Chapter
Chapter
TINJAUAN PUSTAKA
Diare adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dan
konsistensi lembek atau cair. Menurut Edward (2000), berat ringannya diare tidak
diukur dari frekuensinya, tetapi berdasarkan kuantitas tinja yang dikeluarkan. Diare
sering menyebabkan tubuh kehilangan sebagian besar cairan dan berbagai elektrolit
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,
keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, yaitu pada anak lebih dari 3
kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari.17 Menurut defenisi Hippocrates,
diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan
Menurut Ngastiyah (1997) bahwa diare adalah keadaan frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dimana konsistensi
feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau
lendir saja. Penyakit diare disebabkan oleh berbagai faktor sehingga sering disebut
keluarnya tinja berair dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.19
2.2. Definisi Anak Balita
Balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun
sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun,
karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya.
Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan
umumnya anak usia satu tahun atau lebih mulai menerima makanan padat seperti
orang dewasa.16
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu anak usia satu tahun sampai usia di bawah tiga tahun yang dikenal dengan
“batita” dan anak usia tiga tahun sampai usia di bawah lima tahun yang dikenal
Batita sering disebut dengan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai
konsumen aktif, artinya mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju
pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak
frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional akibat
suatu penyakit berat.17 Banyak nama diberikan untuk diare kronik seperti persistent
• Infeksi bakteri
• Infeksi virus
• Infeksi Parasit
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan.
a. Malabsorpsi karbohidrat
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
2.4.3. Faktor makanan, seperti : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
a. Menurut orang
Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di
seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik
usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang
minum susu sapi atau susu formula. Penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat
dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara
berkembang termasuk Indonesia biasanya balita menderita diare lebih dari sekali
dalam setahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
Sedangkan menurut jenis kelamin insidensi laki-laki dan perempuan hampir sama,
yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Berdasarkan pola penyebab
kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan
bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak disebabkan oleh diare (31,4%) dan
pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59
bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). Dari hasil SDKI
2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI
2002-2003 (11 %). Insidensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan,
b. Menurut Tempat
global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16%
balita dari 3.070 juta balita. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama kematian
pada balita (RISKESDAS, 2007). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk
karena diare yang cukup tinggi di Indonesia membuat perhatian para ahli kesehatan
daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dan CFR 1,28% diikuti oleh Kota
Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan
desain cross sectional didapatkan proporsi diare pada anak balita sebesar 38,2%.25
c. Menurut Waktu
Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare
Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim di sepanjang tahun.
kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk pada tahun 1990 mencapai angka
terendah 23,57 per 1000 penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi
Pada tahun 2005 dilaporkan terjadi KLB diare di 11 provinsi dengan jumlah
penderita sebanyak 5.051 orang, jumlah kematian sebanyak 127 orang atau CFR
sebesar 2,44%. Pada tahun 2006 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 18
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 13.451 orang, jumlah kematian sebanyak
291 orang dengan CFR sebesar 2,16 %.4 Pada tahun 2007 ada sebanyak 8 provinsi
yang dilanda KLB diare dimana jumlah penderitanya adalah sebanyak 3.661 orang
dan jumlah kasus yang meninggal sebanyak 46 orang atau CFR sebesar 1,3% .26
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah
penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR
sebesar 2,48%.10 Pada tahun 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak
100 orang atau CFR sebesar 1,74%.11 Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.024 orang, jumlah
a. Host (Penjamu)
a.1. Umur
sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi
atau susu formula.23 Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua
kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun)
yaitu 16,7%.4 Kejadian diare biasanya tinggi pada kelompok umur muda dan tua
(balita dan manula), rendah pada kelompok umur remaja dan produktif.9
Selayang (2010) dengan desain cross sectional didapatkan proporsi diare terbanyak
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih
besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis kelamin
hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.9
Kota Padang dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare
berdasarkan jenis kelamin pada balita perempuan (53,1%) lebih tinggi dari pada
ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi baru lahir
sampai bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian ASI penuh akan memberikan
perlindungan diare 4 kali dari pada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan
susu botol saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih
Hasil Penelitian Mei Yati Simatupang (2003) tentang kejadian diare pada
balita di Kota Sibolga yang menggunakan desain case control menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Diare
dimana nilai p = 0,000 dan nilai OR= 2,2 artinya anak balita yang menderita diare
kemungkinan besar 2,2 kali tidak mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak
Berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PLP tahun 2005 bahwa diare sering
timbul menyertai campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak harus
Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis kejadian diare pada anak
desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status
imunisasi dengan kejadian diare dengan nilai p = 0.014. Hasil Ratio Prevalens
kejadian diare pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dibanding
dengan anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 5,495 (95% CI: 0,824-
terjadinya diare.25
Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih
lama (Sabii, 1963 ; Godon dkk.,1964). Diare merupakan salah satu gambaran klinis
yang penting pada kwashiorkor (Hanafy dkk,1968). Semakin buruk keadaan gizi
anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa
mukosa yang kurang gizi sangat peka terhadap infeksi. Diare dapat terjadi pada
b. Agent28
2. Makanan, yaitu :
c. Alergi, misalnya tidak tahan pada makanan tertentu seperti susu kaleng atau
susu sapi.
c. Environment (Lingkungan)
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan
dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2002).
perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia
bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan
Aceh Barat Daya Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa
proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk
(62,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi
lingkungan yang baik (45,2%). Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan
Higiene perorangan atau yang sering disebut sebagai Personal Hygiene adalah
Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare
masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya
cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko
Koto Tangah Kota Padang Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan
bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang buruk
(72,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene
perorangan yang baik (27,3%) . Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan
(fisik, kimia dan biologi) bersama-sama dengan fasilitas sanitasi lingkungan sebagai
Berdasarkan hasil penelitian Mei Yati Simatupang di Kota Sibolga tahun 2003
dengan desain case control diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara
penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,000 dan
OR = 4,3 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 4,3 kali berasal
dari keluarga yang mempunyai penyediaan air bersih yang tidah memenuhi syarat
kesehatan dibandingkan dengan balita yang besaral dari keluarga yang mempunyai
Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih
rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan
dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling
tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang
dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang
tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,5 kali lebih besar
balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang
Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut
ini :
2.6.1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila
seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari
2.6.2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau
bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang
dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat
2.6.3. Kontaminasi dari alat-alat rumah tangga yang tidak terjaga kebersihannya,
tidak memakai sabun pada saat mencuci alat-alat makan dan minum, mencuci
nafsu makan berkurang/tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair dapat disertai
darah lendir, warna tinja kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan daerah
sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam
akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh
lambung yang meradang dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit, maka terjadilah dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar dan
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir berkurang dan kulit tampak
kering.
2.7.1. Diare tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa
bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak terlalu berat, anak
dengan gejala sebagai berikut : keadaan umum baik dan sadar, mata normal
dan air mata ada, mulut dan lidah basah, tidak terasa haus, turgor kulit
kembali cepat.
2.7.3. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat
gelisah dan mengantuk, aktivitas menurun, mata cekung, mulut dan lidah
2.7.4. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat
badan dengan gejala sebagai berikut : muntah lebih sering, tersa haus sekali,
tidak kencing, tidak ada nafsu makan, sangat lemah sampai tidak sadar, mata
sangat cekung, mulut sangat kering, nafas sangat cepat dan dalam, nadi sangat
2.8.2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang (keluarnya
2.8.3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala
elektrokardiogram.
2.8.5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
2.8.7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa
a. Pemberian ASI
Ibu sebaiknya hanya memberikan air susu ibu untuk bayi mereka selama 4-6
bulan pertama, dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai 2 tahun atau
kesakitan dan kematian yang secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan
yang diberikan susu formula. Semua imunoglobulin terdapat dalam ASI dengan kadar
immunoglobulin A sekresi (S.IgA) tinggi sekali sedangkan IgG, dan IgM relatif
rendah. Kolostrum mengandung kadar S.IgA yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lain. Fungsi utama S.IgA yang diduga disintesis setempat dalam kelenjar
payudara adalah untuk melindungi mukosa usus terhadap invasi bakteri dan protein
Imunisasi pasif yang diperoleh bayi dari ASI akan memberikan perlindungan
bayi sampai sistem imun mukosa yang dibentuk sendiri sudah cukup. ASI
mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping
anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali
dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila
mungkin.
2. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
4. Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada
tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak.
Kuman tersebut ditularkan ketika masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman
atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang
menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup
d. Mencuci Tangan28
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
e. Menggunakan Jamban28
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
2. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar
bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,
sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
pencegahan sekunder, sasarannya adalah mereka yang terkena penyakit diare. Upaya
a. Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan daripada biasanya
oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang.
b. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih
c. Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi. Teruskan
pemberian ASI bagi anak yang masih menyusui dan bila anak tidak mendapat
atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair lebih sering, muntah
berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, dengan atau
tinja berdarah.
e. Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka berikan
jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang
dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare
disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.
Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang
telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama diare biasanya penderita susah
makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada
sama sekali.
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
2.10. Penatalaksanaan
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.4
Sebaiknya penderita harus dibawa ke petugas kesehatan bila terjadi dehidrasi dan
tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari serta mengalami hal-hal sebagai
berikut.35
a. Diare terus-menerus
b. Muntah berulang
c. Sangat kehausan
karena infeksinya tetapi karena kehilangan cairan dan elektrolit yang sangat banyak
(misalnya, sodium, potassium, kalium, dan basa) dari buang air besarnya.36
banyak kepada si anak untuk mencegah malnutrisi. Hal-hal yang perlu dilakukan
adalah :
b. Bila anak tidak minum air susu ibu maka berikan susu yang biasa digunakan.
c. Bila anak sudah berumur 6 bulan atau lebih, atau telah mendapatkan makanan
padat, anak harus diberikan : sereal atau campuran makanan yang mengandung
tepung dan jus buah segar atau pisang untuk menambah kalium.
d. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan
Beberapa kejadian diare pada anak disertai dengan penyakit lain seperti
:infeksi saluran nafas, infeksi saluran saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik lain (sepsis, campak), dan kurang gizi. Apabila ditemukan penderita diare
disertai penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi, dengan
KARAKTERISTIK IBU
Kejadian Diare Pada
1. Pendidikan Anak Balita
2. Pekerjaan
FAKTOR LINGKUNGAN
1. Sanitasi Lingkungan
2. Higiene Perorangan
3. Penyediaan Air Bersih
4. Ketersediaan Jamban