Anda di halaman 1dari 27

Deteksi Komplikasi Pada Masa Nifas Dan Menyusui

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus

Dosen Mata Kuliah : Nuur Octasciptiriani R, M.Keb

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Aini Tias Abdul Qodir Ivva Nusrisal Septa Khairon Z

Aisyah Yusinta Dewi Ivva Nusrisal Shecilia Bunga E

Alwiyah S Febriani Jessica Dinarni Shiva Dwi N

Anggia Aprilli ani Luthfiah Mahirah Sinta

Isas Nurenzelika Mahmudah Siti S Siti Ajeung F

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES SUKABUMI

SUKABUMI

2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I ........................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
3. Tujuan ................................................................................................................ 1

BAB II ....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 2
A. Masalah berkemih pada masa nifas dan menyusui. ........................................... 2
B. Masalah infeksi pada masa nifas dan menyusui .............................................. 12

BAB III .................................................................................................................... 15


PENUTUP ............................................................................................................... 15
Kesimpulan .............................................................................................................. 15
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan Perkemihan pada Pelvis renalis dan ureter, yang meregang dan dilatasi
selama kehamilan, kembali normal pada akhir minggu keempat pascapartum. Segera
setelah pascapartum kandung kemih,edema, mengalami kongesti, dan hipotonik, yang
dapat menyebabkan overdistensi, pengosongan yang tidak lengkap, dan residu urine
yang berlebihan kecuali perawatan diberikan untuk memastikan berkemih secara
periodik. Uretra jarang mengalami obstruksi, tetapi mungkin tidak dapat dihindari
akibat persalinan lama dengan kepala janin dalam panggul.
Efek persalinan pada kandung kemih dan uretra menghilang dalam 24 jam pertama
pascapartum, kecuali wanita mengalami infeksi seluruh saluran kemih. Sekitar 40 %
wanita pascapartum tidak mengalami proteinuria nonpatologis sejak segera setelah
melahirkan hingga hari kedua pascapartum. Spesimen urine harus berupa urine yang
diambil bersih atau kateterisasi, karena kontaminasi lokia juga akan menghasilkan
preeklamsia.
Diuresis mulai segera setelah melahirkan dan berakhir hingga hari kelima
pascapartum. Produksi urine mungkin lebih dari 3000 ml per hari. Diuresis adalah rute
utama tubuh untuk membuang kelebihan cairan intertisial dan kelebihan volume darah.
Hal ini merupakan penjelasan terhadap perpirasi yang cukup banyak yang dapat terjadi
selama hari – hari pertama pascapartum.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana masalah berkemih pada masa nifas dan menyusui ?


2. Bagaimana masalah infeksi pada masa nifas dan menyusui?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui masalah berkemih pada masa nifas dan menyusui
2. Mengetahui masalah infeksi pada masa nifas dan menyusui
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masalah berkemih pada masa nifas dan menyusui

A. Inkontinensia Urin

1. Pengertian

Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau
sosial. Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja,
sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai
pengeluaran feses).

Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah
berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah inkontinensia
stres .

Inkontinensia urin merupakan dorongan tidak sadar untuk mengeluarkan urin yang
dapat bersifat permanen maupun temporer yang dapat menjurus ke dalam gangguan
emosional dan dapat mempengaruhi pola sosialisasi. Inkontinensia urin
diklasifikasikan :

a. Inkontinensia Urin Akut Reversibel

Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol sehingga berkemih tidak pada
tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi.
Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya
inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti
fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.

Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula menyebabkan
inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis)
mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan
inkontinensia akut.

Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia


urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat
menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian dapat menyebabkan inkontinensia
urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat menyebabkan inkontinensia urin
seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narkotik,
psikotropik, antikolinergik dan diuretik.

b. Inkontinensia Urin Persisten

Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi


anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis
lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis. Kategori klinis
meliputi:

1. Inkontinensia urin stress : Tidak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya


tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya
disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab inkontinensia
urin pada lansia di bawah 75 tahun. Banyak terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi
pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral
dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri.
Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
2. Inkontinensia urin urgensi : Keluarnya urin secara tidak terkendali akibat adanya
sensasi untuk berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan
kontraksi detrusor tidak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-masalah
neurologis juga penyebab dari inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit
Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Inkontinensia tipe urgensi ini
merupakan penyebab inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi
inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang
terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan
kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress,
overflow dan obstruksi.

