadah terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman, merupakan pola ?

A. Pola Eliminasi.
B. Pola Istirahat Tidur
C. Pola Aktivitas.
D. Pola Nilai dan Kepercayaan.
E. Pola Konsep Diri.

Jawab : D. Pola Nilai dan Kepercayaan.

16. Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat disentri
abdomen,adalah pola ?

A. Pola Eliminasi.
B. Pola Istirahat Tidur
C. Pola Nilai dan Kepercayaan.
D. Pola Konsep Diri.
E. Pola Aktivitas.
Jawab : E. Pola Aktivitas.

17. Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 xsehari,
BAK sedikit atau jarang.merupakan pola dari ?

A. Pola Eliminasi.
B. Pola Istirahat Tidur
C. Pola Nilai dan Kepercayaan.
D. Pola Konsep Diri.
E. Pola Aktivitas

Jawab : A. Pola eliminasi

18. Merupakan gambaran, peran, identitias, harga, ideal diri pasien selama sakit,
adalah pola ?

A. Pola Eliminasi.
B. Pola Istirahat Tidur
C. Pola Nilai dan Kepercayaan.
D. Pola Konsep Diri.
E. Pola Aktivitas

Jawab : D. Pola Konsep Diri

19. Gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan yang umum terjadi.
Penyakit ini menyerang usus besar untuk jangka waktu yang lama, dengan gejala
yang kambuh dari waktu ke waktu.adalah pengertian tentang ?

A. GERD
B. IBS
C. Esofagus
D. Usus halus
E. NGT

Jawab : B. IBS

20. Suatu kondisi di mana lapisan esophagus meradang dan iritasi, biasanya oleh
episode refluks berulang,adalah pengertian tentang ?

A. GERD
B. IBS
C. Esophagitis
D. Usus halus
E. NGT

Jawab : C. Esophagitis
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. (2000). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Volume 3.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa.
Narlan S. edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2008: 258-9.

Price, Wilson. 2006. PatofisiologiVol 2; Konsep Kllinis Proses-proses


Penyakit.Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W.Sudoyo, B.S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Deden Dermawan, T.R. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Gosyen.


Publishing

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Hirlan. 2001. Gastritis. Dalam Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi III. Jakarta:
FKUI

Inayah. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. Lombeng

Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius.


Jakarta: FKUI

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi


Asuhan. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika

Potter PA & Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep.
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC

Price, S.A., dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol 2. EGC: Jakarta

Putri,Diyah Purbawanti. 2010. Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik Pada


Pasien Tukak Peptik (Peptic Ulcer Disease). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Anwar,Sanusi.2011.Metode Penelitian Bisnis.Jakarta : Salemba Empat

Neal,M.J.,2007. Farmatologi Medis.Jakarta :Erlangga 70-71

Akil,M.2007.Astices Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Dan Edisi 1.Jakarta :
FK Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai