Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi
jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai
sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini
menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi
karena satu atau beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan
dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum
jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem
saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika
medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga akan
terpengaruh dan akan mengalami ganggusn pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam
tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.

Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia yaitu ensefalus,
anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir terkena spina bifida.Sementara itu fakta
lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi
setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya
mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.

Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang terkait dengan
spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah definisi dari spina bifida?

Bagaimana etilogi dari spina bifida?

Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?

Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?


Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?

Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?

Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?

Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.

Tujuan Khusus

Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.

Mengidentifikasi etilogi spina bifida.

Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.

Menguraikan patofisiologi spina bifida

Mengidentifikasi penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida

Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.

Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.

Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu menerapkan
asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida dengan pendekatan Student Centre Learning.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Spina Bifida

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang
akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan
lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu
atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti
tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis
pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba
neural.Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu)
setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.

Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi
jaringan melalui celah tulang (Donna L. Wong, 2003). Spina bifida (Sumbing Tulang Belakang) adalah
suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra
gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.

(http:// http://www.medicasatore.com). Spina bifida adalah kegagalan arkus vertebralis untuk berfusi di
posterior (Rosa.M.Sacharin,1996).

2.2 Klasifikasi

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu :

Spina Bifida Okulta

Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal,
tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat
arkus vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali tanpa prosesus
spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1, tetapi dapat melibatkan bagian kolumna
vertebralis, dapat juga terjadi anomali korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan
subkutan diatasnya bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma
subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna pada sekitar 20%
pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil penderita bayi mengalami cacat perkembangan
medula dan radiks spinalis fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek
yang kecil pada arkus pascaerior.
Meningokel

Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung jawab untuk menutup dan
melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika Meningen mendorong melalui lubang di tulang
belakang (kecil, cincin-seperti tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel.
Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena korda spinalis tidak keluar
dari tulang pelindung, Meningocele adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh
dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya
meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti kantung di pinggang,
tapi disini tidak terdaoat tonjolan saraf corda spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya
mempunyai kemampuan fisik lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.

Myelomeningokel

Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis
menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat
di perlukan untuk mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada
tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat terganggu,
kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan
pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus,
akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.

2.3 Etiologi

Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama
yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf
tersebut atau di bagian bawahnya.

Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian
bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.

Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko
melahirkan anak dengan spina bifida.

Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan
melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina
bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain:

Hidrosefalus

Siringomielia

Dislokasi pinggul.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang
terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami
kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.

Gejalanya berupa:

Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung
tersebut tidak tembus cahaya

Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki


Penurunan sensasi.

Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja

Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).

Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).

Lekukan pada daerah sakrum.

Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine (arnold chiari
malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi

Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan fungsi

Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara volunter otot
(sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.

Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila hirosefalus di terapi
dengan cepat.

Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord. Spinal cord melekat
pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini
menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring
pertumbuhan anak dan tethered cord akan terus teregang.

Obesitas oleh karena inaktivitas

Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau penyakit pada
tulang.

Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue

Learning disorder

Masalah psikologis, sosial dan seksual

Alergi karet alami (latex)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dapat dilakukan pada
ibu hamil dan bayi yang baru dilahirkan, pada ibu hamil, dapat dilakukan pemeriksaan :
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen yang
terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.

Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik keluarga
dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida,
sindroma Down dan kelainan bawaan lainnya. Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi,
deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen
tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.

Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas hip,
fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya.

USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi
fraktur patologis.

CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi
pada kelainan spinal cord dan akar saraf.

85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida atau defek neural tube, akan memiliki kadar
serum alfa fetoprotein (MSAP atau AFP) yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi,
karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis.
Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida. Kadang dilakukan amniosentesis
(analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut:

Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.

USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun vertebra

CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak,
saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi,
psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.
Urologi

Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang
hidup. Tujuan utamanya adalah :

Mengontrol inkotinensia

Mencegah dan mengontrol infeksi

Mempertahankan fungsi ginjal

Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 – 6 tahun
dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri. Bila terapi konservatif gagal
mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat
dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.

Orthopedi

Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai
anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah. Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering
bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket
atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki
deformitas tulang belakang. Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan
abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal
dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya
mekaniknya.

Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan plantar
fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple
arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang
memuaskan.
Rehabilitasi Medik

Sistem Muskuloskeletal

Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk
mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial
inervation atau setelah prosedur tendon transfer.

Perkembangan Motorik

Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.

Ambulasi

Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace diberikan pada
kasus-kasus dengan skoliosis. Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis
(IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif. HKAFO digunakan untuk
mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut
agar mampu ke posisi berdiri tegak. Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama
pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.

Bowel training

Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah
dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek
gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan
mengeluarkan dan mengosongkan feses Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk
merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.

Pembedahan

Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya dalam minggu
pertama setelah lahir. Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi hidrosefalus sementara
atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang. Kegagalan tabung neural untuk
menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in
utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada 90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan
cairan amnion ditemukan meningkat; penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining.
Keterlibatan baik kranial maupun spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada
keterlibatan spinal, apabila malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina
vertebrata.

Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini, bayi lebih sulit
dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian makanan menjadi
masalah.

Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat dipertahankan
tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh. Apabila digunakan penghangat
overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek pengering dari panas yang
dipancarkan. Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan
steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut. Larutan pelembab yang dilakukan adalah salin
normal steril. Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam). Dan sakus tersebut diamati dengan
cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi. Sakus tersebut harus dibersihkan
dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi. Kadang-kadang sakus pecah selama pemindahan
dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada system saram pusat.

Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan meregangkan
kontraktur dilakukan, bila diindikasikan. Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada kaki, pergelangan kaki
dan sendi lutut. Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor pinggul yang kaku atau otot-
otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.

Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini. Remaja
merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok remaja sebaya,
dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih berhubungan dengan
persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang sebenarnya ada pada remaja itu.
2.7 Komplikasi

Komplikasi yang lain dari spina bifida yang berkaitan dengan kelahiran antara lain adalah:

1. Paralisis cerebri

2. Retardasi mental

3. Atrofi optic

4. Epilepsi

5. Osteo porosis

6. Fraktur (akibat penurunan massa otot)

7. Ulserasi, cidera, dikubitus yang tidak sakit.

Infeksi urinarius sangat lazim pada pasien inkontinen. Meningitis dengan organisme campuran lazim
ditemukan bila kulit terinfeksi atau terdapat sinus. Pada beberapa kasus, filum terminale medulla spinalis
tertambat atau terbelah oleh spur tulang (diastematomielia), yang dapat menimbulkan kelemahan
tungkai progresif pada pertumbuhan. Sendi charcot dapat terjadi dengan disorganisasi pergelangan kaki,
lutut atau coxae yang tak nyeri. Hidrosefalus karena malformasi Arnold-chiari sering ditemukan.

2.8 Prognosis

Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas. Prognosis terburuk bila
terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital lainnya. Dengan penanganan yang baik,
sebagian besar anak-anak dengan spina bifida dapat hidup sampai usia dewasa.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Anammesa
Identitas pasien

Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu.

Keluhan utama

Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.

Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit terdahulu

Riwayat keluarga

Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam folat misalnya
sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan hati.

Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing) : normal

B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue

B3 (Brain) :

Peningkatan lingkar kepala


Adanya myelomeningocele sejak lahir

Pusing

B4 (Bladder) : Inkontinensia urin

B5 (Bowel) : Inkontinensia feses

B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah

3.3 Diagnosa

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi

Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation

Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan positioning, defisit


stimulasi dan perpisahan

Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intra kranial (TIK)

Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan eleminasi urin berhubungan dengan paralisis, penetesan urin
yang kontinu dan feses.

3.3 Intervensi

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi

Tujuan :

Anak bebas dari infeksi

Anak menunjukan respon neurologik yang normal

Kriteria hasil :

Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.


PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang
akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio
(Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio.

Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu : spina
bifida okulta, meningokel, dan myelomeningokel.

Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko
melahirkan anak dengan spina bifida.

Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida antara lain: hidrosefalus, siringomielia,dan
dislokasi pinggul.

Tanda-tanda fisik yang umumnya bisa dilihat adalah penonjolan seperti kantung di punggung tengah
sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya dan
kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan spina bifida adalah pembedahan, bowel
training, ambulasi, rehabilitasi medik, orthopedik, dan urologi.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.

Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.

Muttaqin, Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.Jakarta: Salemba


Medika.

Anda mungkin juga menyukai