3. Inkontinensia urin overflow : Tidak terkendalinya pengeluaran urin yang


berhubungan dengan distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh
obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sklerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya
mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah
penuh.

4. Inkontinensia urin fungsional : Memerlukan identifikasi semua komponen tidak


terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih.
Penyebabnya adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan
dan faktor psikologis.

Inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran
urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat
memerlukan identifikasi semua komponen.

2. Etologi

Mengetahui penyebab inkontinensia sangat penting untuk pengelolaan yang


tepat. Harus diketahui penyebab inkontinensia :
a. Kelainan urologik, misalnya radang,batu,tumor.

b. Kelainan neurologik, misalnya stroke, trauma pada medulla spinalis, dimensia.

c. Hambatan mobilitas, situasi atau tempat berkemih yang tidak memadai

d. Usia, jenis kelamin, serta jumlah persalinan per vaginam yang pernah dialami
sebelumya.

e. Infeksi saluran kemih, menopause, pembedahan urogenital, penyakit kronis dan


penggunaan obat-obatan.

3. Manifestasi klinik

Gejala yang ditimbulakan dari inkontinensia urin seperti ruam, dekubitus, infeksi kulit
serta saluran kemih, dan pembatasan mobilisasi.

4. Pemeriksaan Pada Inkontinensia Urin

a. Tes diagnostik pada inkontinensia urin.

Menurut Ouslander, tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk


mengidentifikasi faktor yang potensial yang mengakibatkan inkontinensia,
mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia.

b. Mengukur sisa urin setelah berkemih, dilakukan dengan cara : Setelah buang air
kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan
pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung
kemih tidak adekuat.

c. Urinalisis : dilakukan terhadap spesimen urin yang bersih untuk mendeteksi


adanya faktor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri,
piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan
bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah :
1. Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin,
kalsium glukosa sitologi.

2. Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah

3. Tes tekanan urethra mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat

4. Imaging tes atau pemotretan terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.

5. Pemeriksaan Penunjang

Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-
sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang
spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin
pada saat dilakukan penekanan dapat juga terjadi. Evaluasi tersebut juga harus
dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih.
Anjurkan klien untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri.
Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain
saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih
tidak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.

6. Laboratorium

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan
fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

7. Penatalaksanaan

Selama masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai dan dianjurkan untuk
mempraktikan latihan otot dasar panggul dan transversus sesering mungkin,
memfiksasi otot ini serta otot transversus selama melakukan aktivitas yang berat.
Selama masa pasca natal, ibu harus dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar
panggul dan transversus segera setelah persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita gejala
ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi yang akan mengkaji keefektifan otot
dasar panggul dan memberi saran tentang program retraining yang meliputi
biofeedback dan stimulasi.

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,


mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat
dilakukan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih

Lakukan pencatatan pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin
yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tidak
tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.

b. Terapi non farmakologi

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin,


seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-
lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : melakukan latihan menahan kemih
(memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi
sehingga frekuensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan
untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval
waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai
lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.

Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengan


kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal
kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila
ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir).

Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul
secara berulang-ulang. Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul
tersebut adalah dengan cara :

1. Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka, kemudian
pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke belakang ± 10 kali,
dan berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam ± 10 kali.

2. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan ±
10 kali.

Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan urethra dapat tertutup
dengan baik. untuk masing-masing tipe dari inkontinensia ada beberapa hal khusus
yang dianjurkan misalnya :

1. Inkontinensia tipe stress

o Latihan otot-otot dasar panggul

o Latihan penyesuaian berkemih

o Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih

o Tindakan pembedahan dapat memperkuat muara kandung kemih

2. Inkontinensia urgensi:

o Latihan mengenal sensasi berkemih

o Obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih dan estrogen

o Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan yang dalam keadaan patologik


dapat menyebabkan iritasi pada saluran kandung kemih bagian bawah.
3. Inkontinensia tipe luapan:

o Kateterisasi, bila mungkin secara intermiten, atau menetap.

o Tindakan pembedahan untuk mengangkat penyebab sumbatan.

4. Inkontinensia tipe fungsional:

o Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih.

o Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya,

o Penyesuaian atau modifikasi lingkungan tempat berkemih

 Kalau perlu gunakan obat-abatan yang dapat merelaksasikan kandung kemih

c. Terapi farmakologi

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia
stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan
retensi urethra.

