Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

PEMFIGUS

Disusun Oleh :
Naufal Rahman Tejokusumo
2015730101

Pembimbing :
dr. Mahdar, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SUKABUMI
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena berkat rahmat dan hidayah
Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan Referat dengan judul “Pemfigus” tepat pada
waktunya.
Laporan ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan di Stase Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
guna perbaikan dalam pembuatan laporan berikutnya.
Semoga laporan Referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi para
pembaca.

2
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................................................................. 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................... 4
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 6
2.1 PEMFIGUS ............................................................................................................................... 6
2.1.1 PEMFIGUS VULGARIS ...................................................................................................... 7
2.1.2 PEMFIGUS FOLIASEUS ................................................................................................... 13
2.1.3 PEMFIGUS VEGETANS ................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Bullous disease atau vesicobullous disease (penyakit kulit berlepuh) ialah penyakit
yang ditandai dengan terdapatnya lepuh (vesikel maupun bula) pada kulit. Terjadinya
bula pada kulit dapat dibedakan sesuai dengan letak terjadinya bula yaitu bula epidermal,
subepidermal, dan intrademal.1,2,3

Mekanisme terjadinya bula dapat dibagi menjadi :


1. Autoimun
2. Reaksi endogenous terhadap faktor lingkungan
3. Infeksi
4. Bullous genodermatosus
5. Metabolik
6. Iskemik
7. Proses mekanis

Klasifikasi Bullous Disease secara singkat dapat dibagi menjadi :1


1. Bullous Disease Auto imun
a. Intraepidermal
- Pemfigus
- Pemfigus Vulgaris
- Pemfigus Foliaseus
- Pemfigus Paraneoplastik
- Pemfigus IgA

b. Subepidermal
- Pemfigoid Bulosa
- Pemfigoid Gestationis
- Pemfigoid Sikatrisial
- Chronic Bullous Disease of Childhood
- Dermatitis Herpetiformis

2. Bullous Disease Non-Autoimun

4
a. Epidermolisis Bulosa yang diturunkan
b. Pemfigus Familiar Jinak
c. Penyakit Akantolitik Non-Familiar

3. Penyakit Bullous Disease lainya


Di dalam referat ini akan dibahas satu persatu penyakit ini secara sistematis,
baik dari definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, penatalaksanaan,
serta prognosisnya.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PEMFIGUS

Definisi
Istilah Pemfigus, berasal dari kata pemphix (Yunani) yang berarti lepuh atau
gelembung, merupakan kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik, menyerang
kulit dan membran mukosa yang secara histologik di tandai dengan bula intraepidermal
akibat proses akantolisis dan secara imunopatologik ditemukan antibodi terhadap
komponen desmosom pada permukaan keratinosit jenis IgG, baik terikat maupun
beredar dalam sirkulasi darah.4,5
Pemfigus dapat terjadi pada semua usia namun yang paling sering adalah usia
pertengahan. Pemfigus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun insiden lebih tinggi di
kalangan Yahudi.6,7
Secara garis besar, bentuk pemfigus dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu pemfigus
vulgaris, pemfigus eritematosa, pemfigus foliaseus, dan pemfigus vegetans. Masih ada
beberapa bentuk yang tidak dibicarakan karena langka ialah pemfigus herpetiformis,
pemfigus IgA, dan pemfigus paraneoplastik. Susunan tersebut sesuai dengan
insidensnya. Menurut letak celah, pemfigus dibagi menjadi 2 yaitu di suprabasal ialah
pemfigus vulgaris dan pemfigus vegetans, dan di stratum granulosum ialah pemfigus
eritematosus dan pemfigus foliaseus. Semua penyakit tersebut memberikan gejala yang
khas yaitu pembentukan bula yang kendur pada kulit yang terlihat normal dan mudah
pecah, pada penekanan, bula tersebut meluas (tanda Nikolski positif), akantolisis selalu
positif, dan adanya antibodi tipe IgG terhadap antigen interselular di epidermis yang
dapat ditemukan di dalam serum, meupun terikat di epidermis.2,6

6
2.1.1 PEMFIGUS VULGARIS

Definisi
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa rekuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa
bulan.4

Epidemiologi
Pemfigus Vulgaris (P.V.) merupakan bentuk yang tersering dijumpai (80%
semua kasus). Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan dapat mengenai semua
bangsa dan ras. Frekuensinya pada kedua jenis kelamin sama. Umumnya mengenai
umur pertengahan (decade ke-4 dan ke-5) tetapi dapat juga mengenai semua umur,
termasuk anak.8

