Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare

Diare adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dan

konsistensi lembek atau cair. Menurut Edward (2000), berat ringannya diare tidak

diukur dari frekuensinya, tetapi berdasarkan kuantitas tinja yang dikeluarkan. Diare

sering menyebabkan tubuh kehilangan sebagian besar cairan dan berbagai elektrolit

sehingga mengganggu sistem keseimbangan cairan tubuh. Tubuh dapat kekurangan

cairan (dehidrasi) dan berakibat fatal terlebih pada balita.16

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau

tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume,

keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, yaitu pada anak lebih dari 3

kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari.17 Menurut defenisi Hippocrates,

diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan

konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.18

Menurut Ngastiyah (1997) bahwa diare adalah keadaan frekuensi buang air

besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dimana konsistensi

feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau

lendir saja. Penyakit diare disebabkan oleh berbagai faktor sehingga sering disebut

sebagai penyakit yang multifaktoral. Menurut Sulaiman EJ (2001) diare adalah

keluarnya tinja berair dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.19
2.2. Definisi Anak Balita

Balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun

sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun,

karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda

dengan anak usia di atas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya.

Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan

umumnya anak usia satu tahun atau lebih mulai menerima makanan padat seperti

orang dewasa.16

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).

Selain mengalami pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan, anak balita

juga mengalami perkembangan faal tubuhnya sehingga jenis makanan dan

pemberiannya juga harus disesuaikan dengan keadaannya. Menurut Persagi (1992),

berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu anak usia satu tahun sampai usia di bawah tiga tahun yang dikenal dengan

“batita” dan anak usia tiga tahun sampai usia di bawah lima tahun yang dikenal

dengan usia “prasekolah”.16

Batita sering disebut dengan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan

dari apa yang disediakan ibunya. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai

konsumen aktif, artinya mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju

pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan

jumlah makanan yang relatif lebih besar.16


2.3. Jenis-Jenis Diare

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset), yaitu :

2.3.1. Diare Akut

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal

(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak

datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.18

2.3.2. Diare Kronik

Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya

frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-

bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional akibat

suatu penyakit berat.17 Banyak nama diberikan untuk diare kronik seperti persistent

diarrhea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain sebagainya.20

2.4. Etiologi Diare

Diare disebabkan oleh beberapa faktor yang berperan sekaligus saling

mempengaruhi, faktor tersebut adalah21,22 :

2.4.1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral ; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

• Infeksi bakteri

• Infeksi virus

• Infeksi Parasit
b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan.

2.4.2. Faktor malabsorpsi

a. Malabsorpsi karbohidrat

b. Malabsorpsi lemak

c. Malabsorpsi protein

2.4.3. Faktor makanan, seperti : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2.4.4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas.

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare

2.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare

a. Menurut orang

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di

seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik

laki-laki maupun perempuan. Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama

usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang

minum susu sapi atau susu formula. Penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat

dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara

berkembang termasuk Indonesia biasanya balita menderita diare lebih dari sekali

dalam setahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari

semua penyebab kematian pada balita.12,23

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur

dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.

Sedangkan menurut jenis kelamin insidensi laki-laki dan perempuan hampir sama,
yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Berdasarkan pola penyebab

kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan

proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab

kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Di Indonesia penyebab kematian

bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak disebabkan oleh diare (31,4%) dan

pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59

bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). Dari hasil SDKI

2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI

2002-2003 (11 %). Insidensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan,

diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan.4

b. Menurut Tempat

Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat

global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16%

kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada

tingkat regional (negara berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian

balita dari 3.070 juta balita. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama kematian

pada balita (RISKESDAS, 2007). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk

Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan milenium

(Millennium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi

menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015).4

KLB diare menyerang hampir semua provinsi di Indonesia. Angka kematian

karena diare yang cukup tinggi di Indonesia membuat perhatian para ahli kesehatan

masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB diare secara tepat.22 Berdasarkan


ditjen PPM dan PL tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi terjadi pada

daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dan CFR 1,28% diikuti oleh Kota

Banten dengan jumlah penderita 1.371 orang dan CFR 1,9%. 24

Penelitian tentang diare telah diakukan di berbagai tempat. Hasil penelitian

Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan

desain cross sectional didapatkan proporsi diare pada anak balita sebesar 38,2%.25

c. Menurut Waktu

Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare

menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di

Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim di sepanjang tahun.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2000 dapat dilihat penurunan angka

kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk pada tahun 1990 mencapai angka

terendah 23,57 per 1000 penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi

26,3 per 1000 penduduk pada tahun 1999.22

Pada tahun 2005 dilaporkan terjadi KLB diare di 11 provinsi dengan jumlah

penderita sebanyak 5.051 orang, jumlah kematian sebanyak 127 orang atau CFR

sebesar 2,44%. Pada tahun 2006 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 18

provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 13.451 orang, jumlah kematian sebanyak

291 orang dengan CFR sebesar 2,16 %.4 Pada tahun 2007 ada sebanyak 8 provinsi

yang dilanda KLB diare dimana jumlah penderitanya adalah sebanyak 3.661 orang

dan jumlah kasus yang meninggal sebanyak 46 orang atau CFR sebesar 1,3% .26
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah

penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR

sebesar 2,48%.10 Pada tahun 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15

provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak

100 orang atau CFR sebesar 1,74%.11 Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB)

diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.024 orang, jumlah

kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74 %.12

2.5.2. Determinan Penyakit Diare

a. Host (Penjamu)

Beberapa faktor pada penjamu bisa mempengaruhi terjadinya kejadian diare.

Faktor-faktor tersebut antara lain :

a.1. Umur

Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan

sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi

atau susu formula.23 Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua

kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun)

yaitu 16,7%.4 Kejadian diare biasanya tinggi pada kelompok umur muda dan tua

(balita dan manula), rendah pada kelompok umur remaja dan produktif.9

Hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan

Selayang (2010) dengan desain cross sectional didapatkan proporsi diare terbanyak

pada anak balita dengan kelompok umur <24 bulan (46,67%).25


a.2. Jenis Kelamin

Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih

besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.5

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis kelamin

hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.9

Penelitian Kasman (2003) di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tengah

Kota Padang dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare

berdasarkan jenis kelamin pada balita perempuan (53,1%) lebih tinggi dari pada

proporsi diare pada balita laki-laki (46,9%).27

a.3. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi baru lahir

sampai bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian ASI penuh akan memberikan

perlindungan diare 4 kali dari pada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan

susu botol saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih

banyak daripada dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).28

Hasil Penelitian Mei Yati Simatupang (2003) tentang kejadian diare pada

balita di Kota Sibolga yang menggunakan desain case control menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Diare

dimana nilai p = 0,000 dan nilai OR= 2,2 artinya anak balita yang menderita diare

kemungkinan besar 2,2 kali tidak mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak

balita yang tidak menderita diare.29


a.4. Status Imunisasi

Berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PLP tahun 2005 bahwa diare sering

timbul menyertai campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak harus

segera diberi imunisasi campak setelah berumur 9 bulan.22

Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis kejadian diare pada anak

balita di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang yang menggunakan

desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status

imunisasi dengan kejadian diare dengan nilai p = 0.014. Hasil Ratio Prevalens

kejadian diare pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dibanding

dengan anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 5,495 (95% CI: 0,824-

36,642). Artinya tidak mendapatkan ASI Eksklusif merupakan faktor resiko

terjadinya diare.25

a.5. Status Gizi

Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih

lama (Sabii, 1963 ; Godon dkk.,1964). Diare merupakan salah satu gambaran klinis

yang penting pada kwashiorkor (Hanafy dkk,1968). Semakin buruk keadaan gizi

anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa

mukosa yang kurang gizi sangat peka terhadap infeksi. Diare dapat terjadi pada

keadaan kekurangan gizi, seperti pada kwashiorkor, terutama karena gangguan

pencernaan dan penyerapan makanan di usus.30

Hasil penelitian Zulkifli (2003) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Mutiara Kabupaten Pidie dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan


adanya hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan kejadian diare

dengan nilai p<0,05.31

b. Agent28

Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi :

1. Peradangan usus oleh :

a. Bakteri, seperti : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella Paratyphi A,

B, C, Shigella flexneri, Vibrio cholera, vibrio eltor, vibrio parahemolyticus,

Clostridium perferingens, Campilabacter, Staphilococcus, Coccidiosis.

b. Parasit, seperti : Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,

Trichomonashominis isospora), cacing (Ascaris lumbricoides, Ancylostoma

duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura, Vermicularis, Taenia

saginata, Taenia solium), jamur (candida).

c. Virus, seperti : Rotavirus,Farvovirus, Adenovirus, Norwalk.

2. Makanan, yaitu :

a. Sindroma malabsorpsi : malabsorpsi karbohidrat, lemak, dan protein.

b. Keracunan makanan dan minuman yang disebabkan bakteri (Clostridium

bottulinus, staphylococcus) atau bahan kimia.

c. Alergi, misalnya tidak tahan pada makanan tertentu seperti susu kaleng atau

susu sapi.

d. Kekurangan Energi Protein (KEP)

3. Immunodefisiensi terutama Sig A (secretory immunoglobulin A) yang

mengakibatkan berlipat gandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama Candida.


4. Psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare

terutama pada anak yang lebih besar.

c. Environment (Lingkungan)

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan

dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2002).

c.1. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu

perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia

bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan

harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Rendahnya mutu

sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber

penularan penyakit diare.32

Berdasarkan hasil Penelitian Amzal di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten

Aceh Barat Daya Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa

proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk

(62,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi

lingkungan yang baik (45,2%). Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,009).33

c.2. Higiene perorangan

Higiene perorangan atau yang sering disebut sebagai Personal Hygiene adalah

upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya untuk


memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit Iqbal, 2008). Laporan Subdit

Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare

masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya

cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko

terjadinya KLB diare.4

Berdasarkan hasil Penelitian Kasman di Puskesmas Air Dingin Kecamatan

Koto Tangah Kota Padang Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan

bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang buruk

(72,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene

perorangan yang baik (27,3%) . Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,000).27

c.3. Penyediaan Air Bersih

Pentingnya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan

(fisik, kimia dan biologi) bersama-sama dengan fasilitas sanitasi lingkungan sebagai

usaha jangka panjang untuk pencegahan diare (WHO, 1978).

Berdasarkan hasil penelitian Mei Yati Simatupang di Kota Sibolga tahun 2003

dengan desain case control diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara

penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,000 dan

OR = 4,3 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 4,3 kali berasal

dari keluarga yang mempunyai penyediaan air bersih yang tidah memenuhi syarat

kesehatan dibandingkan dengan balita yang besaral dari keluarga yang mempunyai

penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.29


c.4. Ketersediaan Jamban

Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih

rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan

dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling

tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang

memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau (18,4%). 4

Penelitian Dewi Ratnawati dkk (2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta

dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang

tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,5 kali lebih besar

balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang

memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.34

2.6. Cara Penularan Diare22

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan

bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut

ini :

2.6.1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila

seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari

sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau

tercemar pada saat disimpan.

2.6.2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau

bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang
dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat

menularkan diare ke orang yang memakannya.

2.6.3. Kontaminasi dari alat-alat rumah tangga yang tidak terjaga kebersihannya,

tidak memakai sabun pada saat mencuci alat-alat makan dan minum, mencuci

pakaian penderita di sekitar sungai dan sumber air lainnya.