Pada sfingter relaks diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau


alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi
diberikan secara singkat.

d. Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi
non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow
umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin.
Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvik (pada wanita).
B. Inkontinensia Alvi

1. Pengertian

Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi,


seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem
saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai
tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan
terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia alvi bukan merupakan sesuatu yang
normal pada lanjut usia.

Ikontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar,


menyebabkan feses bocor tidak terduga dari dubur. Inkontinensia alvi juga disebut
inkontinensia usus. Inkontinensia alvi berkisar terjadi sesekali saat duduk hingga
sampai benar-benar kehilangan kendali.

2. Etiologi

Penyebab inkontinensia alvi dapat di bagi menjadi 4 kelompok :

a. Inkontinensia akibat konstipasi

Batasan konstipasi adalah buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Tetapi
banyak penderita sudah mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengelurkan feses
yang keras atau merasa kurang puas saat BAB.

b. Inkontinensia alvi simtomatik

Merupakan macam-macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare yang


ditandai dengan perubahan usia pada sfingter terhadap feses cair dan gangguan pada
saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair. Penyebab yang
lain seperti kelainan metabolik misalnya DM, kelainan endokrin seperti tirotoksitosis,
kerusakan sfingter anus sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil
dan prolapses rekti.

c. Inkontinensia alvi neurologik

Inkontinensia ini terjadi akibat gangguan fungsi yang menghambat dari korteks serebri
saat terjadi regangan atau distensi rektum yang terjadi pada penderita dengan infark
serebri multiple atau penderita demensia.

d. Inkontinensia alvi akibat hilangnya reflek anal

Inkontinensia alvi ini terjadi akibat hilangnya reflek anal disertai dengan kelemahan
otot-otot.

3. Patofisiologi

Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun
demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang
melambat. Peristaltik di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter
gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus
terlambat.keluhan utama biasanya berpusat pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan
gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga menurun, akibatnya terjadi keterlambatan
pengosongan isi lambung. Berkurangnya sekresi asam dan pepsin akan menurunkan
absorsi besi, kalsium dan vitamin B12.

Absorsi nutrient di usus halus juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih
tetap adekuat. Fungsi hepar, kantung empedu dan pankreas tetap dapat di pertahankan,
meski terdapat insufisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses
secara akut dan hilangnya kontraksi otot polos pada sfingter mengakibatkan
inkontinensia alvi.

4. Manifestasi Klinik
Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum
berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian
atau tempat tidur.

Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda,


antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik
(berkaitan dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi
(neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

5. Penatalaksanaan

Dengan diagnosis dan pengobatan yang sesuai (tindakan suportif, obat-obatan dan bila
perlu pembedahan), inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir seluruhnya dapat
dicegah dan diobati. Tujuannya tidak hanya terletak pada keadaan yang kurang
nyaman, tetapi fakta bahwa inkontinensia alvi merupakan petunjuk pertama adanya
penyakit pada saluran cerna bagian bawah yang memerlukan pengobatan dini jika
benar-benar ditemukan.

C. Konstipasi

Konstipasi atau sembelit bisa terjadi pada semua orang, termasuk bagi Anda yang baru
saja melahirkan. Sebenarnya, tidak buang air besar beberapa hari setelah melahirkan
adalah hal yang normal terjadi. Akan tetapi, susah buang air besar setelah melahirkan
dalam waktu yang cukup lama tidak dapat dianggap sepele.

Penyebab Susah Buang Air Besar pada masa nifas adalah :

1. Baik melahirkan secara normal atau melalui operasi caesar, Anda bisa saja
mengalami susah buang air besar setelah melahirkan. Berikut adalah beberapa
kemungkinan penyebab kondisi ini:
2. Perut kosong saat menjelang bersalin.
3. Mendapatkan enema atau sudah BAB sesaat sebelum melahirkan bayi.
4. Kadar hormon progesteron yang tinggi dalam tubuh Anda selama kehamilan
dan beberapa waktu setelah melahirkan, dapat menyebabkan konstipasi.
5. Ketika melahirkan, kinerja sistem pencernaan Anda melambat.
6. Efek samping obat-obatan penghilang rasa sakit tertentu selama persalinan,
dapat memperlambat kerja usus Anda.
7. Dehidrasi.
8. Otot-otot panggul yang melemah.
9. Masalah pada anus, seperti luka atau wasir.
10. Zat besi dalam suplemen prenatal juga bisa menyebabkan Anda susah buang
air besar setelah melahirkan.
11. Perineum (bagian antara vagina dan anus) yang nyeri, atau
menjalani episiotomi saat melahirkan.
12. Cara Mengatasi Susah Buang Air Besar