Etiopatogenesis
Pemfigus ialah penyakit autoimun, karena pada serum penderita ditemukan
autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat (drug-induced pemphigus), misalnya
D-penisilamin dan kaptopril. Pada penyakit ini, autoantibodi yang menyerang
desmoglein pada permukaan keratinosit membuktikan bahwa autoantibodi ini
bersifat patogenik. Antigen P.V. yang dikenali sebagai desmoglein 3, merupakan
desmosomal kaderin yang terlibat dalam perlekatan interselular pada epidermis.
Antibodi yang berikatan pada domain ekstraseluar region terminal amino pada
desmoglein 3 ini mempunyai efek langsung terhadap fungsi kaderin. Desmoglein 3
dapat ditemukan pada desmosom dan pada sel keratinosit. Dapat dideteksi pada saat
diferensiasi keratinosit terutamanya pada epidermis bawah dan lebih padat pda
mukosa bukal dan kulit kepala berbanding di badan. Hal ini berbeda dengan antigen
Pemfigus Foliaseus, desmoglein 1 yang ditemukan di pda epidermis dan lebih padat
pada epidermis atas. Pengaruh faktor lingkungan dan cara hidup individu belum
dapat dibuktikan berpengaruh terhadap P.V., namun penyakit ini dapat dikaitkan
dengan genetik pada kebanyakan kasus. 1,5,6

7
Tanda utama pada P.V. adalah dengan mencari autoantibodi IgG pada
permukaan keratinosit. Hal ini merupakan fungsi patogenik primer dalam
mengurangi perlekatan antara sel-sel keratinosit yang menyebabkan terbentuknya
bula-bula, erosi dan ulser yang merupakan gambaran pada penyakit P.V. 2
Autoantibodi patologik yang menyebabkan terjadinya P.V. adalah
autoantibodi yang melawan desmoglein 1 dan desmoglein 3, yang mana hal ini
menyebabkan terjadinya pembentukan bula. Pemeriksaan mikroskopi imunoelektron
dapat menentukan lokasi antigen pada desmosom untuk kedua P.V. dan Pemifigus
Foliaseus, yang lebih sering pada perlekatan sel-sel pada epitel bertanduk. 5

Gejala Klinis
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Penyakit dapat mulai sebagai lesi di
kulit kepala yang berambut atau di rongga mulut kira-kira pada 60% kasus, berupa
erosi yang disertai pembentukan krusta, sehingga sering salah didiagnosis sebagai
pioderma pada kulit kepala yang berambut atau dermatitis dengan infeksi sekunder.
Lesi di tempat tersebut dapat berlangsung berbulan-bulan sebelum timbul bula
generalisata.6
Semua selaput lendir dengan epitel skuamosa dapat diserang, yakni selaput
lendir konjungtiva, hidung, farings, larings, esofagus, uretra, vulva, dan serviks.
Kebanyakan penderita menderita stomatitis aftosa

8
sebelum diagnosis pasti ditegakkan. Lesi mulut ini dapat meluas dan dapat
menggangu pada waktu penderita makan oleh karena rasa nyeri.6
Bula yang timbul berdinding kendur, mudah pecah dengan meninggalkan kulit
terkelupas, dan diikuti oleh pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit
yang terkelupas tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit yang tampak normal atau
yang eritematosa dan generalisata. Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya
akantolisis. Cara mengetahui tanda tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan
menggeser kulit di antara dua bula dan kulit tersebut akan terkelupas. Cara kedua
dengan menekan bula, maka bula akan meluas karena cairan yang didalamnya
mengalami tekanan. 6
Pruritus tidaklah lazim pada pemfigus, tetapi penderita sering mengeluh nyeri
pada kulit yang terkelupas. Epitelisasi terjadi setelah penyembuhan dengan
meninggalkan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan biasanya tanpa jaringan
parut. 6

9
Histopatologi
Pada gambaran histopatologik didapatkan bula intraepidermal suprabasal dan
sel-sel epitel yang mengalami akantolisis pada dasar bula yang menyebabkan
percobaan Tzanck positif. Percobaan ini berguna untuk menentukan adanya sel-sel
akantolitik, tetapi bukan diagnostik pasti untuk penyakit pemfigus. Pada pemeriksaan
dengan menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui bahwa permulaan
perubahan patologik ialah perlunakan segmen interselular. Juga dapat dilihat
perusakan desmosom dan tonofilamen sebagai peristiwa sekunder.6,9

Imunologi
Pada tes imunofloresensi langsung didapatkan antibodi interselular tipe IgG
dan C3. Pada tes imunofloresensi tidak langsuog didapatkan antibodi pemfigus tipe
IgG. Tes yang pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah menjadi
positif pada permulaan penyakit, sering sebelum tes kedua menjadi positif, dan tetap
positif pada waktu yang lama meskipun penyakitnya telah membaik.8
Antibodi pemfigus ini rupanya sangat spesifik untuk pemfigus. Kadar titernya
umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang
dengan pengobatan kortikosteroid.8

Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis P.V. diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang lengkap. Lepuh dapat dijumpai pada berbagai penyakit sehingga dapat
mempersulit dalam penegakkan diagnosis. Perlu dilakukan pemeriksaan manual
dermatologi untuk membuktikan adanya nikolsky’s sign yang menunjukkan adanya
P.V. Untuk mencari tanda ini, dokter akan dengan lembut menggosok daerah kulit
normal di dekat daerah yang melepuh dengan kapas atau jari. Jika memiliki P.V.,
lapisan atas kulit akan cenderung terkelupas. Tanda ini tampaknya adalah
patognomonik karena hanya ditemukan pada Pemfigus dan Nekrolisis Epidermal
Toksik.3,10

10
Beberapa pemeriksaan penunjang lain yang dapat diakukan antara lain :

1. Biopsi Kulit dan Patologi Anatomi


Pada pemeriksaan ini, diambil sampel kecil dari kulit yang berlepuh dan diperiksa
di bawah mikroskop. Pasien yang akan di biopsi sebaiknya pada pinggir lesi yang
masih baru dan dekat dari kulit yang normal. Gambaran histopatologi utama adalah
adanya akantolisis yaitu pemisahan keratinosit satu dengan yang lain.11,12

2. Imunofloresensi
2.1 Imunofloresensi langsung
Sampel yang diambil dari biopsi diwarnai dengan cairan flouresens.
Pemeriksaan ini dinamakan direct immunoflourescence (DIF). DIF biasanya
menunjukan IgG yang menempel pada permukaan keratinosit yang di dalam
maupun sekitar lesi.8,11
2.2 Imunofloresensi tidak langsung
Antibodi terhadap keratinosit dideteksi melaui serum pasien. Pemeriksaan ini
ditegakkan jika pemeriksaan imunofloresensi langsung dinyatakan positif. Serum
penderita mengandung autoantibody IgG yang menempel pada epidermis dapat
dideteksi dengan pemeriksaan ini. Sekitar 80-90% hasil pemeriksaan ini
dinyatakan sebagai penderita P.V.8,11

11
(A). Imunofluoresensi langsung (B). Imunofluoresensi tidak langsung

Diagnosis Banding
Pemfigus vulgaris dibedakan dengan dermatitis herpetiformis dan pemfigoid
bulosa. Dermatitis herpetiformis dapat mengenai anak dan dewasa, keadaan umumnya
baik, keluhannya sangat gatal, fuam polimorf, dinding vesikel/bula tegang dan
berkelompok, dan mempunyai tempat predileksi. Sebaliknya pemfigus terutama terda-
pat pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding kendur,
dan biasanya generalisata.6
Pemfigoid bulosa berbeda dengan pemfigus vulgaris karena keadaan
umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya di subepidermal, dan terdapat lgG
linear.6

Penatalaksanaan

1. Medikamentosa
Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif.
Kortikosteroid yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason.
Dosis prednison bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-
150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg/kgBB sehari bagi pemfigus
yang berat.4,6

2. Non medikamentosa
Pada pemberian terapi dengan dosis optimal, tetapi pasien masih merasakan
gejala-gejala ringan dari penyakit ini. Maka perawatan luka yang baik adalah
sangat penting karena ia dapat memicu penyembuhan bula dan erosi. Pasien
disarankan mengurangi aktivitas agar resiko cedera pada kulit dan lapisan mukosa
pada fase aktif penyakit ini dapat berkurang. Aktivitas-aktivitas yang patut
dikurangi adalah olahraga makan dan minum yang dapat mengiritasi rongga mulut
(makanan pedas, asam, keras, dan renyah).2,13

12
Prognosis
Sebelum kortikosteroid digunakan, maka kematian terjadi pada 50% penderita
dalam tahun pertama. Sebab kematian ialah sepsis, kakeksia, dan ketidakseimbangan
elektrolit. Pengobatan dengan kortikosteroid membuat prognosisnya lebih baik.3,6

2.1.2 PEMFIGUS FOLIASEUS

Definisi
Pemfigus foliaseus ialah kumpulan penyakit kulit autoimun berbula kronik
dengan karakteristik ada lesi krusta.3,6,16

Gejala Klinis
Umumnya terdapat pada orang dewasa, antara umur 40 - 50 tahun. Gejalanya
tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit kronik, remisi terjadi temporer.
Penyakit mulai dengan timbulnya vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit
eksudatif, kemudian memecah dan meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai
kepala yang berambut, muka, dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis
seboroika. Kemudian menjalar simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa
bulan. Yang khas ialah terdapatnya eritema yang menyeluruh disertai banyak skuama
yang kasar, sedangkan bula yang berdinding kendur hanya sedikit, agak berbau. Lesi
di mulut jarang terdapat.5,6

13
Histopatologi
Terdapat akantolisis di epidermis bagian atas di stratum granulosum.
Kemudian terbentuk celah yang dapat menjadi bula, sering subkorneal dengan
akantolisis sebagai dasar dan atap bula tersebut. 4

Diagnosis Banding
Karena terdapat eritema yang menyeluruh, penyakit ini mirip
eritroderma. Perbedaannya dengan eritroderma karena sebab lain, pada pemfigus
foliaseus terdapat bula dan tanda Nikolski positif. Kecuali itu pemeriksaan
histopatologik juga berbeda.6

Pengobatan
Pengobatannya dengan kortikosteroid, kortikosteroid yang paling banyak
digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison bervariasi bergantung
pada berat ringannya penyakit, Dosis patokan prednison 60 mg sehari. 5

Prognosis
Hasil pengobatan dengan kortikosteroid tidak sebaik seperti pada tipe
pemfigus yang lain. Penyakit akan berlangsung kronik. .3,6

2.1.3 PEMFIGUS VEGETANS

Definisi
Pemfigus vegetans ialah varian jinak pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.4

Klasifikasi
Terdapat 2 tipe ialah :
1. Tipe Neumann
2. Tipe Hallopeau (pyodermite vegetante)

Gejala Klinis

1. Tipe Neumann
Biasanya menyerupai pemfigus vulgaris, kecuali timbulnya pada usia lebih
muda. Tempat predileksi di muka, aksila, genitalia eksterna, dan daerah Intertrigo
yang lain.6
Yang khas pada penyakit ini ialah terdapatnya bula-bula yang kentfur,
menjadi erosi dan kemudian menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa

14
terutama di daerah intertrigo. Lesi oral hampir selalu ditemukan. Perjalanan
penyakitnya lebih lama daripada pemfigus vulgaris, dapat terjadi lebih akut,
dengan gambaran pemfigus vulgaris lebih dominan dan dapat fatal. 5

2. Tipe Hallopeau
Perjalanan penyakit kronik, tetapi dapat seperti pemfigus vulgaris dan fatal.
Lesi primer ialah pustul-pustul yang bersatu, meluas ke perifer, menjadi vegetatif
dan menutupi daerah yang luas di aksila.

dan perineum. Di dalam mulut, dalam terlihat gambaran yang khas ialah
granulomatosis seperti beledu.5

Histopatologi

Tipe Neumann
Lesi dini sama seperti pada pemfigus vulgaris, tetapi kemudian timbul
proliferasi papil-papil ke atas, pertumbuhan ke bawah epidermis, dan terdapat abses-
abses intraepidermal yang hampir seluruhnya berisi eosinofil. 3,6

Tipe Hallopeau
Lesi permulaan sama dengan tipe Neumann, terdapat akantolisis suprabasal,
mengandung banyak eosinofil, dan terdapat hiperplasi epidermis dengan abses
eosinofilik pada lesi yang vegetatif. Pada keadaan lebih lanjut akan tampak
papilomatosis dan hiperkeratosis tanpa abses. 3,6

15
Pengobatan
Obat utama ialah kortikosteroid karena bersifat imunosupresif. Kortikosteroid
yang paling banyak digunakan ialah prednison dan deksametason. Dosis prednison
bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. 5

Prognosis
Tipe hallopeau, prognosisnya lebih baik karena berkecenderungan sembuh.3,6

16
Daftar Pustaka

1. Wiryadi, Benny E. Penyakit Kulit : Dermatosis Vesikobulosa Kronik In : Ilmu Penyakit


Kulit dan kelamin. Edisi Keenam. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2010. hal.204-225.
2. Aisah, Siti. Penyakit Kulit : Epidermolisis Bulosa. In : Ilmu Penyakit Kulit Dan
Kelamin. Edisi ke enam. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2010. hal.218-325.
3. Siregar, R.S. Penyakit Kulit Berlepuh In : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
2. Jakarta:EGC;2004. hal.186-201.
4. Wojnarowska, F et. al. Immunobulosa Disease In : Burn, T et. al., Rook’s Textbook Of
Dermatology. 7th Edition. Australia:Blackwell Publication;2004. hal.2033-2091.
5. Hert, M. Autoimmune Disease Of The Skin : Pathogenesis, Diagnosis, Management. 2nd
Revised Edition. Austria:Springer-verlag Wien;2005. hal.60-79.
6. Stanley, JR. Pemfigus. In : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 7th Edition. New
York:McGraw-Hill;2008. hal.459-474.

17

Anda mungkin juga menyukai