2.7. Tanda dan Gejala Penyakit Diare20,22

Mula-mula bayi/anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat,

nafsu makan berkurang/tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair dapat disertai

darah lendir, warna tinja kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan daerah

sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam

akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak

diabsorpsi oleh usus.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh

lambung yang meradang dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan

elektrolit, maka terjadilah dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar dan

cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir berkurang dan kulit tampak

kering.

Berdasarkan banyaknya cairan dan elektrolit yang hilang, derajat dehidrasi

dapat dibagi menjadi :

2.7.1. Diare tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa

bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak terlalu berat, anak

masih mau makan dan minum seperti biasa.


2.7.2. Diare dengan dehidrasi ringan, kehilangan cairan sampai 5% dari berat badan

dengan gejala sebagai berikut : keadaan umum baik dan sadar, mata normal

dan air mata ada, mulut dan lidah basah, tidak terasa haus, turgor kulit

kembali cepat.

2.7.3. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat

badan dengan gejala sebagai berikut : kadang-kadang muntah, terasa haus,

gelisah dan mengantuk, aktivitas menurun, mata cekung, mulut dan lidah

kering, nadi lebih cepat, ubun-ubun cekung.

2.7.4. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat

badan dengan gejala sebagai berikut : muntah lebih sering, tersa haus sekali,

tidak kencing, tidak ada nafsu makan, sangat lemah sampai tidak sadar, mata

sangat cekung, mulut sangat kering, nafas sangat cepat dan dalam, nadi sangat

cepat, lemah atau tidak teraba, ubun-ubun sangat cekung.

2.8. Komplikasi Diare28

Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan

berbagai macam komplikasi, yaitu :

2.8.1. Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, dan hipertonik.

2.8.2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang (keluarnya

elektrolit melalui tinja)

2.8.3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala

meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan


dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada

elektrokardiogram.

2.8.4. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

2.8.5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

2.8.6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

2.8.7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).

2.9. Pencegahan Diare

2.9.1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa

prepatogenesis dengan tujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap diare.

Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu :

a. Pemberian ASI

Ibu sebaiknya hanya memberikan air susu ibu untuk bayi mereka selama 4-6

bulan pertama, dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai 2 tahun atau

lebih, sambil memberikan makanan tambahan.35

Di negara-negara berkembang, bayi yang mendapat ASI mempunyai angka

kesakitan dan kematian yang secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan

yang diberikan susu formula. Semua imunoglobulin terdapat dalam ASI dengan kadar

tertinggi dalam kolostrum. Imunoglobulin kolostrum manusia mengandung kadar

immunoglobulin A sekresi (S.IgA) tinggi sekali sedangkan IgG, dan IgM relatif
rendah. Kolostrum mengandung kadar S.IgA yang lebih tinggi dibandingkan dengan

yang lain. Fungsi utama S.IgA yang diduga disintesis setempat dalam kelenjar

payudara adalah untuk melindungi mukosa usus terhadap invasi bakteri dan protein

asing. Hal ini ditemukan terhadap Rotavirus dan V.cholera.30

Imunisasi pasif yang diperoleh bayi dari ASI akan memberikan perlindungan

bayi sampai sistem imun mukosa yang dibentuk sendiri sudah cukup. ASI

mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat

lain yang dikandungnya.30

b. Pemberian Makanan Pendamping ASI28

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai

dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang

berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat

menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang

menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik

meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping

ASI yang lebih baik yaitu :

1. Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak sudah berumur 6 bulan tetapi

masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu

anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali

sehari) setelah anak berumur 1 tahun , memberikan semua makanan yang

dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila

mungkin.
2. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk

energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–kacangan,

buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

3. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta

menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

4. Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada

tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada

anak.

c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup28

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral.

Kuman tersebut ditularkan ketika masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman

atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang

wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko

menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air

bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari

sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1. Ambil air dari sumber air yang bersih

2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus

untuk mengambil air

3. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan

cukup

d. Mencuci Tangan28

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan,

mempunyai dampak dalam kejadian diare.

e. Menggunakan Jamban28

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan

jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit

diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga

harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota keluarga.