Untuk mengatasi masalah susah buang air besar setelah melahirkan, maka ada
beberapa hal yang harus Anda lakukan, meliputi:

 Bergerak
Anda disarankan banyak bergerak untuk mengatasi susah buang air besar
setelah melahirkan, karena banyak duduk atau berbaring dalam waktu lama
dapat membuat risiko konstipasi lebih tinggi.
 Konsumsi makanan berserat tinggi
Selain itu, Anda disarankan untuk mengonsumsi makanan berserat tinggi,
seperti gandum atau biji-bijian utuh, beras merah, kacang-kacangan, buah-
buahan, dan sayuran setiap hari. Jus apel dan anggur dapat meringankan
sembelit, karena kedua buah ini kaya akan kandungan sorbitol, yakni pencahar
alami yang dapat mengatasi susah buang air besar.
 Minum air hangat
Minum air hangat juga dapat mengatasi masalah sembelit. Anda bisa
mencampurkan air hangat dengan perasan lemon, teh herbal, atau
teh chamomile. Perbanyak minum air dapat membuat kotoran Anda menjadi
lebih lunak dan lebih mudah dikeluarkan.
 Hindari stres
Istirahat dan melakukan relaksasi setelah melahirkan adalah hal yang penting
dilakukan. Stres dan rasa cemas dapat menyebabkan lebih sulit untuk BAB.
 Jika sudah mencoba beberapa cara sederhana di atas namun masih juga susah
buang air besar setelah melahirkan, kemungkinan dokter akan memberikan obat
pencahar untuk memudahkan pembuangan kotoran.
 Susah buang air besar setelah melahirkan umumnya bukanlah perkara yang
serius. Namun, kadang keluhan ini juga bisa menjadi tanda adanya gangguan
yang perlu diwaspadai. Segera konsultasikan ke dokter jika Anda
mengalami buang air besar berdarah, terdapat lendir atau nanah pada tinja, serta
mengalami sembelit parah yang disertai nyeri perut yang hebat atau demam

D. Hemoroid

Wasir atau hemoroid merupakan pembuluh darah vena di daerah dubur yang
membengkak. Pembengkakan ini seperti daging yang muncul di daerah dubur, bisa
terbentuk dalam berbagai ukuran mulai dari sebesar biji buah sampai seukuran buah
anggur. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan ketika Anda buang air besar dan
membuat Anda merasa tidak nyaman.

Wasir bisa muncul selama kehamilan atau setelah melahirkan pada Anda yang
sebelumnya tidak pernah mengalami wasir. Jika Anda pernah menderita wasir sebelum
hamil, maka Anda lebih mungkin mendapatkannya lagi saat kehamilan atau setelah
melahirkan. Biasanya, wasir bisa hilang dengan sendirinya setelah Anda melahirkan.

Kehamilan membuat Anda lebih mungkin untuk menderita wasir. Tekanan pada
perineum (area di antara lubang vagina dan anus) selama kehamilan atau setelah
melahirkan membuat Anda lebih mungkin mengalami wasir. Saat hamil, rahim Anda
terus membesar sehingga memberi tekanan pada vena besar di sisi kanan tubuh yang
menerima darah dari kaki. Tekanan ini kemudian dapat memperlambat kembalinya
darah dari bagian bawah tubuh, sehingga meningkatkan tekanan pada pembuluh darah
di bawah rahim dan menyebabkannya menjadi besar.

Selain itu, peningkatan hormon progesteron selama kehamilan juga menyebabkan


dinding pembuluh darah berelaksasi, sehingga pembuluh darah lebih mudah menjadi
bengkak. Hormon progesteron juga dapat menyebabkan sembelit dengan cara
memperlambat pergerakan usus Anda. Sembelit saat hamil atau setelah melahirkan
dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah, sehingga bisa berkembang menjadi
atau memperburuk wasir. Anda juga bisa mengembangkan wasir karena Anda
mengejan terlalu keras selama persalinan.

Penyebab Hemoroid

1. Meningkatnya hormon progesteron. Membludaknya produksi hormon


progesteron saat hamil ternyata bisa memperlambat saluran usus, lalu terjadilah
konstipasi. Meski begitu, konstipasi juga bisa disebabkan oleh konsumsi zat
besi dari kandungan suplemen atau vitamin ibu hamil. Nah, konstipasi bisa
memicu dirimu untuk mengejan saat buang air besar dan pada akhirnya
menyebabkan munculnya wasir.
2. Hormon progesteron ternyata juga bisa membuat dinding pembuluh darah
menjadi rileks. Hal ini memungkinkan pembuluh darah menjadi lebih mudah
untuk membengkak sehingga muncul wasir.
3. Pembuluh darah tertekan. Ketika hamil tubuhmu bisa menjadi lebih rentan
mengalami wasir. Itu terjadi akibat tertekannya pembuluh darah di sekitar
panggul oleh rahimmu yang kian membesar.
4. Selain itu, tekanan tersebut juga dapat menimpa pembuluh darah besar di sisi
kanan tubuh yang bertugas menerima aliran darah dari tungkai bawah. Tekanan
tersebut dapat memperlambat kembalinya darah dari setengah bagian bawah
tubuhmu. Kondisi ini bisa meningkatkan tekanan pada pembuluh-pembuluh
darah yang berada di bawah rahim dan bisa menyebabkan pembuluh tersebut
membengkak kemudian muncul wasir.
5. Proses mengejan saat melahirkan. Pada proses ini kamu berjuang untuk
mengeluarkan bayi dari rahimmu dengan cara mengejan. Nah, proses mengejan
yang sangat kuat ini berkemungkinan menyebabkan wasir.
6. Kamu lebih berisiko memiliki wasir usai melahirkan apabila kamu memilikinya
saat hamil. Meski begitu, kondisi ini bisa juga mengintai siapa pun. Hal sama
juga berlaku apabila kamu memiliki wasir sebelum hamil.

Cara menangani Hemoroid

Anda bisa mengatasi wasir dengan cara:

a. Anda dapat merendam diri Anda, terutama daerah dubur, dengan air hangat.
Lakukan cara ini 2-4 kali dalam sehari. Ini akan membantu ukuran wasir Anda
menyusut.
b. Anda juga bisa mengompres daerah yang bengkak dengan kompres es beberapa
kali dalam sehari. Es dapat membantu mengurangi pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
c. Hindari duduk dan berdiri dalam waktu yang lama serta berbaringlah sebanyak
yang Anda bisa.
d. Saat Anda duduk, sebaiknya beri alas bantal untuk mengurangi tekanan pada
rektum. Jangan duduk di kursi langsung, terutama pada permukaan kursi yang
keras. Duduk di kursi goyang atau kursi malas mungkin lebih nyaman untuk
Anda.
e. Setiap selesai buang air besar, sebaiknya bersihkan daerah dubur Anda dengan
lembut. Anda juga bisa membersihkannya dengan air hangat. Jika Anda
membersihkan dengan tisu, sebaiknya pilih tisu yang lembut dan tidak
mengandung pewangi sehingga tidak menyebabkan iritasi pada kulit Anda.
f. Bicarakan dengan dokter Anda apa saja obat yang dapat Anda gunakan untuk
mengobati wasir, seperti salep topikal dan supositoria. Jangan lupa untuk
menanyakan berapa lama sebaiknya obat tersebut digunakan, biasanya obat
tersebut tidak boleh digunakan lebih dari satu minggu. Atau, Anda juga bisa
menggunakan obat laksatif atau pencahar untuk membantu melunakkan feses
Anda sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan. Walaupun banyak obat untuk
wasir di pasaran, namun sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan
dokter Anda.
g. Perbanyak konsumsi serat (dari sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-
kacangan) serta cairan (8-10 gelas per hari). Hal ini dapat membantu mencegah
sembelit, membuat buang air besar Anda lebih lancar, sehingga tidak
memperburuk wasir Anda.
h. Melakukan olahraga secara teratur. Hal ini juga dapat membantu melancarkan
pencernaan Anda. Anda bisa mencoba senam Kegel untuk meningkatkan
sirkulasi darah di daerah dubur dan memperkuat otot-otot di sekitar anus,
sehingga dapat membantu mengurangi wasir.
i. Meski wasir setelah melahirkan dapat membuat Anda merasa sakit saat buang
air besar, janganla ini membuat Anda menahan BAB. Jika Anda sering
menunda buang air besar, ini dapat membuat feses Anda menjadi kering dan
sulit untuk dikeluarkan. Juga, hindari mengejan terlalu keras saat buang air
besar dan jangan buang air besar dalam waktu yang lama.
2.2 Masalah infeksi pada masa nifas dan menyusui

1. Pengertian Infeksi pada masa Nifas

Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk ke
dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas. Infeksi nifas adalah infeksi
bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan
suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on
Maternal Welfare, AS).