2. Bersihkan jamban secara teratur.

3. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar28

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak

benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang

tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.


Yang harus diperhatikan keluarga :

1. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

2. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.

3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam

lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

g. Pemberian Imunisasi Campak28

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar

bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare,

sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu

berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2.9.2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)35

Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pada

pencegahan sekunder, sasarannya adalah mereka yang terkena penyakit diare. Upaya

yang dilakukan adalah:

a. Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan daripada biasanya

untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang dianjurkan, seperti larutan

oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang.

b. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih

baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.

c. Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi. Teruskan

pemberian ASI bagi anak yang masih menyusui dan bila anak tidak mendapat

ASI berikan susu yang biasa diberikan.


d. Segera bawa anak kepada petugas kesehatan bila tidak membaik dalam 3 hari

atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair lebih sering, muntah

berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, dengan atau

tinja berdarah.

e. Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka berikan

pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.

2.9.1. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)35

Sasaran pencegahan tertier adalah penderita penyakit diare dengan maksud

jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang

dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare

disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.

Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang

telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama diare biasanya penderita susah

makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada

sama sekali.

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tertier ini adalah:

a. Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi.

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan oleh petugas kesehatan dengan

menggunakan tabel penilaian derajat dehidrasi. Bagi penderita diare dengan

dehidrasi berat segera diberikan cairan intarvena dengan Ringer Laktat.

b. Berikan makanan secukupnya selama serangan diare untuk memberikan gizi

pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan.


c. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu

untuk membantu pemulihan penderita.

2.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita diare adalah sebagai berikut :

2.10.1. Mencegah terjadinya dehidrasi

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah

tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan

cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang

beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang

dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi

penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum

harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui

infus.4

2.10.2. Mengobati dehidrasi

Sebaiknya penderita harus dibawa ke petugas kesehatan bila terjadi dehidrasi dan

tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari serta mengalami hal-hal sebagai

berikut.35

a. Diare terus-menerus

b. Muntah berulang

c. Sangat kehausan

d. Tidak mau makan dan minum seperti biasa


Anak-anak dengan diare berat dan tidak diobati biasanya meninggal bukan

karena infeksinya tetapi karena kehilangan cairan dan elektrolit yang sangat banyak

(misalnya, sodium, potassium, kalium, dan basa) dari buang air besarnya.36

2.10.3. Memberikan makanan35

Pada saat anak mengalami diare sebaiknya memberikan makanan yang

banyak kepada si anak untuk mencegah malnutrisi. Hal-hal yang perlu dilakukan

adalah :

a. Teruskan pemberian air susu ibu sesering mungkin.

b. Bila anak tidak minum air susu ibu maka berikan susu yang biasa digunakan.

c. Bila anak sudah berumur 6 bulan atau lebih, atau telah mendapatkan makanan

padat, anak harus diberikan : sereal atau campuran makanan yang mengandung

tepung dan jus buah segar atau pisang untuk menambah kalium.

d. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan

tambahan setiap hari selama dua minggu.

2.10.4. Mengobati penyakit diare yang terkait dengan penyakit lain35

Beberapa kejadian diare pada anak disertai dengan penyakit lain seperti

:infeksi saluran nafas, infeksi saluran saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi

sistemik lain (sepsis, campak), dan kurang gizi. Apabila ditemukan penderita diare

disertai penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi, dengan

tetap mengutamakan rehidrasi.


BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK ANAK BALITA


1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. ASI Eksklusif
4. Status Imunisasi
5. Status Gizi

KARAKTERISTIK IBU
Kejadian Diare Pada
1. Pendidikan Anak Balita
2. Pekerjaan

FAKTOR LINGKUNGAN
1. Sanitasi Lingkungan
2. Higiene Perorangan
3. Penyediaan Air Bersih
4. Ketersediaan Jamban

Anda mungkin juga menyukai