2. Insidensi Infeksi Nifas

Infeksi nifas terjadi 1-3 %. Infeksi jalan lahir 25-55 % dari semua kasus infeksi.

3. Penyebab Infeksi Nifas

Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan
maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya
kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi:

 Ektogen (kuman datang dari luar)


 Autogen (kuman dari tempat lain)
 Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
 Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkan oleh:
 Streptococcus Haemolyticus Aerobic
 Staphylococcus Aerus
 Escheria Coli
 Clostridium Welchii
Streptococcus Haemolyticus Aerobic
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab infeksi yang paling berat.
Infeksi ini bersifat eksogen (misal dari penderita lain, alat yang tidak steril, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

Staphylococcus Aerus
Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan penyebab infeksi
sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampak sehat.

Escheria Coli
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum. Escheria Coli dapat
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Kuman ini
merupakan penyebab dari infeksi traktus urinarius.

Clostridium Welchii
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan akan tetapi sangat
berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis
dan persalinan ditolong dukun.

4. Patofisiologi Infeksi Nifas

Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah bekas insersio
(pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter 4 cm,
permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi oleh
trombus. Selain itu, kuman dapat masuk melalui servik, vulva, vagina dan perineum.

5. Cara Terjadi Infeksi

Infeksi nifas dapat terjadi karena:

a. Manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam berulang-ulang.


b. Alat-alat tidak steril/ suci hama.
c. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang terkontaminasi.
d. Infeksi nosokomial rumah sakit.
e. Infeksi intrapartum.
f. Hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah dini.

6. Faktor Predisposisi Infeksi Nifas

Faktor predisposisi infeksi nifas antara lain:

a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan
banyak, pre eklampsia, malnutrisi, anemia, infeksi lain (pneumonia, penyakit
jantung, dsb).
b. Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan lama dengan ketuban
pecah dini, korioamnionitis, persalinan traumatik, proses pencegahan infeksi
yang kurang baik dan manipulasi yang berlebihan.
c. Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun per abdominal.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
e. Episiotomi atau laserasi jalan lahir.

7. Tanda dan Gejala Infeksi Nifas

Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam, sakit di daerah
infeksi, warna kemerahan, fungsi organ terganggu. Gambaran klinis
infeksi nifas adalah sebagai berikut:

 Infeksi lokal
 Infeksi umum
 Infeksi lokal
 Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokia bercampur nanah,
mobilitas terbatas, suhu badan meningkat.
 Infeksi umum
 Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi
meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran gelisah sampai
menurun bahkan koma, gangguan involusi uteri, lokia berbau, bernanah dan
kotor.

Pencegahan Infeksi Nifas

Pencegahan infeksi selama nifas antara lain:

 Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.


 Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
 Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu nifas yang sehat.
 Membatasi tamu yang berkunjung.
 Mobilisasi dini.

Pengobatan Infeksi Nifas

Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:

 Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi
dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
 Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
 Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil laboratorium.
 Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah,
makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau
sosial. Inkontinensia terbagi menjadi 2 yaitu Inkontinensia Urin Akut Reversibel dan
Inkontinensia Urin Persisten.

Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin.


Yaitu proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks,
kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air
besar.

Konstipasi atau sembelit bisa terjadi pada semua orang, termasuk bagi Anda
yang baru saja melahirkan. Sebenarnya, tidak buang air besar beberapa hari setelah
melahirkan adalah hal yang normal terjadi.

Wasir atau hemoroid merupakan pembuluh darah vena di daerah dubur yang
membengkak. Pembengkakan ini seperti daging yang muncul di daerah dubur, bisa
terbentuk dalam berbagai ukuran mulai dari sebesar biji buah sampai seukuran buah
anggur. Hal ini bisa menyebabkan perdarahan ketika Anda buang air besar dan
membuat Anda merasa tidak nyaman.
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang masuk
ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas. Infeksi nifas adalah infeksi
bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan
suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan


Suddarth Edisi ke-8. Jakarta. EGC.

Suhermi. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta

Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP


Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta:
Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai